Bagaimana cara penyelesaian kasus Pelanggaran HAM berat di Indonesia

PEMERINTAH melalui Menteri Koordintor Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan [Menko Polhukam] Mahfud MD menegaskan untuk menyelesaikan kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu. Hal itu disampaikannya usai bertemu Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin.

"Kami serius semua, Kejaksaan Agung serius. Tadi itu juga disinggung, karena memang sudah berproses," ujar Mahfud di Gedung Kejagung, Jakarta, Senin [15/3].

Meskipun tidak dibahas mendalam, Mahfud mengatakan pihaknya tetap menyinggung penyelesaian akhir kasus pelanggaran HAM berat bersama Burhanuddin. Ia menegaskan bahwa komitmen tersebut bukan hanya kebijakan Presiden Joko Widodo, tapi juga kebijakan negara.

"Sejak jaman MPR masih bisa membuat TAP MPR, lalu ketika ada Undang-Undang tentang Pengadilan HAM, Undang-Undang tentang Papua, Undang-Undang tentang Aceh, semuanya menyatakan, ada kasus-kasus yang bisa diselesaikan secara yudisial," papar Mahfud.

Penyelesaian secara yudisial, lanjutnya, bisa dimungkinkan jika telah memenuhi prosedur, seperti kelengkapan alat bukti. Dalam kesempatan itu, Mahfud juga menyinggung bahwa kasus-kasus pelanggaran HAM berat bisa diselesaikan secara non yudisial.

Baca juga: Ngabalin Tuding Usulan Presiden Tiga Periode Menjerumuskan Jokowi

"Nah ini semua masih jalan. Kita merencanakan penyelesaian itu secara yudisial dan non yudisial," tandasnya.

Sebelumnya, Kejagung telah membentuk Tim Khusus Penuntasan Dugaan Pelanggaran Hak Asasi Manusia [HAM] yang Berat. Menurut Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus [JAM-Pidus] Kejagung Ali Mukartono, yang juga didapuk menjadi Wakil Ketua Timsus, pihaknya telah melaporkan hasil inventarisasi masalah kepada Jaksa Agung.

Ali mengungkap UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM menjadi masalah penyelesaian proses penanganan kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM berat yang dilakukan Komnas HAM dan Kejagung.

"Di Undang-Undang No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM, kan ini bolak balik antara Komnas HAM dan kita karena di UU itu tidak disebutkan tata cara penghentian penyelidikan. Kalau memang nggak cukup bukti, penyelidikannya seperti apa penghentiannya," ujar Ali di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta, Jumat [26/2].

"Selama ini kan Komnas HAM juga nggak mau menghentikan penyelidikan, apa karena itu nggak diatur di sana? Kita analisa," sambungnya.

Sementara itu, dalam wawancara kepada Media Indonesia, orangtua korban Tragedi Semanggi I, Benardinus Realino Norma Irawan alias Wawan, Maria Catarina Sumarsih mengatakan para korban kasus pelanggaran HAM berat hanya menghendaki penyelesaian kasus melalui proses yudisial.

Selama ini, Sumarsih menilai pemerintah selalu mengarahkan penyelesaiannya secara non yudisial. Ia menyebut penyelesaian secara non yudisial merupakan langkah impunitas negara Indonesia yang merupakan langkah hukum. [OL-4]

kemenkopolhukam Kejaksaan Agung Pelanggaran HAM

Video

Bài mới nhất

Chủ Đề