Bagaimanakah peran pemerintah dalam memenuhi kebutuhan masyarakat yang tidak pada negara tersebut?

Pandemi virus korona atau Covid-19 telah memberikan dampak signifikan kepada seluruh masyarakat, mulai dari pengusaha, pegawai, pekerja pabrik, sopir taksi, sopir bus, sopir truk, kernet, pengemudi ojek, petugas parkir, para pengrajin, pedagang kecil, hingga pelaku usaha mikro. Oleh sebab itu, pemerintah berkomitmen untuk memberikan perhatian besar dan memberikan prioritas utama untuk menjaga pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat dan meningkatkan daya beli masyarakat di lapisan bawah.

Demikian disampaikan Presiden Joko Widodo dalam keterangan persnya di Istana Merdeka, Jakarta, pada Kamis, 9 April 2020. Dalam kesempatan tersebut, Presiden pun merinci sejumlah bantuan sosial yang disiapkan pemerintah guna menghadapi dampak Covid-19 bagi masyarakat.

"Pada tanggal 31 Maret yang lalu, saya telah menyampaikan kebijakan mengenai penerima manfaat dari Program Keluarga Harapan [PKH] yang diberikan kepada 10 juta keluarga penerima, jumlahnya total anggarannya adalah Rp37,4 triliun. Kemudian yang berkaitan dengan Kartu Sembako diberikan kepada 20 juta penerima, per orang diberikan Rp200 ribu per bulannya dan totalnya adalah Rp43,6 triliun," kata Presiden.

"Kemudian Kartu Prakerja yang sudah saya sampaikan yang lalu juga 5,6 juta orang [dengan] insentif pascapelatihan sebesar Rp600 ribu selama 4 bulan, anggaran yang disiapkan adalah Rp20 triliun. Kemudian juga pembebasan tarif listrik 450VA dan diskon tarif listrik untuk 900VA, yang tadi yang 450VA [sejumlah] 24 juta pelanggan dan yang 900VA [sejumlah] 7 juta pelanggan, anggaran yang disiapkan adalah Rp3,5 triliun," kata Presiden.

Adapun dalam minggu ini, pemerintah telah memutuskan beberapa kebijakan bantuan sosial yang baru yaitu bantuan khusus bahan pokok sembako dari pemerintah pusat untuk masyarakat di DKI Jakarta. Bantuan ini dialokasikan untuk 2,6 juta jiwa atau 1,2 juta KK [kepala keluarga] dengan besaran Rp600 ribu per bulan selama 3 bulan, anggaran yang dialokasikan [sebesar] Rp2,2 triliun.

"Kemudian bantuan sembako untuk wilayah Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi diberikan kepada 1,6 juta jiwa atau 576 ribu KK sebesar Rp600 ribu per bulan selama 3 bulan dengan total anggaran Rp1 triliun. Untuk masyarakat di luar Jabodetabek akan diberikan bantuan sosial [bansos] tunai kepada 9 juta KK yang tidak menerima bansos PKH maupun bansos sembako. Sekali lagi, kepada 9 juta KK sebesar Rp600 ribu per bulan selama 3 bulan dan total anggaran yang disiapkan adalah Rp16,2 triliun," kata Presiden.

Di samping itu, Presiden menjelaskan bahwa sebagian dana desa juga segera dialokasikan untuk bantuan sosial di desa. Bantuan tersebut diberikan kepada kurang lebih 10 juta keluarga penerima dengan besaran Rp600 ribu per bulan selama 3 bulan dan total anggaran yang disiapkan adalah Rp21 triliun.

Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah juga akan memperkuat program padat karya tunai di kementerian-kementerian yang total anggarannnya adalah Rp16,9 triliun. Program tersebut dilaksanakan di beberapa kementerian, seperti di Kementerian Desa dengan target 59 ribu tenaga kerja.

"Kementerian PUPR dengan program padat karya tunai juga, targetnya 530 ribu tenaga kerja dengan total nilai kurang lebih Rp10,2 triliun. Kemudian di kementerian-kementerian yang lain: Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, kemudian Kementerian Perhubungan," kata Presiden.

Sementara itu, Kepala Negara menyebut bahwa Polri juga akan melaksanakan program bantuan dalam bentuk Program Keselamatan. Program tersebut seperti program Kartu Prakerja, yang mengombinasikan bantuan sosial dan pelatihan.

"Targetnya adalah 197 ribu pengemudi taksi, sopir bus atau truk, dan kernet akan diberikan insentif Rp600 ribu per bulan selama 3 bulan, anggaran yang disiapkan di sini adalah sebesar Rp360 miliar," kata Presiden.

Di penghujung keterangannya, Presiden berkomitmen bahwa pemerintah akan terus berupaya untuk menyisir lagi anggaran-anggaran yang tersedia untuk menambah lagi bantuan sosial, memperluas peluang kerja bagi masyarakat di lapisan bawah untuk program padat karya. Ia pun mengajak para pengusaha untuk tidak memutus hubungan kerja karyawannya di tengah pandemi ini seraya mengajak semua pihak bekerja sama.

"Kita harus sadar bahwa tantangan yang kita hadapi tidak mudah, kita harus hadapi bersama-sama. Saya mengajak para pengsuaha untuk berusaha keras mempertahankan para pekerjanya dan saya mengajak semua pihak untuk peduli kepada masyarakat yang kurang mampu dengan bergotong-royong secara nasional, kita bisa mempertahankan capaian pembangunan dan memanfaatkannya untuk lompatan kemajuan," kata Presiden.

"Sekali lagi, saya ingin memberikan apresiasi yang tinggi kepada seluruh jajaran yang bergerak di depan, dalam hal ini dokter, para perawat, tenaga medis yang berada di rumah sakit dalam kita berperang melawan Covid-19 ini. Saya memberikan apresiasi yang tinggi dan itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini," kata Presiden. [Humas Kemensetneg]

Ilmu ekonomi lahir karena adanya kondisi kelangkaan [scarcity], yaitu suatu kondisi dimana kebutuhan masyarakat tidak terbatas namun sumber daya yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan tersebut terbatas. Pada awalnya, konsep ekonomi yang berkembang adalah bagaimana memenuhi kebutuhan tersebut dengan menyerahkannya kepada mekanisme pasar. Hal ini tentunya berimplikasi pada terbatasnya intervensi tangan pemerintah.

Pada tahun 1776, Adam Smith, seorang ekonom klasik, menerbitkan buku yang berjudul The Wealth of Nations, dimana salah satu prinsip yang ditawarkan adalah kebebasan pasar. Smith menyatakan bahwa dengan mengimplementasikan pasar bebas justru akan mendorong teralokasinya sumber daya dengan efektif dan efisien. Permintaan dan penawaran pasar adalah “tangan tak terlihat” [invisible hand] yang akan menstimulus pasar menunju kesetimbangannya. Prinsip ini menolak campur tangan pemerintah, karena justru akan mengganggu mekanisme pasar itu sendiri. Prinsip ini juga sering dikenal dengan laissez-faire [let it be]. Konsep ini berkembang pesat dan klimaksnya adalah munculnya revolusi industri.

Namun ternyata, mekanisme pasar tidaklah selalu efektif dan efiesien. Mengapa? Pertama, karena informasi yang dibutuhkan konsumen dan supplier tidaklah selalu tersedia, sehingga adakalanya menimbulkan kelebihan atau kekurangan persediaan dalam pasar. Informasi kebutuhan konsumen tidak selalu dapat ditangkap oleh supplier, dan sebaliknya. Kedua, kompetisi juga tidaklah selalu efektif, persaingan yang tidak sehat seperti adanya monopoli akan sangat menganggu keseimbangan pasar. Ketiga, lahirnya dampak buruk industri seperti isu lingkungan. Keempat, akan muncul kebutuhan masyarakat yang tidak bisa disediakan oleh pasar, seperti fasilitas-fasilitas publik. Contoh dari kegagalan pasar tersebut adalah terjadinya Great Depression pada tahun 1930.

Pada tahun 1930s, John Maynard Keynes, perintis ilmu makroekonomi, mengeluarkan buku yang berjudul The General Theory of Employment, Interest, and Money. Melalui buku inilah, Keynes mengeluarkan gagasan tentang perlunya kebijakan intervensi pemerintah. Gagasan ini dilatarbelakangi oleh peristiwa Great Drepession yang membuat tingkat pengangguran luar bisa tinggi.

Keynes menyatakan bahwa cara terbaik untuk mengeluarkan suatu negara dari kondisi resesi [kondisi permintaan dan penawaran di bawah kapasitas optimal] adalah dengan melibatkan pemerintah terutama untuk mendorong kembali posisi permintaan dan penawaran dalam pasar melalui kebijakan belanja dan investasi. Selain itu, untuk mengendalikan dampak sosial dan lingkungan, pemerintah juga harus mulai menekan produk-produk yang membahayakan sosial dan lingkungan dengan kebijakan pajak. Pemerintah juga harus mengambil peranan dalam penyediaan barang-barang publik yang tidak diminati oleh sektor privat, sehingga tentunya membutuhkan sumber-sumber penerimaan. Kebijakan terkait pengeluaran dan penerimaan pemerintah inilah yang sekarang kita kenal dengan istilah kebijakan fiskal.

Gagasan yang dikeluarkan oleh Keynes merupakan pijakan yang menyadarkan para pelaku ekonomi akan pentingnya peranan pemerintah dalam perekonomian. Kebijakan intervensi pemerintah dalam ekonomi pun berkembang, yang tentunya semakin menyesuaikan dengan kondisi pasar. Mengutip pernyataan Mike Moffat dalam artikelnya “The Government’s Role in Economy [2017], “In the narrowest sense, the government's role in the economy is to help correct market failures, or situations where private markets cannot maximize the value that they could create for society. This includes providing public goods, internalizing externalities, and enforcing competition. That said, many societies have accepted a broader role of government in a capitalist economy.” Moffat menyatakan bahwa peran pemerintah dalam ekonomi sejatinya dibagi menjadi tiga hal, yaitu 1] untuk mengatasi adanya kegagalan pasar akibat pemenuhan kebutuhan pasar yang tidak optimal, termasuk didalamnya penyediaan barang publik, 2] mengendalikan eksternalitas seperti munculnya dampak lingkungan akibat industri, serta 3] mendorong kompetisi/persaingan pasar yang sehat.

Di dunia ilmu makroenomi modern, intervensi pemerintah sangat tergantung pada kondisi masing-masing negara. Tidak terdapat teori yang secara khusus digunakan untuk memutuskan sejauh apa intervensi pemerintah dalam perekonomian. Sebagai contoh, New Zealand memposisikan pemerintahnya sebagai regulator, pengumpul pajak, pemilik [dhi. aset], dan penyedia [dhi. layanan publik], sementara Amerika, memposisikan pemerintahnya sebagai penyedia [dhi. layanan publik], regulator dan pengawas, dan penggerak pertumbuhan dan stabilitas. Pemerintahan New Zealand memiliki intervensi lebih banyak jika dibandingkan dengan Amerika, terutama terkait dengan pengelolan aset. Berdasarkan praktik yang ada, secara umum, intervensi pemerintah dapat diklasifikasikan dua kelompok, yaitu 1] adakalanya cukup sebagai regulator dan supervisor dan 2] adakalanya harus bertindak sebagai penyedia dan pengelola [provider dan manajer]. Khusus untuk penyedia dan pengelola dibagi menjadi dua fungsi, yaitu 1] penyedia layanan dan barang publik dan 2] penyedia kebutuhan masyarakat yang tidak dapat dipenuhi oleh pasar.

Intervensi pemerintah sebagai penyedia dan pengelola sangat tergantung dengan kondisi pasar. Apabila pasar sudah efektif, maka intervensi pemerintah cenderung rendah. Pada umumnya pemerintah hanya akan memposisikan dirinya sebagai regulator dan supervisor, sementara untuk penyediaannya diserahkan kepada pasar [sektor privat]. Namun apabila pasar belum efektif [misal, masih ada gap antara permintaan masyarakat dan suplainya], maka mau tidak mau pemerintah harus masuk sebagai market player, baik turun langsung maupun melalui institusi yang dibentuk, seperti BUMN. Efektif tidaknya suatu pasar pun akan berubah seiring dengan perkembangan ekonomi, maka tingkat intervensi pemerintah juga harus adaptif.

Video yang berhubungan

Bài Viết Liên Quan

Bài mới nhất

Chủ Đề