Hak warga negara yang diatur dalam UUD nri Tahun 1945 pasal 34 adalah

Ikawati Sukarna Rabu, 15 September 2021 | 14:30 WIB

Isi Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 34 ayat 1 tentang fakir miskin dan anak terlantar. [Pixabay]

Bobo.id - Undang-Undang Dasar 1945 merupakan dasar hukum di negara Indonesia. Oleh sebab itu, UUD 1945 digunakan dalam pedoman berperilaku.

UUD 1945 terdiri dari pasal-pasal. Pasal-pasal tersebut mengatur tentang hak dan kewajiban sebagai warga negara. 

Dalam UUD 1945, ditemukan pasal 34 ayat 1. Bunyi pasal tersebut yaitu "Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara."

Dalam undang-undang menjelaskan tentang hak warga negara untuk mendapatkan jaminan yang layak. 

Hak-hak tersebut ada beragam. Berikut ini akan uraikan secara lengkap hak fakir miskin dan anak terlantar berdasarkan UUD 1945. 

Baca Juga: Isi Piagam Jakarta sebelum Mengalami Perubahan Menjadi Pembukaan UUD 1945

1. Hak Fakir Miskin 

Dalam KBBI, Fakir miskin diartikan sebagai kaum fakir dan kaum miskin. 

Lebih jelas lagi, fakir miskin adalah orang-orang yang sangat kekurangan. Oleh sebab itu, golongan ini memiliki hak-hak khusus. 

Hak-hak fakir miskin antara lain: 

Page 2

Page 3

Pixabay

Isi Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 34 ayat 1 tentang fakir miskin dan anak terlantar.

Bobo.id - Undang-Undang Dasar 1945 merupakan dasar hukum di negara Indonesia. Oleh sebab itu, UUD 1945 digunakan dalam pedoman berperilaku.

UUD 1945 terdiri dari pasal-pasal. Pasal-pasal tersebut mengatur tentang hak dan kewajiban sebagai warga negara. 

Dalam UUD 1945, ditemukan pasal 34 ayat 1. Bunyi pasal tersebut yaitu "Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara."

Dalam undang-undang menjelaskan tentang hak warga negara untuk mendapatkan jaminan yang layak. 

Hak-hak tersebut ada beragam. Berikut ini akan uraikan secara lengkap hak fakir miskin dan anak terlantar berdasarkan UUD 1945. 

Baca Juga: Isi Piagam Jakarta sebelum Mengalami Perubahan Menjadi Pembukaan UUD 1945

1. Hak Fakir Miskin 

Dalam KBBI, Fakir miskin diartikan sebagai kaum fakir dan kaum miskin. 

Lebih jelas lagi, fakir miskin adalah orang-orang yang sangat kekurangan. Oleh sebab itu, golongan ini memiliki hak-hak khusus. 

Hak-hak fakir miskin antara lain: 

Super User 16 Desember 2015 Dilihat: 42986

Rudy Hendra Pakpahan, SH, M.HumPejabat Fungsional Perancang Peraturan Perundang-undangan

Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sumut

Filosofi jaminan sosial sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional [SJSN] dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial [BPJS] berakar pada sisitem kapitalisme karena jaminan sosial diterjemahkan sebagai strategi penyediaan cadangan dana mengatasi resiko ekonomi yang timbul secara sistemik dalam siklus ekonomi kapitalisme [krisis]. [Salamuddin Daeng: 2011] Sejarah pembentukan sistem jaminan sosial mengacu pada kaidah internasional dimasukkan dalam hukum nasional melalui amandemen terhadap UUD 1945, dengan memasukkan kata jaminan sosial sebagai metode yang harus dikembangkan oleh negara pasca krisis ekonomi Indonesia. Dalam UUD 1945 Pasal 28H ayat [3] yang menyebutkan bahwa "Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat", kemudian Pasal 34 ayat [2] Undang-Undang Dasar Negera Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan "Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. Pelaksanaan kedua pasal tersebut dapat memenuhi amanat Pasal 27 ayat [2] Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa "Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan", dan Pasal 34 ayat [1] berbunyi "Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara negara". Pasal-pasal inilah yang secara material menjadi alasan konstitusional di bidang Jaminan Sosial, yang menegaskan bahwa jaminan sosial [social security] merupakan "hak" [right] bukan merupakan "hak istimewa" [privilege], karena: "Privilege is a particular benefit or advantage enjoyed by a person, company,or class beyond the common advantages of other citizen. An exceptional or extraordinary power or exemptions. A peculiar right, advantage, exception, power, franchise, or immunity held by a person or class, not generally possessed by others". [Henry Champbell Black: 1990]Konsep ini diakomodasi dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial. Pasal 14 ayat [1] Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional menyatakan "Pemerintah secara bertahap mendaftarkan penerima bantuan iuran sebagai peserta kepada Badan Penyelenggara jaminan sosial". Kemudian Pasal 14 ayat [2] berbunyi "Penerima bantuan iuran sebagaimana dimaksud pada ayat [1] adalah fakir miskin dan orang tidak mampu". Kemudian Pasal 17 ayat [4] menyebutkan bahwa "Iuran program jaminan sosial bagi fakir miskin dan orang yang tidak mampu dibayar oleh Pemerintah".Selanjutnya, Pasal 10 ayat [1] Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 menyatakan bahwa "Asuransi kesejahteraan sosial diselenggarakan untuk melindungi warga negara yang tidak mampu membayar premi agar mampu memelihara dan mempertahankan taraf kesejahteraan sosialnya". Ayat selanjutnya menyatakan "Asuransi kesejahteraan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat [1] diberikan dalam bentuk bantuan iuran oleh Pemerintah". Dalam Pasal 5 ayat [2] huruf b Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara menyebutkan bahwa urusan sosial masuk dalam urusan Pemerintahan yang ruang lingkupnya disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Apabila diteliti lebih lanjut, sebenarnya Pasal 17 ayat [4] Undang-undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional ini justru mendasari pemikirannya berdasarkan Pasal 34 ayat [3] hasil amandemen yang ditambahkan [fasilitas] "sosial" dan "lainnya" untuk lebih menegaskan unsur-unsur yang menjadi tanggung jawab negara, bukan pada Pasal 34 ayat [2] Undang-Undang Dasar NKRI Tahun 1945. Perubahan ini didasarkan kepada kebutuhan meningkatkan jaminan konstitusional yang mengatur kewajiban negara di bidang kesejahteraan sosial. Adanya ketentuan mengenai kesejahteraan sosial yang jauh lebih lengkap dibanding sebelum perubahan, merupakan bagian upaya mewujudkan Indonesia sebagai negara kesejahteraan [welfare state] sehingga rakyat dapat hidup sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan. Di dalam rumusan tersebut terkandung maksud untuk lebih mendekatkan gagasan negara kesejahteraan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 ke dalam realita.Negara Indonesia menganut paham sebagai negara kesejahteraan, berarti terdapat tanggung jawab negara untuk mengembangkan kebijakan negara di berbagai bidang kesejahteraan serta meningkatkan kualitas pelayanan umum [public services] yang baik melalui penyediaan berbagai fasilitas yang diperlukan oleh masyarakat. Konsep jaminan social dalam arti luas meliputi setiap usaha di bidang kesejahteraan sosial untuk meningkatkan taraf hidup manusia dalam mengatasi keterbelakangan, ketergantungan, ketelantaran, dan kemiskinan. Konsep ini belum dapat diterapkan secara optimal di Indonesia, karena keterbatasan pemerintah di bidang pembiayaan dan sifat ego sektoral dari beberapa pihak yang berkepentingan dalam jaminan sosial. Konsep negara kesejahteraan tidak hanya mencakup deskripsi mengenai sebuah cara pengorganisasian kesejahteraan [welfare] atau pelayanan sosial [social services], melainkan juga sebuah konsep normatif atau sistem pendekatan ideal yang menekankan bahwa setiap orang harus memperoleh pelayanan sosial sebagai haknya. Sebagaimana diketahui, sampai saat ini SJSN belum dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Permasalahan yang mengemuka selama ini adalah tidak adanya validitas data masyarakat di Indonesia, contohnya terdapat perbedaan data masyarakat miskin versi Badan Pusat Statistik [BPS] dengan Pemerintah Daerah [Pemda] sehingga berdampak pada tidak akuratnya data kepesertaan penerima jaminan sosial itu sendiri dan berpotensi melanggar hak-hak setiap warga negara untuk mendapatkan jaminan sosial yang diamanatkan dalam konstitusi.Pelaksanaan Jaminan Sosial Sebagai Wujud Pertanggungjawaban NegaraPasca amandemen UUD 1945, tujuan negara yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945, tetap tidak mengalami pengubahan dalam amandemen I-IV yang dilakukan sejak tahun 1999-2002. Artinya, meskipun pasal-pasal atau dulu disebut batang tubuh UUD 1945 mengalami banyak perubahan, bahwa konsepsi tujuan negara tersebut tetap dipergunakan sebagai landasan setiap penyelenggaran kehidupan negara dan bangsa Indonesia. [R. Herlambang Perdana: 2005] Tetapi, dalam pasal-pasalnya, pengaturan hak-hak asasi manusia yang terdapat dalam UUD 1945 pasca amandemen mengalami banyak sekali perubahan dan tambahan, yang nampak mencolok dan sangat berkeinginan untuk memasukkan segala hak-hak yang diakui secara universal dalam Universal Declaration of Human Rights 1948.Di dalam UUD 1945 tersebut, terselip konsepsi tanggung jawab negara dalam hak asasi manusia [state responsibilities], sebagaimana terlihat dalam pasal 28I [4] dan [5], yang menyatakan "Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah dan Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan." Keduanya, merupakan kunci dalam melihat tanggung jawab konstitutional yang harus dilakukan oleh negara, dalam hal ini pemerintah, untuk melaksanakan upaya-upaya pemajuan hak asasi manusia.

SJSN merupakan program negara yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan hak asasi manusia dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28H ayat [1], ayat [2], dan ayat [3] dan Pasal 34 ayat [1] dan ayat [2] Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Selain itu, dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor X/MPR/2001, Presiden ditugaskan untuk membentuk sistem jaminan sosial nasional dalam rangka memberikan perlindungan sosial bagi masyarakat yang lebih menyeluruh dan terpadu.

[Rudy Hendra Pakpahan, SH, M.Hum/Pejabat Fungsional Perancang Peraturan Perundang-Undangan, Perancang Muda Pada Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Utara]



Medan – Presiden RI, Ir. H. Joko Widodo secara resmi membuka event akbar Musabaqah…

[Medan, 20 Juni 2017] Kakanwil [Ibnu Chuldun] menghadiri acara Buka Puasa Bersama Warga…

Medan, 27 April 2017 Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera…

Medan, 20 April 2017 Divisi Pelayanan Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Perancang Peraturan…

Percobaan info internal 2

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề