Hukum yang mengatur pembagian warisan pusaka rendah adalah brainly

KEVI RAMADHAN, 121000412 [2016] PEMBAGIAN HAK WARIS PADA MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU DIHUBUNGKAN DENGAN HUKUM ISLAM. Skripsi[S1] thesis, Fakultas Hukum Universitas Pasundan.

Abstract

Hukum adat Minangkabau adalah hukum adat yang masyarakatnya diatur menurut tertib hukum ibu, sehingga dapat dilihat bahwa “faktor turunan darah menurut garis ibu” merupakan faktor yang mengatur organisasi masyarakatnya. Kehidupan yang diatur menurut hukum ibu itulah yang disebut dengan istilah sehari-hari sebagai kehidupan menurut adat. Telah terjadi ketidakseimbangan derajat antara perempuan dan laki-laki pada masyarakat minangkabau. Yang mengisyaratkan bahwa perempuan derajat nya diatas laki-laki. Padahal dalam al-quran yang menjadi salah satu sumber dari undang-undang perkawinan, Kompilasi hukum islam serta hukum adat minangkabau mengajarkan derajat laki-laki dan perempuan adalah sama, bagaimana undang-undang mengatur harta bersama pasca perceraian serta bagaimana hukum adat minangkabau mengatur harta bersama pasca perceraian dan bagaimana harmonisasi pelaksanaan pembagian harta bersama pasca perceraian hidup, menurut undang-undang dan hukum adat minangkabau. Penulisan skripsi ini bersifat deskriptif analisis dengan menggunakan metode pendekatan yurudis normatif yaitu pendekatan atau penelitian hukum yang menggunakan sumber-sumber data primer, sekunder dan tersier seperti peraturan perudang-undangan, sejarah hukum, perbandingan hukum, teori-teori hukum dan pendapat-pendapat sarjana hukum yang berhubungan. Selanjutnya dianalisis dengan metode yurudis kualitatif dalam arti bahwa data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif dengan tidak menggunakan rumus atau data statistik melainkan hanya berupa uraian-uraian yang berisi mengenai adanya kepastian hukum. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa implementasi hukum waris islam dalam hukum waris adat minangkabau tidak terlaksana dalam pembagian harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah, Implementasi hukum waris islam dalam hukum waris adat minangkabau hanya terlaksana pada pembagian harta pencaharian dan harta suarang yang dibawa suami istri dalam pernikahan. Akan tetapi, pelaksanaan pewarisan kedua harta tersebut tidak dilaksanakan dengan ketentuan-ketentuan hukum waris islam yang benar. Kata Kunci : Hak waris, Hukum waris, Minangkabau

Actions [login required]

View Item

Waris merupakan barang yang ditinggalkan oleh seseorang yang sudah meninggal dunia kemudian diterima oleh ahli warisnya bisa berupa harta pusaka tinggi, pusaka rendah ataupun gelarannya.

Seseorang yang mengatakan bahwa dia menerima amanah dari orang lain atau mamaknya sendiri kemudian dia mendakwakan dirinya sebagai “ahli waris”. Sebenarnya dia belum lagi “menjawat waris” itu namanya baru menjawat tutur atau menjawat kata. Belum tentu lagi dia pewaris harta pusaka atau gelaran itu. Yang dikatakan menjawat waris ini adalah waris penghulu yang dijawat. Ahli jawat yang menjawat waris ini sako atau turunan namanya. Adapun turunan ini ada dua jenisnya. Turunan dari bapak [patriachaat] dan turunan dari ibu [matriarchaat].

Baca juga: Fungsi mamak di minangkabau

Dalam adat Minangkabau yang menjawat waris ini adalah keturunan dari pada ibu sebab Minangkabau berbentuk matriarchaat. Sehingga anak dari baris ibu yang menjadi ahli waris atau dinamakan kemenakan. Jadi seseorang penghulu meninggal maka kemenakannya yang menjawat gelarannya sebab otomatis dia akan menguasai pula harta pusaka dari almarhum mamaknya. Tetapi bukan berarti dia boleh leluasa berbuat dengan harta pusaka itu sebab ada pula ketentuan-ketentuannya. Dikarenakan harta itu ada pula jenis-jenisnya: harta pusaka tinggi, pusaka rendah, harta pencaharian, harta surang, harta serikat [sekutu] dll.

Kalau seorang anak ayahnya adalah penghulu suatu kamu bukan berarti dia akan berhampa tangan dari pusaka ayahnya yang menjadi penghulu itu. Si anak boleh menerima harta pusaka itu dengan syarat-syarat tertentu yang bernama hibah.

Demikianlah sistem pewarisan di Minangkabau

Karya: H. Datoek Toeah, penghulu kaum Koto Nan Gadang Payakumbuh. [ …. – 22 September 1965]

Penerbit: Pustaka Indonesia Bukittinggi [cet; XII – 1985]

Bab I berisikan tentang Latar Belakang dimana menjelaskan hukum adat waris merupakan suatu aturan-aturan hukum adat yang mengatur tentang bagaimana harta peninggalan atau harta warisan diteruskan atau dibagi dari pewaris kepada para waris dari generasi ke generasi berikutnya. Hukum waris adat di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh susunan masyarakat yang mana setiap masyarakat kekerabatannya berbeda-beda. Desa Sungai Cubadak merupakan salah satu desa yang masih memegang dengan baik terhadap adat yang sudah ada dari dahulu. Setiap daerah diminangkabau hamper memiliki kesamaan terhadap adat yang dipakai. Jadi Adat Sungai Cubadak tidak memilik perbedaan dengan daerah lain. Dimana di Minangkabau semua daerah menerapkan sistem adat Matrilinial atau berdasarkan keturunan ibu. Tujuan Penelitian dalam Skripsi ini terdiri atas tujuan umum dan tujuan khusus dan Metode penelitian yang digunakan terdiri dari tipe penelitian, pendekatan penelitian, sumber data yang diperoleh. Metode pengumpulan data yang dilakukan dengan terjun langsung kelapangan untuk mendapatkan data yang valid dimana dengan mengadakan wawancara dengan tokoh-tokoh adat yang ada di desa Sungai Cubadak. Bab II berisikan tentang tinjauan pustaka dimana menjelaskan secara umum tentang rumusan masalah yang sudah ada. Pertama menjelaskan Sistem pewarisan hukum adat bahwa masyarakat di Minangkabau menganut sistem kekeluargaan matrilineal, dimana warisan tersebut diwariskan secara turun- temurun dari suatu generasi ke generasi berikutnya yang berdasarkan dengan keturunan ibu; Kedua menjelaskan kedudukan anak laki laki terhadap harta bawaan menurut hukum adat bahwa dimana anak laki-laki di Minangkabau tidak berhak terhadap harta bawaan dari ayah, sedangkan harta bawaan ibu laki-laki hanya berhak mengelola saja.; Ketiga menjelaskan tentang kedudukan anak laki-laki terhadpa harta pusak tinggi dan harta pusaka rendah menurut hukum adat bahwa kedudukan anak laki-laki terhadap harta pusaka tinggi juga tidak mendapat hak terhadap harta warisan tersebut dan hanya anak perempuan yang berhak terhadap harta tersebut sedang untuk harta pusaka rendah anak laki-laki mendapatkan hak yang lebih besar dari pada perempuan untuk harta warisan tersebut sebagaimana dibagikan berdasarkan hukum islam. Bab III berisikan tentang pembahasan dimana menjelaskan jawaban terhadap rumusan masalah secara rinci di daerah Sungai Cubadak yang mana berdasarkan hasil penelitan yang telah dilakukan. Pertama, mengenai sistem pewarisan menurut hukum adat di desa Sungai Cubadak bahwa pewarisan dilakukan secara turun temurun dari generasi ke generasi berikutnya sesuai dengan keturunan ibu; kedua, mengenai kedudukan anak laki-laki dalam sistem pembegian waris pada masyarakat adat Sungai Cubadak terhadap harta bawaan bahwa di desa sungai cubadak anak laki-laki tidak memiliki hak terhadap harta bawaan tersebut, dan perempuan hanya berhak terhadap harta bawaan ibu. Apabila pewaris meninggal maka warisan tersebut akan diwariskan kepada isteri yang man telah mendampingi hidupnya, dan ketika isteri meninggal harta tersebut akan kembali kapada saudara atau anggota keluarga pewaris [suami]; kettiga, mengenai kedudukan anak laki-laki dalam sistem pembagian waris pada masyarakat adat Sungai Cubadak terhadap harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah bahwa untuk harta pusaka tinggi anak laki-laki di Sungai Cubadak tidak berhak mendapatan harta warisan tersebut, anak laki-laki hanya berhak menjaga harta warisan tersebut. Kedudukan anak laki-laki terhadap harta pusaka rendah bahwa anak laki-laki mendapatkan warisan yang lebih besar dari perempuan dimana pembagiannya duapertiga untuk laki-laki dan sepertiga untuk perempuan. Harta pusaka rendah tersebut sebelum diwariskan dilakukan musyawarah adat tentang pembagian harta warisan tersebut, itu semua dilakukan agar tidak terjadinnya perselisahan nantinya terhadap harta warisan yang di tinggalkan oleh pewaris. Bab IV berisikan tentang Kesimpulan dari penulisan, yang mana sebagai berikut : pertama, Hukum waris di desa adat Sungai Cubadak ini memiliki persamaan dengan desa-desa lain di Minangkabau. Masyarakat ini menganut sistem pewarisan kolektif yang mana semua harta warisan dibagi-bagikan kepada ahli waris berdasarkan hasil musyawarah dan mufakat. Masyarakat di Minangkabau pada umummna menganut sistem kekeluargaan matrilineal, yang mana masyarakat desa libih mengutamakan perempuan dalam hal pewarisan yang akan dilakukan, karena di Minangkabau berdasarkan garis keturunan ibu. Maka harta warisan di Sungai Cubadak akan diturunkan kepada perempuan, terkecuali terhadap harta pusaka rendah; kedua, kedudukan laki-laki terhadap harta bawaan yang ditinggalkan oleh pewaris di masyarakat Sungai Cubadak, dimana laki-laki dan perempuan tidak memiliki hak milik terhadap harta bawaan dari ayah, sedangkan untuk harta bawaan ibu hanya untuk perempuan saja, apabila pewaris meninggal [suami] maka harta bawaan tersebut akan dikuasai oleh isteri karena telah mendampingi selama kehidupannya. Jika nantinya isteri juga meninggal maka harta pewaris [suami] tersebut akan kembali kepada anggota keluarga laki-laki; dan ketiga, Kedudukan anak laki-laki terhadap harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah di sungai cubadak yakni untuk harta pusak tinggi laki-laki tidak memiliki hak terhadap harta tersebut, laki-laki hanya menjaga harta tersebut apabila sudah diwariskan kepada perempuan, dan untuk harta pusaka rendah laki-laki memperoleh warisan lebih banyak dimana laki-laki mendapat bagian duapertiga dan perempuan satupertiga dari harta warisan. Pembagian warisan tersebut dilakukan dengan musyawarah dan mufakat dahulu, agar tidak terjadinya perselisihan yang akan terjadi.

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề