Bagaimana pandangan Islam tentang seorang guru?


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pembahasan
Manusia adalah makhluk paling sempurna yang pernah diciptakan oleh Allah SWT. Kesempurnaan yang dimiliki manusia merupakan suatu konsekuensi fungsi dan tugas mereka sebagai khalifah di muka dumi ini. Tujuan penciptaan manusia tidak lain adalah menyembah kepada penciptanya yaitu Allah. Penyembahan di sini dalam arti luas tidak hanya berpijak pada aspek ritual [muamalah maa Allah], melainkan manusia berfungsi sebagai objek sekaligus subjek dalam pendidikan baik yang menyangkut hubungan manusia dengan tuhan maupun manusia dengan manusia. Sehingga, dalam ruang lingkup eksistensi manusia dapat memberikan suatu konstribusi sesama yang merealisasikan transformasi keilmuan demi tercapainya integritas dalam fitrahnya.
Dalam hal ini, guru/pendidik merupakan sebuah implikasi dari eksistensi manusia di dunia. Dalam arti, manusia sebagai makhluk berakal yang wajib mengemban amanah sebagai subjek sekaligus objek dalam pendidikan. Sehingga, peran pendidik sangat penting dalam mendidik dan mengarahkan pada suatu nilai-nilai atau norma-norma yang mengimplementasikan pada kemaslahatan bersama.

B. Pokok Pembahasan
Dari uraian di atas yang berimplikasi bahwa eksistensi guru/pendidik dapat memberikan suatu konstribusi sesama yang merealisasikan transformasi keilmuan demi tercapainya integritas dalam fitrahnya, pemakalah bermaksud akan mengkaji tentang apa pengertian guru yang selanjutnya diartikan sebagai pendidik beserta konsep-konsep guru dalam perspektif Islam.
.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Perngertian Guru/Pendidik
Dalam konteks Pendidikan Islam, pendidik disebut dengan murabbi, muallim dan muaddib.[1] Lebih dari itu, dari segi etimologi banyak kita jumpai istilah yang berdekatan dengan esensi arti dari pendidik tersebut. Seperti kata mudarris, ustadz, mursyid tutor,lecturer. Dari beberapa term tersebut mempunyai makna yang berbeda, sesuai konteks kalimat serta paradigma yang dibangun, meskipun di suatu tertentu mempunyai kesamaan dalam hal makna. Kesamaan itu adalah dari esensi terminologi yang bertitik tumpu pada implementasi bahwa dari kesemua term tersebut mengandung unsur pendidik. Dalam arti, mempunyai suatu kesamaan ruang lingkup pendidik tersebut dalam sebuah tujuan. Yaitu, mendidik, mengarahkan, serta mentranfosrmasikan sebuah keintelektualan dan lain sebagainya.

B. Guru Sebagai Naibul Walidaini
Dalam proses pendidikan, terdapat beberapa strata pendidik perspektif pendidikan Islam. Diantaranya:
1. Allah SWT
Dari berbagai ayat Al-Quran yang membicarakan tentang kedudukan Allah sebagai pendidik dapat dipahami dalam firman-firman yang diturunkanNya kepad aNabi Muhammad SAW. Allah memiliki pengetahuan yang amat luas. Ia juga sebagai pencipta.[2]
Diantara firmanNya:
Dan [Allah] allama ['mengajarkan] segala macam nama kepada Adam.. [Q.S. Al-Baqarah].
Dilihat dari segi historis tentang eksistensi manusia dengan tuhan, dapat diambil kesimpulan bahwa terminologi pendidik keduanya sangatlah berbeda. Allah sebagai pendidik mengetahui segala kebutuhan orang yang dididikNya sebab Dia adalah Zat Pencipta. Perhatiaan Allah tidak terbatas hanya terhadap sekelompok manusia saja, tetapi memperhatikan dan mendidik seluruh alam.
2. Nabi Muhammad SAW
Nabi sendiri mengidentifikasikan dirinya sebagai mualim [pendidik].[3] bahwa Rasulullah SAW yang dalam hal ini bertindak sebagai penerima Al-Quran, bertugas untuk menyampaikan petunjuk-petunjuk yang terdapat dalam Al-Quran tersebut, dilanjutkan dengan mensucikan dan mengajarkan manusia.[4]
Nabi sebagai penerima wahyu Al-Quran yang bertugas menyampaikan petunjuk-petunjuk kepada seluruh umat Islam kemudian dilanjutkan dengan mengajarkan kepada manusia ajaran-ajaran tersebut. Hal ini pada intinya menegaskan bahwa kedudukan nabi adalah tidak lain sebagai pendidik yang ditunjuk langsung oleh Allah SWT.
Diantara firmanNya:
2. Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan Hikmah [As Sunnah]. dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata,[Q.S. Jumuah 02]

3. Orang Tua
Pendidik dalam lingkungan keluarga, adalah orang tua. Hal ini disebabkan karena secara alami anak-anak pada awal kehidupannya berada di tengah-tengah Ayah dan Ibunya.[5] Objek utama dari pendidik di sini adalah anak-anak dari sebuah keluarga itu sendiri.
Dalam konsep lingkungan pendidikan Islam, terdapat 3 aspek yang berperan secara aktif dalam proses belajar mengajar. Bantuan atau bimbingan itu dilakukan dalam pergaulan antara pendidik dan anak didik dalam situasi pendidikan yang terdapat dalam ling­kungan rumah tangga, sekolah maupun masyarakat.[6] Jadi, dari ketiga aspek tersebut mempunyai peranan yang penting sebagai penanggung jawab pendidikan.
Diantara firmanNya:

13. Dan [ingatlah] ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan [Allah] adalah benar-benar kezaliman yang besar". [Al-Luqman 13]


4. Guru
Pendidik di lembaga pendidikan persekolahan disebut dengan guru, yang meliputi guru madrasah atau sekolah sejak dari taman kanak-kanak, sekolah menengah, dan sampai dosen-dosen di perguruan tinggi, kiyai di pondok pesantren, dan lain sebagainya.[7] Dengan kata lain, guru merupakan sebagai naibul walidaini. Dalam arti, guru sebagai fasilitator pendidikan dalam proses mentransformasikan sebuah keilmuan, kecakapan kepada peserta didiknya yang telah diamanatkan orang tua kepadanya. Melalui proses pendidikan dan pengajaran, ada tujuan yang ingin dicapai.[8] Tujuan tersebut menjadi landasan seorang guru untuk mendidik dan mengarahkannya pada kecakapan-kecakapan yang diperlukan.
Telah disebutkan di pengertian atas bahwasannya dari segi etimologi banyak kita jumpai istilah yang berdekatan dengan esensi arti dari pendidik tersebut Seperti Murobbi, Muallim, Muaaddib, mudarris, ustadz, dan mursyid. Kata atau istilah murabbi" misalnya, sering dijumpai dalam kalimat yang orientasinya lebih mengarah pada pemeliharaan, baik yang bersifat jasmani atau rohani. Pemeliharaan seperti ini terlihat dalam proses orang tua membesarkan anaknya.[9] Sedangkan untuk istilah "mu'allim", pada umumnya dipakai dalam membicarakan aktivitas yang lebih terfokus pada pemberian atau pemindahan ilmu pengetahuan dari seorang yang tahu kepada seorang yang tidak tahu. Adapun istilah "muaddib, menurut al-Attas. lebih luas dari istilah 'mu allim dan lebih relevan dengan konsep pendidikan Islam.[10] Sedangakan mudarris, ustadz,berarti guru. Istilah guru sebagaimana dijelaskan oleh Hadari Nawawi adalah orang yang kerjanya mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah/kelas.[11]
C. Paradigma Tentang Guru Dalam Perspektif Islam Beserta Implikasinya Pada Proses Pendidikan Islam

  1. Kedudukan Guru dalam Islam
Salah satu hal yang amat menarik pada ajaran Islam ialah penghargaan Islam yang sangat tinggi terhadap guru. Begitu tingginya penghargaan itu sehingga menempatkan kedudukan guru setingkat di bawah kedudukan Nabi dan Rasul.[12] Karena guru selalu terkait dengan ilmu [penge­tahuan] sedangkan Islam amat menghargai pengetahuan. Tidak hanya itu saja, seorang guru juga harus mempunyai sifat-sifat yang menitik beratkan pada implementasi kebaikan. Sehingga, seorang guru sangat dipandang mempunyai strata di bawah kedudukan nabi dan rasul.
Hal ini dijelaskan Allah dan Rasulnya:

11. Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. [Q.S. Mujadilah 11].



خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْأَنَ وَعَلَّمَهُ
Sebaik-baik kamu adalah orang yang mempelajari Al-Quran dan Mengajarkannya.

Firman Allah dan sabda Rasul tersebut menggambarkan tingginya kedudukan orang yang mempunyai ilmu Pengetahuan [pendidik].[13] Hal ini beralasan bahwa dengan pengetahuan dapat mengantarkan manusia untuk selalu berpikir dan menganalisa hakikat semua fenomena yang ada pada alam. sehingga mampu membawa manusia semakin dekat dengan Allah.

  1. Professionalisme Karakter Guru
Secara etimologi, karakter berarti tabiat/pembawaan. dalam proses pendidikan, integritas karakter seorang guru harus terbangun demi professionalisme dalam mendidik. Dalam hubungan ini disepakati adanya tiga kriteria suatu pekerjaan profesional. Ketiga kriteria itu adalah sebagai berikut:
    1. Setiap profesi dikem­bangkan untuk memberikan layanan tertentu kepada masyarakat.
    2. Profesi bukan sekedar mata pencaharian, tetapi juga tercakup pengertian "pengabdian kepada sesuatu".
    3. Mempunyai ke­wajiban untuk menyempurnakan prosedur kerja yang mendasari pengabdiannya secara terus-menerus dan tidak mandek.[14]
Jadi, dalam konteks ini, profesionalisme guru mencakup 3 ciri aspek, yaitu: guru mengandung unsur pengabdian dengan memberikan layanan kepada masyarakat. Profesinya tersebut bukan sekedar sebagai mata pencaharian. Dan lebih penting dari itu, dalam guru tersebut harus mempunyai suatu pengembangan secara terus menerus dimaksudkan agar tidak ada stagnasi dalam proses pendidikan itu sendiri.

  1. Tugas Guru Dalam Proses Pendidikan Islam
Pada dasarnya, Islam adalah agama amal atau kerja [praksis]. Inti ajaranNya adalah bahwa hamba mendekati dan memperoleh ridha Allah melalui kerja atau amal saleh dan dengan memurnikan sikap penyembahan hanya kepadaNya.[15] Hal ini mengandung makna bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan. Salah satu implementasinya adalah melaksanakan tugas kodrat yang diemban oleh seorang guru.
Dalam hal ini S. Nasution menjadikan tugas guru menjadi tiga bagian berikut:
1. sebagai orang yang mengkomunikasikan pengetahuan. Dengan tugasnya ini maka guru harus memiliki pengetahaun yang mendalam tentang bahan yang akan diajarkan. Sebagai tindak lanjutnya dari tugas ini maka seorang guru tidak boleh berhenti belajar, kerena pengetahuan yang akan dibe­rikan kepada anak didiknya terlebih dahulu harus dia pelajari.
2. guru sebagai model yaitu dalam bidang studi yang diajarkan­nya merupakan sesuatu yang berguna dan dipraktekkan dalam kehidupannya sehari-hari, sehingga guru menjadi model atau contoh nyata dari yang dikehendaki oleh mata pelajaran tersebut,
3. guru yang menjadi model sebagai pribadi, ia berdisiplin, cermat berfikir, mencintai pelajarannya, atau yang menghidupkan idealisme dan luas dalam pandangannya [wacananya].[16]


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Secara Etimologi, dijumpai istilah yang berdekatan dengan esensi arti dari pendidik tersebut. Dari beberapa term tersebut mempunyai makna yang berbeda, sesuai konteks kalimat serta paradigma yang dibangun, meskipun di suatu tertentu mempunyai kesamaan dalam hal makna.
2. Dalam proses pendidikan, terdapat beberapa strata pendidik perspektif pendidikan Islam. Diantaranya: Allah, Nabi Mohammad SAW., Orang tua, dan Guru sebagai Naibul Walidaini atau Pengganti Orang tua Sebagai Pendidik.
3. Paradigma tentang guru dalam perspektif islam meliputi: Keudukan Guru Perspektif Islam, Profesionalisme karakter yang ada Pada Guru, dan Tugas-tugas yang diembang oleh seorang guru dalam proses pendidikan.

B. Saran
Sayogianya, Menjadi seorang guru harus mempunyai 3 ciri aspek yang dibangaun, yaitu berpandangan bahwa menjadi seorang guru adalah suatu tuntutan agama serta menitik beratkan pada nilai pengabdian. Seperti yang dikatakan S. Nasution, guru tidak boleh dalam keadaan stagnasi pada ruang lingkup keintelektualan, metode dan lain sebagainya yang itu tidak memberikan sebuah konstribusi pada nilai pengembangan. Seorang guru juga harus mempunyai sifat profesional dalam segala hal. Misalnya dari segi sifat, keilmuan, DLL.


DAFTAR PUSTAKA



Basuki, M. Miftahul Ulum. Pengantar Ilmu Pendidikan Islam. Ponorogo: Stain Press, 2007.
Daradjat, Zakiah. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
Muhaimin. Wacana Pengembangan Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003.
Muhaimin, Sutiah, Nur Ali. Paradigma Pendidikan Islam.Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2008.
Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2002.
Tohirin. Psikologi Pembelajaran Agama Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006.
Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam.Bandung: PT. Rosdakarya, 1992.




[1] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam [Jakarta: Kalam Mulia, 2002], 56.
[2] Ibid, 59.
[3] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam [Jakarta: Kalam Mulia, 2002], 59.
[4] Basuki, M. Miftahul Ulum, Pengantar Ilmu Pendidikan Islam, [Ponorogo: Stain Press, 2007], 83
[5] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam [Jakarta: Kalam Mulia, 2002], 60.
[6] Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam [Jakarta: Bumi Aksara, 2008], 34.
[7] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam [Jakarta: Kalam Mulia, 2002], 60.
[8] Tohirin, Psikologi Pembelajaran Agama Islam, [Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006], 175
[9] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam [Jakarta: Kalam Mulia, 2002], 56
[10] Ibid, 57
[11] Basuki, M. Miftahul Ulum, Pengantar Ilmu Pendidikan Islam, [Ponorogo: Stain Press, 2007], 79.
[12] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, [Bandung: PT. Rosdakarya, 1992], 76.
[13] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam [Jakarta: Kalam Mulia, 2002], 61.
[14] Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, [Yogyakar: taPustaka Pelajar, 2003], 223.
[15] Muhaimin, Sutiah, Nur Ali, Paradigma Pendidikan Islam, [Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2008], 113.
[16] Basuki, M. Miftahul Ulum, Pengantar Ilmu Pendidikan Islam, [Ponorogo: Stain Press, 2007], 81.

Video

Bài mới nhất

Chủ Đề