Asmaul Husna apakah yang berkaitan dengan surah Muhammad Ayat 38

Oleh Ismail bin Umar Al-Quraisyi bin Katsir Al-Bashri Ad-Dimasyqi:

Firman Allah subhanahu wa ta’ala:

Ingatlah, kamu ini orang-orang yang diajak untuk menafkahkan [hartamu] pada jalan Allah.
Maka di antara kamu ada orang yang kikir.
[QS. Muhammad [47]: 38]

Maksudnya, tidak mau memenuhi ajakan tersebut.

dan siapa yang kikir sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri.
[QS. Muhammad [47]: 38]

Yakni sesungguhnya akibat dari kekikirannya itu akan menimpa dirinya sendiri, dan sesungguhnya yang dikurangi itu hanyalah pahalanya sendiri.

Dan Allah-lah Yang Mahakaya.
[QS. Muhammad [47]: 38]

Yaitu tidak membutuhkan selain-Nya, sedangkan segala sesuatu berhajat kepada-Nya selama-lamanya.
Karena itulah dalam firman berikutnya disebutkan:

sedangkan kamulah orang-orang yang membutuhkan[nya].
[QS. Muhammad [47]: 38]

Maksudnya, secara fitrah membutuhkan-Nya;
sifat Mahakaya bagi Allah subhanahu wa ta’ala adalah sifat yang lazim bagi-Nya, dan sifat fakir bagi makhluk adalah sifat yang lazim bagi mereka yang tidak dapat terpisahkan darinya.

Firman Allah subhanahu wa ta’ala:

dan jika kamu berpaling.
[QS. Muhammad [47]: 38]

Yakni dari ketaatan kepada-Nya dan mengikuti syariat-Nya.

niscaya Dia akan mengganti [kamu] dengan kaum yang lain, dan mereka tidak akan seperti kamu [ini].
[QS. Muhammad [47]: 38]

Bahkan mereka adalah orang-orang yang tunduk patuh kepada-Nya dan taat kepada perintah-perintah-Nya.

Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abdul Ala, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Muslim ibnu Khalid, dari Al-Ala ibnu Abdur Rahman, dari ayahnya, dari Abu Hurairah r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ membaca ayat berikut, yaitu firman-Nya: dan jika kamu berpaling, niscaya Dia akan mengganti [kamu] dengan kaum yang lain, dan mereka tidak akan seperti kamu [ini].

[QS. Muhammad [47]: 38]

Mereka bertanya,

"Wahai Rasulullah, siapakah yang dimaksud dengan mereka yang jika kami berpaling maka akan menjadi pengganti kami dan mereka tidak akan seperti kami sikapnya?"


Abu Hurairah r.a. melanjutkan kisahnya, bahwa lalu Rasulullah ﷺ menepukkan tangannya ke pundak Salman Al-Farisi r.a. seraya bersabda:

Orang ini dan kaumnya.
Seandainya agama berada di bintang surayya, niscaya akan diraih oleh orang-orang dari Persia.

Muslim ibnu Khalid Az-Zunji meriwayatkan hadis ini secara munfarid, tetapi banyak perawi lain yang meriwayatkan hadis ini darinya.
Dan ada sebagian imam ahli hadis yang mempermasalahkan dia;
hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

هٰۤاَنۡـتُمۡ هٰٓؤُلَاۤءِ تُدۡعَوۡنَ لِتُنۡفِقُوۡا فِىۡ سَبِيۡلِ اللّٰهِ ‌ۚ فَمِنۡكُمۡ مَّنۡ يَّبۡخَلُ ‌ ۚ وَمَنۡ يَّبۡخَلۡ فَاِنَّمَا يَبۡخَلُ عَنۡ نَّـفۡسِهٖ‌ ؕ وَاللّٰهُ الۡغَنِىُّ وَاَنۡـتُمُ الۡفُقَرَآءُ ‌ۚ وَاِنۡ تَتَوَلَّوۡا يَسۡتَـبۡدِلۡ قَوۡمًا غَيۡرَكُمۡ ۙ ثُمَّ لَا يَكُوۡنُوۡۤا اَمۡثَالَـكُم

haaa antum haaa'ulaaa'i tud'awna litunfiquu fii sabiilillaahi faminkum many yabkhalu wa many yabkhal fa innamaa yabkhalu 'an nafsih; wallaahu Ghaniyyu wa antumul fuqaraaa'; wa in tatwal law yastabdil qawman ghairakum summa laa yakuunuuu amsaalakum

Ingatlah, kamu adalah orang-orang yang diajak untuk menginfakkan [hartamu] di jalan Allah. Lalu di antara kamu ada orang yang kikir, dan barangsiapa kikir maka sesungguhnya dia kikir terhadap dirinya sendiri. Dan Allah-lah Yang Mahakaya dan kamulah yang membutuhkan [karunia-Nya]. Dan jika kamu berpaling [dari jalan yang benar] Dia akan menggantikan [kamu] dengan kaum yang lain, dan mereka tidak akan [durhaka] seperti kamu [ini].

Ingatlah, wahai orang yang beriman, kamu adalah orang-orang yang diajak untuk menginfakkan sebagian dari hartamu di jalan Allah. Lalu di antara kamu yang diajak menafkahkan harta itu ada orang yang kikir, dan barangsiapa kikir maka sesungguhnya dia kikir terhadap dirinya sendiri dan merugikan diri sendiri, dan sedikit pun tidak merugikan kepada Allah. Dan Allah-lah Yang Mahakaya dan kamulah yang membutuhkan karunia-Nya. Karena itu jika kamu menyambut ajakan-Nya untuk bernafkah, kamu akan memperoleh keberuntungan Dan jika kamu berpaling dari jalan yang benar dan menolak ajakan-Nya, dia akan membinasakan kamu dan menggantikan kamu dengan kaum yang lain, dan mereka tidak akan durhaka seperti kamu yang enggan menyambut ajakan Allah.

Ayat ini menerangkan bahwa Allah memanggil mereka untuk menghilangkan sifat kikir. Mereka diminta menginfakkan harta mereka di jalan Allah. Dijelaskan bahwa siapa yang kikir, tidak mau menafkahkan harta di jalan Allah, maka kekikiran mereka itu akan merugikan diri sendiri karena kikir itu akan mengganggu hubungan dalam masyarakat dan akan menghapuskan pahala mereka, menjauhkan diri mereka dari Allah dan surga. Bila manusia berinfak, itu bukan untuk Allah karena Ia tidak memerlukan harta mereka, sebab Dia Mahakaya, tidak memerlukan apa pun. Infak itu justru untuk keuntungan mereka karena Allah akan membalasnya berlipat ganda, ditambah lagi dengan pahala yang balasannya adalah surga. Kemudian Allah mengancam mereka dengan mengatakan bahwa jika mereka berpaling, yaitu tidak beriman dan tidak mau memenuhi perintah-Nya dengan berinfak, maka Allah akan menghancurkan mereka, kemudian mengganti mereka dengan kaum yang lain yang tidak seperti mereka, yaitu kaum yang mau berinfak, berjihad, melaksanakan perintah-Nya, dan menjauhi larangan-Nya. Diriwayatkan oleh al-Baihaqi, at-Tirmidhi dan lain-lainnya dari Abu Hurairah berkata:

Rasulullah saw membaca ayat ini sampai akhir, maka para sahabat bertanya, "Ya Rasulullah, siapakah orang-orang itu yang jika kami berpaling mereka akan menggantikan kami dan mereka tidak seperti kami?" Maka Rasulullah menepuk pundak Salman, kemudian berkata, "Inilah orangnya dan kaumnya. Demi Allah yang diriku di tangan-Nya, seandainya agama itu tergantung di bintang surayya, itu akan digapai oleh orang-orang dari Persia."

[Ingatlah kalian] wahai, kalian ingatlah [kalian ini orang-orang yang diajak untuk menafkahkan harta kalian pada jalan Allah] maksudnya untuk menafkahkan apa yang telah diwajibkan atas kalian, yaitu zakat. [Maka di antara kalian ada orang yang kikir, dan siapa yang kikir sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri] lafal Bakhila dapat bermuta'addikan 'Ala atau 'An, untuk itu dapat dikatakan Rakhila 'Alaihi dan Bakhila 'Anhu. [Dan Allahlah Yang Maha Kaya] artinya, tidak membutuhkan infak kalian [sedangkan kalianlah orang-orang yang berhajat] kepada-Nya [dan jika kalian berpaling] dari taat kepada-Nya [niscaya Dia akan mengganti kalian dengan kaum yang lain] Dia akan menjadikan yang lain sebagai pengganti kalian [dan mereka tidak akan seperti kalian] tidak akan berpaling dari taat kepada-Nya, bahkan mereka benar-benar akan taat kepada-Nya.

Tafsir Surat Muhammad: 36-38 Sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau. Dan jika kamu beriman serta bertakwa, Allah akan memberikan pahala kepadamu dan Dia tidak akan meminta harta-hartamu. Jika Dia meminta harta kepadamu, lalu mendesak kamu [supaya memberikan semuanya], niscaya kamu akan kikir dan Dia akan menampakkan kedengkianmu. Ingatlah, kamu ini orang-orang yang diajak untuk menafkahkan [hartamu] pada jalan Allah. Maka di antara kamu ada orang yang kikir, dan siapa yang kikir sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri. Dan Allah-lah Yang Mahakaya, sedangkan kamulah orang-orang yang membutuhkan[nya]; dan jika kamu berpaling, niscaya Dia akan mengganti [kamu] dengan kaum yang lain, dan mereka tidak akan seperti kamu [ini]. Allah Swt. berfirman, menceritakan hinanya perkara duniawi dan ketiada hargaannya. Untuk itu Dia berfirman: Sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau, [Muhammad: 36] Yakni hasilnya hanyalah itu terkecuali sebagian darinya yang digunakan karena Allah Swt. Untuk itulah maka disebutkan dalam firman berikutnya: Dan jika kamu beriman serta bertakwa, Allah akan memberikan pahala kepadamu dan Dia tidak akan meminta harta-hartamu. [Muhammad: 36] Dia Mahakaya daripada kalian, Dia tidak akan meminta sesuatu apa pun dari kalian. Dan sesungguhnya Dia memfardukan zakat harta benda hanyalah untuk menyantuni dan membantu saudara-saudara kalian, yang justru manfaatnya akan kembali kepada kalian sendiri, juga pahalanya diraih oleh kalian sendiri. Firman Allah Swt.: Jika Dia meminta harta kepadamu, lalu mendesak kamu [supaya memberikan semuanya], niscaya kamu akan kikir. [Muhammad-37] Yaitu jika Dia mendesak kalian untuk mengeluarkan harta, niscaya kalian kikir, tidak mau mengeluarkannya. dan Dia akan menampakkan kedengkianmu. [Muhammad: 37] Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa Allah Swt. telah mengetahui bahwa dengan mengeluarkan harta, maka terbacalah apa yang tersimpan di dalam dada. Benarlah apa yang dikatakan oleh Qatadah karena sesungguhnya harta itu adalah sesuatu yang dicintai, dan tidaklah dibelanjakan melainkan untuk keperluan yang lebih disukai oleh pemiliknya dari harta itu. Firman Allah Swt.: Ingatlah, kamu ini orang-orang yang diajak untuk menafkahkan [hartamu] pada jalan Allah. Maka di antara kamu ada orang yang kikir. [Muhammad: 38] Maksudnya, tidak mau memenuhi ajakan tersebut. dan siapa yang kikir sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri. [Muhammad: 38] Yakni sesungguhnya akibat dari kekikirannya itu akan menimpa dirinya sendiri, dan sesungguhnya yang dikurangi itu hanyalah pahalanya sendiri. Dan Allah-lah Yang Mahakaya. [Muhammad: 38] Yaitu tidak membutuhkan selain-Nya, sedangkan segala sesuatu berhajat kepada-Nya selama-lamanya. Karena itulah dalam firman berikutnya disebutkan: sedangkan kamulah orang-orang yang membutuhkan[nya]. [Muhammad: 38] Maksudnya, secara fitrah membutuhkan-Nya; sifat Mahakaya bagi Allah Swt. adalah sifat yang lazim bagi-Nya, dan sifat fakir bagi makhluk adalah sifat yang lazim bagi mereka yang tidak dapat terpisahkan darinya. Firman Allah Swt.: dan jika kamu berpaling. [Muhammad: 38] Yakni dari ketaatan kepada-Nya dan mengikuti syariat-Nya. niscaya Dia akan mengganti [kamu] dengan kaum yang lain, dan mereka tidak akan seperti kamu [ini]. [Muhammad: 38] Bahkan mereka adalah orang-orang yang tunduk patuh kepada-Nya dan taat kepada perintah-perintah-Nya. Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abdul Ala, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Muslim ibnu Khalid, dari Al-Ala ibnu Abdur Rahman, dari ayahnya, dari Abu Hurairah r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. membaca ayat berikut, yaitu firman-Nya: dan jika kamu berpaling, niscaya Dia akan mengganti [kamu] dengan kaum yang lain, dan mereka tidak akan seperti kamu [ini]. [Muhammad: 38] Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah yang dimaksud dengan mereka yang jika kami berpaling maka akan menjadi pengganti kami dan mereka tidak akan seperti kami sikapnya?" Abu Hurairah r.a. melanjutkan kisahnya, bahwa lalu Rasulullah Saw. menepukkan tangannya ke pundak Salman Al-Farisi r.a. seraya bersabda: Orang ini dan kaumnya. Seandainya agama berada di bintang surayya, niscaya akan diraih oleh orang-orang dari Persia. Muslim ibnu Khalid Az-Zunji meriwayatkan hadis ini secara munfarid, tetapi banyak perawi lain yang meriwayatkan hadis ini darinya. Dan ada sebagian imam ahli hadis yang mempermasalahkan dia; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui."

Ingatlah, wahai orang yang beriman, kamu adalah orang-orang yang diajak untuk menginfakkan sebagian dari hartamu di jalan Allah. Lalu di antara kamu yang diajak menafkahkan harta itu ada orang yang kikir, dan barangsiapa kikir maka sesungguhnya dia kikir terhadap dirinya sendiri dan merugikan diri sendiri, dan sedikit pun tidak merugikan kepada Allah. Dan Allah-lah Yang Mahakaya dan kamulah yang membutuhkan karunia-Nya. Karena itu jika kamu menyambut ajakan-Nya untuk bernafkah, kamu akan memperoleh keberuntungan Dan jika kamu berpaling dari jalan yang benar dan menolak ajakan-Nya, dia akan membinasakan kamu dan menggantikan kamu dengan kaum yang lain, dan mereka tidak akan durhaka seperti kamu yang enggan menyambut ajakan Allah. 1. Sungguh, Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata yang tidak ada keraguan sedikitpun tentang kemenangan itu.

Ayat ini menerangkan bahwa Allah memanggil mereka untuk menghilangkan sifat kikir. Mereka diminta menginfakkan harta mereka di jalan Allah. Dijelaskan bahwa siapa yang kikir, tidak mau menafkahkan harta di jalan Allah, maka kekikiran mereka itu akan merugikan diri sendiri karena kikir itu akan mengganggu hubungan dalam masyarakat dan akan menghapuskan pahala mereka, menjauhkan diri mereka dari Allah dan surga. Bila manusia berinfak, itu bukan untuk Allah karena Ia tidak memerlukan harta mereka, sebab Dia Mahakaya, tidak memerlukan apa pun. Infak itu justru untuk keuntungan mereka karena Allah akan membalasnya berlipat ganda, ditambah lagi dengan pahala yang balasannya adalah surga. Kemudian Allah mengancam mereka dengan mengatakan bahwa jika mereka berpaling, yaitu tidak beriman dan tidak mau memenuhi perintah-Nya dengan berinfak, maka Allah akan menghancurkan mereka, kemudian mengganti mereka dengan kaum yang lain yang tidak seperti mereka, yaitu kaum yang mau berinfak, berjihad, melaksanakan perintah-Nya, dan menjauhi larangan-Nya. Diriwayatkan oleh al-Baihaqi, at-Tirmidhi dan lain-lainnya dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah saw membaca ayat ini sampai akhir, maka para sahabat bertanya, "Ya Rasulullah, siapakah orang-orang itu yang jika kami berpaling mereka akan menggantikan kami dan mereka tidak seperti kami?" Maka Rasulullah menepuk pundak Salman, kemudian berkata, "Inilah orangnya dan kaumnya. Demi Allah yang diriku di tangan-Nya, seandainya agama itu tergantung di bintang surayya, itu akan digapai oleh orang-orang dari Persia."

PETUNJUK DITAMBAH DENGAN PETUNJUK


Ayat 16

“Dan di antara mereka ada yang mendengarkan kepada engkau."

Yaitu bahwa Rasulullah di saat-saat memberikan, pelajaran agama kepada manusia di antara orang-orang yang berniat tidak jujur itu ada juga yang turut mendengarkan. Tetapi hanya semata-mata mendengar saja, tidak mau memerhatikan apa yang beliau saw. katakan dan apa yang beliau nasihatkan. Tetapi apabila mereka telah keluar dari sisi engkau berkatalah mereka, ‘Apakah yang dikatakannya seberitar tadi?'" Jelas sekali, meskipun mereka turut hadir namun pikirannya tidak ada terhadap perkataan Nabi saw. itu sama sekali sehingga setelah tempat itu ditinggalkannya dia bertanya kepada orang lain, yang tadinya sama hadir apa yang dikatakan oleh Muhammad itu. Benar-benar menurut pepatah terkenal,"Masuk di telinga kanan, keluar di telinga kiri."“Itulah orang-orang yang telah dicap Allah atas hati mereka itu," artinya telah ditutup sehingga sukar buat masuk pelajaran kebenaran ke dalam hatinya, jika orang semacam itu datang ke dalam suatu pertemuan, niat yang dibawanya sudah lain. Hatinya sudah didinding oleh rasa keberician dan yang dicarinya di waktu mendengar itu ialah segi yang lemah dari pembicaraan itu, diambilnya pangkal ditinggalkannya ujung atau sebaliknya sehingga selamanya dia tidak bertemu dengan isi yang sebenarnya.


“Dan mereka itu mengikuti hawa nafsu mereka."

Kalau datangnya ke dalam majelis itu membawa rasa keberician, maka keberician itulah yang mendinding kebenaran akan masuk ke dalam hatinya.

Kemudian Allah menerangkan pula yang sebaliknya,


Ayat 17

“Dan orang-orang yang mencati pimpinan niscaya akan ditambah Allah bagi mereka petunjuk.

Sebab maksud kedatangannya mendengarkan pembicaraan seumpama mendengar ceramah atau syarahan itu ialah dengan maksud yang baik, semata-mata hendak mencari kebenaran. Hatinya terbuka, dadanya yang la-pang, mukanya jernih, hatinya bersih. Maka berhasillah maksudnya mencan pimpinan yang baik itu bahkan ditambah oleh Allah dengan petunjuk yang membukakan hatinya karena keikhlasannya.


“Dan Dia akan memberi kepada mereka ketakwaan mereka."

Sejak semula di mana saja ada kesempatan orang yang semacam ini meAllahonkan kepada Allah agar diberi hidayah, diberi petunjuk jalan yang lurus, shirathal mustaqim. Saking tulusnya meminta bukan saja petunjuk jalan yang ditunjukkan bahkan dijaga oleh Allah perjalanannya itu dengan tumbuhnya rasa takwa dalam hatinya, rasa menyerah kepada Allah sehingga maksudnya berhasil dan hidupnya beroleh kebahagiaan.


Ayat 18

“Dan apakah yang mereka tunggu kalau bukan saat? Bahwa akan datang kepada mereka dengan tiba-tiba?"

Dengan pangkal ayat ini sebenarnya manusia disuruh berpikir sejenak."Apakah yang mereka tunggu dalam hidup ini? Baik hidup manusia bersama atau hidup manusia pribadi? Tidak lain yang ditunggu ialah Sa'at! Yaitu temponya habis! Kalau seluruh alam ini yang dia tunggu ialah saatnya, yaitu Kiamatnya! Kalau orang seorang yang ditunggunya saatnya pula, yaitu saat habis waktunya mendiami dunia ini. Mati! Dan semuanya itu akan datang dengan sekonyong-konyong dengan tiba-tiba."Maka sesungguhnya telah datang tanda-tandanya."

Tanda-tanda bahwa alam ini mesti datang masanya Kiamat selalu kita lihat tanda-tandanya di hadapan mata kita. Tiap-tiap yang baru lama-lama menjadi usang. Usang itu adalah tanda bahwa kelak dia akan hancur. Perhitungan ahli-ahli ilmu pengetahuan tentang alam ini kian hari menunjukkan tanda-tanda bahwa semuanya akan rusak! Dipakai orang kendaraan dengan memakai minyak berisin. Lama-lama sesaklah udara dengan asap dan timbullah udara yang kotor [polusi].

Dibuka orang pabrik-pabrik, bagi kemajuan teknik yang modern. Air dalam pabrik-pabrik mengalir ke sungal-sungai. Tiba-tiba jika di udara timbul kotor udara, di dalam sungai timbul pula kekotoran air, sehingga banyak ikan yang mati karena aliran air dari pabrik itu. Kemajuan teknologi yang menjadi kebanggaan manusia akhirnya akan mencekik leher manusia sendiri sehingga ahli-ahli pikir dan sarjana-sarjana sendiri telah sampai kepada pikiran-pikiran bahwa telah datang tanda-tandanya bahwa manusia tidak berkuasa lagi buat menyetop kerusakan itu. Disangka teknologi akan mempercepat kemajuan hidup, akhirnya mempercepat kehancuran hidup. Apatah lagi setelah manusia mendapat alat-alat perkakas yang cepat sekali berhasil membunuh beribu-ribu manusia, seperti bom atom, bom hidrogen, dan bom nuklir yang lain. Akhirnya datanglah pertanyaan,


“Betapakah mereka lagi apabila datang kepada mereka peringatan mereka?"

Ujung ayat berberituk seperti suatu pertanyaan,"Sudah jadi satu kenyataan bahwa tanda-tanda hari Kiamat sudah datang dan Kiamat itu sendiri akan menimpa dengan tiba-tiba. namun tanda-tanda bahwa dia telah dekat dan tidak dapat dihindarkan lagi sudahlah nyata. Maka bagaimana lagi sikap manusia? Masihkah mereka akan ingkar juga dari peringatan nabi-nabi? Masihkah mereka akan memperturutkan juga kehendak hawa nafsu sendiri-sendiri dan tidak mau mendengarkan seruan Allah? Adzab siksaan dahsyat macam mana yang akan diderita manusia lagi kalau begini saja terus-menerus?"

Di dalam dirayat atau inti tafsir daripada ayat ini, Hasan al-Bishri mengatakan bahwasanya diutusnya Nabi Muhammad sebagai Rasul yang penghabisan adalah tanda juga bahwasanya Kiamat itu dekat. Setengah daripada nama beliau iaiah al-Hasyir yang berarti Yang Mengumpul. Sebab, akan dikumpulkaniah manusia di hadapan kakinya, Beliau pun bernama yang berarti yang paling akhir, tidak ada lagi nabi sesudahnya.

Al-Bukhari merawikan sebuah hadits dengan sanad dari Sahi bin Sa'ad bahwa Nabi saw. pernah bersabda,

“Aku diutus berdekatan dengan Kiamat laksana ini." Lalu beliau isyaratkan jari telunjuk dan jari tengah beliau yang berarti tidak ada pisahnya lagi dan sudah dekat sekali. [HR Bukhari]


Ayat 19

“Maka ketahuilah bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Allah."

Maksudnya ialah supaya manusia kembali mengingat Allah. Hanya itulah jalan satu-satunya buat keselamatan manusia, baik di dalam melanjutkan hidup ini, menunggu datangnya Kiamat yang pasti akan datang itu. Asai manusia ingat akan keesaan Allah akan insaflah manusia bahwa ada Yang Mahakuasa yang jadi sumber ilham dalam hidupnya.

Oleh karena tujuan utama ayat ialah kepada orang yang telah mengaku iman, percaya kepada risalah Muhammad saw. maka inilah bekal pertama dan utama mereka di dalam menghadapi kericuhan alam di dalam menghadapi keguncangan dan ketakutan karena Kiamat akan datang. Apa pun yang akan terjadi, namun aku sebagai seorang Muslim tetap memegang teguh pendirianku bahwa tidak ada Allah melainkan Allah. Kemudian itu atau yang perempuan sehingga selalu terjadi perlombaan di antara perdayaan Iblis dengan usaha manusia yang diperdayakan itu meAllahonkan ampun kepada Allah.

Di akhir ayat bertemulah firman Allah,


“Dan Allah Maha Mengetahui tempat berpindah kamu dan tempat menetap kamu."

Ibnu Abbas telah memberikan saja tafsir yang ringkas tegas tentang kedua kata ini. Tempat berpindah-pindah kamu ialah di dunia. Kita dilahirkan di Tanah Sirah Sungal-batang, Maninjau [1908] lalu pindah dibawa orang tua [1914] ke Padang Panjang, di tahun 1924 mengembara ke tanah Jawa, 1927 mengerjakan haji ke Mekah, 1929 kawin, 1931 merantau ke Makasar, 1936 berangkat ke Medan menerbitkan majalah, 1945 turut dalam revolusi, 1949 pindah ke tanah jawa dan entah ke mana lagi. Allah-lah yang tahu. Dan tempat menetap kelak ialah bila nyawa telah bercerai dengan badan dan digalikan kubur lalu menetap di sana, menunggu panggilan Kiamat.


Ayat 20

“Dan berkata orang-orang yang beriman! Mengapatah agaknya tidak diturunkan suatu sunah?"

Maksud pangkal ayat ini ialah bahwa orang-orang yang beriman itu sangat mengharapkan supaya turun suatu surah. Adapun surah di sini bukanlah suatu surah dari Al-Qur'an, melainkan barang perintah daripada Allah, terutama yang berkenaan dengan peperangan. Sebab telah banyak disebutkan bahwasanya orang yang mati dalam peperangan dalam perjuangan menegakkan kebenaran, mati dalam peperangan menghadapi musuh, di sisi Allah orang yang demikian dianggap hidup juga dan mendapat rezeki dari Allah. Itulah mati syahid, yaitu mati yang semulia-mulianya dalam Islam."Namun apabila diturunkan suatu surah yang terang maksudnya dan disebutkan di dalamnya soal perang, niscaya akan engkau lihatlah orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, mereka memandang kepada engkau pandangan orang yang pingsan atasnya, menghadapi maut."

Dalam ayat ini kita dipertemukan dengan sebuah pelajaran tentang jiwa manusia. Segala orang kagum bilamana membaca dalam buku sejarah atau menonton dalam bioskop bagaimana jiwa seorang pahlawan. Pahlawan itulah yang sangat diperlukan bagi kebangkitan suatu bangsa dan kenaikan mutu suatu agama. Pahlawan ialah orang yang bersedia mati untuk kehidupan orang lain. Bersedia miskin asai bangsanya menjadi kaya. Hal yang begini hanya bertemu bila orang mempunyai iman yang kukuh dan tahan menderita. Lantaran itu maka orang-orang yang lain, yang membaca riwayat hidup pahlawan, ingin pula hendak jadi pahlawan. Sebab itu maka di pangkal ayat dikatakan bahwa orang-orang yang beriman ingin agar suatu surat diturunkan, yaitu surat perintah. Di antara surah yang berisi perintah ialah perintah berperang. Tiap peperangan besar terjadi hendaklah karena perintah dari kepala perang. Kalau dalam Islam adalah karena perintah Nabi. Setelah Nabi wafat, surat perintah peperangan diteruskan oleh khalifah yang dalam hal ini disebut Imam. Sampai zaman kita sekarang yang memutuskan terjadinya peperangan ialah panglima tertinggi dari seluruh angkatan perang. Demikian pula kalau peperangan hendak dihentikan, yang memerintahkan berhenti ialah panglima tertinggi juga.

Maka dalam ayat ini mulailah diterangkan bagaimana sikap hidup apabila perang telah terjadi. Sifat perang zaman dahulu masih diteruskan sampai sekarang: seluruh tenaga harus ditumpahkan untuk perang, kepentingan diri sendiri tidak ada lagi. Seluruh tenaga ditumpahkan untuk kepentingan bersama.

Dalam masa demikian akan tersisihlah di antara yang teras dengan yang pengubar, di antara yang inti dengan yang kulit. Di waktu itulah akan mengeluh orang yang lemah jiwanya yang mau menerima enaknya saja. Mereka memuji pahlawan tetapi sangat takut akan berjuang sebagai pahlawan. Padahal pahlawan itu bukanlah semata-mata untuk hiasan sejarah zaman lama melainkan kepahlawanan mesti diteruskan. Maka dalam ayat ini sampailah diterangkan bahwa ada orang yang pingsan karena menghadapi maut. Atau dalam bahasa ungkapan setiap hari ialah setengah mati karena sangat takut atau mati ketakutan. Bagi orang-orang pengecut itu, cerita pahlawan hanya enak buat didengar, mereka sanggup mendengar cerita itu bermalam-malam, berhari-hari, serupa dengan kesukaan pencinta kebudayaan kuno tentang Raden Panji atau Ramayana. Tetapi mereka takut setengah mati, lari terbirit-birit, berpancaran najis di celana mereka kalau menghadapi perjuangan yang benar-benar. Di ujung ayat Allah berfirman,


“Maka nasib malanglah untuk mereka."

Memang malanglah orang yang seperti itu. Karena harga diri sudah habis sama sekali. Kata penakut masih terlalu halus jika diberikan kepada mereka, lebih tepat kalau mereka disebut pengecut! Dan kumpulan orang-orang seperti inilah yang mudah diperbudak!


Ayat 21

“Taat dan kata yang baik!"

Artinya ialah bahwa sikap seorang beriman telah ditunjukkan dalam ayat ini. Yang pertama ialah taat! Yang berarti patuh! Kalau perintah dari Imam telah datang buat berperang, hendaklah diri siap siaga melaksanakan perintah itu. Di sini terpasang disiplin! Bilamana perintah telah datang, pertanyaan"sebab apa? kenapa? mengapa? bagaimana?" dan sebagal-nya tidak ada lagi. Yang ada cuma satu, yaitu"Siap!" Yang kedua ialah kata yang baik! Tidak ada kata kasar, tidak ada kesombongan, tidak ada pepatah terkenal,"Bunyi percakapan gagah berani sebagai api namun sikap langkah meloyo seperti air."“Mulut mau mengejar, kaki mau lari." Maka ketaatan dan kata yang baik tidak lain adalah datang daripada semangat yang tinggi dan budi yang luhur juga."Dan kalau telah teguh suatu perkara," yaitu suatu keputusan yang telah diambil oleh pimpinan tentara tertinggi dan disetujui keputusan tertinggi itu dengan suara bulat, yang dalam bahasa Arab disebut azam.


“Maka kalau mereka beritaku jujur kepada Allah, itulah yang baik untuk mereka."

Dalam ayat ini jelaslah bagaimana pentingnya komando dalam perjuangan peperangan. Tentara yang dipimpin harus percaya bahwa yang diperintahkan oleh atasan adalah hal yang telah ditimbang dengan matang. Maka hendaklah keputusan itu dijalankan dengan hati bulat. Itulah yang bernama azam! Maka anak buah pun hendaklah menjalankan dengan azam yang kuat pula. Rela mati dalam menghadapi segala kemungkinan.

Tetapi dicegah dengan sangat maksud ekspansi ke negeri lain semata-mata hendak menghancurkan kekuatan orang lain karena loba tamak akan harta rampasan belaka lainnya kamu tidak peduli!

Untuk memperingatkan itu berkatalah Allah selanjutnya,


Ayat 22

“Apakah ada kemungkinan jika kamu telah berikuasa bahwa kamu akan menusak di muka bumi?"

Karena keteguhan disiplin kamu dalam memberituk suatu tentara yang kuat, gagah perkasa, tidak mengenal takut sedikit jua pun dan senantiasa beroleh kemenangan di medan perang. Sudah terbiasa di muka bumi ini sepanjang sejarah beribu tahun bahwa tentara yang kuat dan teguh, yang berdisiplin dan tunduk kepada komando daripada panglima perangnya, akhir-akhirnya dengan tidak disadari berangsur bertukar menjadi tentara penakluk, menjajah, dan menguasai negara orang lain. Di tempat yang baru diduduki itu mereka tidak lagi menilai hukum keadilan dan kebenaran, melainkan memperlihatkan kekuatan dan menindas yang lemah.


“Dan kamu putuskan keketuangaan kamu?"

Kian lama tentara penakluk tadi lupa akan tugas sucinya yang pertama maka terjadilah yang kuat menindas yang lemah, yang perkasa bertambah kaya raya sedang yang terjajah kian lama kian menderita dan kehilangan tenaga, sehingga kasih sayang pun hilang, percaya mempercayai pun habis. Akhirnya timbullah dinding yang memisahkan sangat jauh di antara kelas yang berkuasa dengan kelas yang dikuasai. Tidak ada kasih sayang lagi, tidak ada gelak senyum lagi. Di sana pemerintahnya selalu menganjurkan agar rakyat mengatakan terus terang apa yang perlu, apa yang kurang, apa yang wajib diperbaiki. Tetapi kalau benar-benar dikatakan terus terang, rakyat yang terperintah tadi akan selalu dalam bahaya, sebab dia tidak pandai mengatakan bahwa yang pahit adalah manis, yang buruk adalah baik, yang jahat adalah bagus. Kalau dikatakan yang bagus ialah bagus dan yang buruk ialah buruk, pemerintah yang menyuruh berkata terus terang tadi akan marah kepadanya. Lantaran itu timbullah sikap munafik, lurus di luar berigkok di dalam, telunjuk lurus kelingking berkait. Lantaran itu putuslah silaturahim, orang tidak mau lagi berkata yang terus terang, itulah yang bernama munafik.

Kalau sudah sampai begini akan jauhlah rasa tenteram dan keamanan hati dari masyarakat yang demikian.


Ayat 23

“Itulah orang-orang yang dilaknat oleh Allah."

Maka kemewahan dan kesenangan hanya akan dirasakan oleh golongan yang sangat ter

batas. Orang yang hidup semuanya laksana kehausan, yaitu haus kekuasaan. Namun setelah kekuasaan didapat, dipergunakanlah kekuasaan itu untuk mempertahankan kedudukan diri. Oleh karena dalam hati sanubari orang yang berkuasa memang telah terasa hidup yang kosong karena putus hubungan dengan orang banyak, dicarilah"kambing hitam'' buat menumpahkan segala sesalan dan omelan. Apa saja yang dikerjakan tidak ada kepuasan. Walaupun telah tidur di atas tempat tidur emas, bertilamkan perak, berdinding suasa, namun hati tidak juga merasa senang. Timbul cemburu bahwa akan ada saja orang yang hendak mencabut kemewahan dan kebesaran ini dari diri sendiri. Padahal orang tidak lagi peduli, sebagaimana pepatah orang di Padang,"Meskipun engkau merasa cerdik, namun kami tidak akan bertanya. Meskipun kamu merasa kaya kami tidak akan meminta." Melihat keadaan yang seperti hati pun kecewa dan marah sehingga walaupun rumah telah dihujani oleh emas urai, namun had menerimanya tidak juga dengan senang."Maka ditulikanlah merekasehingga tidak pernah didengarnya lagi kata yang jujur dan benar,


“dan dibutakan penglihatan-penglihatan mereka."

Karena telinga sudah mulai tuli maka pengajaran yang tulus ikhlas tidak dapat lagi. Karena mereka telah ditimpa penyakit buta, walaupun mata itu nyalang tetapi dia tidak dapat melihat kenyataan. Inilah pangkal dari kesengsaraan batin, sebab sempitnya alam tempat tegak. Lantaran itu maka hubungan silaturahim yang erat dengan sesama manusia karena menebarkan kasih dan cinta di dalam pergaulan bermasyarakat, itulah kekayaan yang sejati. Putus silaturahim adalah permulaan kutuk dan sempit tempat manusia tegak, sehingga tepatlah ungkapan bangsa Indonesia tentang manusia yang demikian di-gila kekuasaan.

Saleh? Kaum ‘Ad hanya mendustakan Nabi Syu'aib dan selanjutnya?

Tentu sudah dapat kita pahami bahwasanya meskipun umat dari satu rasui hanya mendustakan satu rasul, bukanlah berarti bahwa mereka membenarkan rasul yang lain. Yang mereka dustakan itu bukanlah pri-badinya, melainkan kerasulan segala rasul. Mereka tidak percaya bahwa Allah mengutus seorang rasul. Sebab maka segala yang mendakwakan diri menjadi rasul itu tidaklah mereka percayai. Itu sebabnya maka men-dustakan seorang rasul sama artinya dengan mendustakan segala rasul. Maka bagi kita orang Islam diberikan garis bimbingan yang jelas, yaitu,

“Tidaklah kami perbedakan di antara seorang pun daripada rasul-rasul-Nya." [al-Baqarah: 285]

Oleh karena semuanya mereka itu mendustakan seluruh rasul Allah.


“Maka pantaslah mereka mendapat siksaan yang dijanjikan."

Maka binasalah dan hancurlah masing-masing pendusta rasul itu; ada yang dibakar negerinya, ada yang dihancurkan oleh gempa bumi, ada yang habis tenggelam dalam hujan dan angin yang sangat keras, ada yang ditunggangbalikkan negeri mereka dan habis seluruh penduduknya dan diselamatkan Allah orang-orangyangberiman, ada yang tenggelam karena timbulnya air pasang berketerusan berbulan-bulan lamanya, ada yang terbelah lautan dan tenggelam mereka di dalamnya. Semuanya itu tertulis dengan jelasnya dalam keterangan Allah di dalam Al-Qur'an.


Ayat 15

“Apakah Kami letih dengan penciptaan pertama?"

Tegasnya ialah seperti pertanyaan,"Apakah kalian menyangka bahwa Kami, Allah, akan merasa letih karena menciptakan alam yang besar ini? Dengan ketujuh petala langit dan buminya? Dengan bintang-bintangnya, bulannya dan mataharinya? Apakah disangka bahwa keputusan Kami terbatas sebagai kekuatan manusia pula? Yang merasakan penat dan letih?


“Bahkan merekalah yang ragu-ragu dari hal penciptaan yang baru."

Artinya bahwa dalam rangkaian pertama Allah bersikap bertanya, apakah kalian menyangka bahwa Kami akan letih mencipta alam ini yang pertama kali? Dan dalam rangkaian yang kedua, kalian pun masih juga ragu-ragu bahwa Kami sanggup menghidupkan kembali yang sudah mati. Padahal sedangkan menciptakan sesuatu daripada tidak ada kepada ada, Kami tidak merasa letih, apatah lagi akan mengadakan kembali barang yang tadinya memang telah ada.

Kita pun telah mengetahui bahwasanya segala sesuatunya ini tadinya adalah dalam bahasa Arab disebut ‘Adam, artinya tidak ada sama sekali. Kemudian itu dijadikan sifat segala sesuatu itu berubah-ubah. Manusia ta-dinya tidak ada kemudian diciptakan Allah yang tidak ada itu [‘Adam] menjadi ada, yaitu mani [sperma], kemudian menjadi manusia yang berdarah berdaging. Kemudian mati lalu dikuburkan. Maka yang berdarah daging itu, bertukar jadi tanah namun dia masih ada. Kemudian itu tanah tadi subur sebab kena hujan lalu hujan itu menyebabkan tanah tadi menjelma menjadi rumput atau jadi pohon kayu! Sedang zat [substansi] dari barang itu masih tetap ada. Sebab itu bagi Allah tidaklah menyebabkan letih atau penat menjadikan dari ‘Adam kepada ada dan lebih tidak ragu-ragu lagi, kalau barang yang telah ada itu cuma menukar sifatnya saja dari mani, jadi darah daging, jadi tanah dan jadi pohon! Sebagaimana tersebut dalam surah Ibraahiim ayat 20, ayat kita diberi peringatan bahwa segala berita mengenai diri kita lebih diketahui oleh Allah. Kita sendiri sebagai manusia harus mengakui bahwa kita pasti bersalah. Puji dan caci maki manusia dapatkah kita hadapi? Cercaan dan celaan yang tidak mengenai kesalahan kita, berhak kita membela diri. Tetapi ujung ayat mengatakan bahwa berita tentang diri kita lebih diteliti oleh Allah. Maka datanglah pertanyaan,"Dapatkah kita membela diri di hadapan Allah kalau kita memang bersalah?"


Ayat 32

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan yang menghambat dari jalan Allah dan menentang Rasul setelah nyata kepada mereka apa petunjuk itu, sekali-kali tidaklah akan berbahaya kepada Allah sedikit jua pun."

Tegas sekali ayat ini menjelaskan bahwa segala usaha jahat yang mencoba hendak mengurangi kebesaran Allah dan mencoba pula memperlihatkan kebesaran dan kekuatan diri tidaklah akan berhasil. Kekuatan seperti itu akan terbatas. Dibatasi oleh perlombaan sesama manusia mencari pengaruh. Jika ada yang merasa dirinya lebih gagah, niscaya akan datang lagi orang lain memperlihatkan bahwa dirinyalah yang lebih gagah. Kadang-kadang si gagah perkasa itu gagal bukan karena digagalkan oleh orang lain melainkan digagalkan oleh pengikutnya sendiri. Anak buahnya berontak melawan dia! Atau dia sendiri ditimpa oleh suatu penyakit yang orang lain tidak menyangka. Sesuatu kekuasaan bilamana sudah sangat tinggi adalah alamat bahwa masa jatuhnya sudah dekat! Kadang-kadang terjadi rebut merebut pengaruh atas mengatasi kekuasaan, jatuh menjatuhkan. Yang di atas tidak merasa aman kalau tidak segera membunuhi yang di bawah. Tetapi bila kematian akan datang, betapa pun dikerahkan segala tenaga tabib dan dokter seluruh dunia, tidaklah dia akan dapat menolong menampik maut. Sebab itu dengan tegas di ujung ayat Allah berfirman,


“Dan akan Dia gagalkan usaha-usaha mereka."

Artinya ialah bahwa segala usaha dan rencana hendak mempertahankan kekuasaan yang telah dicapai itu, supaya jangan terlepas dari tangan, semuanya akan digagalkan Allah.

Oleh sebab itu maka disuruhlah manusia supaya kembali insaf akan kekuasaan Allah yang mutlak. Karena kehendak Allah jugalah yang akan berlaku.


Ayat 33

“Wahai orang-orang yang beriman! Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul."

Taat kepada Allah ialah bahwa perintah yang akan dilaksanakan hanyalah perintah Allah. Adapun perintah manusia, jika ia tidak berlawanan dengan apa yang diperintahkan oleh Allah, bolehlah dia diikuti. Tetapi jika berlawanan maka di waktu itu yang wajib ditaati hanyalah perintah Allah. Karena Nabi saw. bersabda,

“Tidak ada taat kepada makhluk di dalam mendurhakai Khaliq."

Adapun menaati perintah Rasul adalah karena taat kepada perintah Allan jua. Kalau bukan Allah yang memerintahkan, niscaya yang akan kita taati hanya satu perintah Allah semata-mata. Kemudian itu di ujung ayat berkata Allah,


“Dan janganlah kamu batalkan amalan-amalan kamu."

Sebagaimana telah kita ketahui, suatu amalan menjadi batal, artinya tidak diterima lagi oleh Allah kalau kiranya amalan itu telah bercampur aduk dengan yang lain, tidak lagi persis menurut sepanjang yang diturunkan oleh Allah ataupun Rasul. Misalnya kita mengerjakan shalat Ashar ialah karena taat kepada perintah Allah karena Allah yang menyatakan di dalam Al-Qur'an bahwasanya shalatyang wajib itu lima waktu dalam sehari semalam. Dan kita pun telah taat kepada Rasul sebab Rasul bersabda,

“Shalatlak kamu sebagaimana kamu lihat aku shalat."

Tetapi shalat yang kita kerjakan di waktu Ashar itu menjadi batal apabila tidak menurut contoh yang diajarkan Nabi. Menjadi batal kalau kita kerjakan lima rakaat. Menjadi batal kalau dalam mengerjakan shalat itu kita berniat keluar dari agama Islam. Menjadi batal kalau kiranya kita berniat shalat bukan karena Allah dan sebagainya: ada yang batal karena kekurangan rukun dan ada yang batal karena ketinggalan syarat.


Ayat 34

“Sesungguhnya owng-owng yang kafir dan penentang dari jalan Allah kemudian itu mereka pun mati sedang mereka adalah kafir"

Itulah suatu sikap hidup yang sangat malang dan buruk sekali. Pertama sudah terang kafir, tidak mau percaya seruan yang dibawa oleh Rasul. Semata-mata tidak percaya saja, artinya kafir saja sudahlah nyata salah apatah lagi kalau tidak percaya itu disertai pula dengan sikap, dengan aksi menentang. Segala gerak-gerik Rasulullah menyebarkan ajaran yang beliau saw. terima dari Allah ditentang pula. Diadakan sikap membantah dan melawan, diadakan reaksi yang keras terhadap usaha beliau saw. Dalam melakukan aksi yang demikian, tiba-tiba sampailah ajalnya, si penantang yang kafir itu mati! Mati dalam keadaan kafir, mati dalam keadaan melawan. Di ujung ayat berkatalah Allah menunjukkan sikap yang tegas terhadap orang yang seperti itu,


“Maka sekali-kali tidaklah Allah akan memberi ampun kepada mereka."

Inilah keputusan Allah yang tegas. Hal seperti ini banyak sekali kejadian bilamana umat Islam berjuang hendak menuntut kemerdekaan agamanya daripada tindasan kekafiran dalam negeri yang dijajah oleh pemeluk agama yang berbeda dengan agama yang dipeluk oleh si terjajah itu. Meskipun si penantang jalan Allah itu memeluk agama bangsanya sendiri, namun kadang-kadang mereka itu berbuat sepuluh kali lebih kejam daripada sikap bangsa yang menjajah itu sendiri. Dia mengintip, menjadi spion, mencatat pembicaraan yang dipandang menyindir dari bangsa terjajah kepada bangsa si penjajah. Maka si penantang yang sangat mengharap dapat pujian dari majikannya, tidak keberatan berbuat berbagai fitnahyang akan disampaikan kepada yang dipertuannya. Orang-orang yang begitu di zaman penjajahan Belanda kerap kali terdapat mati dalam kehinaan, apatah lagi nasibnya sebagai timbunan sumpah serapah dari orang banyak yang mengandung dendam kepadanya, sampai menguruskan jenazahnya diupahkan kepada tukang gali kuburan sebab tidak ada orang baik-baik yang sudi turut menguruskan jenazah orang yang demikian.

Bilamana telah ada orang-orang semacam ini, yaitu penjual kaum dan bangsanya kepada musuh karena ingin mendapat puji sanjung dari musuh itu maka Allah memberi ingat kepada kaum yang beriman demikian.


Ayat 35

“Maka janganlah kamu merasa rendah diri."

Janganlah menjilat mengambil muka kepada orang yang demikian. Sebab orang yang seperti itu adalah orang yang hina. Menjadi pantang bagi orang yang beriman merendahkan diri kepada orang hina seperti demikian. Yaitu orang yang


“Sangat awas apabila tersinggung harta beridanya. Tetapi apabila agamanya yang tersinggung dia tidak merasakan apa-apa."


“Dan menyeru untuk berdamai, padahal kamu adalah lebih tinggi dan Allah adalah beserta kamu." Ayat ini adalah disiplin yang keras terhadap orang yang beriman bila mereka berhadapan dengan orang-orang yang disebut penentang jalan Allah itu. Kita diperingatkan bahwa perang telah mulai, yaitu perang dingin. Musuh yang jahat telah memakai manusia-manusia yang telah kehilangan kepribadian untuk jadi alatnya menghalangi agama kamu. Dalam ayat ditegaskan supaya jangan merasa bahwa orang-orang seperti ini adalah orang yang berharga buat dihormati, buat dimuliakan. Jangan! Sekali-kali jangan pergi merendahkan diri di hadapan orang yang seperti itu. Tunjukkan sikapmu bahwa kamu manusia, yaitu manusia yang mempunyai pendirian. Sekali-kali jangan timbul takut menghadapi orang yang demikian, yang mentang-mentang ada pistol tersisip di pinggangnya lalu kamu bersorak minta berdamai. Kamu adalah lebih tinggi, sebab kamu mempunyai aqidah, mempunyai pendirian. Kamu lebih tinggi di sisi Allah karena yang kamu pertahankan ialah agama Allah, taat kepada Allah dan taat kepada Rasul. Lantaran taatmu kepada Allah maka Allah pun beserta kamu pula, bukan beserta mereka.


“Dan sekali-kali Dia tidak akan menelantankan amalan-amalan kamu."

Yakni Allah pun menjamin bahwa Dia tidak akan membiarkan amalanmu terlantar.


Ayat 36

“Sesungguhnya kehidupan dunia itu, lain tidak hanyalah permainan dan senda gurau belaka."

Itulah ungkapan yang tepat dalam hal ihwal dunia ini yang telah diungkapkan oleh Al-Qur'an. Tidak ada yang sungguh-sungguh,

tidak lebih daripada sandiwara tetapi sandiwara yang terpokok mahal sekali.

Orang berpidato berapi-api mempertahankan budi pekerti, namun semua orang tahu bahwa yang berpidato itu sendiri adalah seorang yang berbudi sama saja dengan binatang.

Orang memberi nasihat kepada orang lain agar hiduplah dengan sederhana padahal semua orang pun tahu bahwa dia sendiri jauh daripada kesederhanaan, bahkan berlipat ganda dari kemewahan. Dan orang mem-perbuat berbagai perjanjian, di antara bangsa dan bangsa, di antara negara dan negara. Namun kalau terlengah sedikit saja, perjanjian itu mudah saja diubah oleh satu pihak. Jika yang mengubahnya itu, sengaja atau tidak sengaja adalah pihak yang lemah, banyaklah teguran datang kepada dirinya. Sebabnya tidak lain ialah karena dia lemah. Tetapi kalau dilanggar oleh yang kuat, si lemah tadi tidak berani membuka mulut buat menegur, sebab yang akan ditegur itu adalah orang kuat.

Maka dunia sebagai permainan dan senda gurau itu akan kelihatanlah dengan nyata dan jelas dalam segala lapangan dari kehidupan ini. Sampai dengan diaturnya berbagai etika, berbagai peraturanyangtidakboleh dilanggar, ketika menyerahkan surat-surat kepercayaan, ketika mengangkat menjadi Dean atau yang paling tua di antara duta-duta besar, menjadi kepala dari sekalian duta, siapa yang berhak duduk dekat kepala negara, siapa yang di sebelah kanan, siapa yang di sebelah kiri. Siapa yang didahulukan dan siapa yang dikemudiankan; semuanya diatur dengan protokol yang teratur dan tidak boleh dilanggar. Dan semuanya itu adalah permainan yang mesti dijaga dengan baik, jangan terjadi sumbang dan salah. Semuanya itu adalah senda gurau, tetapi tidak boleh dipandang enteng. Tetapi Allah pun menunjukkan pula suatu jalan yang harus ditempuh agar etika dan protokol terlalu mengikat kita, permainan jangan dianggap terlalu memberatkan diri, demikian juga senda gurau. Allah berfirman selanjutnya,


“Dan jika kamu beriman dan kamu bertakwa, niscaya akan Dia berikan pahala-pahala kamu dan Dia tidaklah meminta harta-harta kamu"

Ujung ayat ini adalah menghilangkan kegembiraan para diplomat jika kiranya mereka tidak dapat membawakan permainan dengan selengkapnya dan jika tidak pandai bersenda gurau atau bermain komedi di antara sesama diplomat. Yang sangat panting dibawa ke tengah medan ialah rasa iman dan takwa kepada Allah. Rasa iman dan takwa sangat memengaruhi pertumbuhan pribadi seseorang. Dia menjadi yang paling tinggi bila bercampur dengan yang banyak karena imannya. Dia bukan fanatik mentang-mentang dia beriman, namun dia menjadi tempat mencontoh teladan bagi yang lain. Di ujung ayat ini Allah memberikan jaminan bahwa orang yang beriman dan bertakwa, baik yang duduk dalam corps diplomatik, orang-orang politisi dan ahli siasat, bahwa dia akan menguasai jalannya pertemuan karena iman yang memancarkan cahaya dan wajahnya yang cerah selalu. Dia akan memberikan suri dan teladan. Dia tidak terikat terlalu berat oleh tetek berigek berkecil-kecil, sebab hatinya yang ikhlas kepada Allah,

Selanjutnya Allah berfirman,


Ayat 37

“Jika dia meminta kepada kamu dan mendesak kamu niscaya akan bakhillah kamu dan akan dilahirkannyalah kebusukan kamu."

Ini pun sebagai akibat dari dunia yang penuh dengan permainan dan senda gurau tadi. Pada pokoknya manusia yang bergelimang dalam dunia diplomatik itu adalah bakhil. Kalau mereka diatur secara organisasi mengeluarkan uang sekian tiap waktu, tiap bulan atau tiap tahun, mereka akan segan mengeluarkan, mereka akan bakhil, karena berat sekali akan bercerai dengan uang. Tetapi kalau sedang

berkumpul beramal-ramai banyak yang bisa diputuskan hendak mengeluarkan uang. Asal akan menjaga gengsi atau prestise, uang itu akan keluar. Tetapi kalau akan terus-menerus keluar uang, yang tidak akan membawa keuntungan bagi gengsi dan prestise, uang itu sukar benar keluarnya. Ini dapat kita buktikan pada kejadian di Perserikatan Bangsa-bangsa [PBB] sendiri, suatu badan permanen sedunia, telah berkumpul segala kerajaan dan segala pemerintahan. Hampir semuanya berutang, bahkan ada yang berutang bertumpuk-tumpuk, karena bakhil sukar membayar iuran yang telah diputuskan bersama. Maka tepatlah apa yang disebutkan Allah di ujung ayat, bahwa di waktu itulah kelihatan kebusukan mereka, kecurangan, manis mulut, murah di mulut tetapi mahal di timbangan, sehingga bertambah terbukti pangkal ayat 36 tadi bahwa dunia ialah tempat permainan dan senda gurau.


Ayat 38

“Inilah kamu! Kamu semuanya!"

Inilah perangai kamu sebagai manusia, sebagai kelemahan yang ada pada kamu, pada umumnya. Yang kalau tidak dikendalikan diri oleh iman dan takwa sebagai tersebut di atas tadi, akan hanyutlah politik suatu negara dalam arus permainan dan senda gurau."Telah diseru kamu untuk membelanjakan hartamu pada jalan Allah maka setengah daripada kamu ada yang kikir." Dalam pertemuan-pertemuan bersama selalu hadir, tetapi kalau diminta pengorbanan, dia diam dalam 1.000 bahasa!"Maka barangsiapa yang kikir," barangsiapa yang bakhil, yang sukar benar keluar uang, padahal untuk kepentingan pribadi mudah saja menghabiskan harta berida negara,"lain tidak kikirnya itu adalah terhadap dirinya sendiri." Artinya ialah bahwa orang yang kikir, kedekut, bakhil, bukanlah dia menguntungkan melainkan merugikan. Orang yang bakhil menjadi buah olok-olok orang. Perangai ini menjadi celaan kalau bertemu pada suatu diri pribadi, dan lebih tercela lagi, menurunkan derajat martabat bangsa, bila dia bertemu pada suatu bangsa."Dan Allah adalah Mahakaya dan kamu adalah sangat fakir." Peringatan ini adalah dibagikan Allah kepada manusia di dalam suatu ungkapan yang sedikit ini amat penting artinya dari Allah untuk mendidik manusia menghilangkan penyakit jiwa yang bernama bakhil. Dalam ungkapan ini Allah memberi peringatan bahwasanya yang sebenar kaya raya adalah Allah. Adapun kita manusia ini tidaklah mempunyai apa-apa. Oleh sebab itu, setengah ahli tasawuf membuat arti tasawuf yang sangat mendalam. Ketika orang bertanya apakah arti tasawuf, ahli itu telah menjawab,

“Orang sufi ialah yang tidak mempunyai apa-apa dan tidak dipunyai apa-apa."

Apabila manusia telah merasakan bahwa sesuatu barang, suatu harta, kekayaan emas dan perak dan uang, dia yang punya, akan timbullah bakhilnya. Tetapi apabila dia insaf bahwa segala sesuatu ini tidak ada yang dia punya, bahkan nyawanya sendiri dan raganya tidak juga dia yang empunya, sampai dia tidak dapat menahan jika Allah hendak mencabut nyawanya dan hendak menyakitkan dan menyenangkan badannya, niscaya tidaklah ada harta berida itu yang akan melekat dalam hatinya.

Kalau manusia telah insaf bahwasanya tidak semiang jua pun harta berida dalam dunia ini yang dipunyai oleh manusia, tidaklah akan ada bakhil lagi.

Di sinilah kita teringat seorang pahlawan Islam yang besar, yaitu Sultan Shalahuddin al-Ayyubi, yang termasyhur gagah berani di dalam peperangan, menimbulkan gentar pada musuh-musuhnya orang Nasrani yang hendak menguasai negeri-negeri orang Islam, sampai 90 tahun lamanya Jerusalem [Palestina], dalam jajahan mereka. Maka Shalahuddin al-Ayyubi yang gagah perkasa telah dapat mengembalikan kemuliaan kaum Muslimin, memerdekakan tanah-tanah yang terjajah itu kembali ke tangan orang islam. Maka dia kurbankanlah harta berida kepunyaan ke-rajaan yang jatuh ke dalam kekuasaannya. Didirikannya beriteng-beriteng pertahanan yang kuat-kuat dan kukuh, di mana-mana. Baik di Mesir ataupun di Syam. Tetapi ketika sampailah ajal beliau dan beliau pun meninggal dunia, dibuka oranglah perberidaharaan dan kekayaan pusaka beliau. Setelah dibuka perberidaharaan istana, beratus orang-orang besar melihat dengan mata kepala sendiri bahwa kas negara kosong, tidak ada uang hatta pun untuk pembeli kafan pembungkus jenazah beliau. Ahli tarikh terkenal, yang sengaja menulis sejarah Shalahuddin al-Ayyubi [Sultan Saladin menurut ejaan orang Barat], menerangkan bahwa tidak ada kain kafan dan tidak ada dalam perberidaharaan beliau uang buat pembelinya. Lalu diambil keputusan bahwa raja-raja yang memerintah di bawah naungan beliau bersepakat mengadakan pungutan iuran [gotong royong] menyediakan peralatan kafan dan lain-lain bagi kepentingan menguburkan mayat beliau.

Sekarang kalau kita mengembara baik ke Mesir atau ke Syam atau ke negeri Naubah [Sudan] atau ke Yaman, yaitu daerah-daerah luas yang semasa beliau telah dimerdekakan dari serbuan musuh, daerah luas yang sekarang masing-masingnya itu diperintah oleh pemerintahan sendiri-sendiri, niscaya akan bertemulah bekas binaan Shalahuddin, bekas pembangunan Shalahuddin. Di Mesir sendiri akan bertemu sebuah tembok tebal, kira-kira satu depa atau lebih tebalnya dan panjangnya lebih dari satu kilometer, yaitu dinding perberitengan Shalahuddin. Demikian juga di negeri-negeri yang lain. Di Damaskus akan bertemu bekas takiyah [rumah pe-meliharaan orang miskin], di Yaman akan ada lagi, demikian juga di Naubah, yaitu bekas peninggalan Shalahuddin. Sedang kafan untuk pembungkus jenazah beliau dipergotongro-yongkan bersama karena beliau tidak sempat memikirkan itu.

Akhirnya sebagai penutup ayat atau penutup surah, Allah berfirman,"Dan jika kamu berpaling/' artinya kamu berpaling karena telah kamu tinggalkan pendirian yang asli itu, yaitu mendahulukan kepentingan bersama daripada kepentingan diri sendiri, mengingat bahwa manusia sebagai pribadi tidak mempunyai apa-apa dan tidak dipunyai apa-apa, kalau pendirian ini telah ditinggalkan."Niscaya akan Dia ganti kamu dengan kaum yang lainj' kaum yang lain itu ialah yang sanggup memegang teguh amanah Allah yang sanggup mewarisi kekayaan itu.

“Dan mereka yang lain itu tidaklah akan menyerupai kamu."

Selesai tafsir surah Muhammad saw..

Video yang berhubungan

Bài Viết Liên Quan

Bài mới nhất

Chủ Đề