Bagaimana jika tetanggamu kaya tetapi tidak mau berkurban

Gatot Susanto Last Updated 2019-07-22T04:24:48Z

                                        Foto: republika.co.id

HAJIMAKBUL.COM - Seorang teman mengaku sedih karena belum juga bisa berkurban. Semakin sedih sebab takmir masjid di sekitar rumahnya selalu  mengirim WA isinya seperti menagih apa jadi ikut patungan membeli sapi untuk kurban seharga masing-masing orang Rp 2.500.000 bersama tujuh jamaah lain. Sapi untuk kurban harganya sekitar Rp 15 juta. 

Bertambah sedih lagi sebab di grup WA jamaah masjid setiap hari diposting nama-nama siapa saja yang ikut patungan membeli sapi kurban. Masjid di sekitar rumahnya tidak terlalu besar, tapi jumlah sapi untuk kurban tergolong banyak. Hingga hari ini sudah 10 ekor. Wow!

Ini menunjukkan dua hal, pertama warga semakin makmur rezekinya banyak, kedua kesadaran sosial dan spiritual mereka meningkat. Banyak orang diberi rezeki banyak hingga jadi orang kaya raya tapi karena tidak punya kesadaran spiritual yaa tetap saja tidak mau berkurban. Dia akan kikir selama hidupnya sebab hanya ingat harta dan harta, hingga lupa siapa yang memberi harta tersebut. Orang ini dijamin kikir sadar sosial.

"Mestinya kau gak usah sedih. Bahkan harus bersyukur atas semua itu, sebab tetanggamu wis sugih kabeh!" kata seorang teman.

"Kalau tidak bisa kurban sekarang, ya kan bisa tahun depan, siapa tahu tahun depan rezekinya buuuanyak dan bisa kurban sapi sendiri. Tidak harus patungan," kata saya menghibur si teman. 

Saya sendiri tahun ini belum kurban. Sebelumnya pernah kurban kambing/domba, istri juga sudah kurban kambing/domba. Kami lebih suka kurban kambing, sebab Kanjeng Nabi Ibrahim AS dan Rasulullah SAW menurut cerita ustad di masjid, kurbannya domba/kambing, meski urutannya paling baik hewan kurban adalah onta, sapi, domba dan kambing. Hal itu merujuk pada banyaknya daging yang bisa dibagikan kepada fakir miskin. Betapa bahagianya mereka pada hari itu bisa menikmati daging. 

Saya juga belum tahu pasti apa setiap tahun harus kurban? Saya kira kalau ada rezeki yang diberikan Allah SWT, ya semestinya berkurban. Tapi saya sendiri belum kurban tahun ini bukan karena tidak ada rezeki dari Allah SWT, hanya saja kebetulan masih digunakan untuk keperluan lain. Dan insya Allah tahun depan kurban. "Syukur-syukur bisa satu ekor sapi, tanpa patungan," kata saya.

"Amiin..." kata teman-teman serentak.

"Doakan saya juga." Tambah mereka.

Namun izinkah saya juga ikut bersedih mendengar cerita pedagang hewan kurban 

di Jalan Sabeni Raya, Tanah Abang, Jakarta Pusat ini. Mereka bercerita soal warga miskin, yang mestinya mendapat kiriman daging kurban, tapi justru bersemangat membeli hewan kurban untuk Idul Adha.  

Uci, salah seorang pedagang kambing, menuturkan ada beberapa pemulung yang rutin membeli hewan kurban kepadanya.

"Beberapa pemulung sering datang ke sini membeli kambing. Biasanya setiap tahun ada," kata wanita yang telah berjualan 30 tahun di Tanah Abang itu.

Pada 2018, Uci juga pernah melayani seorang pemulung membeli kambing seharga Rp 1,7 juta yang dibayar lunas dengan uang receh. Pemulung itu berkeliling membawa gerobak sampah mengais rezeki. "Bapak pemulung itu bawa gerobak sampah, beli kambing Rp 1,7 juta untuk Idul Adha," katanya seperti diberitakan republika.co.id.

Lima tahun lalu, lanjut Uci, seorang nenek pemulung botol plastik juga pernah datang ke tempatnya membeli kambing kurban seharga Rp 800 ribu. Nenek pemulung itu tinggal di pinggiran rel kereta api di kawasan Bongkaran, Tanah Abang.

"Dia bayar lunas pakai uang receh Rp 100-an. Jumlahnya banyak banget, saya sampai capek menghitung uangnya," kata Uci. Dia terharu atas kesungguhan dan keikhlasan dua orang miskin itu.

Junaedi, pedagang kambing lainnya di Pasar Tanah Abang, juga bercerita yang sama. Pada 2016, dia pernah melayani pemulung yang membeli kambing ukuran sedang seharga Rp 1,6 juta. Pemulung itu membayar lunas.

"Kami [pedagang] tidak membedakan pembeli kaya dan miskin. Orang-orang yang membeli hewan kurban adalah untuk beribadah dan beramal," katanya.

Junaedi mengaku orang kaya dapat membeli hewan kurban lebih mudah karena mereka memiliki uang cukup. Namun, orang-orang miskin yang bekerja sebagai pemulung harus kerja keras mengumpulkan uang receh hingga bertahun-tahun agar bisa berkurban.

"Saya pikir orang-orang miskin itu lebih kaya dari orang yang mengaku kaya raya. Sebaiknya kita sempatkan kurban sebab kita sebenarnya lebih kaya ketimbang pemulung itu," kata saya.

"Ya, tapi aku kadung gak duwe duit...!" kata teman yang sedih karena gak bisa kurban tadi.

"Aku saja tak kurban, sebab memang aku belum sama sekali. Tak beli kambing saja," kata teman satunya. Orang kaya pasti berkurban. Dan orang miskin itu kaya di mata Allah SWT karena mau berkurban. Lebih-lebih mereka ikhlas. Bukan karena ingin dibalas, misalnya dipuji pak takmir, dipuji tetangga, bangga karena bisa ikut kurban, dan sejenisnya.

Orang miskin yang ikhlas berkurban mendapat pahala, sedang orang kaya yang riya' berkurban dia hanya dapat pujian dunia belaka. [Gatot Susanto] 

Cakrawala rafflesia — Hari Raya Idul Adha 1441 H yang jatuh pada Jumat [31/7/20].

Menyambut Idul Adha 2020, umat muslim akan melaksanakan ibadah kurban. Kemudian daging kurban dibagikan kepada kaum muslim yang diprioritasnya mereka kurang mampu.

Ada sebagian muslim yang menyembelih hewan kurban, tetapi ada juga yang tidak ikut menyembelihnya.

Akhirnya, pertanyaan bagaimana hukum orang kaya yang mampu berkurban tapi tak melaksanakannya, lantas apakah berdosa? muncul di kalangan umat muslim.

Sebagian orang memang memiliki kemampuan yang berbeda-beda.

Ada sebagian orang yang memiliki harta berlebih.

Orang tersebut pun dinilai mampu untuk menunaikan ibadah berkurban Idul Adha.

Tapi, bagaimana hukum bila orang kaya atau muslim yang memiliki harta berlebih itu tak berkurban?

Disadur Tribunjabar.id dari Konsultansisyariah.com, Ustadz Ahmad Anshori, Lc memberikan penjelasan.

Ustadz Ahmad Anshori menjelaskan pada dasarnya hukum berkurban adalah sunnah muakkad [sangat dianjurkan].

Sehingga orang yang meninggalkan ibadah tersebut tidak berdosa.

Pendapat tersebut dipegang oleh mayoritas ulama [jumhur].

Hanya saja ulama juga mewanti-wanti kepada muslim yang mampu kemudian tidak berkurban.

Menurut Ustadz Ahmad Anshori, orang yang mampu tapi tak berkurban maka hal itu adalah perbuatan makruh.

Oleh karena itu sebagian ulama berpandangan untuk sangat menganjurkan bagi muslim yang mampu.

Pandangan ini diambil dari dalil hadis shahih.

مَنْ وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ يُضَحِّ فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا

“Barangsiapa yang memiliki kemampuan namun tidak berqurban, makan jangan sekali-kali mendekat ke tempat sholat kami.” [HR. Ahmad dan Ibnu Majah].

Pandangan dan pendapat ini dipegang para ulama bermazhab Hanafi.

Ada juga riwayat lainnya, dari Abu Bakr, Umar dan Ibnu Abbas ketika pernah tidak berkurban, karena mereka khawtir jika berkurban dianggap suatu yang wajib.

Baca Juga :  Khutbah Jumat : Kesalahan-Kesalahan Saat Ziarah Kubur

Ustadz Ahmad Anshori menjelaskan, Imam Thahawi mengatakan, Asy-Sya’bi meriwayatkan dari Suraihah, beliau berkata,

“Saya melihat Abu Bakr dan Umar -semoga Allah meridhoi keduanya- tidak berqurban. Karena tidak ingin orang mengikutinya [pent. menganggapnya wajib].” [Mukhtashor Ikhtilaf al-Ulama 3/221].

Kemudian, Abu Mas’ud Anshori juga mengatakan,

إني لأدع الأضحى وأنا موسر مخافة أن يرى جيراني أنه حتم علي.

“Sungguh saya pernah tidak berqurban padahal kondisi saya mampu.

Karena saya khawatir tetanggaku akan berpandangan bahwa berqurban itu kewajiban. [Ahkam al Quran, al Jasshos, 5/85].

Lanjut kata Ustadz Ahmad Anshori, Ibnu Umar menegaskan,

ليست بحتم ـ ولكن سنة ومعروف

“Berkurban bukan sebuah kewajiban. Namun hanya sunah yang ma’ruf.” [Ahkam al Quran, al Jasshos, 5/85].

Demikian, Ustadz Ahmad Anshori menerangkan lebih tepat hukum berkurban adalah sunnah muakkad.

Sementara itu makna sunnah tersebut dapat dilihar dari sudut pandang fikih.

Dalam arti, bila dikerjakan mendapat pahala, bila tidak dikerjakan tidak berdosa.

Sehingga meski orang kaya atau mampu tidak berkurban tidak berdosa, hanya saja hukumnya makruh.

Hikmah berkurban

Ada beberapa hikmah ketika muslim menjalankan ibadah kurban, sebagaimana dilansir dari muslim.or.di.

1. Meraih ketakwaan

Umat muslim khendaknya tahu, kurban adalah satu di antara perintah Allah SWT.

Sebagaimana termaktub dalam firman-Nya Al Quran Surat Al Kautsar:2.

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

“Dirikanlah shalat dan berqurbanlah [an nahr].”

Tafsiran ayat ini adalah perintah Allah agar hamba-Nya berkurban pada hari raya Idul Adha [yaumun nahr].

Allah SWT juga berfirman dalam Al Quran Surat Al Hajj:37.

لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ

“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai [keridhaan] Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.”

Baca Juga :  Ingin Bahagiakan Orang Tua, Lakukan Tiga Hal Ini

Menurut tafsir ayat tersebut, bahwa mnyembeli bukan hanya daging kurbannya yang diharapkan.

Tetapi, Allah SWT mengharapkan dari kurban tersebut ada keikhlasan, ihtisab dan niat yang shalih.

Selain itu menjalan perintah-Nya berarti upaya bertakwa kepada Allah SWT.

2. Rasa Syukur yang Nikmat

Bila dikerjakan secara ikhlas, ada kenikmatan dan rasa syukur saat berkurban.

Kurban itulah dilakukan dalam rangka bersyukur kepada Allah SWT atas nikmat kehidupan yang telah diberikan.

3. Mensyariatkan ajaran Nabi Ibrahim AS

Tonggak sejarah, berkuban pertama kali diperintahkan kepada Nabi Ibrahim AS.

Tonggak sejarah, berkuban pertama kali diperintahkan kepada Nabi Ibrahim AS.

Kala itu Allah menguji kesabaran Nabi Ibrahim AS dengan memerintahkan menyembelih anak tercintanya yakni Nabi Ismail sebagi tebusan ketika an nahr [ Idul Adha].

4. Mengingat kesabaran Nabi Ibrahim AS

Berkurban juga mengingatkan pada ketaatan dan kesabaran Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS.

Mukmin yang mengingat kisah tersebut maka khendaknya menjadi pelajaran dan tauladan.

5. Lebih dari sedekah

Ibadah kurban lebih dari bersedekah dengan uang meski nilainya setara dengan hewan kurban yang disembelih.

Dalam kitab Ahkamil Udhiyah wadz Dzakaah, hal 11-12 dan Shahih Fiqh Sunnah, Ibnu Qayyim berkata:

“Penyembelihan yang dilakukan di waktu mulia lebih afdhol dari apda sedekah senilai penyembelihan tersebut.

Oleh karennya jika seseorang bersedakah untuk menggantikan kewajiban penyembelihan pada manasik tamattu’ dan qiron, meskipun dengan sedekah yang bernilai berlipat ganda, tentu tidak bisa menyamai keutamaan kurban.”

Artikel ini telah tayang di tribunjabar.id dengan judul Bagaimana Hukum Orang Kaya Tapi Tak Berkurban Apakah Berdosa? Begini Dalil Hadis dan Penjelasannya,

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề