Dibawah ini kota kota tempat mushaf utsmani itu dikirim kecuali

Thursday, 22 February 2018 Oleh : Qowim Musthofa

Penulis Qowim Musthofa

“Jibril datang kepadaku dengan membacakan al-Qur’an dalam satu bentuk bacaan, lalu aku membacakannya kembali kepada Jibril, kemudian aku memintanya untuk menambahkan [bentuk bacaan yang lain], lalu ia menambahkannya hingga mencapai tujuh bentuk bacaan.”

Hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas dan dimuat di Shahih Bukhari [hadis no. 4991] dan Shahih Muslim.

Dari hadis di atas, Seluruh ulama sepakat bahwa al-Qur’an diturunkan dengan tujuh macam bentuk bacaan. Pada zaman Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam, beliau membaca al-Qur’an dengan tujuh bentuk bacaan tersebut, namun tidak semuanya para sahabat belajar tujuh bacaan itu kepada Nabi Muhammad, melainkan ada yang hanya belajar satu bentuk bacaan, ada yang dua bentuk bacaan, dan ada yang lebih dari itu.

Namun tidak ada satupun sahabat yang belajar kepada Nabi Muhammad semua bentuk bacaan al-Qur’an tersebut.
Ketika Islam sudah menyebar luas di berbagai penjuru wilayah, para tabi’in belajar membaca al-Qur’an kepada para sahabat yang mukim di negara tersebut, seperti penduduk Syam belajar Qira’at kepada Ubay bin Ka’ab, penduduk Kufah belajar kepada Abdullah bin Mas’ud, sedangkan yang lainnya belajar kepada Abu Musa al-Asy’ari.

Pada masa inilah mulai muncul perbedaan bacaan yang sangat mencolok, dikarenakan perbedaan guru [sahabat] yang tidak semuanya belajar tentang berbagai bentuk bacaan al-Qur’an kepada Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam.

Faktor-faktor yang menyebabkan Usman menggandakan mushaf Alquran
Pertama, perbedaan membaca di berbagai wilayah kekuasaan Islam. Ketika terjadi peperangan di kawasan Azerbaijan dan Armenia, Huzaifah bin Yaman menemukan para sahabat membaca Alquran dengan cara yang berbeda-beda, lalu ia melaporkan hal tersebut kepada Usman “Wahai Amirul Mu’minin, satukanlah umat Muslim sebelum mereka saling bertentangan dalam membaca Alquran, sebagaimana yang terjadi pada kaum Yahudi dan Nasrani.”

Atas usulan tersebut, Usman meminta mushaf yang dibawa oleh Khafsah, kemudian Usman membentuk tim penulis mushaf: Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin Ash, dan Abdurrahman bin Haris bin Hisyam. Usman berpesan kepada mereka “Jika kalian dan bertentangan dalam menulis mushaf, maka tulislah sesuai lisan orang Quraisy, sebab Alquran diturunkan dengan lisan Quraisy.”

Setelah Alquran selesai ditulis, maka Usman menyuruh membakar mushaf-mushaf selain yang ditulis oleh tim penulis mushaf tersebut.

Kedua, perbedaan guru dalam mengajarkan Alquran. Hal ini menjadi pertentangan yang luar biasa, Ibn Jarir at-Thabari menjelaskan dengan mengutip pendapat Abu Ayub mengatakan bahwa sebagian dari sahabat yang bertentangan tersebut saling mengkafirkan satu dengan yang lainnya. [Jamiul bayan, 1/20].

Ketiga, perbedaan terjadi karena masing-masing sahabat mempunyai tulisan alquran yang dimiliki secara individu untuk dibaca sendiri. Di antara mushaf yang masyhur adalah, Ubay bin Ka’ab, Abdullah bin Mas’ud, Abu Musa Al-Asy’ari dan Miqdad bin Amr.

Dari ketiga faktor di atas, menyebabkan perselisihan dan pertentangan yang berujung pada saling mengkafirkan. Maka atas inisiatif Usman mengumpulkan kembali mushaf yang dibawa oleh Khafsah, kemudian ditulis ulang menjadi tujuh mushaf.

Setelah mushaf berhasil digandakan, Usman menyuruh para sahabat untuk membakar mushaf-mushaf selain yang ditulis oleh tim Usman.

Salinan mushaf yang berjumlah tujuh tersebut disebarluaskan ke berbagai daerah, di antaranya Makkah, Syam, Yaman, Bahrain, Bashrah, Kufah dan Madinah.

Dari uraian singkat di atas tentang perbedaan mushaf, dapat diambil hikmahnya bahwa perbedaan dan beranekaragamnya qira’at yang terjadi di dalam pembacaan al-Qur’an semata-mata sebagai bentuk rukhsah [keringanan] dari Allah swt. juga sebagai bentuk rahmat bagi umat agar mempermudah membacanya.

Kerja kodifikasi Al-Qur’an di masa khalifah Utsman bin Affan melahirkan produk Al-Qur’an beberapa mushaf yang sangat terbatas. Sejumlah mushaf versi resmi ini kemudian terkenal dengan sebutan Mushaf Utsmani atau Al-Imam. Mushaf Utsmani atau Al-Imam merupakan fase ketiga dalam sejarah kodifikasi Al-Qur’an. [Manna’ Al-Qaththan, Mabahits fi Ulumil Qur’an, [tanpa kota, Darul Ilmi wal Iman: tanpa tahun], halaman 129].


Pada masa khalifah Abu Bakar RA, Sayyidina Umar RA tercatat sebagai orang yang mengusulkan kodifikasi Al-Qur’an kepada pemerintah. Sedangkan pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan RA, sahabat Hudzaifah ibnul Yaman adalah orang yang mengusulkan kodifikasi Al-Qur’an kepada pemerintah dengan sebab yang berbeda.


Imam Bukhari dalam Kitab Shahih-nya menceritakan dari sahabat Anas bin Malik RA, sahabat Hudzaifah Ibnul Yaman datang menemui Utsman bin Affan RA. Hudzaifah yang bertugas dalam ekspedisi penaklukan Armenia dan Azirbaijan melaporkan kepada Utsman RA betapa terkejutnya ia atas keragaman versi bacaan Al-Qur’an [di mana mereka saling mengafirkan karena perbedaan versi bacaan].


"Selamatkanlah umat ini sebelum mereka terpecah perihal bacaan seperti Yahudi dan Nasrani," kata Hudzaifah kepada Utsman.


Keresahan ini tidak hanya dirasakan oleh sahabat Hudzaifah. Riwayat Ibnu Jarir menunjukkan betapa banyaknya sahabat yang mengalami keresahan yang sama di mana banyak masyarakat membaca Al-Qur’an dengan berbagai versi dan bahkan sebagian membaca dengan salah.


Satu sama lain saling mengafirkan karenanya. [Al-Qaththan, tanpa tahun: 125] dan [Syekh Ali As-Shabuni, At-Tibyan fi Ulumil Qur’an, [tanpa kota, Darul Mawahib Al-Islamiyyah: 2016], halaman 60].


Kodifikasi Al-Qur’an era khalifah Utsman didorong oleh situasi yang berbeda dari situasi yang dihadapi khalifah Abu Bakar, yaitu banyaknya penaklukan kota-kota dan sebaran umat Islam di berbagai kota-kota yang jauh. [As-Shabuni, 2016: 60].


Selain itu, kebutuhan umat Islam yang telah menyebar di berbagai penjuru negeri terhadap kajian Al-Qur’an mengharuskan kerja-kerja kodifikasi Al-Qur’an di era Utsman bin Affan RA. Sedangkan setiap penduduk mengambil qiraah dari sahabat rasul yang cukup terkenal di daerah tersebut dan sering kali telah mengalami kekeliruan karena faktor geografis.


Penduduk Syam membaca Al-Qur’an dengan qiraah Ubay bin Ka’ab. Penduduk Kufah membaca Al-Qur’an dengan qiraah Abdullah bin Mas’ud. Selain mereka membaca Al-Qur’an dengan qiraah Abu Musa Al-Asy’ari. Perbedaan versi ini membawa konflik di tengah masyarakat. [M Abdul Azhim Az-Zarqani, Manahilul Irfan fi Ulumil Qur’an, [Kairo, Darul Hadits: 2017 M/1438 H], halaman 205].


Kondisi darurat mendorong Khalifah Utsman bin Affan RA untuk mengatasi situasi sosial yang semakin memburuk. Dengan Mushaf Utsmani, khalifah Utsman RA mengatasi konflik sosial, menyudahi pertikaian, dan melakukan perlindungan terhadap orisinalitas dan otentisitas Al-Qur’an dari penambahan dan penyimpangan seiring dengan peralihan zaman dan pergantian waktu. [Al-Qaththan 128]. Adapun konflik sosial ini harus dicarikan solusinya. [Al-Qaththan, tanpa tahun: 123].


Solusi yang diambil Sayyidina Utsman RA berangkat dari kecerdasan pikiran dan keluasan pandangannya untuk mengatasi konflik sosial sebelum memuncak. Ia kemudian memanggil para sahabat terkemuka ahli Al-Qur’an untuk mencari akar masalah dan mencoba mengatasinya.  [As-Shabuni, 2016: 61].


Ibnu Hajar Al-Asqalani mengatakan, kodifikasi Al-Qur’an yang dilakukan khalifah Utsman bin Affan RA terjadi pada tahun 25 H meski ada sebagian orang yang menduga tanpa sanad bahwa hal itu terjadi pada tahun 30 H. [As-Suyuthi, Al-Itqan fi Ulumil Qur’an, [Kairo, Darul Hadits: 2006 M/1427 H], juz I, halaman 191] dan [Al-Qaththan, tanpa tahun: 129].


Ibnu Asytah dari Abu Qilabah meriwayatkan bahwa Anas bin Malik meriwayatkan, merebaknya perpecahan di tengah masyarakat perihal versi bacaan Al-Qur’an sehingga anak-anak remaja pelajar dan para guru Al-Qur’an terlibat pertikaian karenanya. Merebaknya gejolak sosial yang mengarah pada konflik ini sampai juga telinga Sayyidina Utsman RA.


"Di depanku kalian berani berdusta dan salah membaca. Niscaya orang yang jauh dari jangkauanku akan lebih berdusta dan lebih salah baca lagi tentunya. Wahai para sahabat rasul, bersatuah kalian. Catatlah satu mushaf sebagai imam atau pedoman bagi masyarakat," kata Sayyidina Utsman RA. [As-Suyuthi, 2006: 191]. 


Kerja kodifikasi Al-Qur’an yang melahirkan Mushaf Utsmani atau Al-Imam di era sahabat Utsman bin Affan ini menarik simpati dan apresiasi dari kalangan sahabat. Berikut ini pengakuan Sayyidina Ali RA atas kerja kodifikasi Al-Qur’an yang dilakukan Utsman bin Affan RA. 


"Kalau aku penguasanya, niscaya aku akan melakukan hal yang sama dengan Sayyidina Utsman RA," kata Sayyidina Ali RA mengapresiasi kerja kodifikasi Al-Qur’an Utsman melalui Mushaf Utsmani. [As-Suyuthi, 2006: 192-193]. Wallahu a’lam. [Alhafiz Kurniawan]

Ilustrasi khalifah Utsman bin Affan. //www.freepik.com/

Utsman bin Affan adalah salah satu dari sahabat nabi yang bernama lengkap Utsman bin Abdi Syams bin Abdi Manaf bin Quraisy al-Quraisy, Al Umawiy lahir pada 12 Dzulhijjah 35 Sebelum Hijriah. Beliau dikenal sebagai seorang yang kaya raya namun dermawan. Kekayaan yang baliau punya digunakan untuk kepentingan umat islam.

Utsman bin Affan juga dikenal sebagai Dzun Nurrain [pemilik dua cahaya] karena menikahi dua putri Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam secara berturut-turut, yaitu Ruqayyah dan Ummu Kulsum.

Utsman bin Affan menjadi seorang khulafaur rasyidin ketiga ketika berusia 70 tahun setelah Abu Bakar as Shiddiq dan Umar bin Khattab. Beliau merupakan seorang khalifah dengan masa kepemimpinan paling lama. Selama menjadi khalifah, banyak sekali prestasi-prestasi yang didapatkan. Berikut kisah prestasi Utsman bin Affan selama menjadi khalifah.

Prestasi Utsman bin Affan dalam Perkembangan Islam

Adapun prestasi Utsman bin Affan selama menjadi seorang khalifah dikutip dari buku berjudul Sejarah Peradaban Islam karangan Akhmad Saufi dan Hasmi Fadillah [2015: 101].

1. Modifikasi Mushaf Al-Qur’an

Pada masa pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan, wilayah Islam sudah sangat luas. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya perbedaan pembelajaran Al-Quran di beberapa pelosok wilayah. Perbedaan itu meliputi susunan surahnya atau lafal [dialeknya].

Salah seorang sahabat bernama Huzaifah bin Yama melihat perselisihan antara tentara Islam ketika menaklukkan Armenia dan Azarbaijan. Masing-masing pihak menganggap cara membaca Al-Quran yang dilakukan adalah paling baik.

Perselisihan tersebut kemudian dilaporkan oleh Huzaifah bin Yaman kepada Usman bin Affan, selanjutnya beliau membentuk sebuah panitia penyusunan Al-Qur’an. Panitia ini di ketuai oleh Zaid bin Tsabit, anggotanya Abdullah bin Zubair dan Abdurrahman bin Haris. Tugas yang dilaksanakan adalah menyalin ulang ayat-ayat Al-Quran dalam sebuah buku yang disebut mushaf.

Salinan kumpulan Al-Quran itu disebut mushaf oleh panitia Mushaf diperbanyak sejumlah empat buah. Salah satunya tetap berada di Madinah, sedangkan tiga lainya dikirim ke Suriah, Basrah, dan Kuffah. Semua naskah Al-Quran yang dikirim ke daerah-daerah itu dijadikan pedoman dalam penyalinan berikutnya di daerah masing-masing. Naskah yang ditinggal di Madinah disebut Mushaf Al-Imam atau Mushaf Usmani.

2. Renovasi Masjid Nabawi

Ilustrasi Masjid Nabawi sesudah direnovasi. //www.freepik.com/

Masjid Nabawi adalah masjid yang pertama kali didirikan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pada saat pertama kali tiba di Madinah dari perjalanan hijrahnya. Pada mulanya Masjid Nabawi berukuran kecil dan masih sangat sederhana. Dengan semakin banyaknya jumlah umat Islam yang menggunakan Masjid Nabawi, maka Umar bin Khattab mulai memperluas masjid ini. Masjid Nabawi telah mulai dibangun sejak masa Khalifah Umar bin Khattab yang kemudian dilanjutkan renovasinya dan diperluas oleh Utsman bin Affan. Selain diperluas, masjid Nabawi juga dibangun dengan bentuk dan coraknya yang lebih indah.

3. Pembentukan Angkatan Laut

Pada masa kekhalifahan Usman bin Affan, wilayah Islam sudah mencapai Afrika, Siprus, hingga konstantinopel. Muawiyah saat itu menjabat gubernur Suriah mengusulkan dibentuknya angkatan laut. Usul itu disambut dengan baik oleh Usman bin Affan. Kemudian dibentuklah angkatan laut dalam rangka menjaga keutuhan wilayah islam.

4. Perluasan Wilayah Islam

Serangkain penaklukan bangsa Arab dimotivasi oleh semangat keagamaan untuk menjadikan dunia memeluk dan mengakui Islam. Pada masa pemerintahan Usman bin Affan wilayah Islam semakin meluas. Wilayah perluasan di masa Khalifah Utsman bin Affan diantaranya:

  • Perluasan ke Khurasan di bawah pimpinan Sa’ad bin Ash dan Huzaifah bin Yaman.

  • Perluasan ke Armenia yang dipimpin Salam Rabiah Al Bahly.

  • Afrika Utara [Tunisia] Abdullah bin Sa’ad bin Abi Sa’ad bin Abi Sarah.

  • Penaklukan Ray dan Azerbeijan yang dipimpin Walid bin Uqbah.

Begitu besarnya peranan dan prestasi Utsman bin Affan selama menjadi seorang khalifah. Prestasi-prestasi tersebut bahkan bisa dirasakan sampai sekarang, seperti Al-Quran yang sama di mana-mana. [MZM]

Video yang berhubungan

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề