A. RESENSI NOVEL “TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK”
1] Unsur-Unsur Intrinsik
a. Tema
Novel karya Hamka yang berjudul “ Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck”, yang bertema tentang cinta yang sejati, tulus dan cinta yang setia antara laki-laki dan perempuan tetapi tidak dapat dipersatukan dan tak tersampaikan karena tradisi adat Minangkabau yang begitu mengikat dan terlalu mendiskriminasi adat pada saat itu.
b. Alur
Menggunakan Alur maju-mundur, karena di dalam Novel tersebut banyak mengulang kisah masa lalu dari kehidupan Zainuddin, seperti contoh dari awal cerita Novel tersebut, terdapat bagian cerita tentang perjalanan hidup ayah Zainuddin yang dceritakan oleh Mak Base, cerita dari Muluk tentang karya Zainuddin yang terskhir kalinya sebelum dia meninggal. Selebihnya menceritakan tentang masa depan kehidupan Zainuddin dan Hayati .
c. Tokoh
Tokoh Utama :
Zainuddin
Hayati
Khadijah
Aziz
Alasannya karena didalam cerita mereka sering terlibat dalam dialog langsung maupun tidak langsung. Konflik dalam cerita juga diakibatkan oleh tokoh tersebut.
Tokoh Pendukung :
Mak Base [Orang Tua Angkat Zainuddin]
Muluk [ Sahabat Zainuddin]
Daeng Masiga
Mak Tengah Limah [Mamak dari Hayati]
Alasannya karena mereja sebagai tokoh pendukung dari tokohutama mereka juga melakukan dialog dengan tokoh utama pada Novel tersebut. Tokoh Pendukung juga menjadi tokoh dalam adanya konflik dalam Novel tersebut.
d. Penokohan
Zainuddin [Tokoh Protagonis]
Seorang pemuda yang baik hati, alim, sederhana, memiliki ambisi dan cita-cita yang tinggi, pemuda yang setia, sering putus asa, hidupnya penuh kesengsaraan oleh cinta, tetapi memiliki kepercayaan diri yang tinggi, mudah rapuh, dan orang yang kepala.
Bukti : “Zainuddin seorang yang terdidik lemah lembut, didikan ahli seni, ahli sya’ir, yang lebih suka mengalah untuk kepentingan orang lain.” [1986 : 27]
Hayati [Tokoh Protagonis]
Perempuan yang baik, lembut, ramah dan penurut adat. Perempuan yang pendiam, sederhana, dan memiliki kesetiaan perempuan yang menghormati ninik mamaknya, penyayang, memiliki belas kasihan, orang yang tulus, sabar dan terkesan mudah di pengaruhi.
Aziz [Tokoh Antagonis]
Seorang laki-laki yang pemboros, suka berfoya-foya, tidak setia, tidak memiliki tujuan hidup, orang kaya dan berpendidikan, orang yang tidak beriman, tidak bertanggung jawab dan dalam hidup hanya bersenang-senang, senang menganiyaya istrinya dan berputus asa.
Bukti : “...Ketika akan meniggalkan rumah itu masih sempat juga aziz menikamkan kata-kata yang tajam kesudut hati Hayati... sial” .[181 : 1986]
Khadijjah
Perempuan yang berpendidikan, berwatak keras, senang mempengaruhi orang lain, orang kaya, penyayang teman, merupakan orang kota, memiliki keinginan yang kuat.
Daeng Habibah
Lemah lembut, baik, dan sabar.
Bukti : “... kalau engkau melihatwajah ibumu, engkau akan melihat seorang perempuan yang lemah lembut,”
Datuk Mentari Labih
Boros, dan serakah.
Bukti : “ Mamaknya itu, usahakan menukuk dan menambah, hanya pandai menghabiskan saja.”
“ Mamaknya itu,
usahakan menukuk dan menambah, hanya pandai menghabiskan saja. Harta benda, beberapa tumpuk sawah, dan sebuah gong pusaka telah tergadai ketangan orang lain. Kalau Pendekar Sutan mencoba menjual atau menggadai pula, selalu mendapat bantahan. Selalu tidak mufakat dengan mamaknya itu ......”
Mak Base
Penuh tahayul . Bukti : “tapi bukanya tidak sembarang buka rupanya. Dia eorang perempuan tua yang penuh takhayul, sebelum dibuka dibakarnya terlebih dahulu kemenyan bercampur dengan setanggi mengkasar...”
Pencemas. Bukti : “apalagi hati mamak kerap kali berkata kita tidak akan bertemu lagi..”
Muluk
Baik hati. Bukti “ .. tetapi hatinya baik, barangkali dia berkata dia bisa menolong memberimu bicara, kalau pikiranmu tertumbuk.”
Mak Tengah Limah
Perhatian dan pengertian. Bukti “ Mak Tengah Menjawab Bahwasannya cinta Hayati masih melekat pada Zainuddin...”
Ahmad
Adik Hayati yang berbakti terhadap kakanya. Dia selalu menemani Hayati untuk bertemu Zainuddin. Dia pulalah yang berperan sebagai kurir pos surat-sirat Hayati untuk Zainduddin. Menyenangkan [saat pertama Zainuddin bercakap-cakap dengan hayati.] Bukti “... alangkah beruntungnya... mukanya amat jernih, matanya penuh dengan rahasia kesucian dan tabiatnya gembira...”
e. Sudut Pandang
Penulis dalam menceritakan Novel tersebut menggunakan sudut pandang orang ketiga. Bukti dengan menggunakan “dia” dan menggambarkan tokoh Zainuddin dan Hayati secara jelas melalui deksripsi dan cerita yang menyampaikan melalui pengamatan dari pembaca. Terlihat dialog-dialog yang menceritakan tentang karakter dari pada Tokoh.
f. Latar/ Setting
Latar Tempat :
Mengkassar [tempat Zainuddin dilahirkan]
Dusun Batipuh [tempat Hayati tinggal dan bertemu dengan Zainuddin pertama kali]
Padang Panjang [tempat Zainuddin pindah dari Batipuh untuk mendalami ilmu, tempat Khadijjah tinggal, tempat adanya pacuan kuda dan pasar malam]
Jakarta/ Batavia [tempat Zainduddin dan temannya Muluk pertama kali pindah ke Jawa]
Surabaya [tempat Zainuddin tinggal dan menjadi penulis, tempat pindahan kerja Azis dan Hayati]
Lamongan [di Rumah Sakit, tempat terakhir kalinya Zainuddin dan Hayati berdialog sebelum meninggal]
Dangau [tempat Zainuddin tinggal dan Hayati menyatakan perasaannya dan menjadi sepasang kekasih]
Pelabuhan Tanjung Priok [tempat kapal Van Der Wijck berlabuh]
Latar Waktu :
Siang
Sore [Matahari telah hampir masuk kedalam peraduannya]
Malam [....bunyi jangkrik disudut rumah yang memecah sunyinya malam]
Senja [diwaktu Senja demikian...]
Senin, 19 Oktober 1936, pagi [Pagi-pagi, senin 19 Oktober 1936, kapal Van der Wijck dari mengkasar...]
Pukul 10 malam [kira-kira pukul 10 malam dibuka pula matanya. Bagi orang yang tahu..]
20 Oktober pukul 1 malam [.....,20 Oktober [aneta]. Pada pukul 1 tadi malam]
Latar Suasana :
Mengharukan [saat Hayati menerima cinta Zainuddin ketika Zainuddin menyatakan lewat surat dan bertemu di bentang sawah milik Datuk]
Menyedihkan dan kecewa [ketika Zainuddin hidup dengan sengsara, permintaan Zainuddin di tolak oleh keluarganya ayati, ketika Hayatimeninggal]
Menyenangkan [saat pertama Zainuddin bercakap-cakap dengan Hayati.] ....” alangkah beruntungnya... mukanya amat jernih, matanya penuh dengan rahasia kesucian dan tabiatnya gembira...”
g. Gaya Bahasa
Gaya bahasa dalam Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck menggunkan Bahasa Melayu kental di padukan Bahasa Minangkabau. Sering pula menggunakan bahasa pengandaian.
h. Amanat/ Pesan Moral
Tersirat
“ Demikian penghabisan orang besar itu. Seorang di antara Pembina yang meneggakkan batu pertama dari kemuliaan bangsanya; yang hidyp di desak dan dilamun oleh cinta. Dan sampau matipun dalam penuh cinta. Tetapi sungguhpun dia meninggalkan jasanya. Karena demikian nasip tiap-tiap orang yang bercita-cita tinggi kesenangannya buat orang lain. Buat dirinya sendiri tidak.”
Tersurat
1. Jika cinta itu tulus dari hati yang sebenarnya, maka cinta itu tidka perlu memaksakan untuk dimilikki
2. Walaupun cinta tak tersampaikan, kita harus tetap menjaga cinta itu dengan baik.
3. Dalam hidup kita tidak boleh mudah putus asa dan harus selalu memilikki tujuan hidup.
4. Ikutilah kata hati dan juga dengan pemikiran jika ingin bertindak.
5. Cinta tak sampai seharusnya bukan akhir dari segalanya.
6. Cinta dapat membuat orang yang meraakan cinta itu melakukan segalanya untuk orang yang dicintai.
7. Cinta sejati dan tulus tak lekang oleh waktu
8. Sejahat-jahat orang yang mencintai kita, sadarlah bahwa ia tidak pernah membenci kita.
9. Pendidikan itu penting. Yang disampaikan oleh tokoh Zainuddin yang merantau dendalami ilmu agamanya.
10. Dalam hidup kita tidak boleh putus asa dan harus memiliki tujuan hidup.
11. Jangan menjerumuskan dan menghasut orang lain ke hal yang jelek.
12. Kita tidak boleh boros dan berfoya-foya.
13. Kasih sayang orang tua tidak bisa dibalas dengan apapun.
14. Kebahagiian tidak bisa diukur dengan banya sedikitnya harta.
i. Tahap orientation [perkenalan]
“Di tepi paniati, diantara kampong Bara dan Kampong Mariso berdiri sebuah rumah bentuk Makasar, yang salah satu jendelanya menghadap e laut. Di sanalah seorang nak muda yang berusia kira-kira 19 tahun duduk termenung seorang diri menghadpkan mukanya ke laut. Meskipun matanya terpentang lebar, meskipun begitu asyik dia memperhatikan keindahan alam di lautan Makasar, rupanya pikirannya telah melayang jauh sekali, ke balik yang tampak di mata, dari lautan dunia pindah ke lautan khayal [1986 : 10]
j. Tahap Event [peristiwa]
“ Sesungguhnya persahabatan yang rapat dan jujur dianatara kedua orang muda itu, kian lama kian tersiarkan dlam dudun kecil. Di dusen belumlah orang dapat memandang kejadian ini dengan penyelidikan yang seksama dan adil. Orang belum kenal percintaan suci yang terdengar sekarang, yang pindah dari mulut ke mulut, ialah bahwa Hayati, kemenakan Dt...... telah ber “intaian”bermain mata, berkirim-kirim surat dengan anak orang makasar itu. Gunjing, bisik dan desus perkataan yang tak berujung pangkal, pun ratalah dan pindah dari satu mulut kemulut yang lain. Hingga akhirnya telah menjadi rahasia umum.
Orang-orang perempuan berbisik-bisik di pancuran tempat mandi, kelak bila kelihatan Hayati mandi disana, mereka pun berbisik dan mendaham, sambil melihat kepadanya dengan sudut mata. Anak-anak muda yang masih belum kawin dalam kampung sangat naik darah. Bagi mereka adalah perbuatan mereka merendahkan derajat mereka seakan-akan kampung tak berpengjaga. Yang terutama sekali yang dihanakan orang adalah persukuan Hayati, terutama mamaknya sendiri Dt... yang dikatakan buta saja matanya melihat kemenakannya membuat malu, melangkahi kepala ninik-mamak. “kalam di tertolak lantaran dia tidak ber-uang maka ada tersedia uang Rp 3000,00 yang dapat dipergunakan untuk menghadapi gelombang kehidupan sebagai seorang makhluk yang tawakal.” “bila terjadi akan itu, terus dia berkata: “ tidak Hayati ! kau mesti pulang kembali ke Padang! Biarkan saya dalam keadaan begini. Pulanglah ke Minangkabau! Beradat !.... Besok hari Senin, ada Kapal berangkat dari Surabaya ke Tanjung Priuk, akan terus ke Padang ! Kau boleh menumpang dengan kapal itu, ke kampungmu”.
k. Tahap Penutup
Tahap penyelesaian dalam Roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka ketika Zainuddin mendapat kabar bahwa Kapal yang ditumpangi Hayati tenggelam, sedangkan Hayati dirawa di Rumah Sakit Tuban. Dengan diterima Muluk sahabatnya Zainuddin menengok wanita yang sangat dicintainya itu. Rupanya pertemuan mereka itu adalah pertemuan yang terkahir karena Hayati menghembuskan nafsanya yang terakhir dalam pelukan Zainuddin. Kejadian itu membiuat Zainuddin merasakan penyesalan yang berkepanjagan hingga Zainuddin jatuh sakit dan meninggal dunia, Zainuddin dimakamkan di sebelah maka Hayati.
l. Kesimpulan/ Sinopsis Novel
Roman ini menceritakan tentang kisa cinta yang tidak sampai karena terhalanf oleh adat yang sangat kuat. Zainuddin aldah seolah pemuda yang perkawinan campuran Minangkabau dan Mengkasar, ayahnya Zainuddin yang berdarah Minangkabau mengalami masa pembuangan ke Mengkasar dan kawin dengan Ibu Zainuddin yang berdarah asli Makasar, mempunyai seorang kekasih asal Batipuh bernama Hayati, namun hubungan mereka harus berakhir karena adat, karena berdasarkan sebuah rapat, ibu Zainuddin tidak dianggap sebagai manusia penuh.
Akhirnya Hayati menikah dengan seorang pemudah bangsawan asli Mingakabau bernama Azis. Mendengar pernikahan itu Zainuddin jatuh sakit, akan tetapi berkat dorongan semangat dari Muluksahabatnya yang paling setia, kondisi Zainuddin berangsur-angsur membaik dan pada akhirnya inilah Zainuddin menjadi seorang pengarang yag sangat terkenal dan tinggal di Surabaya. Di Surabaya inilah Zainuddin bertemu denha Hayati sbenarnya masih membara, akan tetapi mengingat Hayati itu sudah bersuami, cinta yang masih menyala itu berusaha untuk dipadamkan, kemudian Hayati dibiayai untuk pulang ke Batipuh.
Tetapi nasip malang menimpa Hayati, dlam perjalanan pulang ke Batipuh, kapal Van Der Wijck yang ditumpanginya tenggelam. Hayati meninggal dunia di Rumah Sakit di Cirebon. Disaat saat akhirn hayatnya, Hayati masih sempat mendengar dan melihat bahwa sebenarnya Zainuddin masih sangat menicnitainya, namun itu sudah terlmbat. Tidak berlangsung lama, Zainuddin menyusul Hayati ke alam baka, jenazah Zainuddin dimakamkan persi disamping makam mantan kekasihnya, Hayati.
Nama Pengarang : Haji Abdul Malik Karim Amrullah [HAMKA]
Tahun Terbit : 1938