Kehidupan setelah alam dunia adalah kehidupan yang harus diprioritaskan Karena kehidupan yang

Dalam kehidupan sehari-hari manusia, tentu akan dihadapkan dengan berbagai macam persoalan yang memiliki level/tingkat kepentingan yang berbeda antara persoalan yang satu dengan yang lainnya.

Kepentingan ini tentu sangat berkaitan erat dengan siapa individu yang dihadapkan dengan masalah kepentingan, memaksa individu untuk menentukan persoalan mana yang perlu diselesaikan terlebih dahulu dan yang mana dapat di tunda untuk dikerjakan di lain waktu.

Sebagai contoh bahwa setiap individu memiliki peletakan penyelesaian masalah pada level pengerjaan masalah yang wajib dan sunah dikerjakan yaitu, “misalnya si A memiliki beberapa masalah, seperti cucian menumpuk, tugas kuliah belum selesai dan buku bacaan belum selesai, sedangkan si B juga memiliki masalah yang sama, yaitu cucian menumpuk, tugas kuliah belum selesai dan buku bacaan belum selesai. Namun dalam mengerjakan masalah tersebut, si A dan si B, memiliki tingkat kepentingan yang berbeda yang disesuaikan pada kondisi internal dan eksternal antara A dan B, sehingga dalam menyelesaikan masalah si A dan si B harus menyesuaikan dengan tingkat desakan dari suatu masalah.

Misalnya si A hanya memiliki 3 pasang pakaian bersih hanya tersisa satu pasang, yaitu pakaian yang saat itu dia kenakan, tugas kuliah di kumpul 5 hari lagi dan waktu pengembalian buku ke perpustakaan tersisa 3 hari lagi, maka si A akan mendahulukan penyelesaian masalahnya terhadap kebutuhannya dengan pakaian, sebab tak akan ada lagi pakaian bersih yang dia miliki jika tidak mencuci. Berbeda dengan si B misalnya ia memiliki 5 pasang pakaian dan tersisa 2 pakaian bersih termasuk yang dikenakaannya pada saat itu, tugas kuliah akan dikumpulkan beberapa jam lagi, dan waktu pengembalian buku ke perpustakaan tersisa 2 hari lagi, maka si B akan mendahulukan penyelesaian masalahnya yang berupa mengerjakan tugas.” Ilustrasi di atas menjadi bukti bahwa setiap individu memiliki kebutuhan yang berbeda sehingga setiap individu akan menyelesaikan masalahnya berdasarkan tingkat kebutuhan pada masalahnya.

Ini menandakan bahwa, semakin mendesak suatu masalah untuk diselesaikan, maka individu juga akan memacu dirinya untuk menyelesaikan masalah yang dimilikinya berdasarkan tingkat kebutuhannya tersebut dan apabila seseorang menganggap suatu masalah sebagai hal mendesak yang benar-benar harus diselesaikan apabila tidak diselesaikan maka akan berdampak bagi dirinya, maka hal tersebut merupakan sesuatu yang menjadi prioritas.

Prioritas dapat diartikan sebagai sesuatu yang sangat penting sehingga hal lain dapat di undur pelaksanaannya.

Dapat pula diartikan bahwa prioritas adalah urutan kepentingan yang ditempatkan di awal sehingga kepentingan yang lain akan dikerjakan apabila kepentingan tersebut telah selesai dikerjakan.

Setelah mengetahui definisi dari prioritas, maka pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana dan seperti apa prioritas dalam islam?

Jika ditelaah lebih dalam maka dapat kita temukan bahwa secara definisi prioritas dalam islam tidak terlalu jauh berbeda dengan definisi prioritas pada umumnya, sebab mau bagaimana pun dan hingga kapan pun, prioritas tetaplah sesuatu yang dipentingkan dibanding dengan hal-hal lainnya, sehingga dengan kata kepentingan tersebut maka segala hal selain yang terpenting akan diurutkan di belakang sesuatu yang menjadi terpenting.

Bagi penulis, prioritas dalam islam dapat diartikan sebagai sesuatu yang menjadi kepentingan seorang manusia yang terlingkupi oleh agama islam.

Sehingga segala sesuatu yang terjadi disandarkan dengan tuhan [اللّٰه] begitu pun dengan kepentingan-kepentingan lainnya, karena tidak dapat kita menafikkan bahwa keseluruhan aktivitas kita di dunia merupakan karunia dan ketentuan tuhan. Hal ini dapat penulis katakan sebagai sesuatu yang benar dan tak mampu dihindari keberadaannya karena bagaimana pun itu, tuhan adalah pengatur alam semesta yang manusia dan segala aktivitasnya juga termasuk di dalamnya.

Prioritas dalam islam merupakan kalimat yang dapat dimaknai sebagai sesuatu yang berkiprah pada ranah keagamaan dalam bahasa agama akrab di sebut dengan kewajiban atau sesuatu yang wajib dikerjakan. Sehingga dalam artian ini, kewajiban adalah sesuatu yang keberadaanya dapat dimaknai sebuah keharusan.

Pada kalimat di atas, bahwa kata wajib merujuk pada keharusan maka sesuatu tersebut pelaksanaannya benar-benar harus terealisasikan atau benar-benar dikerjakan. Apabila melanggar, meninggalkan atau tidak melaksanakannya maka akan diganjari dosa atau amal keburukan. Sehingga dengan itu, prioritas dalam islam merupakan sesuatu yang wajib dikerjakan dan membutuhkan waktu khusus dalam pelaksanaannya, bahkan jika tak ditemukan waktu khusus tersebut, maka seseorang harus menyisihkan waktu untuk mengerjakannya karena hal tersebut merupakan sebuah keharusan yang apabila melanggar akan di beri ganjaran.

Ganjaran yang di maksud di sini adalah ganjaran yang berdasar nilai-nilai keagamaan sehingga pada pemberian ganjaran tersebut berdasar pada keinginan dan ketentuan dari pencipta. Dalam agama islam, ganjaran tersebut akan benar-benar didapatkan dan dirasakan oleh pelakunya cepat atau lambat. Karena pemberian ganjaran kepada pelaku ditetapkan oleh pencipta, maka waktu pemberian ganjaran tersebut juga tergantung dari pencipta_di dunia maupun di akhirat, pelaku pelanggaran pasti akan merasakan ganjaran. Atau dapat diartikan bahwa cepat atau lambat seseorang akan pasti merasakan dampak dari perbuatannya, apalagi menyangkut kelalaiannya terhadap sesuatu yang merupakan kewajibannya.

Dalam Islam terdapat beraneka ragam jenis hal yang harus diprioritaskan, misalnya shalat, puasa di bulan ramadan, membayar zakat dan masih banyak jenis prioritas lainnya. Prioritas dalam islam juga merupakan prioritas yang harus dikerjakan dan diletakkan pada posisi awal pengerjaan apabila telah sampai waktu pelaksanaanya oleh seluruh umat manusia yang mengakui bahwa dirinya adalah orang beriman dan mengakui bahwa اللّٰه سبحانه و تعالى merupakan satu-satunya tuhan dan nabi مُحَمَّد صَلَّىٰ ٱللَّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ merupakan utusan اللّٰه.

Hal unik yang mungkin hanya terjadi dalam agama Islam adalah prioritas yang beraneka ragam jenisnya ini beberapa diantaranya mampu dikerjakan secara bersamaan, contohnya shalat dan puasa di bulan ramadan. Seseorang dapat melaksanakan puasa di bulan ramadan sekaligus juga mampu melaksanakan shalat pada saat melaksanakan ibadah puasa di bulan ramadan.

Menurut penulis, hal yang harus diprioritaskan dan mampu dilaksanakan secara bersamaan tersebut merupakan bentuk kekuasaan اللّٰه sebagai pencipta yang merupakan cara اللّٰه untuk mempermudah hamba-hambanya untuk beribadah dan menyembah kepadanya.

Tak akan mungkin terbentuk sebuah hal seperti itu jika bukan zat yang memiliki keagungan, keesaan, kekuasaan dan kekuatan yang tanpa batas yang menciptakannya, sebab tanpa keagungan, keesaan, kekuasaan dan kekuatan, tak akan mungkin tercipta sesuatu yang demikian rapinya.

Jika hal yang harus diprioritaskan tersebut ada dan diadakan oleh manusia, maka akan sangat rumit penyelesaiannya jika dilaksanakan secara bersamaan. Misalnya seperti contoh yang telah dijabarkan pada awal paragraf tulisan ini. Yaitu misalnya prioritas mencuci dan mengerjakan tugas, maka dalam mengerjakan prioritas tersebut, seseorang sangat sulit untuk melaksanakannya secara bersamaan berbeda dengan hal yang harus diprioritaskan dalam agama tadi.

Dengan contoh tersebut, maka prioritas dalam agama harus dikerjakan sebaik mungkin dan tak boleh ditinggalkan apalagi disepelekan keberadaannya, sehingga apabila seseorang melaksanakan dengan baik hal yang harus diprioritaskan dalam agama islam maka ia akan berada dalam kebaikan karena seluruh prioritas dalam islam tak satu pun yang bernilai keburukan.

Begitu baiknya prioritas dalam islam, maka sudah sepatutnya seorang manusia yang tentunya mengaku bahwa dirinya adalah orang beriman dan percaya atas ketuhanan اللّٰه dan kenabian nabi Muhammad صَلَّىٰ ٱللَّٰهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ untuk melaksanakan prioritas yang terhimpun dalam agama islam yang tertera dalam ayat-ayat dan dalil-dalil dari اللّٰه dan rasul-Nya.

ICC Jakarta – Setelah manusia meninggal, mereka berada  di antara dua alam [dunia dan akhirat] yang disebut dengan alam barzakh hingga tibanya hari kiamat. Ketika hari kiamat telah tiba, segala amalan manusia di dunia akan dihitung. Alam barzakh merupakan alam seperti alam tidur manusia bukan merupakan alam materi namun sebagiannya memiliki kemestian-kemestian material seperti bentuk, ruang dan waktu.
Ketika berada di alam barzakh, manusia bergantung kepada amalan-amalan mereka selama di dunia. Orang-orang yang baik dan memiliki amalan-amalan terpuji akan menjalani kehidupan di alam barzakh dan akan tinggal di tempat khusus. Kebaikan dan amal-amal baik [bâqiyatus shalihât] akan bermanfaat bagi orang-orang yang telah meninggal di alam barzakh dan hal ini sesuai dengan riwayat-riwayat dan juga berdasarkan akal.

Penjelasannya bisa diuraikan sebagai berikut:

Pertama, Barzah adalah Persinggahan antara alam dunia dan alam akhirat
Dalil rasionalnya adalah ayat-ayat dan riwayat-riwayat yang ada menjadi bukti bahwa dengan kematian seseorang maka ruh manusia akan tetap ada dan memiliki kemandirian. Dalam al-Quran ada penjelasan tentang kerusakan-kerusakan jasad manusia, bukan ruhnya. Al-Quran kadang-kadang dalam waktu-waktu tertentu ketika membicarakan masalah kematian akan menggunakan kata-kata: “tawaffâ”  yang bermakna mengambil dan menerima tanpa mengurangi:
“Katakanlah, “Malaikat maut yang diserahi untuk [mencabut nyawa]mu akan mematikan kamu; kemudian hanya kepada Tuhan-mulah kamu akan dikembalikan”[1]
Dalam al-Quran istilah ini digunakan sebanyak 14 kali dan tanda-tandanya adalah bahwa setelah meninggal, ruh manusia akan tetap hidup, tidak seperti badannya. Dalil-dalil lainnya juga ada dalam riwayat-riwayat dan ayat-ayat al-Quran yang membicarakan tentang pembicaraan para nabi dan para Imam dengan orang-orang yang telah meninggal di kuburan.[2]
Namun terkait dengan bahwa dimanakah mereka berada dan dalam keadaan bagaimana, maka jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut harus dicari di dalam al-Quran. Al-Quran terkait dengan hal ini menjelaskan: “Dan di hadapan mereka terdapat alam Barzakh sampai hari mereka dibangkitkan.”[3]
Yang dimaksud dengan alam barzakh adalah alam kubur, sebuah alam dengan kehidupan khusus hingga hari kiamat. Hal ini telah dijelaskan dalam hadis-hadis Syiah maupun Sunni.[4]
Barzakh bermakna jarak antara dua sesuatu dan dalam agama Islam bermakna alam antara alam dunia dan kiamat yang berbeda sekali dengan dunia materi. Entitas-entitas alam barzakh bukanlah wujud material tapi meskipun begitu memiliki ciri-ciri material[5] misalnya memiliki ciri-ciri bentuk, zaman, tempat dan lainnya dan memiliki keadaan yang yang berbeda-beda misalnya kesulitan, kebahagiaan dan kekhawatiran dan lainnya.[6]
Harus diperhatikan bahwa ketika dikatakan barzakh bukan alam materi, maka tidak boleh dibayangkan bahwa barzakh itu adalah angan-angan, fatamorgana dan ilusi, melainkan sebagiannya memiliki unsur-unsur materi.[7]
Untuk lebih jelasnya, akan lebih baik jika Anda memperhatikan catatan penting ini bahwa manusia terdiri dari dua badan: Badan ringan [mitsali] dan badan berat. Badan berat adalah badan yang ada di badan manusia terdiri dari makanan dan pakaian. Badan ringan adalah badan yang berada di alam tidur yang kadang-kadang dengan badan ringan manusia melewati beberapa kilo meter dalam beberapa detik saja dan oleh karenanya disebut dengan badan ringan karena apabila manusia ingin menempuh jarak itu dalam keadaan tidak tidur, maka akan memerlukan waktu selama berjam-jam untuk menempuh jarak sejauh beberapa kilo meter. Kita akan hidup di alam barzakh atau alam kubur dengan badan ringan hingga tiba hari kiamat. Setelah itu akan hidup kembali hidup susunan partikel-partikel yang terbungkus dan tersebar hingga membentuk badan berat  dan ruhnya pun akan kembali kepadanya.[8] Partikel membusuk tersebar lagi dan tubuh kita, berat badan dan jiwa akan naik.

Dan lagi dari membusuk dan partikel terdispersi membentuk tubuh kita, berat badan dan jiwa akan kembali. Menurut sebagian riwayat, pria hidup dengan bentuk seperti bentuk dan kerangka yang ada di dunia.[9]

Setidaknya, ada dua hal yang layak untuk disimak:

1. Alam barzakh lebih luas dari alam dunia karena alam mitsal lebih luas dan lebih besar dari benda materi dan tidak memiliki ukuran-ukuran yang terbatas


2. Dalam berbagai riwayat-riwayat, bumi sebagai tempat untuk memberi azab atau memberi barzakh dan tempat pertemuan arwah dengan keluarga mereka misalnya dalam sebagian hadis-hadis diriwayatkan bahwa surga adalah barzakh Wadi Salam dan apinya dalam Wadi Barhut dan Sahara Baitul Muqadas adalah tempat berkumpulnya arwah. Penentuan ini dapat disimpulkan bahwa arwah tetap menjalin komunikasi dengan dunia karena keunggulan tempat, waktu atau situasi yang ada.[10]

Kedua. Ciri-ciri Kehidupan Barzakh
Sebagaimana yang telah kami katakan bahwa barzakh adalah periode antara dunia dan kiamat. Para filosof besar menilai bahwa barzakh adalah alam antara alam materi dan alam non materi [mujarrad]. Alam ini dalam istilah filsafat disebut dengan alam mitsal. Oleh itu, entitas-entitas alam barzakh bukan materi, namun memiliki ciri-ciri materi karena juga bukan non materi [mujarad] secara penuh.[11]Oleh itu, barzakh tidak memiliki zaman dan tidak memiliki tempat namun zaman bisa saja terjadi di sana dan akan sangat cepat dilalui dibanding di dunia dan tempatnya juga boleh jadi lebih terbatas. Pembahasan ini juga bisa ditetapkan dengan ayat-ayat al-Quran.
Menurut keterangan ayat al-Quran: “Dan pada hari kiamat terjadi, orang-orang yang berdosa bersumpah bahwa mereka tidak berdiam [dalam kubur] melainkan sesaat [saja].”[12] Ayat ini menunjukkan bahwa orang ini dalam waktu beberapa lama tinggal di sebuah tempat dan waktu ini adalah barzakh.[13] Dari ayat-ayat ini dan ayat-ayat yang serupa dapat dipahami bahwa dalam barzakh terdapat masa dan tempat, namun masa dan tempat ini memiliki keterbatasan yang lebih sedikit.
Alam barzakh bagi manusia berbudi baik adalah pembebasan diri dari penjara dunia namun akan menjadi hal yang sangat menakutkan bagi para pendosa. Manusia berdasarkan amalan yang diperbuat akan mengalami kemudahan atau kesulitan.[14] Terkait dengan bagaimana keadaan di alam barzakh terdapat keterangan dari riwayat dan kita akan memberikan salah satu contohnya.
Imam Ali As dalam surat kepada putranya: “Kuburan [kehidupan barzakh] ada dua macam: kebun-kebun dari kebun surga dan atau jurang dari jurang-jurang api neraka.”[15] Dari riwayat ini dapat ditarik kesimpulan bahwa nikmat-nikmat barzakh adalah contoh-contoh dari nikmat-nikmat ukhrawi dan azab-azabnya adalah contoh dari azab ukhrawi.[16]
Dalam sebagian riwayat juga disebutkan bahwa manusia mukmin memiliki tempat di surga dan dengannya ia menjadi bahagia.[17]

Ketiga. Keadaan para penghuni barzakh
Sebagaimana bahwa manusia ketika tidur melihat mimpi jelek ia akan tersiksa dan akan rileks dengan tidur yang baik, maka para penghuni kubur pun akan berada pada dua keadaan: senang atau menderita. Demikian juga sebagian amalan-amalan seperti menganggap enteng salat, tidak menolong orang-orang yang terzalimi akan menyebabkan siksaan di alam barzakh. Dan sebaliknya, amalan-amalan seperti syahid di jalan Allah, tabligh agama dan memberi penerangan kepada masyarakat akan memberikan kesenangan di alam barzakh.[18]
Di samping orang-orang kafir, sebagian orang-orang mukmin juga akan mengalami azab di barzakh sehingga akan bersih [dari dosa] pada hari kiamat. Nabi Muhammad Saw bersabda: “Siksaan kubur bagi orang-orang beriman adalah kafarah dosa israf [berlebihan dalam menggunakan sesuatu] dan tidak menggunakan nikmat-nikmat yang dimilikinya.”[19]
Para penghuni barzakh bisa dibagi menjadi tiga bagian dimana setiap bagian akan menempati suatu tempat: Kelompok kaum Mukmin, kelompok orang-orang kafir dan kelompok orang-orang mustadhafin.[20] Dalam riwayat yang berasal dari Imam Shadiq As dikabarkan bahwa arwah orang Mukmin berada dalam salah satu kamar surga sedangkan arwah kaum kafir berada di salah satu kamar neraka.[21] Dalam riwayat yang lain, arwah orang-orang mustadafin akan tetap berada di kuburan dan semerbak harum dari surga akan sampai ke kuburan mereka.[22]
Dalam riwayat yang lain juga dikatakan bahwa arwah kaum Mukmin akan berada di Wadi Salam.[23]Atau pada malam Jumat akan berada di sahara dekat Baitul Muqadas.[24] Hal ini tidak bertentangan dengan riwayat sebelumnya karena bisa jadi semuanya pada dasarnya berada di satu tempat yang sama atau arwah kaum Mukmin sebagian waktu berada di satu tempat dan pada waktu yang lain berada ditempat yang lain.[25]
Arwah orang-orang kafir juga berdasarkan riwayat berada di kamar salah satu kamar-kamar neraka atau berada di Hadra Maut, Yaman atau di Wadi Barhut.[26]
Namun arwah orang-orang mustadhafin tetap berada dikuburan mereka hingga hari kiamat dan apabila mereka memiliki amalan saleh maka akan terbuka sebuah jendela dalam kuburan mereka sampai ke surga dan mereka akan menerima manfaat dari jendela itu.[27]
Imam Shadiq As bersabda: “Tatkala anak manusia memasuki alam kubur dan barzakh, para penghuni barzakh akan datang menjumpainya. Dan sebagian menenangkannya sehingga secara perlahan ia menyesuaikan diri dengan dunia barunya. Karena ia telah melewati ketakutan besar dan melelahkan liang kubur, pertanyaan, tekanan dan sebagainya. Kemudian, mereka mendekat kepadanya dan bertanya tentang teman dan sahabatnya. Apabila dijawab bahwa ia masih di dunia, maka mereka akan berharap bahwa setelah kematian ia akan menyusul mereka; Apabila jawabannya: Sebelumnya telah meninggal, saat itu penghuni barzakh berkata bahwa ia telah jatuh. Yaitu telah  terpuruk dan terjerembab dalam azab Ilahi dan kalau tidak pastilah ia berada di sisi kami. [28]
Dalam kitab “Al-Kafi” dinukil dari Ishaq bin Ammar: Aku bertanya keapda Abul Hasan [Imam Kazhim As] apakah seseorang yang meninggal dunia ia menjumpai keluarganya atau tidak? Imam Musa Kazhim bersabad: “Iya.” Kemudian aku bertanya lagi, Berapa lama? Imam bersabda: “Sesuai dengan kedudukannya di sisi Tuhan, setiap minggu, setiap bulan atau setiap tahun….”[29]
Lebih tinggi dari orang-orang seperti ini, adalah para wali Allah dimana ruhnya setelah kematian dan terlepasnya raga materi, akan semakin kuat dan melakukan kegiatan yang lebih luas. Karena pelbagai rintangan seperti taqiyah dan semisalnya telah hilang. Kelompok ini tatkala kematian menjemput seorang mukmin, mereka akan mendekatinya dan memudahkan proses sakaratul maut baginya. Di alam kubur, ia  menjadi sahabatnya, dan melepaskannya dari azab dan ketakutan.
Karena itu, kelompok ini tidak lagi memerlukan pengabaran dari ruh-ruh yang lainnya terkait orang-orang hidup; karena orang-orang besar ini berkuasa atas dunia dan barzakh dan mereka tidak lalai dari kondisi dan keadaan kaum mukmin sejati khususnya mereka yang berhubungan dengannya, dan menjadi pelayan dan berperantara kepada mereka, sehingga mereka memerlukan pengabaran dan pewartaan tentang kondisi mereka. [30]
Dengan kata lain, pelbagai kondisi setelah kematian – pada barzakh dan kiamat – manifestasi batin keyakinan, akhlak dan amal-perbuatan manusia di dunia dan tidak lain dari hal ini. Apabila di dunia memiliki iman, amal shaleh, kelapangan jiwa, di alam barzakh dan kiamat juga akan demikian adanya. Akan tetapi apabila di dunia ia berpikir picik atau menentang dan bersikap keras kepala, dirinya bertemankan dengan sifat-sifat hewan dan binatang, di dunia yang lain juga mereka akan menjelma sedemikian. Dan akan mendapatkan azab dan menjadi sebab penyesalannnya; karena dunia adalah ladang akhirat. Dan apa pun yang dilakukan untuk memperelok rupa dan lakunya, di sana akan hadir dan tampak. Karena itu, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok [akhirat], dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik. Tidak sama para penghuni neraka dengan para penghuni surga. Para penghuni surga itulah orang-orang yang beruntung.” [Qs. Al-Hasyr [58]:18-20]
Karena itu, banyak rahasia yang tertimbun yang tidak menjadi jelas setelah kematian. Dan tatkala manusia memasuki gelanggang kiamat kubra, akan Nampak baginya. Hari itu adalah “hari tatkala seluruh rahasia tersingkap” [Qs. Al-Thariq [86]:9] dan seluruh rahasia akan tersingkap. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kondisi arwah setelah kematian bergantung pada tingkatan mereka. Mereka yang ketergantungannya tinggi kepada dunia perlu waktu lama untuk dapat meyakini kematian dan meninggalkan dunia serta segala urusan duniawi. Untuk ukuran sedang, ia seolah tenggelam dalam tidur yang lelap yang tidak sama sekali tidak bermimpi sehingga ia dengan tidurnya, merasakan azab atau nikmat atau bersenang-senang dan setelah melalui tingkatan-tingkatan pertama melepaskan nyawa dan memasuki kubur maka ia tidak akan mencerap secara khusus kehidupan barzakh.

Namun mereka yang meninggal dan berada pada level kesempurnaan iman maka ia akan menguatkan ruhnya dan menyiapkan dirinya untuk menyongsong akhirat – karena yakin terhadapnya – di tempat itu juga ia dapat menjalin hubungan dengan arwah orang-orang beriman lainnya dan menanyakan tentang kondisi sahabat-sahabatnya di dunia. Ia merasakan ketenangan bertemu dengan sahabat-sahabat mukmin lainnya dan saling mendoakan satu sama lain. Karena itu, pertemuan satu sama lain dan saling menanyakan kabar terkhusus bagi mereka yang memiliki derajat iman dan amal salaeh yang tinggi.

Keempat. Kebaikan bagi Orang-orang yang ditinggalkan
Dari berbagai ayat dan riwayat dapat dipahami bahwa setelah seseorang meninggal meskipun ia tidak memiliki kekuasaan lagi atas dunia, namun setiap kali manusia memiliki amal-amal baik [baqiyatus shalihat] maka setelah ia meninggal dunia amalan-amalan baik tersebut akan bermanfaat bagi dirinya. Seseorang bertanya kepada Imam Shadiq As: Setelah seseorang meninggal, hal-hal apa sajakah yang bermanfaat bagi manusia? Imam Shadiq As bersabda: Amalan-amalan baik yang telah ia kerjakan dan setelah ia meninggal, orang lain mengerjakan amal-amal tersebut, sedekah jariyah yang telah dikerjakannya dan anak saleh yang mendoakan ibu dan bapaknya.[31]
Kebaikan dan amal-amal baik yang dilakukan oleh orang-orang yang ditinggal untuk orang yang meninggal juga termasuk demikian dan termasuk jenis baqiyah shalihat. Sebagai contoh, ketika ditanyakan kepada salah satu para Imam As bahwa apakah doa, sedekah dan salat akan sampai pahalanya kepada orang-orang yang telah meninggal, maka Imam menjawab: Iya.[32] Terdapat pula riwayat-riwayat lain dalam kitab hadis Syiah yang juga memiliki kandungan sama yaitu bahwa kebaikan-kebaikan yang dikerjakan oleh orang-orang yang masih hidup untuk orang-orang yang meninggal akan memberikan kenyamanan dikuburan bagi mereka.[33] Dengan kata lain, sebagaimana pendosa, apabila semasa hidupnya melakukan  kebaikan-kebaikan dan melalui perbuatan baiknya itu, Allah Swt akan menghapus dosa-dosa dan efek-efek dosanya. Apabila orang lain melakukan pelbagai kebaikan dan menghadiahkan pahalanya kepada orang yang berbuat dosa, kebaikan-kebaikan ini akan menjadi sebab terhapusnya dosa-dosa dan efek-efek yang ditimbulkan dari dosa yang ia lakukan. Tentu saja tatkala ganjaran kebaikan-kebaikan yang dikerjakan orang lain tersebut diperuntukkan kepada seorang pendosa, maka itu akan sampai kepadanya selama  ingin menebus efek-efek buruk dosa-dosa seorang pendosa, maka dosa-dosanya juga akan tertebus.

Pada hakikatnya, hal ini merupakan cermin keadilan Ilahi dimana dengan perbuatan-perbuatan baik orang lain dosa-dosa yang setimpal dengan perbuatan baik tersebut akan terampuni. Allah Swt melalui lisan Nabi-Nya membuka jalan ini.[34] Sebagaimana di dunia ini apabila seseorang mengerjakan sebuah kesalahan dan menyisakan kerugian bagi orang lain, apabila orang ketiga menebus kesalahan ini untuknya maka tentu saja orang yang menderita kerugian tersebut akan rela dan apabila ia tidak rela maka ia akan mendapatkan cemoohan. Karena itu, bukanlah suatu hal yang mengherankan dan menjadi pertanyaan bagaimana dosa seorang pendosa yang telah meninggal dunia dapat ditebus dengan perbuatan-perbuatan baik orang lain.

Lain halnya dengan seseorang yang gemar berbuat maksiat dan dosa, meskipun semua orang-orang saleh menghadiahkan segala kebaikan mereka kepadanya itu tetap tidak mampu menebus dosa-dosa besar yang tak-terbilang yang ia lakukan. Dalam hal ini, ia tidak akan dimaafkan dengan perantara kebaikan-kebaikan orang lain, melainkan Allah Swt akan mengurangi beban dosa-dosanya dan menurunkan bobot azab kepadanya. Kiranya perlu disebutkan pula bahwa Allah Swt Maha Adil dan Maha Bijaksana dan sekali-kali tidak akan aniaya kepada para hamba-Nya. Setiap perbuatan hamba tidak ada yang sia-sia, setiap amal kebaikan akan mendapat ganjaran. Bisa jadi seseorang menurut pandangan kita adalah pendosa dan layak mendapatkan azab, ini karena kita tidak mengetahui seluruh perbuatan dan amal-amal mereka. Akan tetapi Allah Swt karena Maha Mengetahui segala sesuatu, maka ampunan dan maghfira-Nya harus kita hitung sebagai ganjaran dari perbuatan-perbuatan baik yang ia lakukan dimana Allah Swt mengetahuinya dan kita tidak mengetahuinya. Satu hal yang tidak boleh kita lalaikan, bahwa biasanya seseorang mendo’akan dan memohonkan ampun bagi orang lain lantaran perbuatan baik yang dilakukan semasa hidupnya. Seseorang yang tidak pernah melakukan kebaikan dalam kehidupannya, malah seluruh kehidupannya bergelimang dosa maka tidak ada seorang pun yang akan dengan tulus-ikhlas memohonkan ampunan baginya,  tidak juga anak-anak dan kerabatnya.

Dalam hubungan dengan kerabatnya, apabila kerabatnya ini bukan termasuk orang baik, tentu saja doanya tidak akan terkabulkan. Namun sekiranya kerabatnya itu termasuk orang baik dan saleh, tentu mereka tidak senang kepadanya karena ia adalah pendosa, sehingga tidak merasa perlu untuk berdo’a baginya. 


Oleh itu, dapat dikatakan bahwa kehidupan dialam barzakh ini sejatinya adalah buah kehidupan kaum mukminin dan amalan-amalan baik mereka yang akan nampak beberapa lama setelah kematiannya. [iQuest]

[1] [Qs Al-Sajdah [32]: 11]

[2] Qaraati, Muhsin, Ushûl Aqâid, hal. 529-582, Markaz Farhanggi Darshai Quran, cet. 3, musim semi 1385.

[3] [Qs al-Mukminun [23]: 3]

[4] Thabathabai, Muhammad Husain, Tafsir al-Mizân, Terjemah Muhammad Baqir Musawi Hamedani, jil. 15, hal. 97, Daftar Intisyarat Islami

[5] Thabathabai, Muhammad Husain, Insân az Âghâz ta Anjâm, terjemah Shadiq Larijani, hal. 77-78, Intisyarat az-Zahra.

[6] Qasemi, Ali Muhammad, Barzakh, Pazuhesyi Qur’âni wa Riwâi, hal. 16, Markaz Intisyarat Muasasah Amuyesyi wa Pazuhesyi Imam Khomeini, cet. 1.

[7] Thabathabai, Muhammad Husain, Hayât pas az Marg, hal. 32-33, Intisyarat Nur Fathimah, Tehran, 1361.

[8] Allamah Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jil. 6, hal. 244-245, Dar al-Kitab al-Islamiyah, Tehran, 1362.

[9] Allamah Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jil. 6, hal. 244-245, Dar al-Kitab al-Islamiyah, Tehran, 1362.

[10] Hayât pas az Marg, hal. 48.

[11] Insân az Âghâz ta Anjâm, hal. 77-78.

[13] Tafsir al-Mizân, terjemah Sayid Muhammad Baqir Hamedani, jil. 16, hal. 308.

[14] Ushûl Aqâid, hal. 582.

[15] Bihâr al-Anwâr, jil. 6, hal. 218.

[16] Insân az Âghâz ta Anjâm, hal. 79.

[17] Bihâr al-Anwâr, jil. 6, hal. 237.

[18] Untuk menambah informasi tentang dosa-dosa lain yang menyebabkan azab sebagian atau amalan-amalan yang menyebabkan hilangnya azab ini. Silahkan lihat: Qaraati, Muhsin, Ushûl Aqâid, hal. 590-596.

[19] Bihâr al-Anwâr, jil. 6, hal. 169.

[20] Yang dimaksud dengan mustadafin disini adalah mustadh’afin pikiran bukan mustadh’afin harta yaitu orang-orang yang ingin belajar dan memahami serta mengamalkan tapi tidak memiliki kemampuan untuk berfikir seperti orang-orang yang gila. Silahkan lihat: Madhahiri, Muhammad, Insan wa Alam Barzakh, hal. 58-64, Muasasah Intisyarat Nabawi.

[21] Bihâr al-Anwâr, jil.6, hal. 234.

[22] Kulaini, Kâfi, jil. 3, hal. 246.

[23] Ibid, jil. 3, hal. 243.

[24] Bihâr al-Anwâr, jil. 6, hal. 286.

[25] Insân wa Âlam Barzakh, hal. 55, Muasasah Intisyarat Nabawi, Tehran, 1375.

[26] Kâfi, jil. 3, hal. 246.

[28] Bihâr al-Anwâr, jil. 6, hal. 249-250, 269.

[29] Ibid, jil. 6, hal. 257.

[30] Diadaptasi dari jawaban 1245 site

[31] Bihâr al-Anwâr, jil. 82, hal. 310.

[32] Ibid, jil. 88, hal. 310.

[33] Insân wa Âlam Barzakh, hal. 143.

[34] Silahkan lihat: Mizân al-Hikmah, huruf ta, tema Taubah

Download Nulled WordPress Themes

Download Nulled WordPress Themes

Premium WordPress Themes Download

Download WordPress Themes Free

download udemy paid course for free

Download WordPress Themes Free

free download udemy course

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề