Kamis, 24 September 2020 - 08:37 WIB
Pihak keluarga adalah yang paling pantas memandikan jenazah perempuan sesuai dengan urutannya dan nasabnya. Foto ilustrasi/ist
Baru-baru ini ada sebuah berita yang cukup viral , yakni ada jenazah perempuan di sebuah RSUD yang dimandikan oleh petugas pria. Hal ini memicu kemarahan keluarganya dan harus membawanya ke ranah hukum. Sebenarnya siapakah yang berhak memandikan jenazah seorang perempuan ini dalam pandangan syariat ?
Dikutip dari kitab 'Fiqhus Sunnah 'Lin Nisaa', yang ditulis Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim dijelaskan, bahwa apabila ada orang yang meninggal, maka keluarga yang menghadirinya wajib memandikannya. Ini berdasarkan perintah Nabi Shallalau alihi wa sallam kepada Ummu 'Athiyah dan beberapa wanita hendak memandikan putrinya, Zainab, "Mandikanlah dia tiga atau lima kali basuhan" Setelah itu, mereka mengafani, menyalati, dan menguburkannya. [HR Bukhari dan Muslim].
[Baca juga : Nasihat untuk Muslimah di Zaman Penuh Fitnah ]
Menurut Mazhab Hanafi, mereka atau keluarga yang paling pantas memandikan jenazah perempuan sesuai dengan urutannya, yaitu pihak yang tertunjuk di wasiat , ibu almarhumah [hingga orang tua ke atas, seperti nenek dan seterusnya], anak perempuan almarhumah [berikut keturunannya], keluarga terdekat sebagaimana berlaku di hukum warisan, misalnya, saudara kandung lebih diutamakan daripada saudara tiri, keluarga sedarah seperti saudara tiri, dan terakhir ialah orang lain.
Namun, jika perempuan tersebut telah menikah , maka suaminyalah yang paling berhak memandikannya berdasar dalil :
رَجَعَ إِلَيَّ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْم مِنْ جَنَازَةِ بِاْلبَقِيْع ، وَأَنَا أَجِدُ صُدَاعا فِيْ رَأْسِيْ ، وَأَنَا أَقُوْلُ : وَارَأْسَاهُ فَقَالَ : بَل اَنَا وَارَأْسَاهُ مَا ضَرَّكِ لَوْمِتَّ قَبْلِيْ فَغَسَلْتُكِ ، وَكَفَّنْتُكِ ، ثمَّ صَلَّيْتُ عَلَيْكِ وَدَفَنْتُكِDari ‘Aisyah radliyallaahu ‘anha ia berkata,“Pada suatu hari, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pulang ke rumahku setelah mengantar jenazah ke pekuburan Baqi’. Saat itu aku merasa kepalaku sakit sekali sehingga aku berkata : ‘Oh, betapa sakitnya kepala ini !’. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,‘Tidak masalah, karena seandainya engkau meninggal lebih dahulu dariku, maka aku sendiri yang akan memandikanmu, mengkafanimu, menyalatimu, dan mengkuburkanmu” [HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan lainnya]
[Baca juga : Penting Diketahui, Inilah Masa 'Iddah Bagi Perempuan Muslimah ]
Seorang ayah hanya boleh memandikan jenazah puterinya jika ia masih kecil berdasarkan perbuatan Abu Qilabah [Mushannaf Ibni Abi Syaibah 3/251; shahih]. Inilah pendapat yang dikuatkan oleh Al-Imam Malik dan Al-Imam Asy-Syafi’i.Dan, orang yang memandikan jenazah hendaknya adalah seorang yang saleh/salehah lagi dapat menyimpan amanah untuk menutupi aib si mayit ketika ia memandikannya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda :
مَنْ غَسَّلَ مَيِّتًا فَكَتَمَ عَلَيْهِ غُفِرَ لَهُ أَرْبَعِيْنَ مَرَّة“Barangsiapa yang memandikan mayat lalu menyembunyikan aibnya, maka Allah akan mengampuninya sebanyak empat puluh kali” [HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqi dengan sanad hasan]. Semua penjelasan di atas ditambah syarat : Mampu untuk memandikannya [sesuai dengan tuntunan agama].[Baca juga : Buruan Cek Rekening, BLT Karyawan Rp600 Ribu Tahap 4 Sudah Cair ]
Sedangkan hukum memandikan jenazahnya sendiri adalah fardhu kifayah. Hal ini berdasarkan hadis dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu’anhu, beliau berkata:
بينَا رجلٌ واقفٌ مع النبيِّ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ بعَرَفَةَ ، إذْ وَقَعَ عن راحلتِهِ فَوَقَصَتْهُ ، أو قال فأَقْعَصَتْهُ ، فقالَ النبيُّ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ : اغْسِلوهُ بماءٍ وسِدْرٍ ، وكَفِّنُوهُ في ثَوْبَيْنِ ، أو قالَ : ثَوْبَيْهِ ، ولا تُحَنِّطُوهُ ، ولا تُخَمِّروا رأسَهُ ، فإنَّ اللهَ يبْعَثُهُ يومَ القيامةِ يُلَبِّي“Ada seorang lelaki yang sedang wukuf di Arafah bersama Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. Tiba-tiba ia terjatuh dari hewan tunggangannya lalu meninggal. Maka Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: mandikanlah ia dengan air dan daun bidara. Dan kafanilah dia dengan dua lapis kain, jangan beri minyak wangi dan jangan tutup kepalanya. Karena Allah akan membangkitkannya di hari Kiamat dalam keadaan bertalbiyah” [HR. Bukhari dan Muslim].[Baca juga : Penyelesaian Masalah di Ombudsman Umumnya lewat Konsiliasi dan Mediasi ]
Juga hadis dari Ummu ‘Athiyah radhiyallahu’anha, ia berkata:
تُوفيتْ إحدى بناتِ النبيِّ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ ، فخرج فقال : اغْسِلْنَها ثلاثًا ، أو خمسًا ، أو أكثرَ من ذلك إن رأيتُنَّ ذلك ، بماءٍ وسدرٍ ، واجعلنَ في الآخرةِ كافورًا ، أو شيئًا من كافورٍ، فإذا فرغتُنَّ فآذِنَّنِي فلما فرغنا آذناه فألقى إلينا حقوه فضفرنا شعرها ثلاثة قرون وألقيناها خلفها“Salah seorang putri Rasulullah meninggal [yaitu Zainab]. Maka beliau keluar dan bersabda: “mandikanlah ia tiga kali, atau lima kali atau lebih dari itu jika kalian menganggap itu perlu. Dengan air dan daun bidara. Dan jadikanlah siraman akhirnya adalah air yang dicampur kapur barus, atau sedikit kapur barus. Jika kalian sudah selesai, maka biarkanlah aku masuk”. Ketika kami telah menyelesaikannya, maka kami beritahukan kepada beliau. Kemudian diberikan kepada kami kain penutup badannya, dan kami menguncir rambutnya menjadi tiga kunciran, lalu kami arahkan ke belakangnya” [HR. Bukhari dan Muslim].[Baca juga : Tom Cruise Siap Meluncur ke Luar Angkasa Oktober 2021 ]
Wallahu A'lam
[wid]
Suara.com - Dalam Islam, memandikan jenazah adalah salah satu syarat mengurusi jenazah sebelum dikafani, disholatkan dan dimakamkan ke dalam liang lahat. Hukumnya fardhu kifayah [wajib dikerjakan]. Lalu, bagaimana tata cara memandikan jenazah? Apa doanya dan siapa yang berhak memandikan jenazah?
Ya, wajib hukumnya memandikan jenazah. Untuk melakukannya pun tidak boleh sembarangan, ada tata cara serta aturan yang tidak boleh sampai terlewatkan.
Jenazah yang Wajib dan Tidak Wajib untuk Dimandikan
Perlu diketahui, ada beberapa jenis jenazah yang perlu dimandikan, yaitu: jenazah seorang muslim/muslimah, tubuhnya masih utuh, bukan karena mati syahid, dan bayi yang meninggal bukan karena keguguran.
Baca Juga: 4 Nakes Mandikan Jenazah Wanita Covid-19 Jadi Tahanan Kota
Sedangkan jenazah yang tidak wajib untuk dimandikan yaitu orang-orang yang meninggal karena mati syahid, dan bayi yang meninggal karena keguguran.
Siapa Orang Berhak yang Memandikan Jenazah?
Berdasarkan syariat Islam, yang lebih utama untuk memandikan jenazah adalah anggota keluarganya. Hal ini juga ada aturannya, tidak boleh asal memandikan.
- Adapun orang yang berhak memandikannya [jenazah laki-laki] yaitu laki-laki yang masih mempunyai ikatan keluarga, istrinya, tetangga laki-laki, perempuan mahram [anak kandungnya].
- Sedangkan jenazah perempuan yang berhak memandikannya yaitu suaminya, perempuan yang masih ada ikatan keluarga, tetangga perempuan, laki-laki mahram [anak kandungnya].
- Jika jenazahnya masih kecil [di bawah usia 7 tahun], maka boleh dimandikan baik oleh perempuan maupun laki-laki. Dan, sebaiknya dilakukan atau didampingi oleh orang yang ahli fiqih.
Peralatan untuk Memandikan Jenazah
Sebelum jenazah dimandikan, ada beberapa peralatan yang perlu disediakan. Adapun peralatan tersebut seperti berikut ini.
Baca Juga: Mandikan Jenazah Wanita Jadi TSK, ICJR: Sulit Disebut Kasus Penodaan Agama
- Air putih secukupnya
- Sabun, wangi-wangian non alkohol, dan air kapur barus
- Sarung tangan untuk memandikan
- Kapas
- Potongan atau gulungan kai kecil
- Handuk, kain basahan, dan lain-lain
Doa Memandikan Jenazah Laki-laki
Hukum wajibnya memandikan jenazah seorang muslim telah disepakati oleh para ulama berdasarkan dalil-dalil yang shahih. Tetapi ada beberapa situasi, dimana jenazah diperbolehkan untuk tidak dimandikan. Semisal, ia meninggal syahid di medan perang, selain itu ketika hendak memandikan jenazah tidak di dapati air sama sekali atau seorang laki-laki yang meninggal tetapi ditengah-tengah masyarakat yang seluruhnya kaum perempuan, demikian juga dengan yang sebaliknya. Maka untuk kondisi selain syahid, jenazah boleh di tayamumkan saja.