Ilmu yang mempelajari tata cara pembagian harta warisan disebut

Ilmu faraidh menghindarkan perpecahan di tengah keluarga karena perselisihan warisan.

Kamis , 25 Nov 2021, 06:54 WIB

Pixabay

Pentingnya Belajar Ilmu Faraidh atau Aturan Waris

Rep: Andrian Saputra Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ilmu faraidh sangat penting untuk diketahui. Pada ilmu faraidh terdapat aturan-aturan tentang siapa saja yang berhak mendapatkan warisan hingga berapa besar bagian harta waris untuk tiap-tiap ahli waris. 

Baca Juga

Dengan mengetahui ilmu faraidh, seorang Muslim akan dapat dengan mudah membagikan harta warisnya sesuai syariat Islam. Sehingga terhindar dari pembagian harta waris yang tidak adil yang dapat membuat perpecahan di tengah keluarga. 

Sebab itu di pesantren-pesantren, para santri ditekankan untuk dapat menguasai ilmu faraidh. Sehingga ketika berada di tengah masyarakat, mereka dapat memberikan bimbingan kepada masyarakat yang hendak membagikan warisan. 

Rasulullah ﷺ bersabda:

وَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : يَحُثُّ عَلَى تَعَلِّمُ الْفَرَائِضِ وَيَقُوْلُ:  تَعَلَّمُواالْفَرَائِضَ وَعَلِّمُوْهَافَاِنَّهَانِصْفُ الْعِمْ ِوَهُوَأَوَّلُ شَىْءٍ يُنْسَى وَيُنْزَعُ مِنْ أُمَّتِى.

Rasulullah ﷺ menganjurkan mempelajari ilmu faraidh dan nabi bersabda: "Belajarlah kamu ilmu faraidh dan ajarkanlah olehmu tentang ilmu faraidh. Karena sesungguhnya ilmu faraidh itu ibarat separuh dari ilmu. Ilmu faraidh adalah ilmu yang pertama-tama dilupakan dan ilmu yang pertama-tama diangkat dari umatku. [Kasyful Ghummah, hlm. 31, jilid 2].

Dalam hadits lainnya disebutkan:

وَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :تَعَلَّمُواالْقُرْاَنَ وَعَلِّمُوْهُ النَّاسَ وَتَعَلَّمُواالْفَرَائِضَ وَعَلِّمُوْهَافَاِنِّى امْرُؤٌ مَقْبُوْضٌ وَالْعِلْمِ مَرْ فُوْعٌ وَيُوْشِكُ أَنْ يَخْتَلِفَ اثْنَانِ فِى الْفَرِيْضَةِ وَالْمَسْأَلَةِ فَلَايَجِدَانِ أَحَدًابِخَبَرِهِمَا.

Rasulullah ﷺ bersabda: Belajarlah Alquran dan ajarkan olehmu kepada manusia. Belajarlah ilmu faraidh dan ajarkanlah tentang faraidh itu. Karena sesungguhnya aku akan mati sedang ilmu juga akan diangkat. Khawatir berselisih dua saudara mengenai warisan dan bagi waris lalu keduanya tidak mendapatkan orang yang dapat menjelaskannya. [Kasyful Ghummah, hlm. 31, jilid 2]

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...

Ilmu Faraid / Faroid / Fara'id / Faro'id adalah ilmu yang diketahui dengannya siapa yang berhak mendapat waris, siapa yang tidak berhak, dan juga berapa ukuran untuk setiap ahli waris.[1] Menurut Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, definisi ilmu al-faraidh yang paling tepat adalah apa yang disebutkan Ad-Dardir dalam Asy-Syarhul Kabir [juz 4, hal. 406], bahwa ilmu al-faraidh adalah: “Ilmu yang dengannya dapat diketahui siapa yang berhak mewarisi dengan [rincian] jatah warisnya masing-masing dan diketahui pula siapa yang tidak berhak mewarisi.”[2] Pokok bahasan ilmu al-faraidh adalah pembagian harta waris yang ditinggalkan si mayit kepada ahli warisnya, sesuai bimbingan Allah dan Rasul-Nya.[2] Demikian pula mendudukkan siapa yang berhak mendapatkan harta waris dan siapa yang tidak berhak mendapatkannya dari keluarga si mayit, serta memproses penghitungannya agar dapat diketahui jatah/bagian dari masing-masing ahli waris tersebut.[2] Dasar pijakannya adalah Al-Qur’an, Sunnah Rasulullah n, dan ijma’.[2] Adapun Al-Qur’an, maka sebagaimana termaktub dalam Surah An-Nisa’ ayat 11, 12, dan 176.[2]

Contoh sebuah rumah yang bisa dijadikan sebagai harta waris

  1. ^ "Cara Menghitung Warisan Sesuai Syariat Islam yang Benar". Evermos. 2021-09-27. Diakses tanggal 2021-09-27. 
  2. ^ a b c d e "Mengenal Ilmu Faraidh". Asy-Syariah Online. 2011-11-19. Diakses tanggal 2014-06-24.  Periksa nilai tanggal di: |date= [bantuan]

Diperoleh dari "//id.wikipedia.org/w/index.php?title=Ilmu_faraid&oldid=19183359"

Artikel ini sudah memiliki daftar referensi, bacaan terkait, atau pranala luar, tetapi sumbernya belum jelas karena belum menyertakan kutipan pada kalimat. Mohon tingkatkan kualitas artikel ini dengan memasukkan rujukan yang lebih mendetail bila perlu. [Pelajari cara dan kapan saatnya untuk menghapus pesan templat ini]

Ilmu waris dalam Islam disebut juga dengan ilmu faraid, ilmu mawaris, atau ilmu yang memiliki keterkaitan erat dengan ihwal peralihan harta dari orang yang sudah meninggal dunia kepada orang yang masih hidup. Dengan demikian, ilmu waris adalah ilmu yang mempelajari tentang pembagian harta dari orang yang sudah meninggal kepada ahli waris sesuai

Ditinjau dari literatur Arab dan Indonesia, nama-nama lain ilmu waris adalah, Hukum Warisan, Hukum Harta Pusaka, Hukum Kewarisan. Sedangkan untuk literatur Arab sangat akrab disebut Ilmu Mawaris, Tirkah, Warist, Ilmu Faraid, dan lain-lain.

Sebagaimana yang sudah berlaku, menyelesaikan harta orang yang sudah meninggal harus dilakukan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah. Nabi Saw. pernah bersabda, "Pelajarilah Faraid [waris] dan ajarkanlah dia, karena dia merupakan separuh dari ilmu.” [HR. Abu Hurairah].

Allah berfirman dalam QS. An-Nisa ayat 13, "[Hukum-hukum tersebut] itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar.” [QS. An-Nisa’: 13]

Dan juga di dalam QS. An -Nisa ayat 14, "Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.” [QS. An-Nisa’: 14]

  • Panduan Ilmu Mawaris Lengkap, Muhammad Ulil Abshor, E-Book Play Store, 2020
  • Garis garis Besar Fiqh, Prof Dr Amir Syarifuddin, 2006
  • Ilmu Waris Dalam Islam [Indonesia]

 

Artikel bertopik Islam ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

  • l
  • b
  • s

Diperoleh dari "//id.wikipedia.org/w/index.php?title=Ilmu_waris&oldid=18584017"

Pembagian Harta Waris dalam Islam merupakan harta yang diberikan dari orang yang telah meninggal kepada orang-orang terdekatnya seperti keluarga dan kerabat-kerabatnya. Pembagian harta waris dalam Islam diatur dalam Al-Qur an, yaitu pada An Nisa yang menyebutkan bahwa Pembagian harta waris dalam islam telah ditetukan ada 6 tipe persentase pembagian harta waris, ada pihak yang mendapatkan setengah [1/2], seperempat [1/4], seperdelapan [1/8], dua per tiga [2/3], sepertiga [1/3], dan seperenam [1/6].
Selain itu, merujuk pada beberapa ketentuan dalam Ilmu Fiqih yang lebih spesifik terkait dengan pembagian waris antara lain adalah:

    1. Asal Masalah Asal Masalah adalah: أقل عدد يصح منه فرضها أو فروضها Artinya: “Bilangan terkecil yang darinya bisa didapatkan bagian secara benar.” [Musthafa Al-Khin, al-Fiqhul Manhaji, Damaskus, Darul Qalam, 2013, jilid II, halaman 339]. Adapun yang dikatakan “didapatkannya bagian secara benar” atau dalam ilmu faraidl disebut Tashhîhul Masalah adalah: أقل عدد يتأتى منه نصيب كل واحد من الورثة صحيحا من غير كسر Artinya: “Bilangan terkecil yang darinya bisa didapatkan bagian masing-masing ahli waris secara benar tanpa adanya pecahan.” [Musthafa Al-Khin, 2013:339]

      Ketentuan Asal Masalah bisa disamakan dengan masing-masing bagian pasti ahli waris yang ada.

    2. Adadur Ru’ûs [عدد الرؤوس] Secara bahasa ‘Adadur Ru’ûs berarti bilangan kepala.

      Asal Masalah sebagaimana dijelaskan di atas ditetapkan dan digunakan apabila ahli warisnya terdiri dari ahli waris yang memiliki bagian pasti atau dzawil furûdl. Sedangkan apabila para ahli waris terdiri dari kaum laki-laki yang kesemuanya menjadi ashabah maka Asal Masalah-nya dibentuk melalui jumlah kepala/orang yang menerima warisan.

    3. Siham [سهام]
      Siham adalah nilai yang dihasilkan dari perkalian antara Asal Masalah dan bagian pasti seorang ahli waris dzawil furûdl.
    4. Majmu’ Siham [مجموع السهام]
      Majmu’ Siham adalah jumlah keseluruhan siham dalam menghitung pembagian warisan:
  • Penentuan ahli waris yang ada dan berhak menerima warisan
  • Penentuan bagian masing-masing ahli waris, contoh istri 1/4, Ibu 1/6, anak laki-laki sisa [ashabah] dan seterusnya.
  • Penentuan Asal Masalah, contoh dari penyebut 4 dan 6 Asal Masalahnya 24
  • Penentuan Siham masing-masing ahli waris, contoh istri 24 x 1/4 = 6 dan seterusnya

Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam hukum kewarisan dijelaskan sebagai hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan [tirkah] pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing.

Pewaris adalah orang yang pada saat meninggal berdasarkan putusan Pengadilan beragama Islam, meninggalkan ahli awaris dan harta peninggalan.Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum unutk menjadi ahli waris.

Harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris baik yang berupa harta benda yang menjadi hak miliknya maupun hak-haknya.Harta warisan adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah, pembayaran hutang dan pemberian untuk kerabat.

Namun demikian, selain memperoleh hak waris, ahli waris juga memiliki kewajiban menurut ketentuan pasal 175 KHI yakni untuk mengurus dan menyelesaikan sampai pemakaman jenazah selesai. Menyelesaikan baik hutang-hutang berupa pengobatan, perawatan termasuk kewajiban pewaris maupun menagih piutang.Menyelesaiakan wasiat pewaris. Membagi harta warisan diantara ahli waris yang berhak.

Para ahli waris baik secara bersama-sama atau perseorangan dapat mengajukan permintaan kepada ahli waris yang tidak menyetujui permintaan itu, maka yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Agama untuk dilakukan pembagian harta warisan [pasal 188 KHI] dengan ketentuan sebagaiman berikut ini : • Bila pewaris tidak meninggalkan ahli waris sama sekali, atau ahli warisnya tidak diketahui ada atau tidaknya, maka harta tersebut atas putusan Pengadilan Agama diserahkan penguasaannya kepada Baitul Maal untuk kepentingan agama Islam dan kesejahteraan umum [Pasal 191 KHI]. • Bagi pewaris yang beristeri dari seorang, maka masing-masing isteri berhak mendapat bagian dagi gono-gini dari rumah tangga dengan suaminya sedangkan keseluruhan bagian pewaris adalah menjadi hak milik para ahli warisnya [Pasal 190 KHI]. • Duda mendapat separuh bagian, bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak, maka duda mendapat seperempat bagian [Pasal 179 KHI].

• Janda mendapat seperempat bagian, bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan apabila pewaris meninggalkan anak, maka janda mendapat seperempat bagian [Pasal 180 KHI].

Page 2

Pembagian Harta Waris dalam Islam merupakan harta yang diberikan dari orang yang telah meninggal kepada orang-orang terdekatnya seperti keluarga dan kerabat-kerabatnya. Pembagian harta waris dalam Islam diatur dalam Al-Qur an, yaitu pada An Nisa yang menyebutkan bahwa Pembagian harta waris dalam islam telah ditetukan ada 6 tipe persentase pembagian harta waris, ada pihak yang mendapatkan setengah [1/2], seperempat [1/4], seperdelapan [1/8], dua per tiga [2/3], sepertiga [1/3], dan seperenam [1/6].
Selain itu, merujuk pada beberapa ketentuan dalam Ilmu Fiqih yang lebih spesifik terkait dengan pembagian waris antara lain adalah:

    1. Asal Masalah Asal Masalah adalah: أقل عدد يصح منه فرضها أو فروضها Artinya: “Bilangan terkecil yang darinya bisa didapatkan bagian secara benar.” [Musthafa Al-Khin, al-Fiqhul Manhaji, Damaskus, Darul Qalam, 2013, jilid II, halaman 339]. Adapun yang dikatakan “didapatkannya bagian secara benar” atau dalam ilmu faraidl disebut Tashhîhul Masalah adalah: أقل عدد يتأتى منه نصيب كل واحد من الورثة صحيحا من غير كسر Artinya: “Bilangan terkecil yang darinya bisa didapatkan bagian masing-masing ahli waris secara benar tanpa adanya pecahan.” [Musthafa Al-Khin, 2013:339]

      Ketentuan Asal Masalah bisa disamakan dengan masing-masing bagian pasti ahli waris yang ada.

    2. Adadur Ru’ûs [عدد الرؤوس] Secara bahasa ‘Adadur Ru’ûs berarti bilangan kepala.

      Asal Masalah sebagaimana dijelaskan di atas ditetapkan dan digunakan apabila ahli warisnya terdiri dari ahli waris yang memiliki bagian pasti atau dzawil furûdl. Sedangkan apabila para ahli waris terdiri dari kaum laki-laki yang kesemuanya menjadi ashabah maka Asal Masalah-nya dibentuk melalui jumlah kepala/orang yang menerima warisan.

    3. Siham [سهام]
      Siham adalah nilai yang dihasilkan dari perkalian antara Asal Masalah dan bagian pasti seorang ahli waris dzawil furûdl.
    4. Majmu’ Siham [مجموع السهام]
      Majmu’ Siham adalah jumlah keseluruhan siham dalam menghitung pembagian warisan:
  • Penentuan ahli waris yang ada dan berhak menerima warisan
  • Penentuan bagian masing-masing ahli waris, contoh istri 1/4, Ibu 1/6, anak laki-laki sisa [ashabah] dan seterusnya.
  • Penentuan Asal Masalah, contoh dari penyebut 4 dan 6 Asal Masalahnya 24
  • Penentuan Siham masing-masing ahli waris, contoh istri 24 x 1/4 = 6 dan seterusnya

Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam hukum kewarisan dijelaskan sebagai hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan [tirkah] pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing.

Pewaris adalah orang yang pada saat meninggal berdasarkan putusan Pengadilan beragama Islam, meninggalkan ahli awaris dan harta peninggalan.Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum unutk menjadi ahli waris.

Harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris baik yang berupa harta benda yang menjadi hak miliknya maupun hak-haknya.Harta warisan adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah, pembayaran hutang dan pemberian untuk kerabat.

Namun demikian, selain memperoleh hak waris, ahli waris juga memiliki kewajiban menurut ketentuan pasal 175 KHI yakni untuk mengurus dan menyelesaikan sampai pemakaman jenazah selesai. Menyelesaikan baik hutang-hutang berupa pengobatan, perawatan termasuk kewajiban pewaris maupun menagih piutang.Menyelesaiakan wasiat pewaris. Membagi harta warisan diantara ahli waris yang berhak.

Para ahli waris baik secara bersama-sama atau perseorangan dapat mengajukan permintaan kepada ahli waris yang tidak menyetujui permintaan itu, maka yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Agama untuk dilakukan pembagian harta warisan [pasal 188 KHI] dengan ketentuan sebagaiman berikut ini : • Bila pewaris tidak meninggalkan ahli waris sama sekali, atau ahli warisnya tidak diketahui ada atau tidaknya, maka harta tersebut atas putusan Pengadilan Agama diserahkan penguasaannya kepada Baitul Maal untuk kepentingan agama Islam dan kesejahteraan umum [Pasal 191 KHI]. • Bagi pewaris yang beristeri dari seorang, maka masing-masing isteri berhak mendapat bagian dagi gono-gini dari rumah tangga dengan suaminya sedangkan keseluruhan bagian pewaris adalah menjadi hak milik para ahli warisnya [Pasal 190 KHI]. • Duda mendapat separuh bagian, bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak, maka duda mendapat seperempat bagian [Pasal 179 KHI].

• Janda mendapat seperempat bagian, bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan apabila pewaris meninggalkan anak, maka janda mendapat seperempat bagian [Pasal 180 KHI].

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề