Mengapa tokoh dari timur tidak setuju dengan isi Piagam Jakarta?

Pada hari kedua sidang [tanggal 11 Juli], tiga anggota BPUPK menyampaikan penolakan mereka terhadap tujuh kata dalam Piagam Jakarta. Salah satunya adalah Johannes Latuharhary, seorang anggota beragama Protestan yang berasal dari Pulau Ambon.

Siapa yang menolak Piagam Jakarta brainly?

yang menolak piagam jakarta itu masyarakat indonesia bagian timur, karena mayoritas disana beragama kristen. mereka tdk setuju dengan no. 1 yang berbunyi: Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.

Siapa tokoh dari Indonesia Timur yang mengajukan keberatan atas isi dari Piagam Jakarta?

Johannes Latuharhary adalah tokoh yang berasal dari timur dan menjadi orang yang keberatan dengan sila pertama yang telah dibentuk, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya dan diubah hanya menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.

Mengapa isi Piagam Jakarta diperdebatkan?

karena dalam piagam jakarta terdapat susunan Pancasila kasar yang lantas diperdebatkan oleh dua kalangan besar, yaitu kalangan nasionalis Islam dan kalangan Kristen di timur Indonesia perihal sila pertama dalam Pancasila yang pada saat itu masih mencantumkan kalimat memfokuskan pada syariat Islam saja sebagai kewajiban

Siapa saja yang membuat Piagam Jakarta?

Anggota Panitia Sembilan adalah: Ir. Sukarno [Ketua] Mohammad Hatta [Wakil Ketua] Muhammad Yamin [Anggota]

Siapa yang menandatangani Piagam Jakarta?

Naskah Piagam Jakarta ditulis dengan memakai ejaan Republik dan ditandatangani oleh Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, A.A. Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakir, H.A. Salim, Achmad Subardjo, Wahid Hasjim, dan Muhammad Yamin.

Apa kata kata yang dihilangkan oleh Panitia Sembilan dan PPKI ketika sudah memahami dan menghargai kelompok kelompok lain dalam Piagam Jakarta?

Untuk menghindari perpecahan, esoknya sebelum sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia [ PPKI ], Hatta berbincang dengan tokoh-tokoh Islam. Mereka setuju untuk menghilangkan kata – kata tersebut dan menggantinya dengan kata “Yang Maha Esa”, dengan rumusannya menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Jelaskan apa akibat apabila tidak terjadi perubahan rumusan dasar negara dalam Piagam Jakarta?

akan terjadi perpecahan dalam negara Indonesia, karena rumusan dasar negara dalam piagam Jakarta tepatnya alenia ke 4 sila pertama Pancasila, berbunyi “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk pemeluknya. “. kalimat tersebut akan menyinggung orang lain yang beragama non muslim.

Mengapa dalam Piagam Jakarta sila ke 1 berubah dan atas usulan siapa?

Beberapa tokoh perwakilan dari Indonesia Timur menyatakan keberatan dengan sila pertama dalam rumusan tersebut. Pasalnya, rakyat Indonesia tidak hanya berasal dari kalangan muslim saja. Hal itulah yang menjadi salah satu latar belakang perubahan rumusan sila pertama menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”.

You might be interested:  Plta Yang Ada Di Malang?

Siapa yang menyampaikan usul warga Indonesia Timur kepada tokoh tokoh Islam?

Penjelasan: Drs. Mohammad Hatta menyampaikan usul warga Indonesia timur karena pada sila pertama yang sebelum nya berbunyi kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk nya sehingg orang Timur banyak yang menolak dan Drs. Mohammad Hatta merubah sila pertama menjadi Ketuhan Yang Maha Esa.

Mengapa wakil Indonesia Timur mengajukan keberatan atas isi Piagam Jakarta?

karena pada sila pertama dalam piagam jakarta tersebut berarti hanya ditujukan untuk umat islam saja, sedangkan rakyat Indonesia tidak hanya umat islam saja.

Siapakah yang keberatan dengan perubahan 7 kalimat tersebut?

Sehari setelah pidato Soekarno itu, seorang Protestan anggota BPUPKI bernama Latuharhary menyatakan keberatan langsung atas tujuh kata di belakang kata Ketuhanan pada Piagam Jakarta.

Apa isi dari Piagam Jakarta?

1] Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi para pemeluk-pemeluknya. 2] Kemanusiaan yang adil dan beradab. 3] Persatuan Indonesia. 4] Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.

Apa rumusan Piagam Jakarta?

Rumusan dari dasar negara tersebut yang terdapat di dalam naskah Piagam Jakarta terdiri dari sebagai berikut. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya. Kemanusiaan yang adil dan beradab. Persatuan Indonesia.

Apa yang dimaksud dengan Piagam Jakarta?

Jakarta – Piagam Jakarta merupakan rancangan awal dari pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Piagam Jakarta lahir setelah adanya kesepakatan dan penandatanganan dari para anggota Panitia Sembilan pada 22 Juni 1945.

Hari ini 75 tahun lalu tercetus Piagam Jakarta yang digariskan tokoh Islam.

Senin , 22 Jun 2020, 14:32 WIB

dok. Istimewa

Hari ini 57 tahun lalu tercetus Piagam Jakarta yang digariskan tokoh Islam.Rapat BPUPKI

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Hampir 75 tahun yang lalu, tepatnya awal Agustus, Jepang mendapat posisi buruk di perang pasifik, terlebih ketika Hiroshima dan Nagasaki dibom pada 6 Agustus silam. Hal tersebut membuat Jepang makin terpuruk sehingga menimbulkan keuntungan tersendiri bagi Indonesia.  

Baca Juga

Dikutip buku Intelegensia Muslim dan Kuasa oleh Yudi Latif, atas dasar tersebut komando tertinggi Jepang di Saigon mengumumkan agar dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia [PPKI] sebagai penerus BPUPKI. Namun, pembentukan PPKI yang dimaksudkan untuk mempercepat persiapan terakhir pembentukan sebuah pemerintahan Indonesia memiliki latar belakang yang berbeda dari BPUPKI.  

BPUPKI berlandaskan latar belakang ideologis, sebaliknya PPKI memiliki latar belakang kedaerahan. Dengan alasan tersebut, tokoh Muslim dan kunci dari BPUPKI terpaksa mundur atau tak masuk ke dalam daftar anggota PPKI. Sebut saja Agus Salim, Ahmad Sanusi, Abikusno Tjokrosujoso, serta Wongsonegoro, dan Muhammad Yamin.  

Tak masuknya tokoh Muslim itu dianggap berpotensi buruk bagi pandangan negara bermayoritas Muslim ini. Terlebih, dari 21 anggota di badan PPKI itu, 12 di antaranya merupakan pemimpin nasionalis sekuler generasi kolot. 

Tokoh Muslim saat itu di PPKI hanya ada dua, Ki Bagus Hadikusumo dari Muhammadiyah dan Kiai Wachid Hasyim dari NU. Namun demikian, terbukti pada akhirnya, bersama tokoh Islam lainnya saat itu, mereka mampu berkompromi terkait sila pertama yang diubah total.  

Dalam satu poin, dalam autobiografi Muhammad Hatta, Muhammad Hatta: Memoir [1979], dia mengaku kedatangan utusan Kaigun, yang memberitahu bahwa umat Kristen dan agama lainnya di daerah timur dan Kalimantan keberatan atas pembukaan UUD. 

Secara spesifik, disebutkan suatu kalimat dengan tujuh kata bentukan panitia sembilan BPUPKI pada hari ini, 22 Juli, 75 tahun lalu, yang berbunyi: "… dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya".

Menanggapi hal itu, mayoritas panitia sembilan mengaku tak berkeberatan, termasuk satu anggota Kristen, AA Maramis, dan anggota sisanya yang lain dari latar belakang Islam serta empat di antaranya yang mengaku sekuler. 

Namun, Ki Bagus Hadikusumo, pucuk pimpinan Muhammadiyah saat itu, merasa keberatan awalnya. Sebab, kalimat itu adalah hasil mufakat dari rapat BPUPKI 22 Juni 1945.

Meski Kasman Singodimedjo dan Teuku M Hasan membujuk Ki Bagus agar menerima saran Mohammad Hatta, karena keputusan akhir ada padanya, usulan kembali diajukan.  

Namun demikian, tetap saja dalam pandangan Hatta pembukaan UUD harus ditujukan bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali. 

Alhasil, pada 18 Agustus, tokoh Muhammadiyah, Mr Kasman Singodimedjo, diminta Soekarno datang untuk membicarakan hal tersebut dengan Hatta dan tokoh lainnya, termasuk saat itu adalah Ki Bagus Hadikusumo. Soekarno tak hadir.  

Seiring berjalannya pertemuan sela itu, datang juga beberapa tokoh lainnya seperti Wahid Hasyim dan Teuku Hasan yang ikut membicarakan hal tersebut secara mendalam. Meski pembicaraan berjalan cepat dan sulit, diputuskan agar tujuh kata dalam Piagam Jakarta tersebut dihapus.  

Setelah berbagai pergolakan, sidang pertama PPKI yang dilaksanakan pada 18 Agustus 1945 itu memilih Soekarno dan Hatta sebagai pimpinan. Pada saat yang sama, sidang itu juga menyetujui draf UUD yang sebelumnya disetujui BPUPKI dan tujuh kata Piagam Jakarta untuk "dicoret". 

Dituliskan, saat itu Ki Bagus Hadikusoemo juga mengusulkan perubahan kalimat: “Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab”. 

Ki Bagus meminta kata-kata menurut dasar dihapus sehingga kalimat itu berbunyi "Ketuhanan Yang Maha Esa", "kemanusiaan yang adil dan beradab", dan lainnya.   

Lebih lanjut, dalam buku Teologi Konstitusi karya Adam Muhshi, setelah rapat tersebut, Hatta menyatakan bahwa ada tiga perubahan terkait masalah Islam atas Piagam Jakarta dan hasil kerja BPUPKI yang disepakati PPKI.

Hal pertama yang diubah adalah sila pertama dalam dasar negara [Piagam Jakarta] yang awalnya "ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya" berubah menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa".  

Perubahan kedua mencakup rumusan ketentuan pasal 6 ayat 1, yang sebelumnya "presiden Indonesia beragama Islam", berubah menjadi "presiden ialah orang Indonesia asli". 

Sementara itu, yang ketiga, menyambung sila pertama, rumusan pasal 29 ayat 1 berubah menjadi "negara berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa".  

Jika ditilik kebelakang, usulan Ki Bagus Hadikusumo itu diterima baik sekali. Bahkan, ia juga menjadi tokoh dalam sidang itu yang mengusulkan sila kedua: "Kemanusiaan yang adil dan beradab". 

Saat usulannya diterima semua pihak, Ki Bagus diketahui menangis sejadi-jadinya karena akhirnya Pancasila ditegakkan di Indonesia. Terlebih, karena perubahan itu terjadi sehari setelah proklamasi kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 silam.  

Meski berbagai perubahan final itu tak terlepas dari upaya Hatta, berbagai lobi politik, usulan, diskusi, hingga perbedaan pendapat yang mewarnainya ikut serta berperan, terutama dari Ki Bagus Hadikusoemo yang menyarankan perubahan sila pertama itu. 

Silakan akses epaper Republika di sini Epaper Republika ...

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề