Apakah tertidur sebentar membatalkan wudhu

Jakarta -

Tidur disebut sebagai perkara yang dapat membatalkan wudhu seseorang. Perkara ini perlu mendapat perhatian bagi muslim sebab wudhu merupakan syarat sah salat sebagaimana Rasulullah SAW bersabda,

لاَ يَقْبَلُ اللَّهُ صَلاَةَ أَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ

Artinya: "Allah tidak menerima salat salah seorang kamu bila berhadats sampai ia berwudhu." [HR Bukhari].

Tidur adalah perkara yang membatalkan wudhu dengan landasan dari keterangan hadits Rasulullah SAW. Dikisahkan dari Shafwan ibn 'Asal, Rasulullah SAW pernah menyamakan kedudukan tidur dengan kondisi buang air besar dan buang air kecil.

كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ [ يَأْمُرُنَا إِذَا كُنَّا سَفْرًا أَنْ لَا نَنْزِعَ خِفَافَنَا ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ وَلَيَالِيَهُنَّ, إِلَّا مِنْ جَنَابَةٍ وَلَكِنْ مِنْ غَائِطٍ, وَبَوْلٍ, وَنَوْمٍ } أَخْرَجَهُ النَّسَائِيُّ, وَاَلتِّرْمِذِيُّ وَاللَّفْظُ لَهُ, وَابْنُ خُزَيْمَةَ وَصَحَّحَاه ُ

Artinya: "Saat sedang berpergian, Rasulullah SAW memerintahkan kami untuk melepaskan khuff [sepatu] kami selama tiga hari tiga malam kecuali karena junub, [dan dibolehkan untuk tetap memakainya] karena buang air besar, buang air kecil, dan tidur," [HR Ahmad, An Nasa'i, Tirmidzi, dan Ibnu Majah].

Imam Maliki dan Hambali berpendapat, tidur dapat membatalkan wudhu karena dianggap sebagai perbuatan yang menghilangkan akal atau ingatan. Sementara hilang akal termasuk dalam perkara yang membatalkan wudhu.

Untuk itu, Abu Malik Kamal ibn Sayyid Salim dalam Fiqih Sunnah Wanita menafsirkan hadits di atas sebagai tidur yang lelap. Dengan kata lain, tidur yang tidak menyisakan kesadaran dan tidak merasakan apa-apa maupun menangkap suara di sekelilingnya, sehingga tidak merasakan apapun ketika ada sesuatu yang keluar darinya.

Di samping itu, mayoritas fuqaha sepakat, tidur yang menjadi penyebab membatalkan wudhu adalah tidur dalam posisi yang memudahkan keluarnya angin. Seperti, tidur berbaring dengan posisi miring atau tidur sambil duduk dengan posisi miring pada salah satu pinggang.

Dengan demikian, tidak semua tidur dapat membatalkan wudhu. Salah satunya, tidur dalam posisi duduk seperti yang dilakukan oleh sahabat nabi saat menanti waktu salat Isya.

كَانَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْتَظِرُونَ الْعِشَاءَ الْآخِرَةَ حَتَّى تَخْفِقَ رُءُوسُهُمْ ثُمَّ يُصَلُّونَ وَلاَ يَتَوَضَّئُونَ

Artinya: "Para sahabat Rasulullah SAW terbiasa menunggu akhir waktu salat Isya hingga kepala mereka manggut-manggut [karena mengantuk], kemudian mereka melaksanakan salat tanpa berwudhu lagi," [HR Muslim, Abu Dawud, At Tirmidzi, dan Ahmad].

Sejatinya, selama bukan tidur yang lelap maupun tidur yang memicu kondisi buang angin, dibolehkan untuk melanjutkan salat tanpa berwudhu. Namun, Ustaz Mukhsin Matheer dalam Rahasia Butiran Air Wudhu menggarisbawahi, sebaiknya tetap berwudhu ulang bila ada keraguan saat tidak sengaja tertidur.

Simak Video "Polisi India Tembak Mati 2 Pedemo soal Pelecehan Nabi Muhammad"
[Gambas:Video 20detik]
[rah/lus]

Pertanyaan:

“Assalamualaykum…
Ilath Yang menyebabkan tidur membatalkan wudhu, tidur itu sendiri ataukah karena ada kemungkinan ia buang angin yg disebabkan karena tidur? Jazakallahukhairan”

Dari: Abu hafshah tmg

Jawaban:

Apakah Tidur Membatalkan Wudhu?

Wa alaikumus salam

Ada tiga pendapat ulama dalam masalah ini;

  1. Tidur bukan termasuk pembatal wudhu.
  2. Tidur termasuk pembatal wudhu.
  3. Tidur merupakan sebab kemungkinan besar terjadinya pembatal wudhu, sehingga ada yang membatalkan wudhu dan ada yang tidak batal.

Pendapat pertama, Tidur bukan termasuk pembatal wudhu

Pendapat ini dinukil dari beberapa sahabat dan tabiin, seperti Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, dan Said bin Musayib. Diantara alasan pendapat ini,

1. Keteranagn sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu,

أن الصحابة رضي الله عنهم كانوا ينتظرون العشاء على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم حتى تخفق رؤوسهم ثم يصلون ولا يتوضؤون

Para sahabat radhiyallahu ‘anhum, mereka menunggu shalat isya di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai kepala mereka ngantuk dan kepala tertunduk. Kemudian mereka shalat jamaah dan mereka tidak mengulangi wudhu. [HR. Abu Daud 200 dan dishahihkan Al-Albani]

Dalam riwayat Al-Bazzar terdapat tambahan,

يضعون جنوبهم

“Mereka bertelekan”

2. Bahwa tidur itu sendiri bukan pembatal wudhu. Hanya saja dikhawatirkan dengan tidur orang akan melakukan hadas dan dia tidak merasa. Artinya, munculnya hadats statusnya meragukan. Dan sesuatu yang meragukan tidak bisa menggugurkan yang yakin.

Pendapat kedua, tidur termasuk pembatal wudhu

Semua tidur baik sebentar maupun lama, dengan posisi apapun. Selagi telah hilang kesadaran karena tertidur, maka wudhunya batal. Ini merupakan pendapat sebagian sahabat dan tabiin, dan pendapat yang dipilih oleh Ishaq bin rahuyah, Al-Muzani, Hasan Al-bashri, Ibnu Mundzir, Abu Ubaid Al-Qosim bin Sallam dan Ibn Hazm. Diantara dalil pendapat ini,

Hadis Shafwan bin ‘Asal radhiyallahu ‘anhu,

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يأمرنا إذا كنا على سفرا أن لا ننزع خفافنا ثلاثة أيام ولياليهن إلا من جنابة ولكن من غائط وبول ونوم

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami apabila dalam perjalanan, agar tidak melepaskan sepatu kami selama 3 hari 3 malam, kecuali jika karena junub. Kami tidak perlu melepas ketika wudhu karena selesai buang air besar, kencing, atau tidur.” [HR. An-Nasa’I 127, Turmudzi 96, dan dihasankan Al-Albani].

Juga hadis Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْعَيْنُ وِكَاءُ السَّهِ، فَمَنْ نَامَ، فَلْيَتَوَضَّأْ

“Mata adalah sumbatnya dubur. Karena itu, siapa yang tidur, dia harus wudhu.” [HR. Ahmad 887, Ibn Majah 477, Ad-Darimi dalam sunannya 749, dan dinilai Hasan oleh Al-Albani].

Dalam hadis ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut ‘tidur‘ dalam daftar pembatal wudhu, sebagaimana buang air besar dan kencing. Tanpa dibedakan antara tidur model tertentu dengna model tidur lainnya. Sementara Shafwan bin ‘Asal termasuk sahabat yang masuk islam di masa akhir dakwah, sebagaimana keterangan Ibn hazm.

Pendapat ketiga, tidak semua tidur membatalkan wudhu.

Pendapat ini memberikan rincian. Tidak semua tidur bisa membatalkan wudhu. Ada tidur yang membatalkan wudhu dan ada yang tidak membatalkan wudhu. Pendapat ini sejatinya merupakan kompromi antara hadis Anas bin Malik dengan hadis Shafwan bin ‘Asal dan hadis Ali bin Abi Thalim radhiyallahu ‘anhum.

Inilah pendapat para ulama madzhab empat.

Hanya saja mereka berbeda pendapat dalam menentukan rincian dan batasan antara yang membatalkan dan yang tidak membatalkan. Perbedaan ini bersumber dari perbedaan dalam menentukan sebab mengapa tidur bisa membatalkan wudhu. Ada yang melihat ukurannnya, ada yang mengacu pada bentuknya, dan ada yang memperhatikan makna tidur itu sendiri.

1. Semua tidur membatalkan wudhu kecuali tidur sebentar, ini meruapakan madzhab hambali. Batasan yang digunakan hambali kembali pada ukuran.

2. Tidur bisa membatalkan kecuali jika tidur yang dilakukan dengan posisi duduk tenang. Ini merupakan pendapat Syafiiyah. Sementara Daud Ad-Dzahiri mengatakan bahwa tidur yang membatalkan wudhu adalah tidur terlentang.

3. Semua tidur membatalkan wudhu, kecuali tidur yang dilakukan ketika shalat. Ini merupakan pendapat Hanafiyah.
Batasan yang ditetapkan dalam madzhab Syafii, Hanafi, dan Daud Ad-Dzahiri kembali pada bentuk tidur.

4. Tidur merupakan madzannah hadats [peluang terjadinya hadats]. Karena itu, selama orang tidur masih bisa menyadari apa yang terjadi pada dirinya maka wudhunya tidak batal. Namun jika orang yang tidur tidak sadar dengan apa yang terjadi pada dirinya, maka wudhunya batal. Inilah pendapat madzhab Malikiyah menurut riwayat yang masyhur, dan yang dipilih oleh Syaikhul islam Ibn taimiyah dan Ibn Utsaimin.

Pendapat yang lebih kuat dalam hal ini adalah pendapat Malikiyah, merinci antara tidur pembatal wudhu dan tidur yang bukan pembatal wudhu dengan kembali pada makna tidur itu sendiri.

Hadis Anas bin Malik, dimana para sahabat menunggu shalat isya sampai tertidur, dan mereka ketika mendengar iqamah langsung shalat tanpa mengulang wudhu, dipahami sebagai kondisi tidur yang masih menyadari apa yang terjadi pada dirinya. Sementara hadis Shafwan bin Asal yang menyebutkan bahwa tidur adalah pembatal wudhu dipahami untuk tidur yang tidak bisa merasakan apa yang terjadi pada dirinya. Sehingga ketika terjadi hadas, orang ini tidak merasakan sama sekali.

Kompromi semacam ini, dikuatkan oleh hadis, diantaranya,

Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إذا استيقظ أحدكم من نومه فلا يغمس يده في الإناء حتى يغسلها ثلاثاً ، فإن أحدكم لا يدري أين باتت يده

“Apabila kalian bangun tidur, jangan mencelupkan tangannya ke air, sampai dia cuci tiga kali. Karena dia tidak tahu, dimanakah posisi tangannya ketika tidur.” [HR. Muslim 278].

Keterangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ” Karena dia tidak tahu, dimanakah posisi tangannya ketika tidur” maknanya, orang yang tidur itu sudah tidak lagi sadar. Oleh karena itu, jika ada orang yang tidur dan dia masih menyadari apa yang terjadi pada dirinya maka wudhunya tidak batal.

Kemudian hadis lain yang menguatkan kompromi ini adalah hadis Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْعَيْنُ وِكَاءُ السَّهِ، فَمَنْ نَامَ، فَلْيَتَوَضَّأْ

“Mata adalah sumbatnya dubur. Karena itu, siapa yang tidur, dia harus wudhu.”

Artinya, mata akan tetap berfungsi sebagai penyumbat ketika orang yang tidur masih bisa merasakan apa yang terjadi di lingkungannya. Meskipun matanya terpejam. Sehingga wudhunya tidak batal. Sebaliknya, ketika orang yang tidur tidak lagi sadar dengan apa yang terjadi pada dirinya maka wudhunya batal.
[Simak Syarhul Mumthi’, 1/277]

Allahu a’lam.

Dijawab oleh ustadz Ammi Nur Baits [Dewan Pembina www.KonsultasiSyariah.com]

Artikel ini disponsori oleh Zahir Accounting. Software Akuntansi Terbaik di Indonesia.

Anda juga dapat menjadi sponsor di video dan website dakwah di Yufid.com Network, silakan hubungi: [email protected] untuk menjadi sponsor.

🔍 Apa Itu Muhrim, Cara Menghitung Zakat Dagang, Khitan Bagi Wanita, Dzulqornain, Keputihan Menurut Ustad Danu

KLIK GAMBAR UNTUK MEMBELI FLASHDISK VIDEO CARA SHOLAT, ATAU HUBUNGI: +62813 26 3333 28

Apakah tidur sebentar membatalkan wudhu?

Imam Maliki dan Hambali berpendapat, tidur dapat membatalkan wudhu karena dianggap sebagai perbuatan yang menghilangkan akal atau ingatan. Sementara hilang akal termasuk dalam perkara yang membatalkan wudhu.

Apakah berbaring tapi tidak tidur membatalkan wudhu?

Wudhu tidak wajib bagi orang yang tidur sambil berdiri, sujud dan duduk kecuali ia berbaring miring.”

Apa hukumnya jika tertidur pulas ketika shalat?

Untuk kasus tertidur dalam posisi duduk ketika sholat, maka hukumnya disamakan dengan hukum tertidur di luar sholat. Selama duduknya berada dalam kondisi yang tetap, dalam artian posisi pantat yang bersangkutan tidak berubah atau bergeser, maka sholatnya tetap sah karena wudhunya dianggap tidak batal.

Apakah ngupil itu membatalkan wudhu?

Meski terkesan menjijikan tetapi hal tersebut tidaklah membatalkan wudhu.

Bài mới nhất

Chủ Đề