Keluar lendir dari kemaluan wanita apakah membatalkan puasa

Cairan putih ini biasanya keluar dari kemaluan perempuan tanpa adanya sebab. Keputihan dalam istilah fiqih Islam disebut dengan ifrazat, yaitu lendir atau cairan yang keluar dari organ reproduksi wanita.

Ilustrasi [via flota.es] Ilustrasi [via flota.es]

Madzi adalah cairan putih, bening, lengket yang keluar dari kemaluan ketika dalam kondisi syahwat, tidak memuncrat dan setelah keluar pun tidak menimbulkan rasa lemas. Berbeda dengan mani, setelah keluar, ia akan menimbulkan rasa lemas.

Baca: Perbedaan Mani, Madzi dan Wadi

Madzi bisa datang kapan saja, biasanya jika pasangan suami istri sedang bermesraan. Namun bagaimana hukumnya jika air madzi–tanpa mani—keluar ketika sedang puasa?

Syekh Hasan Hitou mengatakan dalam kitabnya, Fiqh ash-Shiyam:

وَلَوْ قبَّلَ رَجُلٌ امْرَأَتَهُ وَهُوَ صَائِمٌ، فَتَلَذَّذَ وَأَمْذَى، إِلَّا أَنَّهُ لَمْ يَنْزِلْ، فالَّذِي ذَهَبَ إِلَيْهِ الْجُمْهُوْرُ أَنَّهُ لَايُفْطِرُ، وَهُوَ قَوْلُ الشَّافِعِيَةِ، بِلَا خِلَافٍ عِنْدَهُمْ، وَحَكَاهُ ابْنُ الْمُنْذِرِ عَنِ الْحَسَنِ الْبَصْرِيِّ، وَالشَّعْبِي، وَالْأَوْزَاعِي، وَأَبِي حَنِيْفَةَ، وَأَبِي ثور، قَالَ: وَبِهِ أقُوْلُ

“Jika seorang suami mencium istrinya dan dia sedang berpuasa, kemudian merasa nikmat dan keluar madzi, namun tidak mengeluarkan mani, maka jumhur berpendapat puasanya tidak batal, dan itu adalah pendapat ulama Syafi’iyyah tanpa ada perbedaan di antara mereka. Ibnu al-Mundzir menceritakan pendapat tadi [orang yang keluar madzi tidak batal puasanya], dari Hasan al-Bashri, asy-Sya’bi, al-Awza’i, Abu Hanifah, Abu Tsaur, beliau [Ibnu al-Mundzir] berkata: ‘Aku berpendapat demikian’.” [Syekh Hasan Hitou, Fiqh ash-Shiyam, Dar el Basyair al-Islamiyyah, cetakan pertama tahun 1988, halaman 68]

Para ulama yang berpendapat seperti di atas, berdalil bahwa madzi keluar tidak melalui inzal [proses keluarnya mani], sedangkan madzi yang keluar itu mirip seperti kencing atau sesuatu lain yang keluar, dan tidak mewajibkan mandi. 

Dari pendapat ini kita dapat mengetahui bahwa keluarnya madzi menurut jumhur ulama itu tidak membatalkan puasa.

Namun ada pendapat yang mengatakan bahwa madzi yang keluar karena berciuman itu membatalkan puasa, pendapat ini dikeluarkan oleh imam Malik dan Imam Ahmad.

وَذَهَبَ الْإِمَامَان مَالِك وَأَحْمد إِلَى الْقولِ بِأَنَّهُ يُفْطِرُ بِخُرُوْجِ الْمَذِي النَّاتِجِ عَنِ الْقُبْلَةِ

“Imam Malik dan Imam Ahmad berpendapat bahwa madzi yang keluar setelah berciuman itu membatalkan puasa.” [Syekh Hasan Hitou, Fiqh ash-Shiyam, Dar el Basyair al-Islamiyyah, cetakan pertama tahun 1988, halaman 68]

Demikian penjelasan status hukum puasa orang yang keluar madzi. Kesimpulannya, menurut jumhur [mayoritas] ulama, keluarnya madzi tidak membatalkan karena ia seperti keluarnya air kencing, tidak ada proses inzal, berbeda dengan mani. 

Meski begitu, hendaknya kita selalu berdoa agar puasa kita selalu dijaga dari perbuatan yang menyebabkan batalnya pahala puasa kita. Selama menunaikan puasa, umat Islam diperintahkan tak hanya menahan lapar dan dahaga, tapi juga dusta, ghibah, adu domba, serta mengumbar syahwat. Semoga kita dijadikan orang yang beruntung di Ramadhan tahun ini, dan seterusnya. Amin. [Amien Nurhakim]

Kisah-Kisah Nabi Isa

Donasi untuk situs islamqa.info

Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah

Bagaimanakah hukumnya puasa seorang wanita yang dicumbu oleh suaminya di siang hari pada bulan Ramadhan sampai vaginanya basah, sedangkan ia tidak mengenali cairan tersebut mani atau yang lainnya? Dan ia pun juga tidak mengetahui dengan pasti selama berapa hari cumbuan suaminya tersebut.

Alhamdulillah.

Pertama:

Dibolehkan bagi sepasang suami istri untuk saling bercumbu satu dengan yang lainnya, dengan catatan agar masing-masing dari keduanya aman tidak sampai keluar mani, hal ini berdasarkan riwayat Imam Bukhari [1927] dan Muslim [1106] dari ‘Aisyah –radhiyallahu ‘anha- berkata:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُ وَيُبَاشِرُ وَهُوَ صَائِمٌ ، وَكَانَ أَمْلَكَكُمْ لأرْبِهِ

“Bahwa Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- mencium, menggauli [tidak sampai berjimak] dalam keadaan berpuasa, dan beliau adalah yang paling mampu menahan keinginannya”.

Jika seorang suami bercumbu dengan istrinya atau menggaulinya namun tidak sampai berjimak, maka tidak terlepas dari dua kemungkinan:

  1. Di tengah-tengah cumbuan dan menggaulinya tersebut bisa jadi keluar mani, maka dalam kondisi seperti itu puasanya batal, dan wajib mengqadha puasa pada  hari itu.

Imam Nawawi berkata di dalam Al Majmu’ [6/349]:

“Jika seseorang mencium dan menggauli [istrinya] dengan penisnya namun tidak sampai berjimak, meraba tubuh istrinya dengan tangannya atau dengan organ tubuh lainnya, jika sampai keluar mani maka puasanya batal, akan tetapi jika tidak sampai keluar mani maka tidak batal. Penulis Al Hawi dan yang lainnya meriwayatkan adanya ijma’ tentang batalnya puasa seseorang yang mencium, atau menggauli [istrinya] namun tidak sampai berjimak, akan tetapi sampai keluar mani”.

Syeikh Ibnu Utsaimin –rahimahullah- berkata:

“Jika seorang suami menggauli istrinya, baik dengan menggunakan tangan atau mencium dengan wajah atau dengan kemaluan [tapi tidak sampai berjimak], jika sampai keluar mani maka puasanya batal, namun jika tidak sampai keluar mani, maka puasanya tidak batal”. [Asy Syarhul Mumti’: 6/388]

  1. Dari proses bercumbu dan menggaulinya tersebut menyebabkan keluarnya madzi, dalam kondisi seperti itu tidak merusak puasanya.

Syeikh Abdul Aziz bin Baz –rahimahullah- berkata:

“Seorang suami yang mencium dan bercumbu dengan istrinya, bahkan menggaulinya namun tidak sampai berjimak dalam kondisi berpuasa, semua itu dibolehkan tidak masalah; karena Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- pernah mencium istrinya dalam kondisi berpuasa. Akan tetapi jika dirinya khawatir akan terjerumus kepada yang diharamkan oleh Allah; karena syahwatnya mudah terangsang, maka hal itu hukumnya makruh baginya. Jika sampai keluar mani dari proses cumbuan di atas, maka wajib qadha dan tetap menahan sampai terbenam matahari dan tidak ada kaffarat apapun baginya menurut jumhur ulama. Adapun keluarnya madzi tidak membatalkan puasa menurut salah satu dari dua pendapat para ulama yang paling benar; karena hukum asalnya adalah sahnya puasanya dan tidak batal karena termasuk yang sulit dihindari, dan Allah-lah pemberi taufik”. [Fatawa Syeikh Ibnu Baaz: 15/315]

Syeikh Ibnu Utsaimin –rahimahullah- pernah ditanya tentang seorang suami yang bercumbu dengan istrinya dalam kondisi berpuasa lalu keluar madzi, maka bagaimanakah hukum puasanya ?

Beliau menjawab:

“Jika seorang suami mencumbu istrinya, lalu sampai keluar madzi, maka puasanya tetap sah, dan tidak ada denda apapun baginya menurut pendapat yang lebih rajih [kuat] menurut kami dari beberapa pendapat para ulama; hal tersebut karena tidak ada dalil yang menyatakan bahwa puasanya batal. Tidak sah juga jika dianalogikan dengan mani; karena madzi itu keluar sebelum mani. Pendapat yang kami rajih [kuatkan] ini adalah madzhab Syafi’i dan Abu Hanifah dan yang dipilih oleh Syeikh Islam Ibnu Taimiyah –rahimahullah-. Disebutkan dalam Al Furu’: “Pendapat inilah yang lebih nyata [kebenarannya]”. Disebutkan juga dalam Al Inshaf: “Inilah pendapat yang benar”. [Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin: 19/236]

Untuk penjelasan lebih luas silahkan baca jawaban soal nomor: 37715.

Ketiga:

Jika seseorang dalam kondisi seperti ini masih belum jelas, apakah yang keluar itu mani atau madzi?, maka besar kemungkinannya cairan tersebut adalah madzi yang bisa keluar pada saat ada cumbuan. Dan tidak dihukumi bahwa puasanya batal karena dasar keragu-raguan.

Telah disebutkan sebelumnya di dalam website kami perbedaan antara madzi dan mani pada jawaban soal nomor: 99507 dan 2458.

Wallahu A’lam

Ilustrasi bercengkerama saat berpuasa

Laporan Reporter Tribun Lampung Eka Achmad Solihin

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Kepada Yth Ketua MUI Lampung. Saya mau tanya, batalkah puasa saya jika mengeluarkan lendir meski tidak berhubungan intim dengan suami? Terima kasih atas penjelasannya.

Pengirim: +6281379309xxx

Puasa Batal Jika Keluar Sperma

Cairan yang keluar dari kemaluan [laki laki atau perempuan] ada tiga, yaitu mani, madzi, dan wadhi. Dari ketiga cairan tersebut, ada yang membatalkan puasa dan ada yang tidak.

Jika yang keluar berupa mani [sperma], maka puasa batal. Sedangkan jika yang keluar berupa madzi dan wadhi, maka tidak membatalkan puasa.

Syekh Hasan Hitou mengatakan dalam kitabnya, Fiqh ash-Shiyam: "Jika seorang suami mencium istrinya dan dia sedang berpuasa, kemudian merasa nikmat dan keluar madzi, namun tidak mengeluarkan mani, maka jumhur berpendapat puasanya tidak batal, dan itu adalah pendapat ulama Syafi’iyyah tanpa ada perbedaan di antara mereka." [Fiqh ash-Shiyam, halaman 68]

Perbedaan mani, madzi, dan wadhi

Mani atau sperma memiliki tiga ciri. Pertama, baunya ketika basah seperti bau adonan roti dan tepung. Sedangkan ketika sudah mengering seperti bau telur.

Kedua, keluarnya memuncrat. Ketiga, berasa nikmat ketika keluar dan setelah itu melemahlah zakar dan syahwat.

Madzi adalah cairan putih, bening, lengket yang keluar dari kemaluan ketika dalam kondisi syahwat, tidak memuncrat dan setelah keluar pun tidak menimbulkan rasa lemas.

Wadhi adalah cairan putih-kental-keruh yang tidak berbau. Wadhi dari sisi kekentalannya mirip mani. Tapi, dari sisi kekeruhannya berbeda dengan mani.

Biasanya wadhi keluar setelah kencing atau setelah mengangkat beban yang berat. Keluarnya bisa setetes atau dua tetes, bahkan bisa saja lebih.

KH MUNAWIR

Ketua Komisi Fatwa MUI Provinsi Lampung

Tags:

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề