Bagaimana cara untuk mempertahankan Pancasila sebagai ideologi negara?

Oleh : Johansyah*

Cukup beralasan ketika kita mengatakan; pertahankan Pancasila. Dengan tidak bermaksud menuduh, tapi berdasarkan pengamatan berbagai fenomena di negeri ini beberapa waktu terakhir, kelihatannya ada gerakan tertentu yang mengarah pada upaya pelemahan ideologi Pancasila. Ini juga tidak terlepas dari sejarah kelam bangsa ini pada tahun 1965 lalu.

Spirit untuk mempertahankan Pancasila ini pantaslah kita gemakan pada setiap 1 Juni yang telah disepakati sebagai hari lahirnya Pancasila sebagai ideologi negara. Ideologi adalah cita-cita, cara pandang, pemikiran, dan ilmu dalam bahasa Yunani.

Ideologi kerap dimaknai sebagai seperangkat cita-cita atau ide yang menjadi sebuah keyakinan dan menentukan kerangka berpikir seseorang atau kelompok untuk mewujudkan cita-cita tertentu berlandaskan ilmu pengetahuan.

Sebagaimana disebutkan dalam sosiologi.com, ideologi pancasila dapat diartikan sebagai seperangkat ide atau cita-cita yang menentukan keyakinan dan cara berpikir untuk mewujudkan suatu tujuan dengan berlandaskan pada lima sila dalam pancasila.

Poin penting yang perlu kita garis bawahi di sini adalah berlandaskan pada lima sila atau pancasila. Ideologi berada pada tataran ide, cita-cita dan gagasan.

Secara maknawi ideologi Pancasila itu ada empat, yaitu; pertama, pancasila sebagai seperangkat ide atau gagasan yang sitematik; kedua, Pancasila sebagai pedoman dan cara hidup; ketiga, Pancasila sebagai cita-cita yang hendak dicapai; keempat, Pancasila sebagai prinsip yang dipegang teguh.

Berangkat dari nilai Pancasila

Dengan demikian, gerak laju pembangunan nasional harus berangkat dari nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi negara. Semua aspek kehidupan dalam konteks negara Indonesia harus didasarkan pada nilai-nilai Pancasila. Pancasila merupakan konsensus dari keberagaman suku dan agama yang ada di Indonesia.

Pancasila mengakui perbedaan namun tetap berada dalam satu bingkai persatuan Indonesia. Nilai persatuan ini menjadi modal utama pembangunan. Sebuah negara yang tidak bersatu dan memiliki ego sentris yang tinggi, maka negara tersebut tidak mungkin mampu menyelenggarakan pembangunan dengan baik. Konflik hanya akan menjadi penyebab pembangunan akan terhambat.

Dalam ranah pendidikan minsalnya, pendidikan nasional juga harus menjadikan nilai-nilai kebangsaan yang terangkum dalam Pancasila menjadi satu-satunya landasan utama dalam mengembangkan konsep pendidikan.

Landasan-landasan lain selain Pancasila boleh dijadikan acuan, asal tidak lebih dominan dari Pancasila itu sendiri. Hal ini mengingat bahwa ketika Pancasila dijadikan rujukan, tidak akan terjadi benturan antar suku maupun agama, karena Pancasila menghargai keberagaman.

Hati-hati virus

Pancasila adalah cita-cita. Untuk itu, pasti ada virus pengganggu yang menghalangi cita-cita mulia itu. Bagaimana mengidentifikasi virus ini? Tidak perlu menggunakan alat tes covid-19, cukup bentangkan saja lima sila yang dijadikan dasar, kemudian coba bandingkan dengan fenomena sosial, atau perilaku seseorang dan kelompok, apakah sejalan dengan lima sila itu ataukah jauh melenceng. Jika melenceng, itulah yang dinamakan dengan virus pengganggu.

Sila pertama adalah Ketuhanan yang Maha Esa. Intinya adalah republik ini hidup berdasarkan nilai-nilai agama merskipun dengan beragam agama. Maka virus sila pertama ini adalah atheisme yang anti agama.

Sekarang kita lihat di republik ini, apakah ada gejala-gejala atheisme tumbuh dan berkembang? Kalau ya, ini adalah masalah serius dan besar bagi negeri ini. Atheisme adalah terorisme-ideologis yang dapat merontokkan sila pertama Pancasila. Suatu saat bisa jadi Pancasila tidak lebih dari sekedar lambang negara. Jadi virus dari sila ketuhanan adalah anti-ketuhanan.

Sila kedua adalah Kemanusiaan yang adil dan beradab. Maka virusnya adalah semua bentuk pandangan, sikap, dan perilaku tidak manusiawi. Penguasa, pejabat, rakyat, dan siapa pun di republik ini yang tidak adil, berarti tidak beradab.

Kalau tidak beradab, berarti tidak manusiawi. Kalau tidak manusiawi, berarti dia bukan manusia Pancasila. Kalau bukan manusia Pancasila, dia tidak mengakui ideologi Pancasila. Lalu siapa sebenarnya dia.

Kemanusiaan adalah fitrah manusia. perilaku manusiawi, itulah yang sejatinya diwujudkan, kapan dan di mana pun. Konsepnya sederhana, manusiawi itu adalah sikap yang menghadirkan kerukunan, keamanan, dan kenyamanan antar sesama. Setiap sikap dan perilaku yang merusak keamanan dan kenyamanan, itu tidak manusia. Maka tidak layak dikategorikan Pancasilais.

Sila ketiga adalah Persatuan Indonesia. Berarti virusnya adalah sikap dan perilaku memecah belah persatuan. Setiap upaya yang merongrong Pancasila adalah pemecah belah persatuan, dan itu harus dilawan.

Jangan sampai negara lain mendikte dan meremot kita karena kepentingan tertentu, sebab itu semua akan menjadi penghasut persatuan. Terjadinya suasana tidak harmonis antara penguasa dan rakyat, atau antara rakyat dengan rakyat.

Persatuan yang kokoh itu sangat bergantung pada sikap kejujuran dan keterusterangan. Jika ada pengkhianatan demi kepentingan pribadi dan sesaat, perasatuan itu akan retak dan hancur. Sama seperti orang yang berumah tangga. Selama suami atau istri jujur, selamatlah rumah tangga. Tapi kalau salah satunya berkhianat, ujungnya mengarah pada perceraian.

Sila keempat adalah Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Virusnya sila keempat ini adalah kepemimpinan di setiap jenjang dan lininya yang tidak berdasarkan hikmah kebijaksanaan, mengedepankan ambisi, mengembangkan prinsip 3D [dekat, duit, dan dukun] dalam meraih kekuasaan, membuat kebijakan yang tidak berpihak pada masyarakat, dan lain-lainnya.

Kepemimpinan yang penuh hikmah itu adalah kepemimpinan yang arif, mampu memahami kebutuhan masyarakat dan membuat kebijakan yang berpihak pada kepentingan mereka.
Untuk masalah permusyawaratan/perwakilan, patutlah dikoreksi bersama soal sistem pemilihan langsung di negeri ini.

Ada benarnya ketika banyak yang menilai bahwa kita harus menjadi negara demokrasi, salah satunya dengan mewujudkannya dengan pemilihan langsung. Tapi sayang, kualitas suara seorang profesor dan tukang becak, bahkan orang yang memiliki gangguan mental ternyata sama. Jadi permusyawaratan/perwakilan itu seperti sebutan lisan saja.

Sila terakhir adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Virus sila kelima ini adalah setiap prinsip, sikap, dan perilaku ketidakadilan. Saya tidak mau mengklaim sila ini belum terwujud atau sudah terwujud, tapi mari lihat dan rasakan bersama berdasarkan pandangan yang objektif. Tentu saja, untuk mewujudkan cita-cita ini berat sekali, sangat bergantung pada pandangan kebangsaan penguasa, apa yang diinginnya dari kekuasaannya itu.

Akhirnya, ketika kita berusaha mengamalkan sila demi silanya, berarti kita sudah berjihad menyelamatkan dan dan mempertahankan masa depan bangsa ini. Sekaligus kita juga telah berusaha menjalankan ajaran agama karena sila demi sila itu juga merupakan bagian dari substansi ajaran Islam. Wallahu alam bishawab!

*Pemerhati Pendidikan, Sosial-Keagamaan

Comments

comments

Video

Bài mới nhất

Chủ Đề