Bagaimana pendapat para ulama tentang bunga bank

HAJIUMRAHNEWS.COM - Bunga bank sering dimaknai oleh sebagian orang sebagai riba yang kemudian dihukumi haram.

Para ulama baik salaf maupun kontemporer memang sepakat terkait hukum keharaman riba. Namun, terkait hukum bunga bank banyak perbedaan pendapat oleh para ulama.

Berikut merupakan pendapat-pendapat hukum bunga bank menurut para ulama. Seperti dilansir dari NU Online pada Senin, [25/7/2022].

Pertama, sebagian ulama, seperti Yusuf Qaradhawi, Mutawalli Sya’rawi, Abu Zahrah, dan Muhammad al-Ghazali, menyatakan bahwa bunga bank hukumnya haram, karena termasuk riba. Pendapat ini juga merupakan pendapat forum ulama Islam, meliputi: Majma’ al-Fiqh al-Islamy, Majma’ Fiqh Rabithah al-‘Alam al-Islamy, dan Majelis Ulama Indonesia [MUI].   

Adapun dalil diharamkannya riba adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam Surat al-Baqarah ayat 275:
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا

“Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”   

Dan hadits Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdillah:

  عَنْ جَابِرٍ قَالَ: لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُوْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ

Dari Jabir, ia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat orang yang memakan [mengambil] riba, memberikan, menuliskan, dan dua orang yang menyaksikannya.” Ia berkata: “Mereka berstatus hukum sama.” [HR. Muslim, nomor 2994].

Page 2

Kedua, sebagian ulama kontemporer lainnya, seperti Syekh Ali Jum’ah, Muhammad Abduh, Muhammad Sayyid Thanthawi, Abdul Wahab Khalaf, dan Mahmud Syaltut, menegaskan bahwa bunga bank hukumnya boleh dan tidak termasuk riba.

Pendapat ini sesuai dengan fatwa yang dikeluarkan Majma’ al-Buhus al-Islamiyyah tanggal 23 Ramadhan 1423 H, bertepatan tanggal 28 November 2002 M.

Mereka berpegangan pada firman Allah subhanahu wata’ala Surat an-Nisa’ ayat 29:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu.”  

Pada ayat di atas, Allah melarang memakan harta orang lain dengan cara yang batil, seperti mencuri, menggasab, dan dengan cara riba. Sebaliknya, Allah menghalalkan hal itu jika dilakukan dengan perniagaan yang berjalan dengan saling ridha.

Karenanya, keridhaan kedua belah pihak yang bertransaksi untuk menentukan besaran keuntungan di awal, sebagaimana yang terjadi di bank, dibenarkan dalam Islam.  

Di samping itu, mereka juga beralasan bahwa jika bunga bank itu haram maka tambahan atas pokok pinjaman itu juga haram, sekalipun tambahan itu tidak disyaratkan ketika akad.

Akan tetapi, tambahan dimaksud hukumnya boleh, maka bunga bank juga boleh, karena tidak ada beda antara bunga bank dan tambahan atas pokok pinjaman tersebut.  

Di dalam fatwa Majma’ al-Buhus al-Islamiyyah disebutkan:  

Page 3

إِنَّ اسْتِثْمَارَ الْأَمْوَالِ لَدَى الْبُنُوْكِ الَّتِيْ تُحَدِّدُ الرِّبْحَ أَوِ العَائِدَ مُقَدَّمًا حَلَالٌ شَرْعًا وَلَا بَأْسَ بِهِ

Sesungguhnya menginvestasikan harta di bank-bank yang menentukan keuntungan atau bunga di depan hukumnya halal menurut syariat, dan tidak apa-apa. [Lihat: Ali Ahmad Mar’i, Buhus fi Fiqhil Mu’amalat, Kairo: Al-Azhar Press, halaman 134-158; Asmaul Ulama al-ladzina Ajazu Fawaidal Bunuk; Fatwa Majma' Buhuts al-Islam bi Ibahati Fawaidil Masharif]  

Pada Munas ‘Alim Ulama NU di Bandar Lampung tahun 1992, terdapat tiga pendapat tentang hukum bunga bank:

Pertama, pendapat yang mempersamakan antara bunga bank dengan riba secara mutlak, sehingga hukumnya adalah haram.

Kedua, pendapat yang tidak mempersamakan bunga bank dengan riba, sehingga hukumnya adalah boleh.

Ketiga, pendapat yang mengatakan bunga bank hukumya syubhat.

Meski begitu, Munas memandang perlu untuk mencari jalan keluar menentukan sistem perbankan yang sesuai dengan hukum Islam.   Dari paparan di atas, dapat dipahami bahwa hukum bunga bank merupakan masalah khilafiyah.

Ada ulama yang mengharamkannya karena termasuk riba, dan ada ulama yang membolehkannya, karena tidak menganggapnya sebagai riba. Tetapi mereka semua sepakat bahwa riba hukumnya haram.   

Terhadap masalah khilafiyah seperti ini, prinsip saling toleransi dan saling menghormati harus dikedepankan. Sebab, masing-masing kelompok ulama telah mencurahkan tenaga dalam berijtihad menemukan hukum masalah tersebut, dan pada akhirnya pendapat mereka tetap berbeda.  

Karenanya, seorang Muslim diberi kebebasan untuk memilih pendapat sesuai dengan kemantapan hatinya. Jika hatinya mantap mengatakan bunga bank itu boleh maka ia bisa mengikuti pendapat ulama yang membolehkannya. Sedangkan jika hatinya ragu-ragu, ia bisa mengikuti pendapat ulama yang mengharamkannya.

Page 4

Senin, 25 Juli 2022 | 10:36 WIB

AKURAT.CO Seminggu terakhir masyarakat Indonesia digegerkan dengan terorisme, baik kejadian bom bunuh diri di Gereja Katedral, Makassar, penyerangan Mabes Polri di Jakarta, dan penangkapan sejumlah terduga teroris di berbagai daerah.

Yang mencengangkan, teroris yang melakukan bom bunuh diri dan yang melakukan penyerangan di Mabes Polri itu meninggalkan wasiat, yang keduanya menyinggung soal keharaman bunga bank karena dianggap riba. Bunga bank dianggap sebagai harta yang tidak berkah, karena didapat dengan jalan yang "haram".

Dalam kenyataannya, para ulama berbeda pendapat soal bunga bank apakah itu riba atau bukan. Memang ada ulama yang menganggapnya riba, tetapi kita juga tak boleh menutup mata dengan adanya ulama lain yang membolehkan dengan pendapat dan argumennya masing-masing.

Dikutip NU Online, sebagian ulama yang menganggap bunga riba adalah Yusuf Qaradhawi, Mutawalli Sya’rawi, Abu Zahrah, dan Muhammad al-Ghazali. Ulama-ulama ini menyatakan bahwa bunga bank hukumnya haram, karena termasuk riba. Pendapat ini juga merupakan pendapat forum ulama Islam, meliputi: Majma’ al-Fiqh al-Islamy, Majma’ Fiqh Rabithah al-‘Alam al-Islamy, dan Majelis Ulama Indonesia [MUI].

Dalil yang digunakan adalah ayat Al-Qur'an:

وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا

Artinya: “Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”

Selain argumen ayat di atas, juga hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdillah, beliau bersabda:

عَنْ جَابِرٍ قَالَ: لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُوْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ

Page 2

Artinya: "Dari Jabir, ia berkata: “Rasulullah SAW melaknat orang yang memakan [mengambil] riba, memberikan, menuliskan, dan dua orang yang menyaksikannya.” Ia berkata: “Mereka berstatus hukum sama.” [HR. Muslim, nomor 2994]. [Lihat: Yusuf Qaradhawi, Fawa’id al-Bunuk Hiya al-Riba al-Haram, Kairo: Dar al-Shahwah, halaman 5-11; Fatwa MUI Nomor 1 tahun 2004 tentang bunga].

Bila kita melihat secara cermat, dalil-dalil yang digunakan sebagai argumentasi pengharaman bunga bank karena dianggap riba tidak sedikitpun menyebut secara eksplisit kalimat bunga bank, dengan berbagai sinonim dan atau turunannya. Kalimat yang digunakan masih menggunakan istilah "riba" secara umum.

Sementara itu sebagian ulama berpendapat bahwa bunga bank bukanlah riba, dan boleh serta halal untuk dikonsumsi. Ulama yang berada pada pendapat kedua inj seperti syaikh Ali Jum’ah, Muhammad Abduh, Muhammad Sayyid Thanthawi, Abdul Wahab Khalaf, dan Mahmud Syaltut. Mereka menegaskan bahwa bunga bank hukumnya boleh dan tidak termasuk riba. Pendapat ini sesuai dengan fatwa yang dikeluarkan Majma’ al-Buhus al-Islamiyyah tanggal 23 Ramadhan 1423 H, bertepatan tanggal 28 November 2002 M.

Mereka berpegangan pada firman Allah subhanahu wata’ala Surat an-Nisa’ ayat 29:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu.”

Melalui ayat Al-Qur'an ini ulama-ulama bagian kedua ini mengaggap bunga bank bukan sebagai riba, dan masuk dalam kategori harta yang didapat melalui perniagaan dan bunga bank tidak didapatkan dengan cara batil. Artinya, selagi antara dua orang yang melakukan transaksi saling setuju di awal maka bunga bank bukan termasuk riba, tetapi harta yang didapati melalui perniagaan. 

Kesimpulannya, Pertama, terhadap persoalan bunga bank tidak semua ulama menganggapnya sebagai riba. Ada sebagian yang menganggap sebagai perniagaan yang tidak didapat dengan cara batil. Kita tak boleh menutup mata dengan argumen-argumen yang beragam itu, dan boleh memilih selagi didapati argumentasinya. 

Kedua, pendapat yang menganggap bunga bank riba hanya menyisakan begitu saja antara bunga bank dan riba, tanpa melihat sisi-sisi usaha dalam unsur perniagaan. Argumentasi yang digunakan untuk menganggap bunga bank sebagai riba pun tidak menyebut bunga bank itu riba [secara zahir teks]. 'Ala kulli hal, penulis lebih sependapat bahwa bunga bank bukan riba, selagi ada transaksi dan persetujuan di awal antara orang-orang yang bertransaksi. Wallahu A'lam.[]

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề