Jelaskan perbedaan OHT dan Fitofarmaka baik secara definisi maupun secara alur pengujian

Foto: Unsplash.com

Sahabat Sehat, di era pandemi saat ini popularitas jamu terus mengalamai peningkatan. Hal tersebut bisa terlihat ramainya iklan produk jamu di sosial media maupun televisi. Tapi kamu tahu ngga sih, apa itu jamu dan perbedanya dengan obat terstandar dan fitofarmaka? Kalau belum, yuk simak ulasan berikut, karena ketiganya berbeda, loh! Ngga percaya? Ini faktanya.

Obat Tradisonal

Sebagian masyarakat Indonesia tentu sudah ngga asing dengan istilah obat tradisional, yang merupakan bahan atau ramuan yang berasal dari tumbuhan, hewan, mineral sediaan sarian [galenik], maupun campuran bahan-bahan tersebut. Biasanya, obat tradisional telah diwariskan secara turun temurun untuk pengobatan dan sesuai dengan norma di masyarakat. Obat tradisional golongannya ada jamu, obat herbal terstandar dan fitofarmaka. Sayangnya, masih sedikit masyarakat yang bisa membedakan ketiganya. Bahkan suatu penelitian menujukkan bahwa dari 34 responden, 88,2% mengenal jamu, 29,4% mengetahui jenis obat herbal terstandar dan hanya 3% yang mengenal fitofarmaka.

Jamu

Jamu merupakan obat tradisional berbentuk cair yang dibuat di Indonesia serta ngga melalui proses pengawetan dan dijual secara langsung. Jamu dibuat dari menggabungkan beberapa bahan seperti kunyit, kencur, jahe maupun bahan lainya. Biasanya diwariskan secara turun temurun dan dipercaya bisa membantu mengobati suatu penyakit. Sebelum bisa diperjual belikan secara bebas, jamu haruslah aman dan memenuhi persyaratan mutu yang berlaku. Klaim khasiat jamu yang tertera harus sesuai dengan pembuktian secara tradisional dan berdasarkan data empiris. Kelompok obat tradisional jenis ini biasanya mencantumkan logo dan tulisan “JAMU” pada kemasannya.

Foto: Unsplash.com

Obat Herbal Tertandar

Obat herbal terstandar [OHT] merupkan obat berbahan alami yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah melalui uji praklinik. Bahan baku yang digunakan harus sudah memenuhi standarisasi persyaratan mutu yang berlaku dan klaim khasiatnya telah dibuktikan secara ilmiah melalui uji pra klinik. Produk OHT dilambangkan dengan logo berupa jari-jari daun [3 pasang] terletak dalam lingkaran yang biasanya tertera pada kemasan.

Fitofarmaka

Sedangkan fitofarmaka merupakan produk terbuat dari bahan baku yang sudah distandarisasi kemanan serta khasiatnya. Produk sudah diuji secara ilmiah dan dibuktikan melalui uji praklinik dan klinik sebelum bisa dipasarkan. Dengan begitu khasiat yang diklaim bisa terjamin sesuai dengan kegunaan produk tersebut. Logo yang digunakan untuk produk fitofarmaka berupa jari-jari daun yang membentuk bintang dan berada dalam suatu lingkaran.

Obat tradisional sudah ada sejak dulu dan pemanfaatanya bisa digunakan sebagai alternatif dalam mengobati berbagai gangguan kesehatan, selama produk tersebut aman dan sudah mendapat izin BPOM. Pilihlah jenis obat tradisional sesuai dengan kebutuhan. Bila kamu memiliki gangguan kesehatan, akan lebih baik kalau kamu juga mengkonsultasikannya dengan dokter, supaya bisa mendapatkan penanganan yang tepat. Semoga sehat selalu Sahabat Sehat!

Editor & Proofreader: Zafira Raharjanti, STP

Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 32 Tahun 2009 tentang Persyaratan Keamanan dan Mutu Obat Tradisional.
//asrot.pom.go.id/asrot/index.php/download/dataannounce2/204/PerBPOM%2032%20Tahun%202019%20Persyaratan%20dan%20Keamanan%20Mutu%20OT.pdf

Pratiwi, R., F. A. Saputri, dan R. F.  Nuwarda. 2018. Tingkat Pengetahuan dan penggunaan Obat Tradisional di Masyarakat: Studi Pendahuluan pada Masyarakat di Desa Hegarmanah, Jatinangor, Sumedang. Jurnal Aplikasi IPTEKS untuk Masyarakat.
//journal.unpad.ac.id/dharmakarya/article/view/19295

Rofida, S. 2014. Bahan Kimia Obat pada Obat Tradisional Indonesia. Research Report.
//research-report.umm.ac.id/index.php/research-report/article/view/1395

Setyaningrum, D., & Maghfiroh, A. M. [2020]. Pendampingan Pengurusan Izin Edar BPOM Produk Jamu Gendong Desa Ngablak, Kecamatan Dander, Kabupaten Bojonegoro. Jurnal ABDINUS : Jurnal Pengabdian Nusantara, 3[2], 234-245. //doi.org/10.29407/ja.v3i2.13796
//ojs.unpkediri.ac.id/index.php/PPM/article/view/13796

Nuryanto, Ikhsan and , Dr. Kelik Wardiono, SH., MH [2020] Obat Tradisional dan/atau Jamu Herbal [Perlindungan Hukum Mengenai Produksi Jamu/Obat Herbal Kemasan Yang Tidak Terdaftar Oleh BPOM]. Skripsi thesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
//eprints.ums.ac.id/id/eprint/85812

0. Sudewi, N. K. A. P. A.,  I N. P. Budiartha dan N. M. P. Ujianti. 2021Perlindungan Hukum Badan Pengawas Obat Dan Makanan [BPOM] Terhadap Peredaran Produk Jamu Yang Mengandung Bahan Kimia Obat Berbahaya. Vol. 2 No. 2. Jurnal Analogi Hukum
//www.ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/analogihukum/article/view/1928

Farmasi UGM. Dalam masa pandemik COVID-19 ini makin banyak ditemukan adanya badan atau orang yang menyatakan telah menemukan obat tradisional untuk penanganan COVID-19. Di saat minat masyarakat menggunakan produk obat tradisional meningkat cukup tajam dalam pandemik COVID-19 ini, sayangnya pemahaman masyarakat terhadap obat tradisional sangat beragam dan beberapa belum tepat. Asumsi-asumsi masyarakat terhadap obat tradisional sangat beragam dari yang sangat percaya bahkan menimbulkan kecanduan hingga ketidakpercayaan. Untuk meluruskan pemahaman masyarakat terhadap obat tradisional maka perlu diketahui bahwa di Indonesia terdapat 3 macam obat herbal yang diumumkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan [BPOM] yaitu : Obat tradisional [jamu, obat tradisional impor, obat tradisional lisensi], obat herbal terstandar [OHT] dan fitofarmaka. Sesuai keputusan Kepala BPOM No HK.00.05.4.2411 tertanggal 17 Mei 2004 tentang Ketentuan pokok pengelompokan dan penandaan obat bahan alam Indonesia terdapat logo 3 macam serta kriteria masing-masing jenis.

Gambar 1. Logo jamu, OHT dan fitofarmaka

Berdasarkan pada :

  1. Keputusan Kepala BPOM No HK.00.05.4.2411 tertanggal 17 Mei 2004 tentang Ketentuan pokok pengelompokan dan penandaan obat bahan alam Indonesia.
  2. Peraturan BPOM No.HK 00.05.41.1384 tanggal 2 Maret 2005 tentang Kriteria dan tata laksana pendaftaran obat tradisional, OHT dan fitofarmaka.
  3. Peraturan BPOM No. 32 tahun 2019 tanggal 23 Oktober 2019 tentang Persyaratan keamanan dan mutu obat tradisional.

Kriteria obat tradisional, OHT dan fitofarmaka adalah sebagai berikut:

A. Obat Tradisional

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian [galenik] atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan  Jamu adalah salah satu bentuk obat tradisional.

Jamu harus memenuhi kriteria :

  • aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
  • klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris.
  • memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.
  • jenis klaim penggunaan harus diawali dengan kata- kata: ” Secara tradisional digunakan untuk …”.

Contoh jamu bermerek adalah Kuku bima, Pegal linu, Gemuk sehat, Tolak angin, Tuntas, Rapet wangi, Kuldon,  Strong pas, Tolak Angin, Antangin Mint, Antangin Jahe merah, Darsi, Enkasari, Batugin elixir, ESHA, Buyung upik, Susut perut, Selangking singset, Herbakof, Curmino.

Pada jamu tidak boleh ada klaim khasiat menggunakan istilah farmakologi/medis seperti jamu untuk hipertensi, jamu untuk diabetes, jamu untuk hiperlipidemia, jamu untuk TBC, jamu untuk asma, jamu untuk infeksi jamur candida, jamu untuk impotensi dll.

B. Obat Herbal Terstandarisasi [OHT]

Obat Herbal Terstandarisasi [OHT] adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik [pada hewan percobaan] dan bahan bakunya telah distandarisasi.

OHT harus memenuhi kriteria :

  • aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
  • klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah/ praklinik [pada hewan percobaan].
  • telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi.
  • memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.

Contoh OHT yang beredar di Indonesia adalah Antangin JRG, OB Herbal, Mastin, Lelap, Diapet.

C. Fitofarmaka

Fitofarmaka adalah obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik [pada hewan percobaan] dan uji klinik [pada manusia], bahan baku dan produk jadinya sudah distandarisasi.

Fitofarmaka memenuhi kriteria :

  • aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
  • klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah/ praklinik [pada hewan] dan klinik [pada manusia].
  • telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi.
  • Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.
  • Jenis klaim penggunaan sesuai dengan tingkat pembuktian medium dan tinggi.

Contoh fitofarmaka: Stimuno, Tensigard, Xgra, Nodiar, Inlacin, VipAlbumin plus, Rheumaneer.

Memang fitofarmaka merupakan obat herbal yang diresepkan oleh para dokter mengingat sudah teruji baik pada hewan maupun manusia.

Sesuai peraturan BPOM No. 32 tahun 2019 tanggal 23 Oktober 2019 tentang Persyaratan Keamanan dan Mutu Obat Tradisional maka apa pun bentuk sediaan yang dibuat dan didaftarkan sebagai obat tradisional, OHT atau fitofarmaka harus memenuhi parameter uji persyaratan keamanan dan mutu obat jadi yaitu : organoleptik, kadar air, cemaran mikroba [E.coli, Clostridia, Salmonella, Shigella], aflatoksin total, cemaran logam berat [Arsen, Timbal, Kadmium dan Merkuri], ditambah dengan keseragaman bobot, waktu hancur, volume terpindahkan serta kadar alkohol/pH tergantung bentuk sediaannya. Selain itu untuk OHT dan fitofarmaka harus memenuhi uji kualitatif dan kuantitatif dalam hal bahan baku [bagi OHT] dan bahan aktif [bagi fitofarmaka], serta residu pelarut [jika digunakan pelarut selain etanol]. Pengujian semua parameter harus dilakukan di laboratorium terakreditasi atau laboratorium internal industri/usaha obat tradisional yang diakui oleh BPOM. Pada ketentuan peralihan dinyatakan bahwa izin edar obat tradisional yang telah ada sebelum berlakunya Peraturan Badan ini, tetap berlaku dan harus menyesuaikan dengan Peraturan Badan ini paling lambat 12 [dua belas] bulan sejak Peraturan Badan ini diundangkan. Jadi memang bukan BPOM yang melakukan pengujian tersebut.

Untuk menjamin keamanan obat tradisional, BPOM memberikan daftar bahan apa saja yang dilarang untuk diproduksi dalam obat tradisional antara lain : biji saga, biji kecubung, herba efedra, gandarusa, daun tembelekan, daun kratom, daun/buah Nerium oleander, daun komfre, hewan kodok kerok serta mineral sulfur, arsen dan merkuri. Sulfur boleh dibuat untuk obat luar. Di dalam lampiran Peraturan BPOM No. 32 tahun 2019 terdapat bahan tambahan yang diperbolehkan untuk ditambahkan dalam obat tradisional dan pada kadar berapa [bahan pengawet, bahan pemanis alami dan buatan, bahan pewarna alami dan sintetik, bahan antioksidan, bahan lain-lain missal pengemulsi, penstabil dll].

Berhati-hatilah untuk menggunakan obat herbal, pastikan logo yang tertera dan pastikan obat herbal tersebut telah terdaftar secara resmi di BPOM dengan cara cek kebenaran obat herbal pada website pom.go.id — daftar produk — cek produk BPOM [masukkan nomor regristasi atau nama produk atau merk]. BPOM juga mendorong masyarakat untuk menjadi konsumen yang cerdas dengan cara melakukan cek atas : Kemasan, Label, Izin edar dan Kadaluwarsa [KLIK]. Masyarakat dapat pula memberikan pengaduan melalui website pom.go.id — pengaduan [mengisi formulir] atau telpon 1500533.

Perlu diketahui pula bahwa pada obat tradisional [jamu dan obat tradisional impor atau lisensi], terdapat ketentuan iklan agar tidak menyesatkan masyarakat yaitu sesuai Keputusan Menteri Kesehatan No. 386/Menkes/SK/IV/1994 tentang Pedoman periklanan: obat bebas, obat tradisional, alat kesehatan, kosmetika, perbekalan kesehatan rumah tangga dan makanan-minuman. Di dalamnya tertera ketentuan larangan mengiklankan obat tradisional yang dinyatakan berkhasiat untuk mengobati atau mencegah penyakit kanker, tuberculosis, poliomyelitis, penyakit kelamin, impotensi, tifus, kolera, tekanan darah tinggi, diabetes, penyakit hati serta penyakit lain yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Semua iklan obat tradisional hanya boleh mencantumkan kegunaan sesuai dengan tujuan penggunaan yang yang disetujui dalam pendaftaran oleh BPOM. Iklan obat tradisional tidak boleh mencantumkan kata-kata: tokcer, cespleng, manjur; tidak boleh memberikan garansi kesembuhan dan tidak boleh memuat pernyataan atau testimoni dari profesi kesehatan, pakar, peneliti, panutan atau sesepuh. Masyarakat jangan mudah percaya pada obat tradisional yang dapat mengobati semua penyakit dan terdapat testimoni dari seseorang atau sekelompok orang.

Penulis : Apoteker Ika Puspitasari, MSi, PhD. [Ketua Program Studi Profesi Apoteker, Farmasi UGM]

Foto Utama : doktersehat.com

Pustaka:

  1. Keputusan Kepala BPOM No HK.00.05.4.2411 tertanggal 17 Mei 2004 tentang Ketentuan pokok pengelompokan dan penandaan obat bahan alam Indonesia.
  2. Peraturan BPOM No.HK 00.05.41.1384 tanggal 2 Maret 2005 tentang Kriteria dan tata laksana pendaftaran obat tradisional, OHT dan fitofarmaka.
  3. Peraturan BPOM No. 32 tahun 2019 tanggal 23 Oktober 2019 tentang Persyaratan keamanan dan mutu obat tradisional.
  4. Keputusan Menteri Kesehatan No. 386/Menkes/SK/IV/1994 tanggal 21 April 1994 tentang Pedoman periklanan: obat bebas, obat tradisional, alat kesehatan, kosmetika, perbekalan kesehatan rumah tangga dan makanan-minuman.

Video yang berhubungan

Bài Viết Liên Quan

Bài mới nhất

Chủ Đề