Benarkah Allah memperkenalkan diri nya melalui Asmaul Husna Mengapa?

26 Prof Dr. M Quraish Shihab mengatakan sebagai berikut: Jalan menuju lebih dekat mengenal Allah, ada banyak konsep yang menunjukan kita untuk mengenal Allah, di antaranya adalah dengan akal, karenanya di dalam Al- Qur’an tidak ada pembahasan tentang wujud tuhan, karena hal itu adalah aksioma. Orang yang tidak meyakini wujud tuhan maka hatinya akan galau dan gelisah. Namun kemampuan akal ini terbatas untuk mengenal Allah, yang terpenting jangan melampaui batas sampai ingin mengenal Zat-Nya, karena hal ini dipastikan tidak akan mampu. Seperti kita melihat matahari atau bulan, apakah yang kita lihat itu zat matahari dan bulan, tidak, yang kita lihat justru sebenarnya adalah pantulan dari sinar matahari dan bulan. Oleh karena itu, cukup bagi kita mengenal Allah dengan cara memikirkan ciptaan-Nya, sebagaimana Sabda Nabi Saw. Tafakkaru fi al- khalqi Allah wala tafakkaru fi al-dzati Allah yang artinya, “Berpikirlah tentang ciptaan-Nya dan jangan kalian berpikir tentang Dzat- Nya”. Karena memang kita tidak mungkin akan sampai pada Dzat Allah. Memikirkan ciptaan-Nya saja sungguh mengagumkan dan bahkan tidak sampai pada hakikat ciptaan-Nya. Jadi cukup dengan melihat bekas-bekas yang ditinggalkan Allah di alam semesta ini untuk menunjukkan eksistensi Tuhan. Akan tetapi, kita perlu kenal tuhan, kita disuruh patuh dan untuk itu perlu kenal, bahkan kita disuruh cinta itu perlu kenal, maka Allah memperkenalkan diri-Nya, Aku itu wujud. Aku itu begini dan begitu. Pengenalan Allah terhadap diri-Nya kepada kita itu unik, keunikannya karena keterbatasan kita dan tidak keterbatasan Dia. Allah seringkali memperkenalkan nama dan sifat-Nya dalam Al-Qur`an dengan hal yang dikenal nalar kita, bahwa Dia Maha Mendengar, Melihat dan lain-lainya, tapi harus kita yakini bahwa mendengar dan melihat-Nya Allah berbeda dengan mendengar dan melihatnya kita yang penuh keterbatasan. Sehingga nama dan sifat Allah itu jangan kita pikir materinya, berarti Allah memiliki telinga dan mulut, hal itu mustahil kita katakan, karena Allah tidak bertempat dan bukan materi. Setelah Allah memperkenalkan nama dan sifat-Nya, Allah juga menegaskan bahwa Dia laisa kamitslihi syai`un tidak ada sesuatupun yang seperti seperti-Nya. Yang seperti dengan seperti-Nya saja tidak ada, apalagi yang sama seperti-Nya. Allah memperkenalkan diri-Nya, jika kita merujuk kepada Al- Qur`an, Allah memperkenalkan diri-Nya pertama kali disurah Iqra`: قلخ هلا كب مْساب ْأ ْقا 1 قلع ْنم ناسْ ْْا قلخ 2 ْك ْْا كُب ْأ ْقا 3 Artinya: “Bacalah dengan menyebut nama Tuhamnu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. 27 Bacalah, dan Tuhamnulah Yang Maha Mulia ” QS : Al-‘Alaq, ayat 1- 3. Ada dua sifat Allah di sini, khalaq dan akram, dua nama itu yang pertama diperkenalkan oleh Allah. Memang ada kata Rabb, apa artinya rabb. Kita ambil contoh, Allah itu Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Artinya, ini ada dua sifat Allah, dan begitu juga Rabb itu Tuhan yang memelihara, melihat, mendengar, sifat itu bisa ada pada sifat pada manusia, tetapi ada sifat yang tidak mungkin ada pada kita, ambil misalnya, sifat Keesaan-Nya dan Wujudnya Langgeng. Ada sifat-sifat Allah yang melekat pada diri-Nya, tapi tidak bisa menyentuh makhluk, meski ada juga sifat-sifat-Nya yang menyentuh makhluk. Hal itu terdapat dalam sifat zat dan sifat perbuatan-Nya. Jadi, yang mana lebih luas, Allah atau Rabb, karena Allah qudus, Allah wahid, Allah razzaq, semuanya itu menunjukkan bahwa Allah lebih luas daripada Rabb. Rabb hanya berkaitan dengan sifat af„al Allah. Kita kembali ke bahasan tentang Allah. Dia memperkenalkan diri- Nya, khalaq dan akram, kalau di asmaul husna sesuai dengan Firman Allah: ا ب عْداف ىنْسحْلا ءا ْس ْْا هَ 180 Artinya: “Dan Allah memiliki Asma‟ul Husna nama-nama yang terbaik, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asma‟ul Husna” QS : Al-A’raf, ayat,180. Begitu juga yang diriwayatkan dalam satu riwayat bahwa Asma‟ul Husna itu ada 99: ةهنجْلا لخد اهاصْحأ ْنم اً حا هَإ ٌةئام اً ْسا نْيعْست ًةعْست ىلاعت َ هنإ Artinya: “Sesunggunya Allah itu memilki 99 nama, siapa yang ahshaha mengetahuinya secara benar, maka dia masuk surga” Banyak orang salah dalam memahami kata ahsha. Kata ini berarti mengetahui secara rinci, jadi bukan hanya sekedar mengahapalnya satu demi satu sampai 99. Sebab kalau hanya sekedar meyebutkan jumlahnya hingga menghapalnya, maka ada binatang yang bisa melakukan itu semua, tetapi tidak ada binatang yang bisa memahaminya. Oleh karena itu, kita harus lebih tinggi dari sekedar menghapalnya, yaitu memahaminya secara mendalam dan rinci. 28 Sepertinya setiap kita mampu mengucapkan kata ar-rahman dan bahkan tahu artinya, tetapi untuk mencapai artinya secara rinci dan dalam kita berbeda-beda. Akan tetapi, untuk memahami lebih jauh apa arti ar- rahman membutuhkan pengetahuan yang lebih dalam dari sekedar menghapal. Menghayati makna itu lebih tinggi, dan orang yang menghayatinya, bisa jadi dia sekedar menghayatinya tetapi tidak merasakan nikmatnya. Contoh, ada seorang murid sangat kagum pada gurunya, sangat senang mendengar pelajaran-pelajarannya, sangat ingin menjadi seperti dia, tetapi bisa saja suatu waktu dia tidak memperhatikan gurunya. Berarti boleh jadi ada sesuatu yang menghalanginya untuk memperhatikannya, boleh jadi karena dia lapar, jadi orang yang sudah menghayatipun itu bisa jadi suatu waktu tidak merasakan kenikmatannya sehingga dia lengah, itu sebabnya apa yang dinamai pengenalan itu bertingkat-tingkat. Ketika kita sudah tahu semua ciptaan Allah sampai mendetail kita belum tahu Dia, tetapi sudah dinamai makrifatullah. Itu sebabnya Imam Al-Ghazali berkata, kita harus beristighfar kepada Allah bukan karena kita memberi kepada Allah sifat yang tidak sempurna, tetapi memberi-Nya sifat yang sempurnapun kita mesti harus istighfar karena kesempurnaan kita itu sebenarnya belum sampai kepada tingkat kesempurnaan Allah, itu sebabnya rasul mengajarkan doa, لع ًءانث يصْح َ ك احْبس .كسْف ىلع ْينْثأ ا ك ْ أ ، كْي “Ya Allah Maha Suci Engkau, kami tidak bisa memuji-Mu, kalau begitu pujian terhadap-Mu adalah pujian-Mu atas diri- Mu.” Pengertian Asma`ul Husna Kata ءا سْا al-asma adalah bentuk jamak dari kata مسْا al-ism yang biasa diterjemahkan dengan nama. Ia berakar dari kata سلا as-sumuw yang berarti ketinggian, atau ة سلا as-simah yang berarti tanda. Memang nama merupakan tanda bagi sesuatu, sekaligus harus dijunjung tinggi. Apakah nama sama dengan yang dinamai atau tidak, di sini diuraikan perbedaan pendapat ulama yang berkepanjangan, melelahkan dan menyita energy itu. Namun yang jelas bahwa Allah memiliki apa yang dinamai-Nya sendiri dengan al-asma dan bahwa al-asma itu bersifat husna. Kata نسحلا al-husna adalah bentuk muannastfeminism dari kata نسحا ahsan yang berarti terbaik. Penyifatan nama-nama Allah dengan kata yang berbentuk superlative ini, menunjukkan bahwa nama-nama Allah tersebut bukan saja, tetapi juga yang terbaik dibandingkan dengan yang lainnya, yang dapat disandang-Nya atau baik hanya untuk selain-Nya saja, tapi 29 tidak baik untuk-Nya. Sifat Pengasih, misalnya, adalah baik. Ia dapat disandang oleh makhlukmanusia, tetapi karena al-asma al-husna nama-nama yang terbaik hanya milik Allah, maka pastilah sifat kasih-Nya melebihi sifat kasih makhluk, baik dalam kapasitas kasih maupun substansinya. Nama “Allah” Kata “Allah” sangat popular dikalangan ulama-ulama dulu dan sampai sekarang sangat popular, apa artinya laa ilaaha illa Allah, tidak ada tuhan yang wajib disembah kecuali Allah. Apa artinya tuhan, menurut para ulama dulu yang kita hormati, kata Allah terambil dari kata ilah artinya yang disembah, kalau kita katakana la ilaaha illa Allah, maka terjemah harfiahnya tidak ada tuhan yang disembah kecuali Allah, tetapi kenyatannya ada yang disembah selain Allah, maka terjemah yang pasnya ditambahi tidak ada tuhan yang wajib disembah kecuali Allah, selain dari Allah tidak wajib di sembah. Jadi, kata Allah terambil dari kata ilah asal katanya dan artinya adalah yang disembah. Makna kedua, prinsipnya dalam bahasa kalau ada satu susunan kata, ada satu ucapan yang sudah lurus maknanya tanpa dibumbuhi dalam kurung itu lebih baik daripada dibumbuhi dalam kurung atau tambahan. Jika ada satu kalimat yang sudah lurus dan dipahami tanpa harus ditambah penjelasan embel-embel maka tidak perlu penjelasan. Menurut penelitian tidak sedikit ulama berpendapat bahwa ilah itu artinya penguasa alam raya yang menguasai diri kita, yang menguasai segala sesuatu, yang mengatur segala sesuatu. Sekarang lihat laa ilaha illa Allah artinya “Tidak ada penguasa, pengatur di alam raya ini kecuali Allah,” lihat Firman Allah sebagai berikut : هَإ ٌة لآ ا يف ناك ْ ل ن فصي اه ع ْ عْلا هَ ناحْبسف ات سفل هَ 22 “Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai `Arsy daripada apa yang mereka sifatkan ” QS. Al Anbiyaa, ayat, 22. Kata Allah juga berasal dari kata ya‟lahu, bermakna yang menakjubkan, yang mengherankan, karena semua ciptaan-Nya itu menakjubkan. Kalau ingin dibahas hakikat Zat-Nya maka itu akan mengherankan dan akan menjadikan kita bingung, ingat sabda nabi “Jangan berfikir tentang Allah, pikirkanlah tentang makhluk-Nya ,” kalau kita merasa bahwa tidak ada yang berkuasa mengatur alam raya ini kecuali Allah. Makna ini lebih berkesan dalam jiwa kita ketika kita berkata tidak ada penguasa yang menguasai alam raya ini kecuali Allah, dari pada makna kalimat “tidak ada tuhan yang wajib 30 disembah kecuali Allah” Yang mana lebih berkesan? Kalau kita mengatakan yang wajib disembah itu menjadikan kita terdorong untuk menyembahnya tapi kalau kita berkata tidak ada penguasa alam raya ini kecuali Allah itu menanamkan dalam jiwa kita menjadi tenang, ala bi dzikri Allah tathmainu al- qulub ketahuilah dengan berdzikir hati menjadi tenang. Sebenarnya kita ditekankan pada makna tidak ada penguasa di alam raya ini kecuali Allah, itulah yang menjadikan Rasulullah saat diancam oleh seseorang, “siapa yang dapat menyelamatkan kamu dari pedang ini?” Rasululhah men jawab, “Allah,” mudah sekali, karena tidak ada yang berkuasa kecuali Allah, jatuhlah pedang itu. Asmaul husna ini bisa diklasifikasi, pertama, nama-Nya yang khusus, dan tidak boleh disandang orang lain, yaitu nama Allah dan rahman. Kita tidak boleh menamai makhluk dengan rahman atau Allah, itu nama khusus, boleh juga kita sandangkan kepada makhluk tetapi ditambah nama abdu hamba di depanya, Abdullah atau Abdurrahman. Kedua, nama-nama-Nya dan sifat-Nya yang bisa disandang oleh manusia, seperti kata alim mengetahui. Dalam Al- Qur’an Nabi Muhammad Saw disifati dengan Rauf lembut. Ketiga, nama-nama-Nya yang tidak disebut secara berdiri sendiri, harus bergandengan, Allah ya muhyi ya mumit yang selalu menghidupkan dan mematikan atau ya dharr ya nafi‟ yang memberi mudharat dan yang memberi manfaaat. Hal itu dilarang agar jangan sampai timbul kesan terhadap Allah sesuatu yang buruk sekalipun kenyataannya memang demikian nama dan sifat Allah. Al Khaaliq: Allah memperkenalkan diri-Nya dalam surah Al- ‘Alaq dengan khaliq kata dasarnya khalaqa. Dalam Al- Qur’an kata khalaqa mencipta disebut berulang-ulang, ada juga kata yaj‟al menjadikan. Jadi adakalanya Allah menyebut dengan khalaqa dan kadangkala dengan yaj‟al. Jika Allah menggunakan kata khalaqa maka dia khaaliq Maha Mencipta maka itu menunjukkan kehebatan dan keagungan ciptaan-Nya. Jika Allah berfirman menjadikan jalan, maka tekanannya ada manfaatnya, seperti firman Allah ja‟ala lakum min anfusikum azwajan Allah menjadikan dari diri kamu pasangan, siapa yang menjadikan itu? Allah. Allah khalaqa as-samawati wal ardi Allah telah menciptakan langit dan bumi. Dia mencipta semua yang ada dan ciptaaan-Nya itu mengagumkan, yang sekecilnya pun mengagumkan. Seperti Allah menciptakan lalat yang kita anggap hina dan remeh, tetapi sebenarnya di balik penciptaan-Nya itu ada hal luar biasa baik yang sudah kita ketahui maupun yang belum. Jadi, Allah memperkenalkan diri-Nya dalam ayat Iqra` bismi rabbika al-ladzi khalaq bacalah dengan nama Tuhan-Mu yang mencipta. Dalam 31 bahasa arab kalau ada satu kata yang tidak disebut objeknya, maka itu mencakup segala sesuatu, sama halnya jika saya katakan begini “silahkan makanlah” di hadapan anda terhidang berbagi macam menu makanan, ada gado-gado, rendang, opor dan lain sebagainya, maka anda bebas memilih makan apa saja dikarenakan saya tidak menyebutkan objek menu-Nya, sehinga tidak perlu anda bertanya saya makan yang mana? Sama halnya dengan perintah “bacalah,” silahkan baca apa saja syaratnya adalah dalam kerangka atau dengan nama Tuhan-Mu. Dengan demikian, Anda bisa mengetahui wujud Tuhan itu melalui ciptaan-Nya. Dikarenakan adanya ciptaan akan sesutu pasti menunjukkan adanya yang membuat, maka seperti alam semesta beserta isinya ini, tidak mungkin tercipta dengan sendirinya, pasti ada yang menciptakannya. Tidak terlalu berbeda dalam dunia manusia, jika kita dapati suatu produk yang indah, maka kita pun bertanya siapa yang memproduksinya. Al Akram: Nama kedua yang Allah perkenalkan akram, Dia tidak memperkenalkan diri-Nya yang kedua itu dengan kata karim, dalam bentuk superlatif, yang paling karim, karim itu maknanya banyak. Karim dalam bahasa terambil dari akar kata yang terdiri dari 3 huruf kaf, ra dan mim, ini mengandung makna kemuliaan serta keistimewaan sesuai objeknya, keistimewaan sesuai apa yang disifatinya, kalau saya katakan “dzillun karim,” awan yang karim, pokoknya apa yang indah. Contoh lain, kalau saya katakana “rizqun karim,” apa artinya? Apa yang terbaik dalam bidang rizki? Kata-kata memuaskan, halal, bermanfaat, itu artinya rizqun karim. Bila saya katakana zaujun karim, istri atau suami pasangan yang karim, carilah maka yang Anda sukai, bisa berupa akhlaknya bagus, pokoknya kariim yang paling mulia, yang paling baik, dalam bidang yang Anda sukai, jadi Allah karim, pokoknya Allah karim, ciptaannya karim rizkinya karim, pokoknya Allah karim. Ada tiga ayat yang mensifati Allah dengan karim, semuanya menuju kepada-Nya dengan kata Rabb, bismi rabbik jadi penganugrah, al-karim adalah Dia yang Maha Pemurah dengan pemberian-Nya, Maha Luas dengan anugerah-Nya, tidak terlampau oleh harapan dan cita yang tinggi serta besarnya harapan, Dia yang memberi tanpa perhitungan. Al-Karim menurut Imam Al-Ghazali adalah Dia yang apabila berjanji maka menepati janji-Nya, bila memberi maka melampai batas harapan, tidak peduli berapa dan kepada siapa Dia memberi dan tidak rela bila ada kebutuhan dia memohon kepada selain-Nya, meminta pada orang lain. Dia yang bila kecil hati menegur tanpa berlebih, tidak mengabaikan siapa yang menuju dan berlindung kepada-Nya, dan tidak membutuhkan sarana, atau perantara. 32 Lebih lanjut Al-Ghazali menjelaskan makna dari Allah karim ini antara lain yang disebutkan Dia yang bergembira dengan diterimanya anugerah, Allah itu gembira karena Dia telah memberi, subhanallah, itu yang saya gambarkan jadi orang itu simpati, Dia yang bergembira dengan diterimanya anugerah-Nya serta memberi sambil memuji yang diberinya. Contoh ada orang yang ingin memberi sesuatu agak memaksa, beri saya pahala beri saya doa, ada yang bisa meniru itu, bergembira kalau diterima pemberiannya, itulah makna Allah ya karim, bergembira dengan diterima-Nya, serta memberi sambil memuji yang diberi-Nya, Dia yang memberi siapa yang mendurhakai- Nya. Allah itu karim kepada yang durhaka pun dikasih, bahkan memberi sebelum diminta. Kata al-karim yang mensifati Allah dalam Al- Qur’an semua menuju kepada-Nya dengan kata Rabb merupakan sifat pertama yang diperkanalkan-Nya pada wahyu pertama. Kata-kata itu bersumber dari kata- kata yang sama dengan Rabb yang memiliki arti berbeda-beda, tapi akhirnya mengacu pada makna penyembahan, peningkatan, ketinggian. Allah diperkenalkan dengan dua nama itu dulu, kenalilah Allah, Dia hebat ini dan ini. Sampai di sini boleh jadi ketika Anda melihat kehebatan- Nya, Anda merasa takut, tapi Dia itu akram, Dia itu baik, maka, ini mendorong orang untuk mendekat kepada-Nya. Saya kira itu sedikit dari banyak yang mesti kita terangkan tentang asmaul husna. Yang terpenting kita ingin mengenal Allah, dan Abu Bakar pernah ditanya, hal arafta rabbak kamu kenal Tuhanmu? Dia jawab, “saya kenal Allah melalui Allah. ” Ditanya lagi, “wa kaifa araftahu bagaimana kamu kenal Dia?”, dia jawab, “Ketidakmampuan mengenal Allah atau kesadaran bahwa kita tidak mampu mengenal Allah, itulah pengenalan kepada Allah. ” Sadar kalau tidak mampu, sudah sampai sana Anda ragu, itu sebabnya saya katakan, belum tentu orang yang menjawab tidak tahu, itu lebih bodoh dari pada yang menjawab tahu. C ontohnya, orang ditanya “bisa perbaiki listrik?” Kalau ada orang yang tidak tahu menjawab bisa, terus dia coba-coba lalu gagal, yang mana lebih pinter yang berkata tidak tahu padahal dia tahu atau berkata tahu dan dia tidak tahu. Sebagaimana yang dikatakan Abu Bakar, “saya sadar saya tidak tahu itulah pun cak pengetahuan,” kalau Anda jawab saya tahu Tuhan begini-begini, kalau Anda berkata tahu itu pengenalan yang sangat dangkal, contoh-contoh yang diberikan Allah bukan seperti itu Allah, itu sebabnya imam Al-Ghazali berpendapat untuk mengenal Allah ada dua caranya; Pertama, jalan buntu, tidak usah bahas tentang Allah cukup kembangkan jiwa Anda. Kedua, beri contoh, tetapi ketika Anda memberi contoh tekankanlah bahwa Allah tidak seperti itu. Contoh konkritnya, ada seorang yang belum kawin, saya bercerita sama dia bahwa hidup berumah tangga itu rukun dan anak-anaknya baik, itu nikmat luar biasa? Sementara orang itu belum kawin, lalu dia bertanya “bagaimana nikmatnya itu,” maka saya bisa terangkan atau tidak? Tidak bisa … buntu, karena dia belum sampai ke sana. Lalu dia memaksa “Tolong 33 saya ingin tahu,” lalu saya kasih dia contoh, “apa kenikmatan yang kamu ketahui yang paling enak kamu rasa?” Dia jawab, “mungkin paling enak ketemu teman-teman lalu saya ngobrol dengan mereka, nikmatnya luar biasa, itu puncak kenikm atannya?” Kalau begitu, nikmatnya hidup berumah tangga itu nikmatnya melebihi kenikmatan kamu bertemu dengan teman-temanmu. Tergambar atau tidak sekarang? seperti itulah Allah. Allah razzaak pemberi rizki, gambarkanlah tapi ketahuilah bahwa apa yang Anda gambarkan itu tidak melebihi-Nya. PUSTAKAAFAF.COM: M. Quraish Shihab, Kajian Asma‟ul Husna, Pada hari Minggu, tanggal 2 Desember 2012.

C. Tafsir dan Kajian mengenai Af’al Allah

Af‟al Allah adalah dua kata bahasa arab Af‟al dan Allah. Af‟al kata jamak dari fi‟lun yang artinya perbuatan. S Ahmad bin Abdul Halim Al-Haroni Ibnu Taimiyah, hal. 8, Darul ‘Aqidah, 1426. Jadi Af‟al Allah adalah perbuatan- perbuatan Allah. Af‟al adalah perbuatan Allah biasanya dikaitkan dengan keadilan Tuhan karena persoalan perbuatam Tuhan akan berakibat apakah perbuatan Allah itu mutlaq atau semena-mena tak terbatas, dan apakah perbuatan Tuhan ini adil bagi makhluk-Nya atau tidak, persoalan itulah yang menjadi bahasan para ahli ilmu kalam mutakallimin. Dalam persoalaan keadilan Tuhan, al-Bazdawi berpendapat bahwa tidak ada tujuan yang mendorong untuk menciptakan alam ini. Tuhan berbuat sekendak-Nya, keadan-Nya yang bersifat bijaksana tidaklah mengandung arti bahwa dibalik perbuatan-perbuatan Tuhan terdapat hikmah-hikmah-Nya. Dengan kata lain, ia berpendapat bahwa alam tidak diciptakan untuk kepentingan manusia Gholib Achmad, 2014 : 96. Hal ini, seperti telah diketahui, berbeda sekali dengan pendapat Mu’tazilah yang mengatakan bahwa Tuhan menciptakan alam ini untuk manusia dan penuh hikmah. Sementara itu menurut al-Maturidi, seperti dikatakan Abu Zahrah, Allah menghendaki sesuatu itu karena hikmah yang Ia pilih, dan tidak berkehendak selain dengan hikmah yang telah Ia tetapkan dan kehendaki. Tuhan dalam pandangan al-Maturidi, lanjut Abu Zahrah, terlepas dari hal yang sia-sia dan segala perbuatan-Nya mengandung hikmah, karena Ia Maha Bijaksana dan Maha Tahu. Akan tetapi, tidak seperti Mu’tazilah, Ia tidak terpaksa dan diharuskan oleh suatu tujuan tertentu, srbab Ia memilih dan berbuat yang Ia kehendaki. Dengan demikian, dalam hal al-shalah wa ashlah, Tuhan tidak wajib berbuat yang baik atau yang terbaik karena kewajiban berarti 34 membatasi kehendak dan berarti pula ada sesuatu yang berhak atas perintah-Nya. Dan Ia tidak dituntut sesuatu yang Ia perbuat. Al-Bazdawi sendiri dalam hal ini tampak tidak konsisten. Dalam persoalan al-shalah wa al-aslah ia tidak setuju dengan Mu’tazi;ah, tapi dalam persoalan wa‟ad ia sependapat dengan Mu’tazilah. Mengenai apakah Tuhan berbuat adil ketika memberi hukuman pada orang yang berbuat dosa, seperti pada pendapat Asy’ariyah, padahal perbuatan itu sesungguhnya haqiqatan adalah perbuatan Tuhan. Menurut Harun Nasution, al-Bazdawi melalui konsep mas yi‟ah dan Ridha, Sunggguhpun demikian manusia berbuat buruk atas kehendak Tuhan, perbuatan itu tidak diridhai-Nya, karena menentang ridha Tuhan. Tidaklah juga dapat dikatakan bahwa Tuhan bersikap zalim kalau Ia memberi hukuman pada orang yang berbuat jahat. Dalam persoalan memberi beban yang di luar kemampuan manusia taklif ma la yuthaq, al-Bazdawi sepakat dengan Al- Asy’ari. Konsep itu diterima, sebab kata al-Bazdawi tidak mustahil Tuhan meletakkan atas diri manusia kewajiban-kewajiban yang tidak dapat dipikulnya. 1 Hal ini jelas merupakan konsekwensi dan konsistensi dari pahamnya tentang kekuasaan dan kehendak mutlaq Tuhan.

D. Tafsir dan Kajian mengenai Sifat Allah

Ada beberapa i‟tiqad keyakinan yang seharusnya menjadi pegangan dan keyakinan seorang muslim mengenai asma‟ wa shifat nama dan sifat Allah. Ada beberapa i‟tiqad keyakinan yang seharusnya menjadi pegangan dan keyakinan seorang muslim mengenai asma‟ wa shifat nama dan sifat Allah. Tentang asma’ nama Allah, Abu al-Hasan al-Asy’ari menulis: إ سيل ءا سْاف اه س َ هسف هب ْمسي مل مساب ىلاعت َ ي س نأ انل جي َ انيل انعم ىلع َ هيلع ن لس لا ع جأ َ هل س هب “Nama-nama Allah itu bukanlah untuk kami dan kami tidak boleh memberi nama Allah Swt. dengan nama yang Dia sendiri tidak menamakan Diri-Nya dengan nama itu dan rasul-Nya pun tidak menyebut-Nya dengan sebutan nama itu serta orang-orang Islam pun tidak bersepakat untuk menyebut-Nya dengan nama itu dan tidak pula bersepakat untuk memberikan makna nama itu Abu Al-Hasan Al- Asy’ari, Al-Luma‟ fi al-Radd „ala Ahl al-Zaigh wa al-Bida‟, Beirut: Dar al-Kutub al- ‘Ilmiyah, 2000: 18.

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề