Contoh partisipasi masyarakat dalam pendidikan

Seperti diketahui bahwa United Nation’s Development Program { UNDP } pada Tahun 2004 menempatkan Human Development Index { HDI } Indonesia pada urutan 111 dari 175 Negara. Bahkan dibandigkan dengan Negara tetangga seperti Malasyia, Thailand dan Philipina, Indonesia berada di bawah mereka. 3 komponen peningkatan HDI yaitu indeks kesehatan, perekonomian dan pendidikan.

Kondisi diatas terkait dengan adanya tuntutan pengembangan SDM manusia yang terus meningkat dari waktu ke waktu, baik dari karya, kualitas jasa dan produk serta layanan mengalami dinamisasi kualitas untuk pemenuhan kebutuhan dan kepuasan hidup manusia yang terus meningkat pula. Begitu pula dengan tanggungjawab pengembangan pendidikan anak atau generasi gbangsa yaitu berada pada orang tua dan kelompok-kelompok mayarakat lainnya diluar sekolah atau lembaga pendidikan.

Peran dominan orang tua terutama pada saat anak-anak mereka berada dalam masa pertumbuhan hingga menjadi orang dewasa. Pada masa pertumbuhan orang tua harus memenuhi kebutuhan pokok demi menjamin perkembangan yang sehat dan baik. Peran dari kelompok- kelompok masyarakat lainnya adalah membantu proses pendewasaan dan kematangan individu sebagai anggota kelompok dalam suatu masyarakat. Oleh karena itu diperlukan aktualisasi masyarakat dalam pengembangan pendidikan.

Pendidikan merupakan suatu unsur yang tidak dapat dipisahkan dari diri manusia, Mulai dari kandungan sampai beranjak dewasa kemudian tua, manusia mengalami proses pendidikan yang didapatkan dari orang tua, masyarakat, maupun lingkungannya. Pendidikan bagaikan cahaya penerang yang berusaha menuntun manusia dalam menentukan arah,  tujuan dan makna kehidupan.

Pendidikan pada hakikatnya sebuah usaha di mana peserta didik diharapkan bisa menyelesaikan persoalan-persoalan dalam kehidupannya. Tentu dengan harapan agar peserta didik dapat menjadi lebih baik, bisa mengembangkan potensi dirinya dan bermanfaat untuk lingkungannya serta memiliki keterampilan yang bisa bermanfaat. Dengan ilmu, segala persoalan dan problema yang dihadapi manusia akan dengan mudah dapat terselesaikan. Persoalan-persoalan rumit yang membuat manusia menderita, dengan ilmu akan dapat teratasi.

Dalam kontek ini pulalah, negara sebagai institusi yang mempunyai tanggung jawab untuk mengayomi masyarakatnya menciptakan usaha-usaha agar bagaimana seluruh elemen yang ada di tengah-tengah masyarakat dapat mengenyam pendidikan, dengan harapan pendidikan tersebut dapat mengantarkan negeri ini menjadi negeri yang maju dan sejahatera. Hal ini dapat dilihat pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional BAB II pasal 3 sebagai berikut:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Dengan demikian menjadi jelas bahwa pemerintah mempunyai tugas untuk menjamin hak setiap warga negara untuk mendapatkan pendidikan yang layak, seperti termaktub dalam UUD 1945. Pendidikan yang layak merupakan suatu keharusan untuk menghasilkan masyarakat Indonesia yang berkualitas serta tercapainya tujuan pendidikan nasional. Namun pendidikan yang layak masih kurang terjangkau oleh semua masyarakat karena pendidikan yang layak masih berada pada sekolah-sekolah yang maju dari berbagai aspek.

Kebijakan pemerintah merealisasikan program Pendidikan Gratis melalui Bantuan Operasional Sekolah [BOS] untuk Pendidikan Dasar baik itu negeri ataupun swasta SD/MI, SMP/MTs dan yang sederajat sebagai upaya untuk peningkatan kualitas pendidikan masyarakat indonesia, serta mengurangi beban masyarakat miskin adalah langkah yang perlu mendapat apresiasi, sebab program ini merupakan salah satu dari empat program yang sengaja direalisasikan untuk mengurangi beban masyarakat miskin akibat naiknya harga BBM.

Akan tetapi rupanya tidak pernah terpikirkan sebelumnya bahwa realisasi pendidikan gratis ini menimbulkan persaingan dalam penerimaan peserta didik, serta mengurangi keswadayaan yang selama ini ada. Padahal, swadaya adalah salah satu pilar utama keberlangsungan sebuah lembaga pendidikan, utamanya lembaga pendidikan swasta seperti Madrasah. Hal ini persis seperti ditegaskan Zakiyah Daradjat [ 2000: 34] sebagai berikut: “ Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat. Karena itu pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah ”.

Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama tidak bisa dibebankan kesalah satu pihak. Pendidikan yang dilandasi oleh kebersamaan dalam penyelenggaraannya akan terjamin keberlangsungan, mutu serta hasil dari pada proses belajar mengajar yang diharapkan. Masyarakat selaku pengguna jasa lembaga pendidikan memiliki kewajiban untuk mengembangkan serta menjaga keberlangsungan penyelenggaraan proses pendidikan, sebagaimana diamanatkan oleh Undang – Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 BAB IV yang didalamnya memuat bahwasannya pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat dan keluarga.

  1. B.     PENGERTIAN DAN PRINSIP PARTISIPASI MASYARAKAT

Partisipasi dalam Kamus Bahasa Indonesia adalah ikut serta dalam suatu kegiatan. Sedangkan masyarakat adalah eksistensi yang hidup, dinamis dan selalu berkembang. {Hery Noer Aly dan Munzier Suparta, 2003 : 191 }. Kata partisipasi masyarakat dalam pembangunan menunjukkan pengertian pada keikutsertaan mereka dalam perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan hasil dan evaluasi program pembangunan { United Nation : 175 }. Dalam kebijakan nasional kenegaraan ini, meelibatkan masyarakat dalam kegiatan pembangunan adalah merupakan konsekuensi logis dari implementasi Undang-Undang No 22 Tahun 1990 Tentang Pemerintahan Daerah.

Menurut Ach. Wazir Ws., et al. [1999: 29] partisipasi bisa diartikan sebagai keterlibatan seseorang secara sadar ke dalam interaksi sosial dalam situasi tertentu. Dengan pengertian itu, seseorang bisa berpartisipasi bila ia menemukan dirinya dengan atau dalam kelompok, melalui berbagai proses berbagi dengan orang lain dalam hal nilai, tradisi, perasaan, kesetiaan, kepatuhan dan tanggungjawab bersama.

Partisipasi masyarakat menurut Isbandi [2007: 27] adalah keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi.

Partisipasi masyarakat dalam pembangunan pada umumnya dimulai dari tahap pembuatan keputusan, penerapan keputusan, penikmatan hasil dan evaluasi kegiatan {Cohen dan Uphoff : 1980 }. Secara lebih rinci, partisipasi dalam pembangunan berarti mengambil bagian atau peran dalam pembangunan, baik dalam bentuk pernyataan mengikuti kegiatan, memberi masukan berupa pemikiran, tenaga, waktu, keahlian, modal dana atau materi serta ikut memanfaatkan dan menikmati hasilnya { Sahidu : 1998 }.

Selama ini, penyelenggaraan partisipasi masyarakat di Indonesia dalam kenyataannya masih terbatas pada keikutsertaan anggota masyarakat dalam implementasi atau penerapan program-program pembangunan saja. Kegiatan partisipasi masyarakat masih lebih dipahamiu sebagai mobilisasi untuk kepentingan pemerintah atau Negara.

Dalam implementasi partisipasi masyarakat, seharusnya anggota masyarakat merasa bahwa tidak hanya menjadi objek kebijakan dari pemerintah, tetapi harus dapat mewakili masyarakat itu sendiri sesuai dengan kepentingan mereka. Perwujudan partisipasi masyarakat dapat dilakukan, baik secara individu atau kelompok, bersifat spontan atau terorganisasi, secara berkelanjutan atau sesaat, serta dengan cara-cara tertentu yang dapat dilakukan.

Partisipasi adalah proses aktif dan inisiatif yang muncul dari masyarakat serta akan terwujud sebagai suatu kegiatan nyata apabila terpenuhi oleh 3 faktor pendukungnya yaitu : adanya kemauan , kemampuan dan kesempatan untuk berpartisipasi { Slamet : 1992 }. Kemauan dan kemampuan berpartisipasi berasal dari yang bersangkutan { warga atau kelompok masyarakat }, sedangkan kesempatan berpartisipasi dating dari pihak luar yang memberikan peluang. Apabila ada kemauan tetapi tidak ada kemampuan dari warga atu kelompok masyarakat, meskipun pemerintah juga telah memberikan peluang, maka partisipasipun juga tidak akan terjadi. Demikian juga, jika ada kemauan dan kemampuan tetapi tidak adanya ruang atau kesempatan yang diberikan oleh pemerintah untuk wrga atau kelompok masyarakat, maka partisipasipun juga tidak akan terjadi.

Demikian halnya dengan partisipasi masyarakat dalam pengembangan pendidikan Indonesia, perlu ditumbuhkan adanya kemauan dan kemampuan warga atau kelompok masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengembangan pendidikan . Sebaliknya pihak pemerintah atau Negara juga memberikan ruang atau kesempatan kepada warga atau kelompok masyarakat untuk berpartispasi seluas mungkin sehingga kita bisa mencetuskan sebuah ide yang kreatif dan imajinatif dalam pengembangan pendidikan, seperti pepatah orang jawa ‘’ Rawe-rawe rantas , malang-malang putung’’ atau dalam Bahasa indonesianya ‘’Bercerai kita runtuh, Bersatu kita teguh’’.

Apa yang ingin dicapai dengan adanya partisipasi adalah meningkatnya kemampuan [pemberdayaan] setiap orang yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam sebuah program pembangunan dengan cara melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan dan kegiatan-kegiatan selanjutnya dan untuk jangka yang lebih panjang. Adapun prinsip-prinsip partisipasi tersebut, sebagaimana tertuang dalam Panduan Pelaksanaan Pendekatan Partisipatif yang disusun oleh Department for International Development [DFID] [dalam Monique Sumampouw, 2004: 106-107] adalah:

a] Cakupan. Semua orang atau wakil-wakil dari semua kelompok yang terkena dampak dari hasil-hasil suatu keputusan atau proses proyek pembangunan.

b] Kesetaraan dan kemitraan [Equal Partnership]. Pada dasarnya setiap orang mempunyai keterampilan, kemampuan dan prakarsa serta mempunyai hak untuk menggunakan prakarsa tersebut terlibat dalam setiap proses guna membangun dialog tanpa memperhitungkan jenjang dan struktur masing-masing pihak.

c] Transparansi. Semua pihak harus dapat menumbuhkembangkan komunikasi dan iklim berkomunikasi terbuka dan kondusif sehingga menimbulkan dialog.

d] Kesetaraan kewenangan [Sharing Power/Equal Powership]. Berbagai pihak yang terlibat harus dapat menyeimbangkan distribusi kewenangan dan kekuasaan untuk menghindari terjadinya dominasi.

e] Kesetaraan Tanggung Jawab [Sharing Responsibility]. Berbagai pihak mempunyai tanggung jawab yang jelas dalam setiap proses karena adanya kesetaraan kewenangan [sharing power] dan keterlibatannya dalam proses pengambilan keputusan dan langkah-langkah selanjutnya.

f] Pemberdayaan [Empowerment]. Keterlibatan berbagai pihak tidak lepas dari segala kekuatan dan kelemahan yang dimiliki setiap pihak, sehingga melalui keterlibatan aktif dalam setiap proses kegiatan, terjadi suatu proses saling belajar dan saling memberdayakan satu sama lain.

g] Kerjasama. Diperlukan adanya kerja sama berbagai pihak yang terlibat untuk saling berbagi kelebihan guna mengurangi berbagai kelemahan yang ada, khususnya yang berkaitan dengan kemampuan sumber daya manusia.

Agar kemampuan untuk berpartisipasi masyarakat dimiliki oleh masyarakat, maka perlu peningkatan SDM manusia dengan cara memperbaharui 3 jenis pendidikan masyarakat baik formal , nonformal maupun informal. Akses yang luas terhadap 3 jenis pendidikan tewrsebut akan mempercepat laju tingginya tingkat pendidikan dan pada gilirannya akan membuat masyarakat mampu untuk ikut serta dalam pengembangan pendidikan.

  1. C.    PENGEMBANGAN PENDIDIKAN DI INDONESIA

Secara singkat pendidikan merupakan produk dari masyarakat. Pendidikan tidak lain merupakan proses tranmisi pengetahuan , sikap, kepercayaan, ketrampilan dan aspek perilaku-perilaku lainnya kepada generasi kegenerasi. Dengan pengertian tersebut, sebenarnya upaya diatas sudah dilakukan sepenuhnya oleh kekuatan-kekuatan masyarakat. Hampir segala sesuatu yang kita pelajari adalah hasil dari hubungan kita dengan orang lain, baik dirumah, sekolah, tempat bermain, pekerjaan dan lainnya. Dengan kata lain dimanapun kita berada kita pasti akan belajar dan mendapatkan ilmu pengetahuan.

Bagi suatu masyarakat, hakikat pendidikan diharapkan mampu berfungsi menunjang kelangsungan kemajuan hidupnya, agar masyarakat itu dapat melanjutkan eksistensinya, maka diteruskan nilai-nilai, pengetahuan, ketrampilan dan bentuk tata perilaku lainnya bagi generasi muda. Tiap masyarakat selalu berupaya meneruskan kebudayaannya dengan proses adaptasi tertentu sesuai coraknya masing-masing periode zamannya kepada generasi muda melalui pendidikan atau secara khusu melalui interaksi social. Dengan demikian fungsi pendidikan tidak lain adalah sebagai proses sosialisai {Nasution : 1999}.

Dalam pengertian sosialisasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa aktifitas pendidikan sebenarnya sudah dimulai sejak ia dilahirkan kedunia yaitu keluarga. Didalam keluargalah anak pertama menerima pendidikan dan pendidikan yang diperoleh dalam keluarga ini merupakan pendidikan utama atau terpenting terhadap perkembangan pribadi anak. Pada didalam kehidupan keluarga memberi corak pola kepribadian anak yang hidup di dalam keluarga. Alam keluarga adalah pusat pendidikan yang pertama sejak timbulnya adapt kemanusiaan hingga sekarang, hidup keluarga itu selalu mempengaruhi bertumbuhnya budi pekerti dari tiap-tiap manusia { Dewantara dalam Suwarno, 1972 : 72}.

Akan tetapi tidak dapat dipungkiri pula ternyata masyarakat dunia secara global telah ikut mempengaruhi iklim pendidikan. Pengaruh modernisasi di berbagai sektor kehidupan telah melahirkan karakter pendidikan yang hampir sama di seluruh dunia, memiliki mempunyai ciri khas tertentu di tiap- tiap Negara. Dalam masyarakat yang sudah maju, proses pendidikan sebagian dilaksanakan dalam lembaga pendidikan yang disebut sekolah dan pendidikan dalam lembaga tersebut merupakan suatu kegiatan yang lebih teratur dan terdeferensiasi. Inilah pendidikan formal yang biasa dikenal oleh masyarakat sebagai’’Schooling ‘’{ Tilaar : 2003 }.

Perkembangan teknologi dan informasi menyebabkan peranan sekolah sebagai lembaga pendidikan akan mulai tergeser. Sekolah tidak lagi menjadi satu-satunya pusat pembelajaran karena aktivitas belajar tidak lagi terbatasi oleh ruang dan waktu. Peran guru tidak akan menjadi satu-satunya sumber belajar karena banyak sumber belajar dan informasi yang mampu memfasilitasi orang untuk belajar. Oleh karena itu aktualisasi partisipasi masyarakat dalam pengembangan pendidikan sangat diperlukan.

  1. D.    PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP PENDIDIKAN DI INDONESIA

Partisipasi masyarakat dalam peningkatan mutu pendidikan dan proses belajar mengajar di sekolah menempati posisi yang penting. Dalam konteks otonomi dan pemberdayaan sekolah, partisipasi masyarakat harus ditangani dan dibangun secara serius agar tumbuh kesadaran akan pentingnya keterlibatan masyarakat dalam pendidikan. Partisipasi masyarakat dibangun lewat proses penyadaran yang panjang dan strategis untuk mengubah pemikiran bahwa pendidikan bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga tanggung jawab masyarakat.

Cara-cara kolektif berpartisipasi dalam bermasyarakat bisa teraktualisasikan dalam bentuk musyawarah dan juga terbentuknya institusi lokal oleh masyarakat itu sendiri. Musyawarah adalah sebuah pendekatan kultural khas Indonesia yang dapat dimasukkan dalam proses ekplorasi kebutuhan dan identifikasi masalah. Musyawarah juga merupakan bentuk sarana untuk meningkatkan rasa partisipasi dan rasa memiliki atas keputusan dan rencana pembangunan. Musyawarah dapat merupakan cara analisis kebutuhan dan tidak sekedar keinginan yang bersifat superfisial demi pemenuhan kebutuhan sesaat. Oleh karena itu pemilihan orang-orang yang mewakili sebagai peserta musyawarah untuk suatu keperluan seperti merumuskan kebutuhan masyarakat haruslah benar-benar yang mampu menyalurkan aspirasi masyarakat yang diwakilinya.

Langkah lain dalam proses partisipasi masyarakat itu adalah pembentukan kelompok. Melalui kelompok akan dibina solidaritas kerjasama, musyawarah, rasa aman dan percaya kepada diri sendiri { Karsidi : 2001 }. Salah satu cara yang efektif untuk membentuk kelompok adalah melalui pendekatan kepentingan yang sama secara primordial. Dalam kelompok primordial itu, para anggota kelompok akan memperoleh referensi yang sama, Dengan bertolakbelakang dari kelompok primordial, maka para anggota akan merasakan adanya hal-hal baru jika mereka bersedia membandingkannya dengan situasi lama. Ini akan menimbulkan keasyikan dan motivasi sendiri. Melalui kelompok, para anggota akan menyusun program, bekerja secara sistematis serta bisa merasakan adanya perkemabangan dan kemajuan sebagai hasil kegiatan mereka.

Pada dasarnya, partisipasi masyarakat telah terjadi di sekolah dalam praktik penyelenggaraan musyawarah maupun pembentukan institusi lokal. 2 jenis kebijakan pemerintah tentang MBS disekolah-sekolah tingkat dasar dan menengah serta Majelis Wali Amanah di perguruan tinggi BHMN adalah contoh dari bentuk perwujudan mekanisme dan struktur kelembagaan untuk menyalurkan partisipasi masyarakat dalam pengembangan pendidikan.

Cara untuk penyaluran partisipasi dapat diciptakan dengan berbagai variasi cara sesuai dengan kondisi masing-masing wilayah atau tempat komunitas masyarakat dan lembaga pendidikan itu berada. Kondisi ini menuntut kesiapan para pemegang kebijakan dan manajer pendidikan untuk mendistribusi peran dan kekuasaannya agar bisa menampung sumbangan partisipasi masyarakat. Sebaliknya dari pihak masyarakat juga harus belajar untuk kemudian bisa memiliki kemauan dan kemampuan berpartisipasi dalam pengembangan pendidikan.

Sebagai contoh adalah tanggungjawab dunia usaha/ industri. Mereka tidak bisa tinggal diam menunggu dari suatu lembaga pendidikan/ sekolah sampai dapat meluluskan alumninya, lalu menggunakannya jika menghasilkan output yang baik dan mengkritiknya jika terdapat output yang tidak baik. Partisipasi dunia usaha/ industri terhadap lembaga pendidikan harus ikut bertanggungjawab untuk menghasilkan output yang baik sesuai dengan rumusan harapan bersama. Demukian juga kelompok masyarakat lain, termasuk orangtua siswa. Dengan cara demikian, maka mutu pendidikan dalam suatu lembaga pendidikan menjadi tanggungjawab bersama antara lembaga pendidikan dan komponen-komponen lainnya dimasyarakat.

Bagaimana dengan tanggung jawab Negara terhadap pengembangan pendidikan ? Uraian diatas bukan bermaksud untuk mengurangi tanggung jawab pemerintah sebagai penyelenggara Negara dalam bidang pendidikan. Sebagaimana diamanatkan oleh UU Sisdiknas 2003 bahwa pemerintah dan pemerintah daerah juga berhak mengarahkan, membimbing, membantu dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan serta berkewajiban memberikan layanan dan kemudahan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu bagi setiap warga Negara tanpa diskriminasi. Pemerintah dan pemerinmtahan daerah juga wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setaip warga Negara dari usia 7-15 tahun. Lebih dari itu, sebenarnya peluang bagi orang tua / warga dan kelompok masyarakat masih sangatlah luas.

Untuk itu , maka dalam kondisi kualitas layanan dan output pendidikan sedang banyak dipertanyakan mutu dan relevansinya, maka pemerintah seharusnya memberikan peluang yang luas bagi partisipasi masyarakat. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Suryadi Prawirosentono { 2002 : 12 } bahwa ada 6 hal yang bisa mempengaruhi produk dan salah satunya adalah SDM. SDM kita ibaratkan sebagai kelompok masyarakat, yang mana bisa membawa pengaruh pendidikan yang ada dalam sebuah Negara. Lebih dari itu, pemerintah perlu menyusun mekanisme sehingga orang tua dan kelompok-kelompok masyarakat dapat berpartisipasi secara optimal dalam pengembangan pendidikan di Indonesia.

 __________________

Oleh:

Sekar Rukmi

Pendidikan Bahasa Inggris

STKIP PGRI Pacitan

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề