Apakah yang dimaksud dengan mengurus jenazah

Karanganyar – Merawat jenazah merupakan fardhu kifayah bagi umat muslim. Dengan hukum ini, sekiranya ada orang muslim meninggal dan sudah ada yang merawat jenazahnya, maka gugurlah kewajiban umat muslim yang lain. Umumnya, merawat jenazah hanya dilakukan oleh orang-orang yang sudah terbiasa. Ada banyak faktor yang mempengaruhi orang-orang untuk tidak terlibat mengurus jenazah, di antaranya karena kurang tahu caranya, takut atau memiliki trauma terhadap fenomena kematian. 

Melihat hal ini Penyuluh Agama Islam Fungsional dan Non PNS [PAIN PNS] Kecamatan Jatipuro, mengadakan kegiatan pelatihan Pengurusan jenazah di Masjid Al Jami’ Faruq Dusun Tangkluk Desa Jatiharjo, Rabu, [8/12/2021].

Bapak Kepala Desa [Kades] Jatiharjo Agus Waluyo sebagai penanggung jawab Persatuan Takmir Masjid [Pertamas] menyampaikan  Perlunya regenerasi dan pelatihan tata cara mengurus jenazah merupakan kebutuhan pokok yang harus dilakukan oleh warga desa Jatiharjo.

“Sekarang ini ilmu mengurus jenazah menjadi salah satu hal yang sering terabaikan. Padahal ilmu tersebut sangat penting untuk diketahui oleh seorang muslim tatkala ada yang meninggal dunia. Pengurusan jenazah tidaklah sederhana, melainkan cukup kompleks yang meliputi proses memandikan, mengkafani, menshalati, mengantarkan hingga menguburkannya,“ ucap Agus.

Pelatihan ini dirasa penting menurut Bapak Kepala Desa, karena di masa sekarang ini banyak masyarakat yang tidak mengetahui bagaimana cara mengurusi jenazah orang yang sudah meninggal. Diakhir sambutan, Agus Waluyo berharap kepada  ibu-ibu yang mengikuti pelatihan ini agar ilmu yang didapat bisa dipraktikan didusunnya masing-masing. 

Pada Kegiatan Pelatihan Penyelenggaraan Jenazah ini,  Penyuluh Agama Islan Non PNS yang akan membimbing warga pada tahap pelaksanaannnya yakni Ust. Khasan Asy’ari yang membahas Terkait Fiqh Jenazah dan Bapak Romlan, S.Ag yang membahas tentang Praktek Penyelenggaraan Jenazah.

Menurut  Penyuluh Agama Islam Fungsional teknik pengurusan jenazah ini menjadi salah satu even penting yang diprogramkan oleh Penyuluh Agama Islam Kec. Jatipuro bekerja sama dengan pihak terkait di wilayah Kecamatan Jatipuro khususnya di Desa Jatiharjo baik pemerintah Desa, Persatuan Takmir Masjid [Pertamas], PKK maupun majelis taklim.

Roh Kayati menuturkan pada kegiatan ini para peserta akan dibimbing bagaimana cara mengurus jenazah sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW, mulai dari mendampingi orang sakit, memandikan jenazah, praktek mengkafani dan tata cara mensholatkan jenazah. Lebih lanjut Penyuluh Agama Islam Kecamatan Jatipuro,  menjelaskan bahwa pelatihan ini bersifat aplikafif karena setelah teori langsung dilanjutkan praktek bagaimana mengurus jenazah dengan alat peraga yang telah disiapkan.[ida/sua]

HUKUM memandikan jenazah adalah fardhu kifayah, artinya jika sudah ada satu orang yang memandikan jenazah, maka tidak ada kewajiban lagi bagi yang lain untuk melaksanakannya. Tapi, jika belum ada yang melakukannya, maka semua orang di daerah tersebut berkewajiban melakukannya.

Dalam sebuah hadis dari Ummi Athiyyah al-Anshariyyah RA yang diriwayatkan oleh banyak imam hadits, di antaranya ialah Imam al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan al-Tirmidzi berbunyi: “Ummu Athiyah berkata, bahwa Rasulullah SAW masuk ke [ruang] kami saat putrinya meninggal, beliau bersabda:

‘Mandikanlah ia tiga, lima kali, atau lebih dari itu, jika kalian melihatnya itu perlu, dengan air atau daun bidara, jadikanlah yang terakhir dengan kapur atau sesuatu dari kapur, jika kalian selesai memandikan, beritahu aku,’. Ketika kami sudah selesai, kami pun memberitahu beliau, kemudian beliau memberikan kepada kami selendang [sorban besar]nya sambil bersabda: ‘Selimutilah ia dengan selendang itu’.”

Namun pada saat memandikan jenazah tidak boleh sembarangan terdapat tata cara dalam memandikan jenazah yang wajib dilakukan, yaitu:

Syarat Memandikan Jenazah

Syarat Orang Yang Dapat Memandikan Jenazah

  • Beragama Islam, baligh, berakal atau sehat mental.
  • Berniat memandikan jenazah.
  • Mengetahui hukum memandikan jenazah
  • Amanah dan mampu menutupi aib jenazah.

Syarat Jenazah yang Dimandikan

  • Beragama Islam
  • Ada sebagian tubuhnya, meski sedikit yang bisa dimandikan
  • Jenazah tidak mati syahid
  • Bukan bayi yang meninggal karena keguguran
  • Jika bayi lahir sudah meninggal, tidak wajib dimandikan

Ketentuan Memandikan Jenazah

- Orang yang paling utama memandikan dan mengafani jenazah laki-laki adalah orang yang diberi wasiat, kemudian bapaknya, kakeknya, keluarga kandungnya, keluarga terdekatnya yang laki-laki, dan istrinya.

- Orang yang paling utama memandikan dan mengafani jenazah perempuan adalah ibunya, neneknya, keluarga terdekat dari pihak wanita serta suaminya.

- Yang memandikan jenazah anak laki-laki boleh perempuan, sebaliknya untuk jenazah anak perempuan boleh laki-laki yang memandikanya.

- Jika seorang perempuan meninggal, sedangkan yang masih hidup semuanya hanya laki-laki dan dia tidak mempunyai suami. Atau sebaliknya, seorang laki-laki meninggal sementara yang masih hidup hanya perempuan saja dan tidak mempunyai istri, jenazah tersebut tidak dimandikan, tetapi cukup ditayamumkan oleh seorang dari mereka dengan memakai sarung tangan.

Perlengkapan wajib untuk memandikan:

  • Air bersih untuk memandikan jenazah.
  • Sabun, air yang diberi bubuk kapur barus dan wangi-wangian tanpa alkohol.
  • Sarung tangan untuk memandikan jenazah
  • Sedikit kapas
  • Potongan atau gulungan kain kecil
  • Handuk dan kain khusus basahan

Langkah-langkah memandikan jenazah

  1. Meletakkan jenazah dengan posisi kepala agak tinggi.
  2. Orang yang memandikan jenazah hendaknya memakai sarung tangan.
  3. Ambil kain penutup dari jenazah dan ganti dengan kain basahan agar auratnya tidak terlihat.
  4. Setelah itu bersihkan dengan menggosok lembut giginya, lubang hidung, lubang telinga, celah ketiaknya, celah jari tangan dan kaki serta rambutnya.
  5. Bersihkan kotoran jenazah baik yang keluar dari depan maupun dari belakang terlebih dahulu. Caranya, tekan perutnya perlahan-lahan supaya kotoran yang ada di dalamnya keluar.
  6. Siram atau basuh seluruh anggota tubuh jenazah dengan air sabun.
  7. Siram atau basuh dari kepala hingga ujung kaki dengan air bersih. Siram sebelah kanan dahulu, lalu kiri masing-masing tiga kali.
  8. Memiringkan jenazah ke kiri, basuh bagian lambung kanan sebelah belakang.
  9. Memiringkan jenazah ke kanan, basuh bagian lambung kirinya sebelah belakang.
  10. Bilas lagi dengan air bersih dari kepala hingga ujung kaki.
  11. Siram dengan air kapur barus.
  12. Jenazah kemudian diwudukan seperti orang yang berwudu sebelum salat.
  13. Pastikan memperlakukan jenazah dengan lembut saat membalik dan menggosok anggota tubuhnya.
  14. Jika keluar dari jenazah itu najis setelah dimandikan dan mengenai badannya, wajib dibuang dan dimandikan lagi. Jika keluar najis setelah di atas kafan, tidak perlu diulangi mandinya, cukup hanya dengan membuang najis tersebut.
  15. Bagi jenazah wanita, sanggul rambutnya harus dilepas dan dibiarkan terurai ke belakang. Setelah disiram dan dibersihkan, lalu dikeringkan dengan handuk dan dikepang.
  16. Keringkan tubuh jenazah setelah dimandikan dengan handuk sehingga tidak membasahi kain kafannya.
  17. Selesai memandikan jenazah, berilah wangi-wangian yang tidak mengandung alkohol sebelum dikafani, biasanya menggunakan air kapur barus.[OL-4]

Jakarta, Detik.com – Banyak jenazah terduga teroris yang belum dimakamkan karena ditolak keluarga maupun masyarakat di desanya. Sebab mereka tak mau jika jenazah pengeboman yang melukai orang lain berada di dekat mereka.

Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Sa’adi mengingatkan jenazah itu tetap wajib diurus. Zainut menegaskan mengurus jenazah seorang muslim wajib hukumnya.

“Jadi kita harus bisa memisahkan antara tindakan terorisme dengan hukum atau syariat tentang kewajiban mengurus jenazah seorang muslim. Terhadap tindakan terorisme kita semuanya sepakat untuk mengecam, menolak dan melawan perbuatan biadab tersebut. Tetapi terkait dengan hukum mengurus jenazah itu memang harus dilakukan karena hukumnya wajib kifayah,” kata Zainut kepada wartawan, Jumat [18/5/2018].

Berikut penjelasan lengkap MUI:

Bagi orang hidup, ada kewajiban mengurus orang yang meninggal, yang beragama Islam, dan hukumnya adalah fardlu kifayah.

Mengurus jenazah yang dimaksud meliputi memandikan, mengafani, menyalatkan, dan menguburkan, bagi seorang muslim hukumnya fardu kifayah. Artinya, jika tidak ada seorang pun yang melaksanakannya, semua orang yang mukim atau bertempat tinggal di daerah tersebut berdosa.

Masalahnya apakah seorang teroris yang meninggal akibat perbuatannya itu masih tetap dianggap sebagai orang beriman atau muslim? Hal ini perlu didudukkan masalahnya.

Perbuatan terorisme memang haram hukumnya karena telah menimbulkan ketakutan, kecemasan, kerusakan dan bahkan kematian pihak lain. Perbuatan terorisme disebabkan karena salahnya seseorang dalam memahami ajaran agama. Sehingga seringkali mereka mengatasnamakan agama dalam setiap kali melakukan tindakannya.

Seorang teroris yang meninggal akibat perbuatannya tetap dihukumi sebagai seorang muslim sepanjang dia masih menampakkan keislamannya. Namun dia masuk dalam katagori muslim yang berdosa besar [fasiq].

“Jadi mayatnya harus tetap diurus sebagaimana seorang muslim”

Jadi kita harus bisa memisahkan antara tindakan terorisme dengan hukum atau syariat tentang kewajiban mengurus jenazah seorang muslim. Terhadap tindakan terorisme kita semuanya sepakat untuk mengecam, menolak dan melawan perbuatan biadab tersebut. Tetapi terkait dengan hukum mengurus jenazah itu memang harus dilakukan karena hukumnya wajib kifayah.

Dalam hal ini MUI memberiksn apresiasi kepada Polri yang sudah mengambil alih pengurusan jenazah pelaku teror, karena baik masyarakat maupun keluarganya menolak mengurus jenazah tersebut. Dengan demikian Polri telah menggugurkan kewajiban umat Islam lainnya.

Bài mới nhất

Chủ Đề