Makna terdalam dari praktik dan petunjuk yang ada pada syari at dan tarekat yang dinamakan

TEMA UTAMA

Sesungguhnya hakikat tanpa syariat adalah batal dan syariat tanpa hakikat maka tidak berarti.

Sesuai dengan kodratnya, manusia senantiasa berhasrat untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dan, Allah pun telah menunjukkan jalan itu kepada umat manusia. Dalam surah Al-Baqarah ayat 186 Allah berfirman: ''Dan, apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka [jawablah], bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa kepada-Ku.''

Dalam ayat lain, dikatakan: ''Dan, kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke mana pun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Mahaluas [rahmatnya] lagi Maha Mengetahui. [QS Al-Baqarah: 115]. Pada surah Qaaf ayat 16 disebutkan: ''Dan, sesungguhnya Kami menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya. Dan, Kami lebih dekat kepadanya dari urat lehernya.''

Allah telah menunjukkan jalan kepada manusia untuk mendekati-Nya. Di antaranya, dengan mendirikan shalat sebagai bentuk penghambaan, mengeluarkan zakat sebagai wujud kepedulian kepada sesama, melaksanakan haji sebagai wujud perjalanan mencapai ridhanya, dan mengerjakan puasa sebagai bentuk pengendalian diri dan hawa nafsu. Dan, jalan menuju Allah itu, dalam ilmu tasawuf disebut dengan tarekat [thoriqah]. Para pengikut tarekat ini biasanya dibimbing oleh seorang guru pembimbing yang disebut dengan mursyid. Bimbingan dilakukan secara rutin dan bertahap melalui maqamat [cara dalam menempuh jalan kesufian] dan ahwal [keadaan mental] hingga akhirnya dekat dengan Allah SWT.

Dalam ilmu tasawuf, untuk mencapai derajat kewalian [kekasih Allah], sebagaimana dijelaskan Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibari, dalam kitabnya Kifayat al-Atqiya' harus melalui empat tahapan, yakni syariat, tarekat, hakikat, dan makrifat. Syariat adalah unsur pokok untuk menuju tingkat selanjutnya. Syariat ini meliputi hal-hal pokok dalam ajaran Islam, seperti shalat, zakat, puasa, dan haji. Dan, syariat tidak boleh ditinggalkan oleh mutashawwifin [pelaku tasawuf]. Dalam pandangan al-Ghazali, tarekat tanpa syariat maka tasawuf menjadi batal. ''Sesungguhnya hakikat tanpa syariat adalah batal dan syariat tanpa hakikat maka tidak berarti.''

Dalam keterangan lainnya, al-Ghazali menambahkan, ''Orang yang mengatakan bahwa hakikat berlawanan dengan syariat dan batin bertentangan dengan lahir, berarti ia lebih dekat pada kekufuran.''

Maksudnya adalah orang yang mengikuti tarekat tanpa memahami syariat maka jalannya belum benar. Karena itu, dia harus memahami secara mendalam masalah syariat. Dan, antara syariat, tarekat, serta hakikat tidak boleh saling bertentangan. Artinya, bila ada seorang mursyid [guru tarekat] yang mengajarkan kepada muridnya bahwa sudah tidak perlu lagi mengerjakan shalat, haji, puasa, dan zakat. Maka, hal itu bertentangan dengan syariat.

Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa sebagai seorang manusia pilihan dan dijamin oleh Allah SWT akan surga, beliau masih mengerjakan shalat, puasa, zakat, dan berhaji. Karena itu, sangat tidak logis apabila ada orang yang meminta pengikutnya untuk tidak perlu lagi mengerjakan syariat, karena merasa sudah mencapai tingkatan selanjutnya. Ini adalah pandangan yang salah.

Wirid dan zikir

Dalam menjembatani hubungan kedekatan antara hamba dan Allah, syariat merupakan jalan pertama yang harus ditempuh seorang salik [pengikut tasawuf]. Sebab, syariat merupakan fondasi agama Islam.

Bila fondasi sudah kuat, barulah kemudian didirikan bangunan-bangunan di atasnya, seperti tiang-tiang penyangga agar makin memperkokoh sebuah bangunan. Artinya, apa yang dikerjakan oleh seseorang yang belajar tasawuf hendaknya bersandar pada ajaran Alquran dan Hadis Nabi SAW.

Oleh karena itu, tarekat merupakan jalan atau petunjuk dalam melaksanakan suatu ibadah sesuai dengan ajaran Alquran dan Rasulullah SAW, sebagaimana dicontohkan sahabat, tabiin hingga bersambung pada guru-guru tarekat.

Syekh Zainuddin al-Malibari menjelaskan tarekat adalah menjalankan amal yang lebih baik, berhati-hati, dan tidak memilih kemurahan [keringanan] syara', seperti sifat wara' serta ketetapan hati yang kuat layaknya latihan-latihan jiwa.

Jadi, singkatnya, syariat merupakan peraturan, tarekat adalah pelaksanaannya, sedangkan hakikat merupakan keadaan, dan makrifat tujuan akhir.

Dalam tarekat ini, umumnya para salik membaca wirid dan zikir yang diajarkan oleh mursyid-nya. Seperti dijelaskan di atas, wirid dan zikir tersebut tetap bersumber dari Alquran maupun Sunah Rasulullah SAW sebagaimana yang diajarkan beliau kepada para sahabatnya. Dan, zikir atau wirid tersebut umumnya berupa tasbih, tahlil, tahmid, takbir, asma al-Husna [nama-nama Allah yang baik dan indah], serta bacaan doa-doa yang terdapat dalam Alquran maupun yang diajarkan Nabi Muhammad SAW.

Dalam perkembangannya, tarekat ini terus berkembang. Hingga saat ini, terdapat puluhan tarekat yang mu'tabarah [diakui dan terkenal], antara lain, Qadiriyah, Naqsabandiyah, Syattariyah, Sammaniyah, Rifa'iyyah, Tijaniyah, Shiddiqiyah, dan Khalwatiyah. sya

Perkembangan Tarekat di Dunia Islam

Tarekat pertama kali muncul pada abad ke-6 dan 7 Hijriah, ketika tasawuf menempati posisi penting dalam kehidupan umat Islam dan dijadikan sebagai falsafah hidup. Pada periode ini, tasawuf memiliki aturan, prinsip, dan sistem khusus. Sedangkan, sebelumnya tasawuf dipraktikkan secara individual tanpa adanya ikatan satu sama lain.

Dalam perkembangan selanjutnya, tarekat menjadi semacam organisasi atau perguruan dan kegiatannya pun semakin meluas, tidak terbatas hanya pada zikir dan wirid atau amalan-amalan tertentu saja. Bahkan, ada beberapa tarekat yang melibatkan diri dalam kegiatan politik, seperti Tarekat Sanusiyah yang menentang penjajahan Italia di Libya, Tarekat Tijaniyah yang menentang penjajahan Prancis di Afrika Utara, dan Tarekat Safawiyah yang melahirkan kerajaan Safawi di Persia [Iran].

Selanjutnya, tarekat makin berkembang secara luas di berbagai belahan dunia. Beberapa yang terkenal adalah Qadiriyah, Naqsyabandiyah, Syattariyah, Rifaiyyah, Tijaniyah, dan Sammaniyah. Dan di Indonesia sendiri, terdapat asosiasi atau organisasi yang membawahi tarekat yang mu'tabar [terkenal dan diakui]. Organisasi ini bernama Jam'iyyah Ahl al-Thariqah al-Mu'tabarah Indonesia [Jatmi] dan Jam'iyyah Ahl al-Thariqah al-Mu'tabarah al-Nahdliyyah. Organisasi tarekat yang kedua ini menaungi sejumlah tarekat yang berafiliasi pada organisasi Nahdlatul Ulama [NU]. Adapun Mudir 'Aam [Ketua Umumnya] adalah KH Habib Muhammad Luthfi bin Yahya, tinggal di Pekalongan.

Beberapa tarekat yang dikenal di dunia Islam.

---------------------------------------------------------------------

NO NAMA TAREKAT                                 PENDIRI                                         BERPUSAT DI

---------------------------------------------------------------------

1. Adhamiyah                                  Ibrahim bin Adham                                 Damaskus Suriah

2. Ahmadiyah                                  Mirza Ghulam Ahmad                              Qadiah India

3. Alawiyah                                      Abu Abbas Ahmad

                                                     bin Mustafa al-Alawi Mostaghanem             Aljazair

4. Alwaniyah                                    Syekh Alwan Jeddah                                Arab Saudi

5. Ammariyah Ammar Bu Senna Constantine Aljazair

6. Asyaqiyah Hasanuddin Istanbul Turki

7. Asyrafiyah Asyraf Rumi Chin Iznik Turki

8. Babayyah Abdul Ghani Adrianopel Turki

9. Bahramiyah Hajji Bahrami Ankara Turki

10.Bakriyah Abu Bakar Wafai Aleppo Suriah

11. Bektasyi Bektasyi Veli Kir Sher Turki

12. Bustamiyah Abu yazid al-Bustami Jabal Bistam Iran

13. Gulsyaniyah Ibrahim Gulsyani Kairo Mesir

14. Haddadiyah Sayid Abdullah bin Alawi

bin Muhammad al-Haddad Hijaz Arab Saudi

15. Idrisiyah Sayid Ahmad bin Idris

bin Muhammad bin Ali Asir Arab Saudi

16. Ighitbasyiyah Syamsuddin Magnesia Yunani

17. Jalwatiyah Pir Uftadi Brusa Turki

18. Jamaliyah Jamaluddin Istanbul Turki

19. Kabrawiyah Najmuddin Khurasan Iran

20. Khalwatiyah Umar al-Khalwati Kayseri Turki

21. Maulawiyah Jalaluddin ar-Rumi Konya Anatolia

22. Muradiyah Murad Syami Istanbul Turki

23. Naqsyabandiyah Muhammad bin Muhammad bin

al-uwaisi al-Bukhari

al-Naqsyabandi Qadri Arifan Turki

24. Niyaziyah Muhammad Niyaz Lemnos Turki

25. Ni'matallahiyah Syah Wali Ni'matallah Kirman Iran

26. Nurbakhsyiyah Muhammad Nurbakh Khurasan Iran

27. Nuruddiniyah Nuruddin Istanbul Turki

28. Rifaiyyah Sayid Ahmad Rifai Baghdad Irak

29. Sadiyah Sa'duddin Jibawi Damaskus Irak

30. Safawiyah Safiuddin Ardebil Turki

31. Sammaniyah Muhammad bin Samman al-Madani Madinah Arab Saudi

32. Sanusiyah Sidi Muhammad bin

Ali al-Sanusi Tripoli Libanon

33. Saqatiyah Sirri Saqati Baghdad Irak

34. Shiddiqiyah Kyai Muchtar Mukti Jombang Indonesia

35. Sinan Ummiyah Alim Sinan Ummi Awali Turki

36. Suhrawardiyah Syihabuddin Abu Hafs Umar

bin Abdullah as-Suhrawardi Baghdad Irak

37. Sunbuliyah Sunbul Yusuf Bulawi Istanbul Turki

38. Syamsiyah Syamsuddin Madinah Arab Saudi

39. Syattariyah Abdullah al-Syattar India

40. Syaziliyah Abul Hasan Ali Al-Syazili Makkah Arab Saudi

41. Qadiriyah Abdul Qadir al-Jailani Baghdad Irak

42. Tijaniyah Abul Abbas Ahmad bin

Muhammad At-Tijani Fes Maroko

43. Umm Sunaniyah Syekh Umm Sunan Istanbul Turki

44. Wahabiyah Muhammad bin Abdul Wahhab Nejd Arab Saudi

45. Zainiyah Zainuddin Kufah Irak

-----------------------------------------------------------------------

sumber: Ensiklopedia Islam. sya

Tokoh Sufi

Banyak tokoh-tokoh sufi yang dikenal dalam dunia Islam. Masing-masing memiliki kelebihan dan maqamat ketakwaan tersendiri. Ada yang dengan berzikir, mahabaj [cinta], bertafakur, berhalawat, dan lain sebagainya. Berikut beberapa tokoh Sufi terkemuka.

Abdul Qadir al-Jailani

Abdul Qadir al-Jailani adalah seorang ulama salafi yang mengembangkan tarekat [aliran] Qadiriyah. Dilahirkan di Jailan pada 470 H/1077 dan wafat pada 561 H/1166 M di daerah Babul Azajwafat, Baghdad. Untuk mengenalkan ajaran Qadiriyiah, beliau mendirikan madrasah serta ribat di Baghdad pada 1127 M. Ia memimpin madrasah dan ribat tersebut hingga akhir hayatnya.

Tarekat Qadiriyah ini memiliki ciri khas sebagai tarekat yang mengedepankan keluwesan. Keluwesan ini berkaitan dengan ajaran Abdul Qadir al-Jailani bahwa murid yang telah sampai pada derajat guru, diberi kebebasan sendiri menjadi syekh. Pembinaan selanjutnya diserahkan ke tangan Allah SWT.

Dalam tarekat Qadiriyah, zikir utama adalah kalimat Laa Ilaaha Illallaah [tidak ada Tuhan selain Allah]. Menurut ajaran Qadiriyah, zikir sebaiknya dilakukan dalam posisi duduk menghadap kiblat dengan menutup mata. Dengan begitu, diyakini bahwa zikir akan menimbulkan rasa lebih mencintai Allah daripada segala yang lain pada diri zakir [pezikir].

Sejak masa Abdul Qadir al-Jailani, ada beberapa muridnya yang menyebarkan ajaran Kadiriyah ke berbagai negara Islam. Karena itu, tak heran tarekat ini memiliki banyak pengikut, terutama di Turki, Yaman, Mesir, India, Suriah, dan Afrika.

Abul Qasim al-Junaid al-Baghdadi

Abu al-Qasim al-Junaid bin Muhammad al-Kazzaz al-Nihawandi atau di kalangan komunitas sufi lebih dikenal dengan panggilan Junaid al-Baghdadi. Dia adalah seorang ulama sufi dan wali Allah yang paling menonjol namanya di kalangan ahli-ahli sufi.

Meskipun menonjol, tidak ada satu pun tulisan mengenai biografi beliau yang memuat tahun kelahirannya. Sehingga, tidak dapat dipastikan kapan beliau dilahirkan. Sementara itu, mengenai tahun kematiannya, terdapat beberapa keterangan. Ada yang menyebutkan tahun 294 H, yang lain menyebut tahun 297 H/910 M di Baghdad.

Junaid al-Baghdadi termasuk orang pertama yang menyusun dan membahas tentang ilmu tasawuf dengan ijtihadnya. Banyak kitab yang menerangkan tentang ilmu tasawuf disusun berdasarkan kepada ajaran beliau.

Junaid juga dikenal dalam sejarah tasawuf sebagai seorang sufi yang banyak membahas tentang tauhid. Pendapat-pendapatnya dalam masalah ini banyak diriwayatkan dalam kitab-kitab biografi para sufi. Para sufi pada masanya banyak yang kagum atas keluasan wawasan yang dimiliki beliau terhadap ajaran tasawuf. Karena itulah, dia digelari imam kaum sufi [Syaikh al-Ta`ifah]. Sementara itu, al-Qusyairi dalam kitabnya al-Risaalah al-Qusyairiyyah menyebutnya sebagai tokoh dan imam kaum sufi.

Ajaran tasawuf yang dikembangkannya bertumpu pada konsep tauhid yang hakiki. Tauhid, menurutnya, adalah buah dari peniadaan diri terhadap semua selain Allah SWT. Ia menganggap bahwa tasawuf merupakan penyucian dan perjuangan kejiwaan yang tidak ada habis-habisnya.

Rabiah al-Adawiyah

Rabiah binti Ismail al-Adawiyyah al-Qissiyah atau lebih populer dengan panggilan Rabiah al-Adawiyyah adalah pelopor tasawuf yang mengemukakan konsep mahabbah [cinta] dalam ajaran tasawufnya. Dilahirkan di Basrah pada 95 H atau bertepatan dengan 713 M. Rabiah berasal dari keluarga miskin. Selagi masa kanak-kanak, ia sudah ditinggal mati ayahnya. Masa remajanya, ia lalui dengan kondisi kehidupan yang serbaprihatin.

Pengalaman kesufian ia peroleh bukan melalui guru, melainkan melalui pengalamannya sendiri. Karena itu, ia tidak meninggalkan ajaran tertulis langsung dari tangannya sendiri. Akan tetapi, ajarannya dikenal melalui para muridnya dan baru dituliskan setelah ia wafat.

Terdapat beberapa keterangan mengenai tahun kematian Rabiah. Ada yang menyebutkan tahun 135 H/752 M, yang lain menyebutkan tahun 185 H/801 M. Begitu pula, mengenai tempat penguburannya. Ada yang menyatakan ia dikubur di dekat Yerusalem dan ada yang menyatakan di kota kelahirannya.

Rabiah dipandang pelopor tasawuf mahabbah, yaitu penyerahan diri total kepada 'kekasih' Allah. Hakikat tasawufnya adalah habbulillah [mencintai Allah SWT]. Ibadah yang ia lakukan bukan terdorong oleh rasa takut akan siksa neraka atau rasa penuh harap akan pahala dan surga. Melainkan, didorong oleh rasa rindu kepada Tuhan.

Dalam banyak kisah, disebutkan bahwa cinta Rabiah kepada Allah SWT telah memenuhi seluruh jiwa raganya. Ketika kepadanya ditanyakan mengenai cinta kepada Rasulullah SAW, ia menjawab, ''Aku, demi Allah sangat mencintai Rasul, akan tetapi cintaku kepada sang Maha Pencipta [al-Khaliq] telah memalingkan perhatianku dari sesama makhluk ciptaan-Nya. Dan, ketika ia ditanya, mengapa menolak perkawinan sebagai salah satu sunah Rasulullah SAW, ia menjawab bahwa dirinya adalah milik Allah SWT yang dicintai-Nya. Barang siapa ingin memperistrikannya, hendaklah minta izin kepada Allah SWT. dia/berbagai sumber

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề