Mengapa amalgamasi menjadi solusi dari salah satu permasalahan koperasi di indonesia

Jakarta -

Amalgamasi adalah pernikahan antara dua orang yang berbeda suku bangsa. Seperti misalnya pernikahan yang terjadi antara orang India dengan Indonesia.

Dalam konteks sosiologi, amalgamasi merupakan penyatuan biologis antar anggota-anggota kelompok etnis atau ras yang berlainan, sehingga muncul bangsa yang baru.

Apa itu amalgamasi?

Ada beberapa ahli yang mengemukakan pengertian amalgamasi, meskipun tidak banyak.

Dalam buku Sosiologi: Teks Pengantar dan Terapan oleh Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, amalgamasi merupakan syarat interaksi sosial yang bisa menjadi solusi untuk meredam pertentangan serta perselisihan yang terjadi dalam suatu kelompok masyarakat.

Sementara, dalam buku Kamus Ilmiah Populer karya Partanto dan Dahlan, amalgamasi secara sederhananya adalah proses pencampuran.

Dapat dikatakan juga, amalgamasi adalah proses pembauran biologis antara dua kelompok manusia yang masing-masing memiliki ciri fisik berbeda, sehingga keduanya menjadi satu rumpun. Amalgamasi terjadi lewat perkawinan antar ras atau antar suku.

Bagaimana sejarah amalgamasi?

Awal mula istilah amalgamasi lahir bermula di sekitar tahun 1967-an di Amerika, karena perbedaan dua kubu yaitu kulit putih dan non-putih, seperti orang Amerika-Afrika. Hingga 1967, perkawinan antar ras dilarang di banyak negara bagian Amerika Serikat melalui undang-undang anti perkawinan antara suku atau bangsa.

Sementara di Inggris, istilah ini digunakan sekitar abad ke-20.

Pada dasarnya, ide amalgamasi merupakan satu respon kelompok minoritas terhadap berbagai kondisi masyarakat.

Dulu, amalgamasi hanya bisa terjadi dengan syarat kelompok dominan membenarkan dan membebaskan kelompok minoritas berbuat seperti itu, dan kelompok minoritas mau atau terpaksa melakukannya. Kedua keadaan ini jarang terjadi serentak.

Selain itu, untuk memudahkan amalgamasi, kelompok dominan perlu melepaskan kedudukan istimewanya dalam masyarakat. Satu hal ini jarang dilakukan secara sukarela oleh kelompok dominan.

Oleh sebab itu, amalgamasi awalnya bukanlah proses yang mudah terjadi. Namun, tidak juga mustahil. Pada intinya, amalgamasi tetap terjadi dalam masyarakat tertentu meskipun derajatnya berbeda-beda.

Di Indonesia, amalgamasi juga telah terjadi sejak lama. Dulu, asimilasi dan amalgamasi sering dijadikan upaya merekatkan hubungan dua kelompok sosial yang berbeda.

Contohnya para raja sering mengawinkan putri mereka dengan pangeran atau raja di kerajaan lain untuk merekatkan hubungan atau menyatukan wilayah.

Amalgamasi di Indonesia tak hanya terjadi antar kelompok etnis di nusantara, tetapi juga dengan bangsa lain seperti Cina, India, atau Arab. Sejak zaman sebelum kolonialisme dan sebelum kemerdekaan, perkawinan antar ras dan antar suku sudah banyak terjadi.

  • Seperti apa dampak terjadinya amalgamasi?

Seperti fenomena sosial lainnya, amalgamasi juga memiliki sejumlah dampak positif maupun negatif.

Dampak positif seperti lahirnya inovasi budaya baru, mengurangi konflik karena persatuan, serta pertukaran pengalaman dan kebudayaan yang terdahulu.

Sementara, dampak negatifnya yaitu kemungkinan dominasi salah satu budaya sehingga menimbulkan konflik, persebaran penduduk tidak sebanding, dan memudarnya nilai budaya asli.

Dalam kehidupan, contoh amalgamasi yang paling mudah diobservasi adalah pernikahan campuran, baik antar etnis atau ras. Misalnya, wanita Cina menikah dengan pria India, tentu akan melahirkan ciri khas, kebudayaan, dan nilai yang baru.

Contoh amalgamasi lainnya adalah pernikahan antara perempuan Minang dengan pria Sunda, dan sebagainya.

Simak Video "Mensesneg Klarifikasi soal 'Jokowi Tak Tahu Proses RUU Sisdiknas'"


[Gambas:Video 20detik]
[pay/pal]

KEMENTERIAN Koperasi dan UKM menempatkan pengembangan koperasi modern sebagai salah satu agenda strategis. Koperasi modern didefinisikan sebagai koperasi yang menjalankan kegiatan dan usahanya dengan cara-cara baru dan menerapkan tata kelola koperasi yang baik [good cooperative governance], memiliki daya saing, dan adaptif terhadap perubahan.

Beberapa strategi dalam mengupayakan agenda itu ialah, pertama, mendorong pengembangan koperasi multipihak yang telah direkognisi melalui Peraturan Menteri Koperasi dan UKM No 8/2021. Pada April ini, regulasi itu efektif berlaku dan karenanya masyarakat dapat memproses pendirian koperasi dimaksud di Notaris Pembuat Akta Koperasi [NPAK].

Kedua, transformasi digital. Kementerian Koperasi dan UKM memfasilitasi layanan transformasi digital bagi koperasi melalui portal IDXCOOP yang diresmikan Oktober 2020. Portal itu mempertemukan koperasi dengan berbagai penyedia teknologi yang telah dikurasi. Koperasi dapat memilih dan memanfaatkan penyedia teknologi sesuai dengan kebutuhannya.

Ketiga, pemekaran kelembagaan. ODS Kementerian Koperasi dan UKM per 31 Desember 2020 mencatat ada sebanyak 915 unit koperasi skala menengah dan besar yang masuk kategori KUK 3 dan 4. Sebagian di antaranya diketahui mengalami idle cash, yakni skema pemekaran relevan bagi mereka. Pemekaran dilakukan dengan koperasi eksisting, menjadi lembaga jangkar yang memfasilitasi pendirian koperasi baru. Harapannya, terjadi peningkatan promosi ekonomi anggota dan idle cash dapat berputar dengan dampak positif, tanpa membebani kegiatan koperasi induk.

Keempat, yang akan dielaborasi lebih lanjut, restrukturisasi kelembagaan melalui amalgamasi/penggabungan dan merger/peleburan, sebagaimana diamanatkan Pasal 14 UU No 25/1992 tentang Perkoperasian. Strategi ini bertujuan menaikkan skala ekonomi koperasi sehingga dapat lebih efektif dan efisien dalam bisnisnya. Harapannya, jumlah badan hukum koperasi mengecil, tapi jumlah anggota dan layanannya meluas.

Koperasi stunting

Harus diakui, sebagian koperasi kita mengalami stagnasi bisnis meski telah eksis selama puluhan tahun. Kondisi itu layaknya orang yang mengalami stunting atau kuntet. Gejala stunting pada koperasi terlihat pada penolokukuran rasio pertumbuhan jika dibandingkan dengan waktu. Diketahui koefisien pertumbuhan pada koperasi skala besar, menengah, atau kecil sangat rendah.

Pertumbuhan yang berjalan lambat, dibarengi dengan kenaikan berbagai biaya, menyebabkan kemanfaatan koperasi yang kian mengecil. Fenomena stunting, dulu banyak dialami koperasi fungsional seperti koperasi karyawan/pegawai karena area operasionalnya di pasar tertutup atau terlokalisasi. Namun, kini banyak koperasi-koperasi masyarakat yang mengalami kondisi serupa.

Namun, jargon small is beautiful tidak relevan bagi koperasi karena nyatanya banyak koperasi besar di luar negeri. Beberapa bahkan mendominasi sebagai pelaku bisnis di sektornya, seperti koperasi susu Fonterra di Selandia Baru yang merupakan perusahaan produk susu dan turunannya [dairy products] nomor lima terbesar di dunia, sekaligus eksportir dairy products terbesar sejagat. Koperasi Pekerja Mondragon [Mondragon Worker Co-op] di Spanyol, yang jadi perusahaan terbesar di Basque dengan jumlah pekerja-pemilik hingga 80.000.

Lalu, Koperasi Desjardin, koperasi kredit di Kanada yang menjadi grup keuangan terbesar di kawasan Amerika Utara. Koperasi itu memiliki puluhan anak usaha yang umumnya bergerak di sektor jasa keuangan, seperti perbankan, asuransi, dan investasi. Koperasi I Co-op di Korea, yang merupakan koperasi multipihak yang menghubungkan kepemilikan di tangan produsen, pekerja, dan konsumennya secara bersama, baik bisnis di sektor produksi maupun konsumsinya. Saat ini, setidaknya I Co-op memiliki 713 jaringan toko yang dimiliki bersama secara multipihak dan masih banyak lagi. Koperasi menjadi besar dan berdampak nyata ialah visi yang harus diupayakan bersama.

Formula tumbuh

Koperasi yang mengalami stunting perlu didorong untuk melakukan amalgamasi atau merger. Strategi itu bukan hal baru dalam dunia perkoperasian, telah ada sejak 1980-1990. Contoh penerapan strategi ini ialah Kospin Jasa yang saat ini asetnya mencapai Rp10 triliun merupakan hasil amalgamasi dari empat koperasi. Kemudian, Koperasi Telekomunikasi Seluler [Kisel] dengan aset Rp7 triliun, merupakan hasil amalgamasi dari 11 koperasi.

Amalgamasi terbukti efektif meningkatkan skala ekonomi dan bisnis koperasi. Manfaatnya, meliputi perluasan jangkauan pasar, efisiensi biaya, dan layanan anggota yang menjadi lebih prima. Koperasi perlu memperhatikan manfaat nyata strategi ini agar rasional dan berorientasi pada masa depan dalam mengelola organisasi dan bisnisnya.

Sebaliknya, menolak opsi amalgamasi atau merger karena pertimbangan kesejarahan dan identitas sama artinya selalu hidup di masa lalu. Keengganan menerapkan amalgamasi didasari argumen dan ketakutan hilangnya sejarah atau ‘nama besar’ koperasi. Hal itu lebih mengindikasikan adanya ego internal dan bukan keputusan strategis pengembangan koperasi.

Menurut jajak pendapat yang dilakukan Indonesian Consortium for Cooperative Innovation [ICCI], hanya 9,5% atau 1 dari 10 koperasi pernah melakukan amalgamasi atau merger. Kemudian, bila akan melakukannya, 68,4% koperasi lebih memilih amalgamasi daripada merger [Mei, 2021]. Hal itu dapat dipahami karena proses amalgamasi lebih mudah, yakni beberapa koperasi bergabung ke satu koperasi. Misalnya, ketika 10 koperasi kecil bergabung ke satu koperasi menengah. Dengan skenario itu, daya ungkit bisa dicapai berupa peningkatan pada tata kelola dan manajemen, kecukupan modal, layanan, jangkauan pasar, serta manfaat bagi anggota.

Sektor riil

Koperasi yang bergerak di industri pangan perlu mengadopsi strategi di atas. Koperasi di sektor ini pada dasarnya memiliki koefisien pertumbuhan yang tinggi sehingga dengan penghiliran [hilirisasi] produk yang baik, nilai tambahnya dapat naik signifikan. Misalnya, koperasi susu tersebar di Jatim dengan reputasi panjang sejak 1960-an. Koperasi perlu melakukan inovasi model bisnis sehingga tidak hanya menjadi tempat pengepulan susu, tetapi juga melakukan pengolahan susu.

Koperasi membangun pabrik pengolahan susu merupakan strategi yang dijalankan koperasi susu Fonterra di Selandia Baru. Kepemilikan pabrik oleh koperasi mungkin dipandang sebagai mimpi besar. Namun, bila enam koperasi susu di sana bergabung menjadi satu entitas, portfolio akan naik pesat menjadi hampir Rp1 triliun sehingga pembangunan pabrik dengan biaya sekitar Rp200-300 miliar menjadi sesuatu yang feasible.

Strategi pengembangan lainnya, yakni konsolidasi rantai pasok dengan baku mutu terpusat, penerapan teknologi untuk kontrol proses bisnis sebagaimana yang telah dikembangkan KAN Jabung, penyediaan lahan hijauan dan kebutuhan konsentrat secara terpadu, serta asistensi oleh profesional terkait dengan pengelolaan agar akseleratif. Harapannya, terjadi peningkatan nilai tambah yang tinggi bagi anggota peternak sapi sehingga kesejahteraan mereka pun meningkat.

Pemerintah, secara langsung mendukung upaya itu, dengan penguatan permodalan melalui Lembaga Pengelola Dana Bergulir [LPDB-KUMKM] dengan plafon Rp200 miliar dan bunga maksimal 6% [menurun]. Berbagai dukungan lain juga dapat diupayakan untuk mencapai mimpi besar itu. Koperasi susu diharapkan menjadi contoh sukses penerapan strategi amalgamasi bagi koperasi sektor lainnya.

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề