Diantara usaha yang dilakukan nu adalah mendirikan badan-badan untuk memajukan urusan pertanian

Tujuan Dan Usaha NU, Organisasi Nahdlatul Ulama [NU] memiliki tujuan dan melaksanakan usaha usaha di bidang agama pendidikan sosial ekonomi dan tentu banyak contoh di dalamnya. Statuta NU 1926 adalah cikal bakal, pondasi dasar, visi dan misi paling awal yang menerjemahkan maksud didirikannya organisasi NU. Ke internal mempertegas posisi Jamiyyah/Organisasi, dan ke eksternal menunjukkan maksud, tujuan serta usaha organisasi NU bersamaan dengan waktu pendiriannya.

Nahdlatul Ulama / NU adalah Perkumpulan/Jam’iyyah Diniyyah Islamiyyah Ijtima’iyyah [Organisasi Sosial Keagamaan Islam], untuk menciptakan kemaslahatan masyarakat, kemajuan bangsa, dan ketinggian harkat dan martabat manusia [Bab IV Pasal 8 AD NU [2015] ayat 1].

Tujuan Organisasi Nahdlatul Ulama [NU]

Tujuan organisasi NU / Nahdlatul Ulama adalah berlakunya ajaran Islam yang menganut Paham  Ahlusunnah wal jamaah untuk terwujudnya tatanan masyarakat yang berkeadilan demi kemaslahatan, kesejahteraan umat dan demi terciptanya rahmat bagi semesta [Bab IV Pasal 8 AD NU [2015] ayat 2].

Rumusan dan konsep Tujuan NU di atas tentu masih sangat bersifat umum. Kendati demikian, kita semua bisa memahaminya dengan lebih detal dan rinci sesuai dengan program daan kegiatan organisasi NU. Artinya, setiap program dan kegiatan yang memiliki tujuan terinci, mencerminkan tujuan NU yang lebih umum dan luas.

Berlakunya ajaran Islam yang menganut Paham Ahlusunnah wal Jamaaah merupakan tujuan utama. Di dalamnya terletak pondasi untuk pijakan untuk tujuan-tujuan organisasi NU yang lebih terperinci. Artinya, semua tujuan yang ditetapkan organisasi NU melalui banyak bidang usaha, program dan kegiatan berangkat dari dan bermuara kepada peneguhan dan pelestarian Islam Ahlussunnah Wal Jamaah [Aswaja]. Tujuan Organisasi NU yang lebih terinci ada di Lembaga-Lembaga NU, Badan Khusus dan Badan Otonom NU.

Baca Juga

Tujuan terwujudnya tatanan masyarakat yang berkeadilan bagi organisasi NU mengandung pengertian bahwa keadilan merupakan pondasi dalam semua aspek kehidupan, dalam keadaan apapun, keadilan harus ditegakkan. Di samping keadilan merupakan sendi ajaran Islam yang utama, dalam konsep keadilan [I’tidal] itu sendiri mencerminkan keseimbangan [Tawazun] kehidupan; duniawi dan ukhrawi sekaligus.

Organisasi NU dan Kesejahteraan Umat

Keadilan dan keseimbangan, keduanya menjadi pijakan tujuan organisasi NU selanjutnya, yaitu memperjuangkan kesejahteraan umat. Dalam spektrum yang lebih luas, kesejahteraan umat tidak terbatas pada umat Islam.

Dalam konteks ke-Indonesia-an, Organisasi NU juga berpartisipasi memperjuangkan kesejahteraan rakyat. Peran-peran NU dalam masa Pra dan Pasca Kemerdekaan merupakan pondasi utama terbangunnya kesejahteraan umat atau rakyat. Sebab, untuk meraih tujuan kesejahteraan mustahil tanpa terbangunnya sebuah negara di mana rakyat berada.

Bagi Nahdlatul Ulama, kesejahteraan tidak terbatas dan terukur hanya dari sisi materi/jasmani, tapi juga dari sisi ruhani/spiritual. Kesejahteraan umat yang menjadi konsentrasi perjuangan NU mengedepankan prnsip-prinsip keadilan, kejujuran, tolong menolong dan amar maruf nahy munkar.

Jika kesejahteraan dikuru dari sisi bangunanmateri dan ekonomi, maak organisasi NU juga memperjuangkannya bahkan pada semua level kepengurusan. Kemandirian ekonomi adalah salah satu contohnya. Kemudian, kesejahteraan umat dari sisi ruhani dan atau spiritual, itu sudah menjadi bagian dari aktifitas keseharian pengurus NU; membimbing umat ke penghayatan dan pengamalan keagamaan. Karena yang diperjuangkan NU adalah keseimbangan duniawi dan ukhrawi.

NU Dan Islam Ramatan Lil Alamin

Organisasi NU memegang teguh prinsip Islam Rahmatan lil Alamin [Rahmat bagi Semesta] yang merupakan konsep besar Islam yang diajarkan oleh NU [Nahdlatul Ulama]. Islam Rahmatan lil Alamin adalah Islam yang membawa manfaat kepada setiap orang dan setiap masyarakat, maka Rahmatan lil ‘Alamin artinya adalah rahmat bagi alam semesta.

NU selalu mengedepankan “Islam sebagai agama damai dan kasih sayang [rahmatan lil alamin]” dalam kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara.

Organisasi NU mencita-citakan penerapan Islam yang rahmatan lil alamin; yakni Islam yang kehadirannya di tengah-tengah masyarakat mampu mewujudkan kedamaian dan kasih sayang bagi manusia maupun seluruh alam semesta.

Itu sudah sesuai sebagaimana dijelaskan berdasarkan pemahaman terhadap surat al-Anbiya’: 107: “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk [menjadi] rahmat bagi semesta alam”.

NU merujuk kepada ayat tersebut yang sudah jelas menerangkan bahwa Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad ditujukan untuk menebar rahmat [kasih sayang] diantara sesama manusia dan sesama makhluq Tuhan.

Organisasi NU meyakini bahwa jika Islam [dan berislam] dilakukan dengan cara yang baik dan benar, tidak dengan kekerasan, maka ia dengan sendirinya akan mendatangkan rahmat bagi seluruh alam

Baca Juga

Lalu, apa saja contoh usaha-usaha NU di bidang bidang agama pendidikan sosial ekonomi? Secara garis besar, usaha-usaha NU adalah sebagai berikut:

Usaha-Usaha Organisasi NU

Untuk mewujudkan tujuan sebagaimana Pasal 8 di atas, maka NU / Nahdlatul Ulama melaksanakan usaha-usaha sebagai berikut [Bab IV Pasal 9 AD NU ayat 1]:

  1. Usaha NU di bidang agama, mengupayakan terlaksananya ajaran Islam yang menganut faham Ahlusunnah wal Jamaah.
  2. Usaha NU di bidang pendidikan, pengajaran dan kebudayaan mengupayakan terwujudnya penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran; serta pengembangan kebudayaan yang sesuai dengan ajaran Islam untuk membina umat agar menjadi muslim yang taqwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas dan terampil, serta berguna bagi agama, bangsa, dan negara.
  3. Usaha NU di bidang sosial, mengupayakan dan mendorong pemberdayaan di bidang kesehatan, kemaslahatan dan ketahanan keluarga, dan pendampingan masyarakat yang terpinggirkan [mustadl’afin].
  4. Sementara itu Usaha NU di bidang ekonomi, mengupayakan peningkatan pendapatan masyarakat dan lapangan kerja/usaha untuk kemakmuran yang merata.
  5. Mengembangkan usaha-usaha lain melalui kerjasama dengan pihak dalam maupun luar negeri yang bermanfaat bagi masyarakat banyak guna terwujudnya Khaira Ummah.

Untuk melaksanakan tujuan dan usaha-usaha sebagaimana termaktub dalam Pasal 8 dan 9, Nahdlatul UIama membentuk perangkat organisasi NU, yang meliputi: Lembaga dan Badan Otonom yang merupakan bagian tak terpisahkan dari kesatuan organisasi Jam’iyah Nahdlatul Ulama [Bab VI Pasal 13 AD NU ayat 1].

Baca Juga

NU Mewujudkan Tujuan

Tujuan dan Usaha NU ibarat dua sisi mata uang yang saling berkaitan; keduanya tidak bisa terpisahkan. Jenis-jenis usaha NU yang berasal dari pikiran-pikiran inisiatif untuk mewujudkan tujuan NU.

Kegiatan-kegiatan yang mencerminkan usaha NU baik oleh NU, Lembaga NU maupun Badan Otonom NU, muaranya adalah tercapainya tujuan organisasi NU.

Masing-masing struktur Organisasi NU memiliki Tujuan dan Usaha. Namun Tujuan dan Usaha NU yang paling pokok dalam AD ART menjadi pedoman bagi struktur yang ada. Misalnya, MWCNU, Ranting NU, Lembaga NU dan Badan Otonom NU.

Situs Islam Aswaja NU Cilacap Online ini juga merupakan bagian dari contoh usaha NU. Khususnya dalam mengembangkan dakwah dan pemikiran melalui media online. Contoh usaha NU lainnya tentu banyak, sesuai bidang yang menjadi concern dan garapan organisasi

Akhirnya, demikian artikel singkat tentang Tujuan dan Usaha NU. Tentu masih sangat mendasar dalam penjelasannya. Namun demikian, semoga bisa menambah pengetahuan bersama.

Nahdlatul Ulama [bahasa Arab: نَهْضَةُ الْعُلَمَاءْ‎; [terj. har. Kebangkitan Ulama] atau disingkat NU adalah organisasi Islam yang pernah menjadi partai politik di Indonesia.

Nahdlatul Ulama

Logo Resmi Nahdlatul Ulama Hasil Musyawarah Nasional ke-33 Tahun 2015

SingkatanNUTanggal pendirian31 Januari 1926 M / 16 Rajab 1344 HDidirikan diKota SurabayaTipeOrganisasi sosio-religiusTujuanBerlakunya ajaran Islam yang menganut faham Ahlusunnah wal Jama'ah Asy'ariyah untuk terwujudnya tatanan masyarakat yang berkeadilan demi kemaslahatan, kesejahteraan umat, dan demi terciptanya rahmat bagi semesta.Kantor pusatJl. Kramat Raya, No. 164, Jakarta Pusat

Jumlah anggota

108 juta [2019]

Rais 'Aam

K.H. Miftachul Akhyar

Katib 'Aam

K.H. Ahmad Said Asrori

Ketua Umum

K.H. Yahya Cholil Staquf

Sekretaris Jenderal

Drs. H. Saifullah YusufAfiliasiIslam Ortodoks [Islam Sunni][1]Situs webwww.nu.or.id

Masjid Jombang, tempat lahirnya Nahdlatul Ulama

NU memiliki anggota berkisar dari 40 juta [2013][2] hingga lebih dari 108 juta [2019] yang menjadikannya sebagai organisasi Islam terbesar di dunia.[3][4] NU juga merupakan badan amal yang mengelola pondok pesantren, sekolah, perguruan tinggi, dan rumah sakit serta mengorganisir masyarakat untuk membantu peningkatan kualitas hidup umat Islam.

NU didirikan pada 31 Januari 1926 di Kota Surabaya oleh seorang ulama dan para pedagang untuk membela praktik Islam tradisionalis [sesuai dengan akidah Asy'ariyyah dan fiqih mazhab Syafi'i] dan kepentingan ekonomi anggotanya.[3] Pandangan keagamaan NU dianggap "tradisionalis" karena menoleransi budaya lokal selama tidak bertentangan dengan ajaran Islam.[5] Hal ini membedakannya dengan organisasi Islam terbesar kedua di Indonesia, Muhammadiyah, yang dianggap "reformis" karena membutuhkan interpretasi yang lebih literal terhadap Al-Qur'an dan Sunnah.[5]

Beberapa tokoh NU adalah pendukung konsep Islam Nusantara, sebuah ciri khas Islam yang telah mengalami interaksi, kontekstualisasi, pribumisasi, interpretasi, dan vernakularisasi sesuai dengan kondisi sosial budaya di Indonesia.[6] Islam Nusantara mempromosikan moderasi, anti-fundamentalisme, pluralisme dan pada titik tertentu, sinkretisme.[7] Namun, banyak sesepuh, pemimpin, dan ulama NU telah menolak Islam Nusantara dan memilih pendekatan yang lebih konservatif.[8]

Nahdlatul Ulama mengikuti mazhab Asy'ariyah, mengambil jalan tengah antara kecenderungan aqli [rasionalis] dan naqli [skripturalis]. Organisasi tersebut mengidentifikasi Al-Qur'an, Sunnah, dan kemampuan akal ditambah dengan realitas empiris sebagai sumber pemikirannya. NU mengaitkan pendekatan ini dengan para pemikir sebelumnya, seperti Abu al-Hasan al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi di bidang teologi.[9]

Di bidang fikih, NU mengakui empat mazhab yaitu Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hambali [berbeda dengan PERTI yang hanya bermazhab Syafi'i] tetapi dalam praktiknya jama'ah NU mayoritas dan cenderung bermazhab Syafi'i. Dalam hal tasawuf, NU mengikuti jalan Al-Ghazali dan Junaid al-Baghdadi.[9] NU telah digambarkan oleh media barat sebagai gerakan Islam yang progresif, liberal dan pluralistik,[10][11] tetapi merupakan organisasi yang beragam dengan faksi konservatif yang besar juga.[8]

Nahdlatul Ulama telah menyatakan bahwa mereka tidak terikat pada organisasi politik manapun.[12]

Artikel ini masih dalam proses penerjemahan dari artikel Nahdlatul Ulama#History dalam Wikipedia Bahasa Inggris. Untuk mengurangi konflik penyuntingan, dimohon untuk tidak menyunting halaman ini sampai penerjemahan dianggap selesai.

Asal usul

NU didirikan pada tahun 1926 sebagai organisasi ulama Muslim Asy'ari ortodoks,[13] yang bertentangan dengan kebijakan modernis Muhammadiyah dan Persatuan Islam [Persis], dan munculnya gerakan Salafi dari organisasi Al-Irsyad Al-Islamiyyah di Indonesia yang sama sekali menolak adat istiadat setempat yang dipengaruhi oleh tradisi Hindu dan Buddha Jawa pra-Islam. Organisasi ini didirikan setelah Komite Hijaz telah memenuhi tugasnya dan akan dibubarkan. Organisasi ini didirikan oleh Hasyim Asy'ari, kepala pesantren di Jawa Timur. Organisasi NU berkembang, tetapi basis dukungannya tetap di Jawa Timur. Pada tahun 1928, NU menggunakan bahasa Jawa dalam khotbahnya, di samping bahasa Arab.[14]:169[15]:168[16]:233–236

Pada tahun 1937, meskipun hubungan NU dengan organisasi-organisasi Islam Sunni lainnya di Indonesia buruk, organisasi-organisasi tersebut membentuk Majelis Islam A'la Indonesia [MIAI] sebagai forum diskusi. Mereka bergabung dengan sebagian besar organisasi Islam lainnya yang ada pada saat itu. Pada tahun 1942, Jepang menduduki Indonesia dan pada bulan September diadakan konferensi para pemimpin Islam di Jakarta.[14]:191,194[16]:233–236

Jepang ingin menggantikan MIAI, tetapi konferensi tidak hanya memutuskan untuk mempertahankan organisasi, tetapi juga memilih tokoh-tokoh politik yang tergabung dalam Partai Syarikat Islam Indonesia [PSII] untuk kepemimpinan, daripada anggota non-politik NU atau Muhammadiyah seperti yang diinginkan penjajah. Lebih dari setahun kemudian, MIAI dibubarkan dan digantikan oleh Masyumi [Majelis Syuro Muslimin Indonesia] yang disponsori Jepang. Hasjim Asjari adalah ketua nasional, tetapi dalam praktiknya organisasi baru itu dipimpin oleh putranya, Wahid Hasyim. Tokoh NU dan Muhammadiyah lainnya memegang posisi kepemimpinan.[14]:191,194[16]:233–236

Pada tahun 1945, Soekarno dan Hatta mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia. Selama perang kemerdekaan Indonesia, NU menyatakan bahwa perang melawan pasukan kolonial Belanda adalah jihad/perang suci, wajib bagi semua umat Islam. Di antara kelompok gerilya yang memperjuangkan kemerdekaan adalah Hizbullah dan Sabililah yang dipimpin oleh NU.[16]:233–236

Transformasi menjadi partai politik Islam

Nahdlatul Ulama

 SingkatanNUKetua umumKH. Hasyim Asy'ariDibentuk31 Januari 1926 [organisasi]
1952 [partai]Dibubarkan5 Januari 1973Dipisah dariMasyumiDigabungkan denganPartai Persatuan PembangunanKantor pusatDjakarta, IndonesiaSurat kabarDuta MasjarakatSayap pemudaGerakan Pemuda AnsorIdeologiIslamisme [Islam tradisionalis]Afiliasi nasionalLiga Muslim Indonesia

  • Politik Indonesia
  • Partai politik
  • Pemilihan umum

Lihat pula: Politik Indonesia, Politik Islam, Islamisme, dan Kritikisme Islamisme

Menyusul pengakuan kemerdekaan Indonesia, sebuah partai baru bernama Masyumi didirikan dengan NU sebagai komponennya. Kepemimpinan NU pada saat itu tidak memiliki keterampilan politik, dan dianugerahi beberapa posisi kabinet yang berpengaruh, kecuali ketua Wahid Hasyim, yang diangkat menjadi menteri agama. NU tidak senang dengan kurangnya pengaruhnya di dalam Masyumi, terutama setelah keputusan pada konferensi partai tahun 1949 mengubah dewan agama partai, di mana NU memegang beberapa posisi, menjadi badan penasihat yang tidak berdaya.[16]:233–236

Dua tahun kemudian, perselisihan tentang organisasi Haji menyebabkan penentangan Perdana Menteri Natsir terhadap pengangkatan kembali Hasyim sebagai menteri urusan agama di kabinet berikutnya. Dalam krisis kabinet berikutnya, NU mengajukan serangkaian tuntutan, termasuk mempertahankan Hasyim, dan mengancam akan meninggalkan Masyumi. Pada tanggal 5 April 1952, beberapa hari setelah pengumuman kabinet baru tanpa Hasyim, NU pada prinsipnya memutuskan untuk meninggalkan Masyumi. Tiga bulan kemudian mereka menarik semua anggotanya dari dewan Masyumi, dan pada tanggal 30 Agustus ia mendirikan Liga Muslim Indonesia, yang terdiri dari NU, PSSI dan sejumlah organisasi yang lebih kecil. Diketuai oleh Hasyim.[16]:233–236[17]

Selama era demokrasi liberal [1950-1957], anggota NU menjabat di sejumlah jabatan kabinet. Pada Kabinet Ali Sastroamidjojo I, NU menduduki tiga kursi, dengan Zainul Arifin ditunjuk sebagai wakil perdana menteri kedua. Namun, setelah kabinet ini jatuh, beberapa anggota NU menentang NU bergabung dengan kabinet baru, yang akan dibentuk oleh Kabinet Burhanuddin Harahap, dengan keyakinan bahwa jika dia tidak dapat membentuk kabinet, NU akan diundang untuk mencoba. Akhirnya ditekan untuk berpartisipasi, dan dianugerahi portofolio urusan dalam negeri dan agama di kabinet, yang dilantik pada 12 Agustus 1955.[16]:418–419

Pada tanggal 29 September 1955, Indonesia mengadakan pemilihan parlemen pertama. NU berada di urutan ketiga, dengan hampir 7 juta suara, 18,4% dari total, di belakang Partai Nasional Indonesia dan Masyumi. NU diberikan 45 kursi di Dewan Perwakilan Rakyat, naik dari hanya delapan sebelum pemilihan. NU adalah partai terbesar di basis Jawa Timurnya, dan 85,6% suaranya berasal dari Jawa. Ada pemisahan yang jelas antara Masyumi, yang mewakili pulau-pulau terluar, pemilih perkotaan, dan NU, yang mewakili konstituen pedesaan Jawa. Tiga bulan kemudian, pemilihan diadakan untuk Konstituante, yang bertugas menyusun konstitusi permanen. Hasilnya sangat mirip, NU meraih 91 dari 514 kursi.[14]:238–239[16]:434–436[18]:51

Pada 1950-an, NU masih ingin melihat Indonesia menjadi negara Islam, dan menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pidato presiden tahun 1953 yang ditolak oleh Sukarno. Tiga tahun kemudian, ia juga menentang "konsepsi" Sukarno yang pada akhirnya akan mengarah pada pembentukan demokrasi terpimpin, karena ini berarti anggota PKI duduk di kabinet. Pada tanggal 2 Maret 1957, pemberontakan Permesta pecah. Di antara tuntutannya adalah kembalinya Mohammad Hatta menjadi wakil presiden. NU mendukung seruan ini.[16]:281–282, 544[19]

Sementara itu, di Konstituante, NU bergabung dengan Masyumi, Partai Syarikat Islam Indonesia [PSII], Persatuan Tarbiyah Islamiyah [Perti] dan pihak lain untuk membentuk Blok Islam, yang menginginkan Indonesia menjadi negara Islam. Blok terdiri 44,8% dari total kursi. Namun, karena tidak ada satu pun blok yang mampu menguasai mayoritas dan mendorong melalui konstitusi yang diinginkan, majelis gagal untuk menyetujui dan dibubarkan oleh Sukarno dalam sebuah dekrit pada tanggal 5 Juli 1959 yang juga mengembalikan Undang-Undang Dasar 1945 yang asli, yang menyatakan negara untuk berdasarkan falsafah Pancasila, bukan Islam.[16]:281–282, 544[20]

Pada tahun 1960, Presiden Sukarno melarang Masyumi karena diduga terlibat dalam pemberontakan Permesta. Namun, kepemimpinan NU melihat Partai Komunis Indonesia yang pro-kaum miskin, yang dekat dengan Sukarno, sebagai penghalang ambisinya, dan bersaing dengannya untuk mendapatkan dukungan dari orang-orang miskin. Lima tahun kemudian, upaya kudeta oleh Gerakan 30 September terjadi. Pada tahun 1965, kelompok tersebut berpihak pada tentara pimpinan Jenderal Suharto dan sangat terlibat dalam pembunuhan massal komunis Indonesia. Namun, NU kemudian mulai menentang rezim Suharto.[21]

Pada tahun 1984, Abdurrahman Wahid, cucu pendiri NU Hasyim Asy'ari, mewarisi kepemimpinan dari ayahnya, dan kemudian terpilih sebagai Presiden Indonesia pada tahun 1999. Ia secara resmi meminta maaf atas keterlibatan NU dalam peristiwa 1965. Ia juga menyatakan bahwa "Nahdlatul Ulama [NU] seperti Syi'ah dikurangi Imamah; demikian pula Syi'ah adalah NU ditambah Imamah." Ada banyak kesamaan antara keduanya, seperti posisi dan peran kyai. Kontras utama di antara mereka adalah bahwa di NU, konsep itu terlihat dalam bentuk budaya yang diterima, sedangkan di Syiah, itu berbentuk teologi.[21]

Setelah penggulingan Sukarno, rezim Orde Baru di bawah Presiden Soeharto mengadakan pemilihan umum pada tahun 1971. Meskipun NU dimanipulasi oleh pemerintah, yang menyebabkannya kehilangan banyak kredibilitas, NU berhasil mempertahankan 18% suara dari pemilu 1955. pemilihan. Namun, pada tahun 1973, ia terpaksa "menyatu" ke dalam Partai Persatuan Pembangunan [PPP] yang baru. PPP berada di urutan kedua, setelah organisasi Golongan Karya [Golkar] yang disponsori pemerintah dalam pemilihan 1977 dan 1982, tetapi pada 1984, ketua NU yang baru Abdurrahman Wahid [juga dikenal sebagai Gus Dur], putra Wahid Hasyim, menarik NU dari PPP karena ketidakpuasan dengan kurangnya pengaruh NU. Akibatnya, pada pemilu 1987, suara PPP anjlok dari 28% pada 1982 menjadi hanya 16%. Sejak saat itu, NU diharapkan berkonsentrasi pada kegiatan keagamaan dan sosial.[14]:276[15]:32, 36–37[18]:201

Di luar politik

Pada tahun 1984, pemerintah Orde Baru mengumumkan bahwa semua organisasi harus menerima ideologi negara Pancasila sebagai dasar mereka. Sekali lagi NU akomodatif, dengan Gus Dur menyebut Pancasila sebagai "kompromi mulia"[15]:172 bagi umat Islam. Lima tahun kemudian. Gus Dur terpilih kembali untuk masa jabatan lima tahun kedua sebagai ketua, posisi yang dipegangnya hingga terpilih sebagai presiden pada 1999.[18]:203

Pada tahun 1990, NU bekerja sama dengan Bank Summa membentuk sistem Bank Perkreditan Rakyat. Soeharto tidak menyetujui NU menyimpang di luar kegiatan keagamaan murni, dan fakta bahwa bank itu dimiliki oleh keluarga etnis Tionghoa Kristen menimbulkan kontroversi. Bank itu akhirnya ditutup dua tahun kemudian karena salah urus keuangan. Gus Dur juga menimbulkan ketidaksetujuan rezim dengan mengadakan rapat umum di stadion Jakarta tiga bulan sebelum pemilihan legislatif 1992, seolah-olah untuk menyatakan dukungan terhadap Pancasila.[15]:188–193

Alhasil, Gus Dur diajak bertemu Letkol Prabowo Subianto, menantu Soeharto di Mabes TNI Jakarta. Pada pertemuan itu, Gus Dur diperingatkan untuk menghindari perilaku politik yang tidak dapat diterima, dan diberitahu bahwa jika dia bersikeras melibatkan dirinya dalam politik, daripada membatasi dirinya pada masalah agama, dia harus menyatakan dukungan untuk masa jabatan presiden lebih lanjut untuk Soeharto. Menanggapi hal itu, Gus Dur mengancam akan keluar dari NU. Hal ini mengakibatkan rezim mundur, karena tidak bisa mengambil risiko menjatuhkan Gus Dur.[15]:188–193

Nahdlatul Ulama menganut paham Ahlussunah wal Jama'ah, yaitu sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara Nash [Al Qur'an dan Hadits] dengan Akal [Ijma' dan Qiyas]. Oleh sebab itu sumber hukum Islam bagi warga NU tidak hanya Al Qur'an, dan As Sunnah saja, melainkan juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empiris.[22]

Maka, di dalam persoalan aqidah, NU merujuk kepada Imam Abul Hasan Al Asy'ari, sedangkan dalam persoalan fiqih, NU merujuk kepada Imam Syafi'i, dan dalam bidang tashawwuf, NU merujuk kepada Imam Al Ghazali. Namun NU tetap mengakui dan bersikap tasamuh kepada para mujtahid lainnya, seperti dalam bidang aqidah dikenal seorang mujtahid bernama Abu Mansur Al Maturidi, kemudian dalam bidang fiqih terdapat tiga mujtahid besar selain Imam Syafi'i, yakni Imam Abu Hanifah, Imam Malik, dan Imam Hanbali, serta dalam bidang tashawwuf dikenal pula Imam Junaid al-Baghdadi.[23]

Adapun gagasan "Kembali ke Khittah NU" pada tahun 1984 merupakan momentum penting untuk menafsirkan kembali ajaran Ahlussunnah wal Jamaah, serta merumuskan kembali metode berpikir, baik dalam bidang fiqih maupun sosial, serta merumuskan kembali hubungan NU dengan Negara. Gerakan tersebut berhasil kembali membangkitkan gairah pemikiran dan dinamika sosial dalam NU.[24]

Artikel utama: Daftar Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama

Muktamar

ke

Lokasi Tahun Rais 'Aam Ketua Umum
1 Surabaya 1926 K.H. M. Hasyim Asy'ari [Rais Akbar] K.H. Hasan Gipo
2 Surabaya 1927
3 Surabaya 1928
4 Semarang 1929 K.H. Ahmad Noor
5 Pekalongan 1930
6 Cirebon 1931
7 Bandung 1932
8 Jakarta 1933
9 Banyuwangi 1934
10 Surakarta 1935
11 Banjarmasin 1936
12 Malang 1937 K.H. Mahfudz Siddiq
13 Banten 1938
14 Magelang 1939
15 Surabaya 1940
16 Banyumas 1946 K.H. Nahrawi Thohir
17 Madiun 1947 K.H. A. Wahhab Hasbullah
18 Jakarta 1948
19 Palembang 1951 K.H. A. Wahid Hasyim
20 Surabaya 1954 K.H. Muhammad Dahlan
21 Medan 1956 Dr. K.H. Idham Chalid
22 Jakarta 1959
23 Surakarta 1962
24 Bandung 1967
25 Surabaya 1971 K.H. Bisri Syansuri
26 Semarang 1979
27 Situbondo 1984 K.H. Ahmad Shidiq Dr. K.H. Abdurrahman Wahid
28 Yogyakarta 1989
29 Tasikmalaya 1994
30 Kediri 1999 Dr. K.H. M. A. Sahal Mahfuz K.H. Ahmad Hasyim Muzadi
31 Surakarta 2004
32 Makassar 2010 Prof. Dr. K.H. Said Aqil Siroj, M.A.
33 Jombang 2015 Prof. Dr. K.H. Ma'ruf Amin
34 Lampung 2021 K.H. Miftachul Akhyar K.H.Yahya Cholil Staquf
  1. Pengurus Besar [PBNU], untuk kepengurusan pusat tingkat nasional di Jakarta.
  2. Pengurus Wilayah [PWNU], untuk kepengurusan di tingkat provinsi.
  3. Pengurus Cabang [PCNU], untuk kepengurusan di tingkat kabupaten/kota.
  4. Majelis Wakil Cabang [MWCNU], untuk kepengurusan di tingkat kecamatan.
  5. Pengurus Ranting [PRNU], untuk kepengurusan di tingkat desa/kelurahan.
  6. Pengurus Anak Ranting [PARNU], untuk kepengurusan di tingkat dusun/masjid/kelompok.
  7. Pengurus Cabang Istimewa [PCINU], untuk kepengurusan di negara luar Indonesia.

Lembaga adalah perangkat organisasi Nahdlatul Ulama yang berfungsi sebagai pelaksana kebijakan Nahdlatul Ulama sesuai dan berkaitan dengan kelompok masyarakat tertentu dan yang memerlukan penanganan khusus.[26] Lembaga Nahdlatul Ulama meliputi:

  1. Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama [LDNU]
  2. Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama [LBMNU]
  3. Lembaga Pendidikan Ma'arif Nahdlatul Ulama [LPMNU]
  4. Rabithah Ma'ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama [RMINU]
  5. Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama [LPNU]
  6. Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama [LPPNU]
  7. Lembaga Pelayanan Kesehatan Nahdlatul Ulama [LPKNU]
  8. Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama [LKKNU]
  9. Lembaga Kajian & Pengembangan SDM Nahdlatul Ulama [LAKPESDAM-NU]
  10. Lembaga Penyuluhan & Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama [LPBHNU]
  11. Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia Nahdlatul Ulama [LESBUMI]
  12. Lembaga Zakat, Infaq, & Shadaqah Nahdlatul Ulama [LAZISNU]
  13. Lembaga Waqaf & Pertanahan Nahdlatul Ulama [LWPNU]
  14. Lembaga Takmir Masjid Nahdlatul Ulama [LTMNU]
  15. Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama [LKNU]
  16. Lembaga Falakiyah Nahdlatul Ulama [LFNU]
  17. Lembaga Penanggulangan Bencana & Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama [LPBPINU]
  18. Lembaga Ta'lif wan Nasyr Nahdlatul Ulama [LTNNU]
  19. Lembaga Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama [LPTNU]

Badan Otonom NU adalah perangkat organisasi Nahdlatul Ulama yang berfungsi melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama yang berkaitan dengan kelompok masyarakat tertentu dan beranggotakan perorangan. Badan Otonom dikelompokkan dalam katagori Badan Otonom berbasis usia dan kelompok masyarakat tertentu, dan Badan Otonom berbasis profesi dan kekhususan lainnya.[27] Jenis badan otonom berbasis usia dan kelompok masyarakat tertentu adalah :

  1. Gerakan Pemuda Ansor
  2. Muslimat
  3. Fatayat
  4. Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama [IPNU]
  5. Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama [IPPNU]
  6. Jam'iyatul Qurra' wal Huffazh [JQH]
  7. Persatuan Guru Nahdlatul Ulama [Pergunu]
  8. Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia [PMII]
  9. Pencak Silat Pagar Nusa
  10. Jam'iyah Ahlit Thariqah Al Mu'tabarah an Nahdliyah [Jatman]
  11. Ikatan Seni Hadrah Indonesia Nahdlatul Ulama [Ishari]
  12. Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama [ISNU]
  13. Serikat Buruh Muslimin Indonesia [Sarbumusi]
  14. Serikat Nelayan Nahdlatul Ulama [SNNU]

Pertama kali NU terjun pada politik praktis pada saat menyatakan memisahkan diri dengan Masyumi pada tahun 1952 dan kemudian mengikuti pemilu 1955. NU cukup berhasil dengan meraih 45 kursi DPR dan 91 kursi Konstituante. Pada masa Demokrasi Terpimpin NU dikenal sebagai partai yang mendukung Soekarno, dan bergabung dalam NASAKOM [Nasionalis, Agama, Komunis]. Nasionalis diwakili Partai Nasional Indonesia [PNI], Murba [Musyawarah Rakyat Banyak], dll. Agama diwakili Partai Nahdhatul Ulama, Masyumi, Partai Katolik, Parkindo [Partai Kristen Indonesia], dll. Dan Komunis diwakili oleh Partai Komunis Indonesia [PKI][28].

NU kemudian menggabungkan diri dengan Partai Persatuan Pembangunan pada tanggal 5 Januari 1973 atas desakan penguasa orde baru Mengikuti pemilu 1977 dan 1982 bersama PPP. Pada muktamar NU di Situbondo, NU menyatakan diri untuk 'Kembali ke Khittah 1926' yaitu untuk tidak berpolitik praktis lagi.[29]

Namun setelah reformasi 1998, muncul partai-partai yang mengatasnamakan NU. Yang terpenting adalah Partai Kebangkitan Bangsa yang dideklarasikan oleh Abdurrahman Wahid. Pada pemilu 1999 PKB memperoleh 51 kursi DPR dan bahkan bisa mengantarkan Abdurrahman Wahid sebagai Presiden RI. Pada pemilu 2004, PKB memperoleh 52 kursi DPR.

Pemilu Total kursi Total pemilihan % Hasil
1955

45 / 257

6.955.141 18,41% Partai baru
1971

58 / 360

10.213.650 18,68%  13 kursi

Partai dengan afiliasi Nahdlatul Ulama

  • Partai Kebangkitan Bangsa
  • Partai Persatuan Pembangunan
  • Partai Kebangkitan Nasional Ulama
  • Partai Solidaritas Uni Nasional Indonesia
  • Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia
  • Persatuan Islam Tionghoa Indonesia
  • Majelis Ulama Indonesia
  • Islam di Indonesia
  • Indonesia
  • Pesantren
  1. ^ //pps.uin-suka.ac.id/id/berita/213-teliti-teologi-muhammadiyah-dan-nu-zuriatul-khairi-raih-doktor.html#:~:text=Drs.%20H.%20Zuriatul%20Khairi%2C,pandangan%20umat%20Islam%20di%20Indonesia.&text=Keduanya%20adalah%20penganut%20Islam%20ortodoks. Diarsipkan 2021-08-06 di Wayback Machine.
  2. ^ Ranjan Ghosh [4 January 2013]. Making Sense of the Secular: Critical Perspectives from Europe to Asia. Routledge. hlm. 202–. ISBN 978-1-136-27721-4. 
  3. ^ a b Esposito, John [2013]. Oxford Handbook of Islam and Politics. OUP USA. hlm. 570. ISBN 9780195395891. Diakses tanggal 17 November 2015. 
  4. ^ Patrick Winn [March 8, 2019]. "The world's largest Islamic group wants Muslims to stop saying 'infidel'". PRI. 
  5. ^ a b Pieternella, Doron-Harder [2006]. Women Shaping Islam. University of Illinois Press. hlm. 198. ISBN 9780252030772. Diakses tanggal 17 November 2015. 
  6. ^ "Apa yang Dimaksud dengan Islam Nusantara?". Nahdlatul Ulama. 22 April 2015. 
  7. ^ F Muqoddam [2019]. "Syncretism of Slametan Tradition As a Pillar of Islam Nusantara'". E Journal IAIN Madura. 
  8. ^ a b Arifianto, Alexander R. [23 January 2017]. "Islam Nusantara & Its Critics: The Rise of NU's Young Clerics" [PDF]. RSIS Commentary. 18. 
  9. ^ a b //www.nu.or.id/a,public-m,static-s,detail-lang,en-ids,1-id,7-t,religious+ideology-.phpx
  10. ^ "From Indonesia, a challenge to the ideology of the Islamic State". The New York Times. Jakarta. 4 December 2015. Diakses tanggal 4 December 2015. 
  11. ^ Varagur, Krithika [2 December 2015]. "World's Largest Islamic Organization Tells ISIS To Get Lost". The Huffington Post. Diakses tanggal 4 December 2015. 
  12. ^ Robin Bush, Robin Bush Rickard. Nahdlatul Ulama and the Struggle for Power Within Islam and Politics in Indonesia. Institute of Southeast Asian Studies. hlm. 78. 
  13. ^ University of Cumbria, Division of Religion and Philosophy. "Nahdatul Ulama". www.philtar.ac.uk. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-03-03. Diakses tanggal 2021-03-09.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan [bantuan]
  14. ^ a b c d e Ricklefs, M.C. [1991]. A History of Modern Indonesia Since c.1200. Stanford: Stanford University Press. ISBN 0-8047-4480-7. 
  15. ^ a b c d e Schwartz, Adam [1994]. A Nation in Waiting: Indonesia in the 1990s . Allen & Unwin. ISBN 1-86373-635-2. 
  16. ^ a b c d e f g h i j Feith, Herbert [2007]. The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia. Equinox Publishing [Asia] Pte Ltd. ISBN 978-9-79378-045-0. 
  17. ^ "Kebangkitan Nasional dan Awal Berdirinya Nahdlatul Ulama". mediaipnu.or.id [dalam bahasa Inggris]. Diakses tanggal 2022-08-20. 
  18. ^ a b c Friend, Theodore [2003]. Indonesian Destinies . The Belknap Press of Harvard University Press. ISBN 0-674-01834-6. 
  19. ^ Nasution, Adnan Buyung [1995]. Aspirasi Pemerintahan Konstitutional di Indonesia: Studi Sosio-Legal atas Konstituante 1956-1959. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti. hlm. 32–33, 49. ISBN 978-9-79416-218-7. 
  20. ^ Nasution, Adnan Buyung [1995]. Aspirasi Pemerintahan Konstitutional di Indonesia: Studi Sosio-Legal atas Konstituante 1956-1959. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti. hlm. 32–33, 49. ISBN 978-9-79416-218-7. 
  21. ^ a b "Cikeusik to Sampang: The threat of conflict". January 10, 2012. Diarsipkan dari versi asli tanggal April 3, 2022. Diakses tanggal January 10, 2012.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan [bantuan]
  22. ^ "Kebangkitan Nasional dan Awal Berdirinya Nahdlatul Ulama". mediaipnu.or.id [dalam bahasa Inggris]. Diakses tanggal 2022-08-20. 
  23. ^ "Materi Latihan Kader Muda - LAKMUD IPNU IPPNU [PDF]". mediaipnu.or.id [dalam bahasa Inggris]. Diakses tanggal 2022-08-20. 
  24. ^ tim. "Sejarah Berdirinya NU Sejak Masa Penjajahan". nasional. Diakses tanggal 2021-12-03. 
  25. ^ "Kebangkitan Nasional dan Awal Berdirinya Nahdlatul Ulama". mediaipnu.or.id [dalam bahasa Inggris]. Diakses tanggal 2022-08-20. 
  26. ^ "Daftar Lembaga-lembaga di Bawah Naungan NU". nu.or.id. Diakses tanggal 2022-01-30. 
  27. ^ "Badan-badan Otonom [Banom] di Bawah Naungan NU". nu.or.id. Diakses tanggal 2022-01-30. 
  28. ^ //rasindonews.wordpress.com/2022/06/06/perkembangan-politik-partai-komunis-indonesia-1948-1965/
  29. ^ "Khittah Plus NU Mahbub Djunaidi dan Gerakan PBNU Terkini". mediaipnu.or.id [dalam bahasa Inggris]. Diakses tanggal 2022-08-20. 
  • [Indonesia] Situs Resmi Nahdlatul Ulama

Sebagian atau keseluruhan dari artikel ini dicurigai telah melanggar hak cipta dari tulisan pihak di luar Wikipedia, dan selanjutnya akan dimasukkan dalam daftar Wikipedia:Artikel bermasalah hak cipta:

Disarankan untuk tidak melakukan perubahan apapun sampai masalah pelanggaran hak cipta di artikel ini diteliti pengguna lain dan diputuskan melalui konsensus

  • Cek lewat Alat Pendeteksi Copyvio Earwig [di Toolforge]
  • Jika Anda ingin menulis ulang artikel ini sebagai tulisan yang sama sekali baru, untuk sementara tuliskan di sini.
Berikan komentar mengenai hal tersebut di halaman diskusi artikel ini. Perhatikan bahwa hanya mengubah sedikit atau beberapa bagian dari tulisan asli tidak cukup untuk menghilangkan pelanggaran hak cipta dari tulisan ini. Lebih baik membangun kembali artikel ini dari awal sedikit demi sedikit daripada membajak tulisan orang lain demi sebuah artikel besar.
  • Jika Anda sebenarnya memang adalah pemilik sumber tulisan asli yang dimaksudkan [dan termasuk pula pemilik bukti tulisan yang menjadi dasar kecurigaan pelanggaran hak cipta], dan ingin membebaskan hak cipta tulisan tersebut sesuai GNU Free Documentation License:
berikan keterangan di halaman diskusi artikel ini, kemudian bisa menampilkan pesan izin tersebut di halaman aslinya, atau berikan izin tertulis ke Wikipedia melalui email yang alamatnya tersangkut langsung dengan sumber tersebut ke alamat atau surat tertulis ke Wikimedia Foundation. Berikan izin secara eksplisit bahwa tulisan tersebut telah dibebaskan ke dalam lisensi CC BY-SA 3.0 dan lisensi GFDL.
  • Jika tulisan bukti memang berada di wilayah lisensi yang bisa untuk dipublikasikan di Wikipedia,:
Jelaskan hal tersebut di halaman diskusi artikel ini, dengan bukti referensi yang tepat dan benar.

Kecuali kecurigaan hak cipta ini bisa dibuktikan salah dalam waktu paling lambat dua minggu, artikel ini akan dihapus

  • Memuat artikel yang melanggar hak cipta adalah pelanggaran hukum dan tidak sesuai dengan Kebijakan Wikipedia.
  • Jika Anda memiliki pertanyaan mengenai hak cipta, silakan lihat Hak cipta.
  • Pengguna yang secara berulang memuat artikel yang melanggar hak cipta akan diblokir dari hak penyuntingan.
  • Untuk sementara, pemuatan asli masih bisa dilihat melalui di halaman versi terdahulu.
  • Anda dipersilakan memuat kontibusi orisinil.

Diperoleh dari "//id.wikipedia.org/w/index.php?title=Nahdlatul_Ulama&oldid=21609431"

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề