Mengapa kulit cacing selalu basah dan berlendir brainly?

  • Pendahuluan
  • Indikasi
  • Kontraindikasi
  • Teknik
  • Komplikasi
  • Edukasi Pasien
  • Pedoman Klinis

Teknik Pemeriksaan Feses

Oleh :
dr. Agnes Tjakrapawira
Share To Social Media:

Teknik pemeriksaan feses memerlukan cara pengumpulan sampel yang benar sehingga pemeriksaan dan interpretasi dapat menunjang ketepatan diagnosis. Sebelum prosedur dilakukan, jelaskan terlebih dahulu kepada pasien maksud dan tujuan prosedur pemeriksaan.[1,2,5,7]

Persiapan Pasien

Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan sampel feses agar tidak mengganggu interpretasi, yaitu:

  • Pasien harus melaporkan jika sedang mengonsumsi obat-obatan seperti antibiotika, laksatif, antasida, obat diare, ataupun obat antiinflamasi nonsteroid [OAINS]. Pasien juga sebaiknya melaporkan jika sedang mengonsumsi obat yang tidak diresepkan oleh dokter
  • Pasien harus melaporkan jika baru saja menjalani prosedur diagnostik dimana ia diminta untuk meminum cairan barium. Barium dapat membuat pemeriksaan parasit menjadi rancu selama 5-10 hari[2,4,6,7]
  • Pada kasus konstipasi, pasien diminta untuk mengumpulkan sampel kapan saja pasien bisa. Setelah mengumpulkan sampel yang pertama, klinisi akan memberikan obat pencahar agar pasien dapat buang air besar dan mengumpulkan sampel kedua. Pasien harus melaporkan jika ia mempunyai kesulitan untuk defekasi, sehingga gagal mengumpulkan sampel pertama, sehingga dapat langsung diberikan obat pencahar[5]
  • Minta pasien untuk terlebih dahulu buang air kecil agar urin tidak tercampur dengan sample feses[2-4,7]

Pengambilan Sampel

Prosedur pemeriksaan feses dapat secepatnya dilakukan pada masa akut penyakit. Pengumpulan sampel bisa di rumah, klinik, maupun rumah sakit. Prosedur ini dapat dilakukan oleh pasien dewasa secara mandiri. Pada pasien anak, pastikan ibu atau penjaga anak tersebut dapat mengumpulkan sampel dengan benar. Berikan bantuan pada pasien yang mempunyai kesulitan mengumpulkan sampel.

Prosedur pengumpulan sampel pada orang dewasa adalah sebagai berikut:

  1. Pasien telah terlebih dahulu buang air kecil
  2. Pasien menutup jamban atau bedpan dengan kontainer khusus atau plastik. Feses tidak boleh diambil dari bedpan karena feses yang mengenai bedpan telah terkontaminasi dengan desinfektan. Feses juga tidak boleh bercampur dengan air, air sabun, ataupun tissue
  3. Pasien menggunakan sarung tangan tidak steril saat pengambilan sampel
    • Setelah defekasi, sekitar 20-40 gram atau setara dengan 5-6 sendok sampel diambil menggunakan aplikator yang tersedia. Untuk memudahkan, instruksikan pasien untuk mengisi wadah tersebut setengah penuh
    • Kemudian sampel dimasukan ke dalam dalam wadah dan ditutup dengan rapat
    • Pada kasus konstipasi, minta pasien untuk mengumpulkan sampel sebanyak dua butir kacang Kemudian tutup wadah tersebut dengan rapat
  4. Jika pengambilan sampel telah selesai, kontainer khusus atau plastik pada jamban atau bedpan bisa dilepaskan
  5. Lepaskan sarung tangan, lalu cuci tangan dengan bersih menggunakan sabun pada air yang mengalir
  6. Wadah diberi label yang lengkap. Label berisikan nama lengkap pasien, umur, jenis kelamin, dan tanggal pengambilan sampel feses. Terdapat beberapa kebijakan yang berbeda dari laboratorium maupun rumah sakit. Tidak jarang label telah diisi sebelum prosedur dijalankan
  7. Segera kumpulkan spesimen dan slip pada petugas laboratorium

Prosedur pengumpulan sampel pada anak yang masih menggunakan popok:

  1. Cara pertama adalah dengan mengambil sampel dari popok. Mengambil sampel secara langsung dari popok disarankan, namun untuk hasil interpretasi yang lebih baik lapisi popok dengan plastik agar sampel tidak terserap ke dalam popok. Pastikan sampel tidak bercampur dengan urin
  2. Cara lain ialah menggunakan kantong khusus berlabel data pasien yang disediakan oleh klinik atau rumah sakit. Kantong khusus tersebut ditempelkan pada kulit sekitar anus anak. Setelah spesimen terkumpulkan kantong khusus tersebut dicabut, lalu diserahkan pada petugas laboratorium. Dengan cara ini, dapat dipastikan feses tidak tercampur dengan urin.

Prosedur pengumpulan sampel pada anak yang sedang dilatih atau baru saja dilatih memakai toilet sendiri [toilet training]:

  1. Pasien anak didampingi oleh orang dewasa
  2. Pasien anak didampingi untuk membuang air kecil atau membuang urin terlebih dahulu
  3. Pendamping memasang kontainer khusus atau plastik. Kemudian prosedur berjalan serupa dengan pengumpulan sampel pada orang dewasa[2,4,5,7]

Peralatan

Peralatan yang diperlukan pada pengambilan sampel untuk pemeriksaan feses antara lain:

  • Wadah sampel : Wadah bersih, kering, bebas dari desinfektan dan mempunyai bukaan yang lebar untuk menyimpan feses
  • Tongkat aplikator atau tusuk gigi yang digunakan untuk mengambil sampel
  • Sarung tangan tidak steril untuk pasien mengambil sampel
  • Kontainer khusus atau plastik : Kontainer yang dipasang khusus di jamban atau plastik bening digunakan untuk menampung sampel feses agar tidak terkontaminasi dengan air atau organisme dari jamban[1,3-7]

Prosedural

Pemeriksaan feses meliputi pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis, tes darah samar tinja, pemeriksaan mikrobiologi, dan imunologi.[1-5]

Pemeriksaan Makroskopis

Pada pemeriksaan makroskopis akan diperiksa hal-hal berikut:

  • Warna : Warna normal pada feses adalah kecoklatan atau kuning. Warna tersebut diakibatkan karena adanya zat bilirubin yang dihasilkan oleh hati. Namun, warna dapat bersifat variatif tergantung pada diet pasien. Warna tanah liat [clay-coloured] atau warna dempul yang pucat menunjukan adanya kelainan seperti obstruksi bilier, empedu, atau steatorrhea.[1,2] Tinja berwarna gelap atau kehitaman [black tarry stool] disebut melena. Melena terjadi jika terdapat perdarahan lebih dari 100 mL di saluran pencernaan atas. Selain pendarahan pada saluran pencernaan atas, obat-obatan yang mengandung zat besi, bismuth, dan karbon aktif juga dapat memberikan warna kehitaman pada tinja[1]
  • Konsistensi : Konsistensi normal feses adalah agak lunak dan berbentuk. Konstipasi menyebabkan tinja menjadi kecil dan keras sehingga sulit untuk dikeluarkan. Untuk pemeriksaan konsistensi, skala feses Bristol dapat digunakan untuk panduan visual saat pemeriksaan. Bristol Stool Form Scale disingkat BSF juga digunakan untuk memonitor keadaan pasien yang memiliki feses yang cair[1]
  • Jumlah : Pada keadaan normal, jumlah tinja manusia adalah 100-250 gram/hari. Namun, hal tersebut dipengaruhi oleh jumlah makanan yang dikonsumsi, khususnya sayur yang banyak mengandung[1,2]
  • Bau : Bau normal pada tinja disebabkan oleh indol, skatol, serta asam butirat. Bau pada tinja dihasilkan oleh keadaan seperti penguraian protein dan gula. Bau menyengat dapat disebabkan oleh parasit Giardia lamblia atau malabsorpsi lemak[1,2]
  • Lendir : adanya sedikit lendir dalam tinja adalah normal. Beberapa bakteri dan parasit dapat menyebabkan adanya lendir yang banyak pada tinja[1,2]
  • Darah : adanya campuran darah segar menandakan perdarahan pada saluran pencernaan bawah. Darah yang bercampur dengan tinja juga didapati pada disentri yang disebabkan oleh Shigella[1,2]
  • Parasit : Pada infeksi parasit, kista parasit bisa ditemukan pada tinja yang padat, sedangkan trofozoit bisa ditemukan pada tinja yang cair. Pada pemeriksaan makroskopis juga bisa tampak cacing, contohnya Enterobius vermicularis dan Ascaris lumbricoides[1,2]

Pemeriksaan Mikroskopis

Pemeriksaan mikroskopis merupakan langkah yang penting dalam mendeteksi abnormalitas pada usus. Pemeriksaan mikroskopis merupakan pemeriksaan diagnostik yang digunakan untuk melihat adanya leukosit, jenis protozoa, dan telur cacing.[1,2]

Cacing yang tidak dapat terlihat pada pemeriksaan makroskopis dapat dilihat menggunakan pemeriksaan mikroskopis. Direct wet mount, saline wet mount, dan iodine wet mount dapat digunakan untuk melihat bentuk cacing, telur, larva, tropozoit, dan kista. Iodine wet mount lebih baik digunakan jika ingin melihat kista. Cara sederhana tersebut ialah dengan sedikit menaruh sampel tinja yang diemulsi dalam 1-2 tetes saline atau iodine pada slide kaca, kemudian slide kaca baru ditempatkan di atasnya dan sediaan diperiksa di bawah mikroskop.[2,3]

  • Leukosit : Pada keadaan normal, leukosit tidak ditemukan dalam tinja. Untuk pemeriksaan leukosit, sampel tinja diambil pada bagian yang berlendir. Leukosit biasanya didapati pada infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Dan tidak ditemukan pada kasus diare yang disebabkan oleh virus dan parasit[1,2]
  • Eritrosit : Pada keadaan normal, eritrosit tidak ditemukan dalam tinja. Invasi amoeba dapat menyebabkan adanya darah pada tinja. Keadaan seperti disentri juga merupakan infeksi pada usus yang menyebabkan diare yang disertai darah atau lendir. Penyebab lain adanya eritrosit pada tinja adalah inflammatory bowel disease, keganasan, ulkus peptikum, angiodisplasia, dan divertikulosis[1]
  • Lemak : Pada manusia sehat, kurang dari 6 g/hari lemak diekskresi dalam tinja. Jumlah ini tetap konstan meskipun konsumsi harian lemak mencapai 100-125 g. Untuk pengumpulan sampel pemeriksaan steatorrhea, tinja dikumpulkan selama 72 jam saat pasien melakukan diet yang mengandung 100 g lemak setiap hari. Namun, pemeriksaan ini sudah mulai digantikan dengan tes steatokrit asam yang didasarkan pada pengukuran berat. Tes ini didapati lebih sederhana, cepat, dan murah dibandingkan dengan pengumpulan lemak 72 jam[1]
  • Gula : Pemeriksaan ini menggunakan kertas kromatografi untuk mengidentifikasi adanya gula dalam tinja. Pemeriksaan ini memungkinkan untuk mendiagnosis galaktosemia klasik yang juga disebut dengan galaktosemia tipe 1, malabsorpsi sukrosa, intoleransi laktosa, dan keadaan seperti malabsorpsi glukosa-galaktosa[1]
  • pH tinja diperiksa menggunakan kertas nitrazine. Kertas kemudian ditempelkan pada sampel tinja selama 30 detik, kemudian bandingkan perubahan warna pada kertas nitrazine. pH normal tinja adalah 7,0-7,5. Pada bayi yang meminum asi, pH akan lebih asam daripada normal. Feses dengan pH rendah dapat disebabkan oleh penyerapan yang buruk dari karbohidrat atau lemak[1]

Tes Darah Samar Tinja atau Fecal Occult Blood Test

Terdapat beberapa macam metode pemeriksaan darah samar yang sering dilakukan, seperti tes benzidin, berdasarkan penentuan aktivitas peroksidase atau oksiperoksidase dari eritrosit. Tidak ada pembatasan diet tertentu yang diperlukan selama pemeriksaan ini, namun vitamin C dalam jumlah banyak dapat mempengaruhi hasil dari tes sehingga terjadi false negative. Oleh sebab itu, setidaknya 3 hari sebelum pengambilan sampel, konsumsi vitamin C dibatasi menjadi kurang dari 250 mg/hari.

Beberapa hal yang juga perlu diperhatikan dalam tes darah samar adalah penggunaan obat-obatan, seperti aspirin dan obat antiinflamasi nonsteroid [OAINS], yang dapat mengakibatkan perdarahan minor pada dinding mukosa.[1]

Pemeriksaan Mikrobiologis

Pemeriksaan mikrobiologis dapat digunakan untuk mengidentifikasi mikroorganisme yang menyebabkan infeksi pada saluran cerna. Pemeriksaan sediaan basah merupakan cara yang paling sederhana untuk memeriksa bakteri pada tinja.[1,2]

Pemeriksaan mikrobiologis tinja dapat mengidentifikasi bakteri gram yang menyebabkan infeksi saluran cerna dengan pewarnaan gram. Beberapa bakteri gram positif yang dapat ditemukan adalah:

  • Staphylococcus aureus : Bakteri ini merupakan bakteri yang secara klasik menyebabkan keracunan makanan. Tanda dan gejala yang terjadi adalah mual, muntah dan diare

  • Clostridium perfringens : Enterotoksin yang dihasilkan oleh bakteri ini menyebabkan gastroenteritis. Infeksi tersebut menyebabkan mual, muntah, disertai kram perut, diare, dan terkadang terjadi demam

  • Clostridium difficile : Diare yang disebabkan oleh bakteri ini biasanya berhubungan dengan penggunaan antibiotik seperti clindamycin, lincomycin, ampicillin, dan ceph

  • Bacillus cereus : Bakteri ini juga menyebabkan keracunan makanan[2]

Sementara itu, bakteri gram negatif yang bisa ditemukan antara lain:

  • Vibrio cholera : Bakteri ini menyebabkan kolera yang merupakan infeksi yang menyebabkan diare, muntah, dan dehidrasi berat

  • Vibrio parahemolyticus : Bakteri ini biasanya ditemukan pada makanan laut yang tidak matang

  • Escherichia coli : Mempunyai subtipe seperti Enterotoxigenic E. coli [ETEC] dan Enteropathogenic E. coli [EPEC]

  • Salmonella sp : Gastroenteritis akut yang dapat disertai dengan demam dapat disebabkan oleh bakteri enteritidis dan S.typhimurium

  • Shigella spp : Shigella dysenteriae merupakan bakteri yang menyebabkan diare berdarah. Disentri basiler atau shigellosis merupakan diare berat jika dibandingkan dengan jenis infeksi Shigella lainya. Penyakit ini sangat[2]

Rotavirus juga dapat ditemukan pada pemeriksaan mikrobiologi feses menggunakan tes aglutinasi antigen. Rotavirus adalah virus yang paling umum menyebabkan diare pada bayi dan anak-anak. Virus yang menginfeksi usus ini dapat menyebabkan muntah dan diare yang disertai dengan gejala sistemik seperti demam ringan.[2]

Kultur Feses

Tes tambahan pemeriksaan feses adalah kultur feses. Agar Mac Coney dapat digunakan untuk pemeriksaan kultur. Normalnya, hasil kultur feses adalah negatif. Hasil diangga positif jika ada pertumbuhan sekecil apapun dari Salmonella,Shigella, Campylobacter, Yersinia, atau patogen enterik lainnya.[13]

Identifikasi Parasit

Untuk pemeriksaan parasit, diperlukan minimal 3 sampel. Contohnya pada kasus Giardiasis, pemeriksaan positif hanya didapati 50-70% jika hanya digunakan 1 sampel, namun menjadi 90% pada sampel ketiga. Pengumpulan sampel dilakukan pada hari yang berbeda.[2]

Berikut ini adalah beberapa parasit yang bisa diidentifikasi dari pemeriksaan feses:

  • Giardia lamblia : Pada pasien dengan giardiasis, identifikasi dapat dilakukan pada spesimen segar atau yang diawetkan dengan alkohol maupun formalin 10%. Dikatakan positif jika ditemukan trofozoit atau kista pada sampel feses[8]

  • Ascaris lumbricoides : Pada askariasis, bisa ditemukan telur besar, berwarna coklat, ukuran 69 x 50 mcm tiga lapis [trilayered][9]

  • Ancylostoma sp : Pada ankilostomiasis dapat ditemukan telur cacing. Telur Ancylostoma berbentuk lonjong dengan ukuran 60-75 mcm x 35-40 mcm. Dinding telur Ancylostoma umumnya tipis, berlapis hialin, dan tidak berwarna[10]

  • Strongyloides stercoralis : Pada strongyloidiasis dapat ditemukan telur atau larva. Telur Strongyloides berukuran lebih kecil dari Ancylostoma, yaitu 45-55 mcm x 30-35 mcm, memiliki cangkang yang tipis, dan berisikan larva. Larva rhabditiformis Strongyloides memiliki panjang 180-380 mcm dengan buccal anal yang pendek dan rhabdotoid esofagus yang memanjang 1/3 panjang badan. Larva rhabditiform ini juga memiliki primordium genital yang memanjang. Sementara itu, larva filariformis memiliki tubuh lebih panjang dan rasio esofagus-intestinal yang lebih kecil[11]

  • Enterobius vermicularis : Pada enterobiasis dapat ditemukan telur pada area perianal. Ukuran telur berkisar 50-60 mcm x 20-30 mcm. Telur berbentuk oval, transparan, dan sedikit datar di satu sisi[12]

Pemeriksaan Imunologi

Tes antigen dapat digunakan pada infeksi yang sedang aktif. Pemeriksaan imunologi pada feses misalnya Helicobacter pylori stool antigen [HpSA] dan Rotavirus stool antigen test.

Panel Test Antigen :

Panel test antigen adalah pemeriksaan antigen yang mendeteksi sejumlah patogen umum yang menyebabkan infeksi pada saluran cerna. Antigen yang dites dapat mencakup antigen terhadap parasit seperti Cryptosporidium spp., Giardia duodenalis, Entamoeba histolytica, dan Wuchereria bancrofti.[14] Virus yang dapat diidentifikasi mencakup astrovirus, norovirus, dan sapovirus.[15] Sementara bakteri yang bisa diidentifikasi mencakup Campylobacter spp., C. difficile, dan Salmonella sp.[16]

Helicobacter Pylori Stool Antigen [HpSA] :

Pemeriksaan Helicobacter pylori stool antigen [HpSA] menggunakan enzyme immunoassay [EIA] memiliki sensitivitas 94% dan spesifisitas 97%. Nilai ini menyerupai urea breath test. Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi infeksi Helicobacter pylori yang sedang aktif. Pemeriksaan ini dapat dipengaruhi oleh konsumsi bismuth, antibiotik, dan PPI [Proton Pump Inhibitor]. Pasien diharapkan tidak mengonsumsi antibiotik selama 4 minggu dan PPI selama 1-2 minggu sebelum tes untuk menghindari false negative.[2,6]

Rotavirus Stool Antigen Test :

Pemeriksaan ini dapat mendeteksi antigen rotavirus pada sampel feses. Waktu pemeriksaan adalah 1-4 hari setelah timbul gejala, dengan sensitivitas 99% dan menurun menjadi 76% pada hari ke 4-8.[2]

Entamoeba Stool Antigen Test :

Deteksi antigen entamoeba dalam tinja adalah sensitif, spesifik, cepat. Keuntungannya adalah dapat membedakan antara Entamoeba histolytica dan Entamoeba dispar. Cara pemeriksaan adalah dengan menggunakan antibodi monoklonal yang merupakan antibodi monospesifik yang dapat mengikat satu epitop saja, yaitu epitop pada E. histolytica.[2]

Follow Up

Setelah prosedur dilaksanakan pasien akan menerima obat sesuai dengan indikasi. Klinisi akan memberikan penanganan sesuai dengan yang diperlukan pasien. Tergantung tujuan pemeriksaan, hasil pemeriksaan feses dapat keluar dalam 1-3 hari.[4]

Referensi

1. Kasırga E. The Importance of Stool Tests in Diagnosis and Follow-Up of Gastrointestinal Disorders in Children. Turkish Archives of Pediatrics 2019; 54[3]: 1418. //www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6776453/pdf/TPA-54-141.pdf
2. Kotgire S A. Microbiological Stool Examination: Overview. Journal of Clinical and Diagnostic Research. 2012 May [Suppl-1], Vol-6[3]:503-509. //www.jcdr.net/articles/PDF/2073/50-4003.pdf
3. Amin H A, Ali S A. Evaluation of Different Techniques of Stool Examination for Intestinal Parasitic Infections in Sulaimani City Iraq. International Journal of Current Microbiology and Applied Sciences ISSN: 2319-7706 Volume 4 Number 5 [2015] pp. 991-996.
4. Husney A, Gabica M J. Stool Analysis. Michigan Medicine. 2019. //www.uofmhealth.org/health-library/aa80714
5. Trabelsi S, Aouinet A, Khaled S. Procedure and Indication for a Parasitological Stool Examination. Medical Tunisia - 2012; Vol 90 : 431 434.
6. Garcia LS, Arrowood M, Kokoskin E, et al. Laboratory Diagnosis of Parasites from the Gastrointestinal Tract. Clinical Microbiology Reviews, 2017. 31 [1] e00025-17; DOI: 10.1128/CMR.00025-17
7. Chamberland R R. Stool Ova and Parasite Test. Medscape. 2014. //emedicine.medscape.com/article/2117799-overview#showall
8. Nazer H. Giardiasis. Medscape, 2018. //emedicine.medscape.com/article/176718-workup
9. Haburchak DR. Ascariasis. Medscape, 2018. //emedicine.medscape.com/article/212510-workup
10. Aziz M, Ramphul K. Ancylostoma. Treasure Island [FL]: StatPearls Publishing; 2019.
11. CDC. Strongyloidiasis. 2019. //www.cdc.gov/dpdx/strongyloidiasis/index.html
12. CDC. Enterobiasis. 2019. //www.cdc.gov/dpdx/enterobiasis/index.html
13. Devkota BP. Stool Culture. Medscape, 2014. //emedicine.medscape.com/article/2107038-overview#a2
14. CDC. Stool Specimens - Detection of Parasite Antigens. 2016. //www.cdc.gov/dpdx/diagnosticprocedures/stool/antigendetection.html
15. Wolffs PF, Bruggeman CA, van Well GT, van Loo IH. Replacing traditional diagnostics of fecal viral pathogens by a comprehensive panel of real-time PCRs. J Clin Microbiol. 2011;49[5]:19261931. doi:10.1128/JCM.01925-10
16. Binnicker MJ. Multiplex Molecular Panels for Diagnosis of Gastrointestinal Infection: Performance, Result Interpretation, and Cost-Effectiveness. J Clin Microbiol. 2015;53[12]:37233728. doi:10.1128/JCM.02103-15

Kontraindikasi Pemeriksaan Feses
Komplikasi Pemeriksaan Feses

Video

Bài mới nhất

Chủ Đề