Apa yang dimaksud dengan eutrofikasi brainly?

Apakah anda tahu apa saja yang menjadi penyebab sungai mengalami Eutrofikasi?  Sungai dan juga danau merupakan badan air yang berfungsi sebagai sumber daya alam untuk kehidupan manusia. Umumnya, badan air yang mengalami eutrofikasi adalah danau. Namun, sungai dan juga ekosistem lainnya juga bisa mengalami yang namanya eutrofikasi.

Memang, ada beberapa jenis sungai yang mungkin anda sudah tahu, seperti jenis sungai berdasarkan pola alirannya. Namun kesemua jenis sungai tersebut tidak lepas dari resiko terkena eutrofikasi yang bisa ditimbulkan karena kurang berhati-hati ketika melakukan aktifitas. Salah satu tanda yang muncul yang erat hubungannya dengan eutrofikasi adalah munculnya alga dan juga tumbuhnya tanaman secara berlebihan.

Hal ini diakibatkan oleh meningkatnya persediaan satu maupun juga lebih dari faktor yang memang dibutuhkan untuk pertumbuhan fotosintesis, seperti matahari, nutrisi, dan juga karbon dioksida. Dan yang menjadi salah satu dampak buruk dari terjadinya eutrofikasi adalah terganggunya ekosistem, menurunkan kadar oksigen, dan juga rusaknya fauna air, dan lain sebagainya.

Eutrofikasi merupakan sebuah kondisi dimana satu tumbuhan mengalami pertumbuhan dengan sangat cepat jika dibandingkan dengan tumbuhan yang lainnya. Proses ini juga biasanya dinamakan sebagai blooming. Jadi, pada dasarnya blooming dan eutrofikasi merupakan dua istilah yang sama, namun memiliki penulisan yang berbeda.

Eutrofikasi ini kerap terjadi kepada tumbuhan yang hidupnya di ekosistem air tawar, seperti misalnya danau maupun juga sungai. Pada dasarnya, eutrofikasi ini diklasifikasikan menjadi dua. Yang pertama cultural atau artificial eutrophication dan yang kedua adalah natural eutrophication.

Untuk klasifikasi yang pertama, ia terjadi karena pada waktu itu terjadi peningkatan jumlah unsur hara yang disebabkan oleh kegiatan atau aktifitas yang dilakukan oleh manusia. Sementara itu, natural eutrophication terjadi ketika peningkatan unsur hara tersebut disebabkan oleh faktor alam.

Ada juga yang berpendapat bahwasanya eutrofikasi merupakan sebuah problem yang terjadi pada lingkungan hidup yang diakibatkan oleh pencemaran limbah fosfat, terutama terjadi pada ekosistem air tawar. Tentunya kita tidak ingin mengalami hal tersebut sehingga penting bagi kami untuk menjelaskan tentang apa saja yang menjadi penyebab sungai mengalami eutrofikasi.

1. Hadirnya komponen anorganik terlarut

Penyebab sungai mengalami eutrofikasi yang pertama adalah karena diakibatkan oleh kehadiran dari komponen anorganik terlarut dengan konsentrasi yang tinggi. Beberapa komponen tersebut antara lain seperti nitrat, silikat, fosfat, dan juga karbon. Komponen tersebut terjadi melalui upwelling maupun juga karena terpengaruh antropogenetik.

Antropogenetik adalah sebuah faktor yang ditimbulkan akibat ulah atau perbuatan manusia. Kegiatan atau aktifitas yang dilakukan oleh manusia ini bisa berupa pembuangan limbah maupun juga irigasi. Selain itu, masih ada hal lain yang tidak kalah penting yakni dengan masuknya zona intertidal. Zona intertidal merupakan sebuah daerah yang airnya mengalami pasang-surut yang juga berperan penting di dalam pemberian nutrisi dalam jumlah yang banyak.

2. Limbah organik

Limbah organik juga bisa menjadi salah satu penyebab mengapa air mengalami eutrofikasi. Kita tahu bahwa berbagai macam limbah organik yang masuk ke dalam air dalam berbagai bentuk kepadatan bisa mengakibatkan pengendapan, tersuspensi, koloid, dan juga terlarut. Kondisi seperti ini mengakibatkan kadar oksigen yang ada di dalam air semakin lama semakin menipis.

Lalu apa dampaknya? Tentu saja dampak dari kondisi ini adalah menyebabkan ikan mati secara mendadak. Selain itu, kondisi ini juga mengakibatkan timbulnya blooming yang terkadang sulit untuk dikendalikan. Bagaimana pun, permasalahan seperti ini memang bisa dicegah karena berasal dari aktifitas manusia. Dengan tidak membuang limbah ke sungai, maka eutrofikasi yang terjadi bisa dihindari.

3. Suhu yang naik

Ketika kadar oksigen yang ada di dalam air sudah mulai berkurang atau langka, kemudian fluktuasi yang terjadi berlangsung dengan cepat di dalam perubahan pH. Hal ini berakibat hilangnya konsumen pada tingkatan yang lebih tinggi dari zooplankton sampai dengan ikan. Hal ini menyebabkan terjadinya blooming fitoplankton yang tidak dapat dikendalikan.

4. Kondisi yang baik untuk semua organisme

Mungkin tidak banyak yang menyadari bahwa ketika kondisi air sudah sangat baik dan menjadi tempat tumbuhnya berbagai macam organisme, namun hal inilah yang menjadi penyebab sungai mengalami eutrofikasi. Biasanya, kondisi air yang sangat baik tersebut terjadi ketika musim semi dimana memang air sungai sedang segar-segarnya. Akan tetapi, kondisi ini bisa menjadi sebab mikroalga tumbuh dengan sangat cepat setelah ia sudah melewati proses yang begitu sulit. Maka dari itu, hal ini juga bisa menyebabkan sungai mengalami eutrofikasi.

5. Tidak adanya kompetitor

Tidak adanya kompetitor tumbuhan makro yang ada di dalam air juga bisa menyebabkan mengalami sungai mengalami eutrofikasi. Hal ini dikarenakan akan timbulnya sebuah monopoli sumber daya yang dilakukan oleh fitoplankton sehingga ia dapat tumbuh dengan sangat cepat.

6. Kalah bersaing dalam dominasi

Kita tahu bahwa ada beberapa spesies di dalam sungai yang memiliki kemampuan bertahan hidup dan juga beradaptasi dengan sangat baik. Bahkan, ia tetap bisa bertahan meskipun kondisi air sangat buruk sekalipun. Akan tetapi, dikarenakan ia kalah dalam dominasi, maka sungai pun bisa mengalami eutrofikasi.

7.  Bencana alam

Penyebab sungai mengalami eutrofikasi juga bisa dikarenakan karena terjadinya bencana alam. Banyak bencana alam yang membuat sungai mengalami eutrofikasi antara lain hujan lebat, banjir, dan lain sebagainya. Banjir bisa mengakibatkan pencucian lahan maupun sisa-sisa dari sedimen yang dilepaskan di sungai. Sedimen inilah yang sangat berguna bagi mikroalga.

8. Kehadiran mikroba tertentu

Hadirnya mikroba tertentu di dalam ekosistem air atau dalam hal ini sungai bisa menjadi penyebab sungai mengalami eutrofikasi. Mikroba tertentu yang hadir tersebut mengakibatkan terjadinya pengayaan tertentu. Misalnya bakteri pelarut fosfat yang berguna di dalam melepaskan fosfat yang berasal dari mineral.

Proses pelarutan tersebut terjadi melalui sintesis asam organik yang memiliki berat molekul rendah. Kondisi ini mengakibatkan timbulnya eutrofikasi dan juga eksploitasi yang dilakukan oleh komunitas alga tertentu sehingga menyebabkan terjadinya blooming.

9. Penyerapan air laut

Penyerapan air laut ini nantinya dapat menghasilkan pencampuran pada perairan yang menghasilkan beban nutrisi yang tinggi. Hal ini kemudian mengakibatkan pengayaan air yang ada di sekitarnya. Selain itu, batuan sedimen dengan kadar nutrisi yang lebih tinggi bisa mengakibatkan terjadinya pelepasan beberapa komponen anorganik ke dalam air.

Demikian penjelasan mengenai beberapa penyebab sungai yang mengalami eutrofikasi. Semoga bermanfaat.

Jawabannya adalah:Eutrofikasi adalah suatu proses di mana suatu tumbuhan tumbuh dengan sangat cepat dibandingkan pertumbuhan yang normal. Proses ini juga sering disebut dengan blooming. Dengan kata lain merupakan pencemaran air yang disebabkan oleh munculnya nutrient yang berlebihan ke dalam ekosistem air.

#Semoga membantu yaa.

Eutrofikasi merupakan masalah lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah fosfat [PO43-], khususnya dalam ekosistem air tawar. Definisi dasarnya adalah pencemaran air yang disebabkan oleh munculnya nutrien yang berlebihan ke dalam ekosistem air. Air dikatakan eutrofik jika konsentrasi total phosphorus [TP] dalam air berada dalam rentang 35-100 µg/L. Sejatinya, eutrofikasi merupakan sebuah proses alamiah di mana danau mengalami penuaan secara bertahap dan menjadi lebih produktif bagi tumbuhnya biomassa. Diperlukan proses ribuan tahun untuk sampai pada kondisi eutrofik. Proses alamiah ini, oleh manusia dengan segala aktivitas modernnya, secara tidak disadari dipercepat menjadi dalam hitungan beberapa dekade atau bahkan beberapa tahun saja. Maka tidaklah mengherankan jika eutrofikasi menjadi masalah di hampir ribuan danau di muka Bumi, sebagaimana dikenal lewat fenomena algal bloom.

Kondisi eutrofik sangat memungkinkan alga, tumbuhan air berukuran mikro, untuk tumbuh berkembang biak dengan pesat [blooming] akibat ketersediaan fosfat yang berlebihan serta kondisi lain yang memadai. Hal ini bisa dikenali dengan warna air yang menjadi kehijauan, berbau tak sedap, dan kekeruhannya yang menjadi semakin meningkat. Banyaknya eceng gondok yang bertebaran di rawa-rawa dan danau-danau juga disebabkan fosfat yang sangat berlebihan ini. Akibatnya, kualitas air di banyak ekosistem air menjadi sangat menurun. Rendahnya konsentrasi oksigen terlarut, bahkan sampai batas nol, menyebabkan makhluk hidup air seperti ikan dan spesies lainnya tidak bisa tumbuh dengan baik sehingga akhirnya mati. Hilangnya ikan dan hewan lainnya dalam mata rantai ekosistem air menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem air. Permasalahan lainnya, cyanobacteria [blue-green algae] diketahui mengandung toksin sehingga membawa risiko kesehatan bagi manusia dan hewan. Algal bloom juga menyebabkan hilangnya nilai konservasi, estetika, rekreasional, dan pariwisata sehingga dibutuhkan biaya sosial dan ekonomi yang tidak sedikit untuk mengatasinya.

Masalah eutrofikasi baru disadari pada dekade awal abad ke-20 saat alga banyak tumbuh di danau-danau dan ekosistem air lainnya. Problem ini disinyalir akibat langsung dari aliran limbah domestik. Hingga saat itu belum diketahui secara pasti unsur kimiawi yang sesungguhnya berperan besar dalam munculnya eutrofikasi ini.

Melalui penelitian jangka panjang pada berbagai danau kecil dan besar, para peneliti akhirnya bisa menyimpulkan bahwa fosfor merupakan elemen kunci di antara nutrient utama tanaman [karbon [C], nitrogen [N], dan fosfor [P]] di dalam proses eutrofikasi.

Sebuah percobaan berskala besar yang pernah dilakukan pada tahun 1968 terhadap Danau Erie [ELA Lake 226] di Amerika Serikat membuktikan bahwa bagian danau yang hanya ditambahkan karbon dan nitrogen tidak mengalami fenomena algal bloom selama delapan tahun pengamatan. Sebaliknya, bagian danau lainnya yang ditambahkan fosfor [dalam bentuk senyawa fosfat]-di samping karbon dan nitrogen-terbukti nyata mengalami algal bloom

.

Menyadari bahwa senyawa fosfatlah yang menjadi penyebab terjadinya eutrofikasi, maka perhatian para saintis dan kelompok masyarakat pencinta lingkungan hidup semakin meningkat terhadap permasalahan ini. Ada kelompok yang condong memilih cara-cara penanggulangan melalui pengolahan limbah cair yang mengandung fosfat, seperti detergen dan limbah manusia, ada juga kelompok yang secara tegas melarang keberadaan fosfor dalam detergen. Program miliaran dollar pernah dicanangkan lewat institusi St Lawrence Great Lakes Basin di AS untuk mengontrol keberadaan fosfat dalam ekosistem air. Sebagai implementasinya, lahirlah peraturan perundangan yang mengatur pembatasan penggunaan fosfat, pembuangan limbah fosfat dari rumah tangga dan permukiman. Upaya untuk menyubstitusi pemakaian fosfat dalam deterjen juga menjadi bagian dari program tersebut.

Mennurut Morse et al,[1] 10 persen berasal dari proses alamiah di lingkungan air itu sendiri [background source], 7 persen dari industri, 11 persen dari detergen, 17 persen dari pupuk pertanian, 23 persen dari limbah manusia, dan yang terbesar, 32 persen, dari limbah peternakan. Paparan statistik di atas [meskipun tidak persis mewakili data di Tanah Air] menunjukkan bagaimana berbagai aktivitas masyarakat pada era modern dan semakin besarnya jumlah populasi manusia menjadi penyumbang yang sangat besar bagi lepasnya fosfor ke lingkungan air.

Mengacu pada buku Phosphorus Chemistry in Everyday Living, manusia memang berperan besar sebagai penyumbang limbah fosfat. Secara fisiologis, jumlah fosfat yang dikeluarkan manusia sebanding dengan jumlah yang dikonsumsinya. Tahun 1987 saja rata-rata orang di AS mengonsumsi dan mengekskresi sejumlah 1,4 lb [pounds] fosfat per tahun. Bersandar pada data ini, dengan sekitar 290 juta jiwa populasi penduduk AS saat ini, maka sekitar 406 juta pounds fosfor dikeluarkan manusia AS setiap tahunnya.

Lantas, berapa jumlah fosfor yang dilepaskan oleh penduduk bumi sekarang yang sudah mencapai sekitar 6,3 miliar jiwa? Jika dihitung, akan menghasilkan sebuah angka yang sangat fantastis! Ini belum termasuk fosfat yang terkandung dalam detergen yang banyak digunakan masyarakat sehari-hari dan sumber lainnya seperti disebut di atas.

Tanpa pengelolaan limbah domestik yang baik, seperti yang terjadi di negara-negara dunia ketiga, tentu bisa dibayangkan apa dampaknya terhadap lingkungan hidup, khususnya ekosistem air.

Berapa sebenarnya jumlah fosfor [P] yang diperlukan oleh blue-green algae [makhluk hidup air penyebab algal bloom] untuk tumbuh? Ternyata hanya dengan konsentrasi 10 part per billion [ppb/sepersatu miliar bagian] fosfor saja blue-green algae sudah bisa tumbuh. Tidak heran kalau algal bloom terjadi di banyak ekosistem air. Dalam tempo 24 jam saja populasi alga bisa berkembang dua kali lipat dengan jumlah ketersediaan fosfor yang berlebihan akibat limbah fosfat di atas.

Tentu saja limbah fosfat yang lepas ke lingkungan air akan mengalami pengenceran di sungai-sungai, di samping sebelumnya telah melewati pula tahap pengolahan limbah domestik. Yang disebut terakhir secara ketat hanya berlaku di negara maju seperti AS dan Eropa. Berdasarkan ini pun, ternyata masih akan tersisa sejumlah 12-31 ppb fosfor yang notabene lebih dari cukup bagi tumbuhnya blue-green algae. Bisa diperkirakan [sebelum akhirnya dibuktikan] kandungan fosfat di banyak aliran sungai dan danau di Indonesia, khususnya di kota-kota besar, akan jauh lebih tinggi dari angka yang disebutkan di atas. Dari sini kita bisa mengetahui betapa seriusnya persoalan yang diakibatkan oleh limbah fosfat ini

Persoalan eutrofikasi tidak hanya dikaji secara lokal dan temporal, tetapi juga menjadi persoalan global yang rumit untuk diatasi sehingga menuntut perhatian serius banyak pihak secara terus-menerus. Eutrofikasi merupakan contoh kasus dari problem yang menuntut pendekatan lintas disiplin ilmu dan lintas sektoral.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan penanggulangan terhadap masalah ini sulit membuahkan hasil yang memuaskan. Faktor-faktor tersebut adalah aktivitas peternakan yang intensif dan hemat lahan, konsumsi bahan kimiawi yang mengandung unsur fosfat yang berlebihan, pertumbuhan penduduk Bumi yang semakin cepat, urbanisasi yang semakin tinggi, dan lepasnya senyawa kimia fosfat yang telah lama terakumulasi dalam sedimen menuju badan air.

Lalu apa solusi yang mungkin diambil? Menurut Forsberg,[2] yang utama adalah dibutuhkan kebijakan yang kuat untuk mengontrol pertumbuhan penduduk [birth control]. Karena apa? Karena sejalan dengan populasi warga Bumi yang terus meningkat, berarti akan meningkat pula kontribusi bagi lepasnya fosfat ke lingkungan air dari sumber-sumber yang disebutkan di atas. Pemerintah juga harus mendorong para pengusaha agar produk detergen tidak lagi mengandung fosfat. Begitu pula produk makanan dan minuman diusahakan juga tidak mengandung bahan aditif fosfat. Disamping itu, dituntut pula peran pemerintah di sektor pertanian agar penggunaan pupuk fosfat tidak berlebihan, serta perannya dalam pengelolaan sektor peternakan yang bisa mencegah lebih banyaknya lagi fosfat lepas ke lingkungan air. Bagi masyarakat dianjurkan untuk tidak berlebihan mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung aditif fosfat.

Di negara-negara maju masyarakat yang sudah memiliki kesadaran lingkungan [green consumers] hanya membeli produk kebutuhan rumah sehari-hari yang mencantumkan label "phosphate free" atau "environmentally friendly".

Negara-negara maju telah menjadikan problem eutrofikasi sebagai agenda lingkungan hidup yang harus ditangani secara serius. Sebagai contoh, Australia sudah mempunyai program yang disebut The National Eutrophication Management Program, yang didirikan untuk mengkoordinasi, mendanai, dan menyosialisasi aktivitas riset mengenai masalah ini. AS memiliki organisasi seperti North American Lake Management Society yang menaruh perhatian besar terhadap kelestarian danau melalui aktivitas sains, manajemen, edukasi, dan advokasi.

Selain itu, mereka masih mempunyai American Society of Limnology and Oceanography yang menaruh bidang kajian pada aquatic sciences dengan tujuan menerapkan hasil pengetahuan di bidang ini untuk mengidentifikasi dan mencari solusi permasalahan yang diakibatkan oleh hubungan antara manusia dengan lingkungan.

Negara-negara di kawasan Eropa juga memiliki komite khusus dengan nama Scientific Committee on Phosphates in Europe yang memberlakukan The Urban Waste Water Treatment Directive 91/271 yang berfungsi untuk menangani problem fosfat dari limbah cair dan cara penanggulangannya. Mereka juga memiliki jurnal ilmiah European Water Pollution Control, di samping Environmental Protection Agency [EPA] yang memberlakukan peraturan dan pengawasan ketat terhadap pencemaran lingkungan.

  1. ^ 1993 [The Economic and Environment Impact of Phosphorus Removal from Wastewater in the European Community]
  2. ^ [Which Policies Can Stop Large Scale Eutrophication? Water Science and Technology, Vol 37, Issue 3,1998, p 193-200]

  • [Indonesia] Artikel tentang eutrofikasi

Diperoleh dari "//id.wikipedia.org/w/index.php?title=Eutrofikasi&oldid=19484689"

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề