Berapa harga untuk membuat jembatan bambu

SERAMBINEWS.COM - Sebuah penampakan jembatan Tukung menuai polemik di masyarakat.

Jembatan Tukung ini terletak di Desa Bulak, Kecamatan Balong, Kabupaten Ponorogo.

Pembangunan jembatan ini menuai polemik karena proyek senilai Rp 199.659.000 ini hanya berupa jembatan bambu atau sesek.

Hal ini tentu saja membuat publik menjadi bertanya-tanya bagaimana alokasi anggaran yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan belanja Daerah [APBD] Pemkab Ponorogo itu.

Dilansir Tribunnews.com, Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Kawasan Permukiman [DPUPKP] Kabupaten Ponorogo yang bernama Jamus Kunto pun menjelaskan kalau proyek pembangunan ini berawal dari usulan Pemerintah Desa Bulak untuk merehabilitasi jembatan ini.

Ketika dihitung, anggaran yang dibutuhkan adalah sebesar Rp 500 juta hingga Rp 600 juta untuk lebar maksimal 3 meter.

Baca juga: Fakta Midun Residivis Pencurian, Mencuri Sejak Usia 12 Tahun hingga 11 Kali Ditangkap Polisi

Baca juga: Kasus Video Syur 12 Detik Mantan Anggota DPRD Pangkep, Perekam dan Pemain Jadi Tersangka

"Bapeda bilang adanya anggaran Rp 200 juta, kata lurah tidak apa-apa dibangun saja pondasinya dulu, nanti 2021 dilanjut lagi untuk struktur utamanya," ucap Jamus, Kamis [17/12/2020].

Pembangunan ini pun akhirnya dilakukan dengan anggaran senilai Rp 200 juta.

Setelah pondasi jadi, masyarakat berinisiatif untuk membangun jembatan darurat dari bambu daripada harus memutar lebih jauh.

"Jadi mereka patungan untuk membuat jembatan bambu tersebut.

"Jadi kita tidak terkait dengan pembuatan jembatan sesek bambu itu," lanjutnya.

Menurut Jamus, ada banyak jembatan yang pembangunannya harus dicicil karena keterbatasan anggaran.

Seperti jembatan di Desa Bajang, Kecamatan Mlarak dan di Desa Prayungan, Kecamatan Sawoo.

"Karena memang butuhnya besar tapi anggaran kita tidak cukup, kita cicil, sebenarnya tidak masalah, dan itu juga usulan dari mereka sendiri," lanjutnya.

Baca juga: Bungker Sedalam 3 Meter di Rumah Tokoh Jamaah Islamiyah Dibangun di Dapur, Jadi Tempat Rakit Senjata

Baca juga: Sepasang Kerangka Manusia Ditemukan Berpelukan, Inikah Romeo Juliet dari Zaman Kuno?

SURYAMALANG.COM, TULUNGAGUNG - Masyarakat di sisi utara dan selatan Sungai Brantas Tulungagung selama ini terkendala transportasi. Tidak adanya jembatan membuat mereka mengandalkan perahu-perahu penyeberangan.

Namun di masa lebaran kali ini, perahu penyeberangan sangat antre. Untuk menggunakan jasa ini masyarakat harus menunggu lama.

Apalagi warga Desa Pucunglor, Kecamatan Ngantru di sisi utara dan warga Bukur, Kecamatan Sumbergempol di selatan, mereka jauh dari lokasi penyeberangan.

Sebagai solusi mengatasi kendala transportasi, warga membangun “tol mini” Brantas. Tol mini adalah sebuah jembatan bambu, yang menghubungkan kedua desa berbeda kecamatan yang dipisahkan Sungai Brantas ini.

Jembatan ini panjangnya sekitar 80 meter, dengan lebar sekitar 3 meter. Disebut tol mini, karena jembatan ini tidak ada antrean seperti di perehu penyeberangan.

“Perahu penyeberangan terdekat satu kilometer dari sini. Jadi jembatan ini memangkas jarak dan waktu,” ujar seorang warga, Budiman [32], kepada SURYAMALANG.COM.

Menurut salah satu penjaga jembatan ini, Agus Triono [35], untuk membangun jembatan bambu ini diperlukan waktu 2 minggu. Selain Agus, ada lima warga lain yang membangun jembatan ini. Agus memastikan, jembatan ini sangat kuat untuk dilewati sepeda motor.

Desainnya rangkanya juga dibuat layaknya jembatan rangka baja pada umumnya. Beberapa kali Agus dan kawan-kawan melakukan uji coba kekuatan jembatan. Jembatan bisa dilewati 15 sepeda motor sekaligus.

Berkat keuletannya, jembatan ini selesai saat hari lebaran, Jumat [15/6] dini hari. Meski demikian, Agus menempatkan orang untuk mengatur lalu lintas di atas jembatan ini.

“Tetap kami upayakan jangan sampai simpangan di atas jembatan, sekadar mengurangi risiko saja. Jadi lewatnya secara bergantian,” tutur Agus.

Untuk membangun jembatan ini, Agus dan kawan-kawan merogoh uang pribadi hingga Rp 15 juta. Di antaranya untuk membeli rangka besi pondasi jembatan. Kemudian ada juga batang pohon kelapa untuk menguatkan pondasi.

Sementara rangka di atasnya menggunakan bambu. Untuk melewati jembatan ini, setiap motor dikenakan tarif Rp 3000. Tarif ini lebih murah dibanding perahu penyeberangan, yang memasang tarif Rp 5000 selama lebaran.

“Hari pertama lebaran dapat penghasilan Rp 1.500.000. Jadi ada sekitar 500 motor yang lewat,” tambah Agus.

Rencananya Agus akan mempertahankan jembatan darurat ini. Selepas lebaran, tarif akan diturunkan menjadi Rp 2000 per motor. Lokasi jembatan darurat ini tidak jauh dari lokasi pembangunan Jembatan Ngujang 2.

Saat ini Sungai Brantas memang tengah turun debet alirannya karena memasuki musim kemarau. Sehingga alirannya menyempit dan dangkal. Namun saat musim hujan datang, kemungkinan jembatan darurat ini akan tenggelam dalam aliran Brantas. 

Bài mới nhất

Chủ Đề