Pelanggaran HAM yang dilakukan pejabat publik dan aparat keamanan negara akan berakibat

Ringkasan Eksekutif

Indonesia merupakan negara demokrasi multipartai. Pada 17 April, Joko Widodo [lebih dikenal sebagai Jokowi] memenangkan masa jabatan lima tahun kedua sebagai presiden. Pemberi suara juga memilih anggota baru Dewan Perwakilan Rakyat [DPR], serta anggota Dewan Perwakilan Daerah [DPD] dan badan legislatif sementara. Pengamat dalam negeri dan internasional menganggap pemilu tersebut bebas dan adil.

Kepolisian Negara Republik Indonesia [Polri] bertanggung jawab atas pengamanan dalam negeri dan melapor langsung kepada presiden. Tentara Nasional Indonesia [TNI], di bawah Kementerian Pertahanan RI, bertanggung jawab atas pertahanan eksternal dan dalam kondisi tertentu dapat memberikan dukungan operasional kepada polisi, misalnya, untuk operasi kontraterorisme, menjaga ketertiban umum, dan menangani konflik komunal. Otoritas sipil mempertahankan kontrol atas pasukan keamanan.

Di Provinsi Papua, pemerintah meningkatkan operasi pengamanan menyusul adanya serangan pada Desember 2018 oleh anggota separatis Organisasi Papua Merdeka [OPM], yang menewaskan 19 warga sipil dan satu tentara di lokasi konstruksi proyek jalan Trans Papua di dataran tinggi terpencil di Kabupaten Nduga, Papua. Bentrokan yang berlangsung antara OPM dan pasukan keamanan memaksa  ribuan warga sipil untuk mengungsi dan mengakibatkan keprihatinan kemanusiaan yang serius.

Isu-isu  hak asasi manusia [HAM] yang penting meliputi: laporan pembunuhan sewenang-wenang atau tidak sesuai hukum  oleh pasukan keamanan pemerintah; laporan penyiksaan oleh polisi; penahanan sewenang-wenang oleh pemerintah; narapidana politik; penyensoran, termasuk hukum yang mengatur pengkhianatan atau makar, penistaan, pencemaran nama baik, kesusilaan, pemblokiran situs, dan fitnah tertulis; korupsi; kekerasan terhadap  kaum lesbian, gay, biseksual, transgender, dan interseks [LGBTI]; kriminalisasi aktivitas seksual sesama jenis di tingkat lokal; dan kerja paksa atau wajib.

Sementara pemerintah mengambil langkah-langkah untuk menyelidiki dan menuntut beberapa pejabat yang melakukan pelanggaran HAM, impunitas atas pelanggaran HAM berat tetap menjadi perhatian. Terkadang pengadilan menjatuhkan hukuman yang berbeda dan lebih berat bagi warga sipil daripada pejabat pemerintah yang dinyatakan bersalah atas kejahatan yang sama.

Pasal 1. Penghormatan atas Integritas Pribadi, Termasuk Kebebasan dari:

A. PERAMPASAN KEHIDUPAN YANG SEWENANG-WENANG DAN PEMBUNUHAN LAINNYA YANG TIDAK SAH ATAU BERMOTIF  POLITIK

Tuduhan pembunuhan sewenang-wenang atau pembunuhan tidak sah yang dilakukan pemerintah atau agennya termasuk laporan oleh kelompok-kelompok hak asasi manusia dan media bahwa petugas keamanan menggunakan kekuatan berlebihan yang mengakibatkan kematian selama penangkapan, penyelidikan, pengendalian massa, dan operasi lainnya. Dalam kasus ini dan kasus dugaan pelanggaran lainnya, polisi dan militer sering tidak mengungkapkan temuan penyelidikan internal mereka kepada publik atau mengonfirmasi apakah penyelidikan tersebut terjadi. Pernyataan resmi yang terkait dengan dugaan ini terkadang bertentangan dengan laporan organisasi masyarakat sipil [OMS], dan tidak dapat diaksesnya daerah-daerah di mana kekerasan terjadi menyulitkan dalam mengonfirmasikan fakta. Lembaga swadaya masyarakat [LSM] dan media melaporkan bahwa polisi melecehkan tersangka selama penahanan dan interogasi.

Agustus dan September menjadi bulan melonjaknya kekerasan secara signifikan di Provinsi Papua dan Papua Barat. Pada bulan Agustus, kelompok-kelompok Islam konservatif bentrok dengan mahasiswa asal Papua di Surabaya dan Malang. Hal ini memicu pecahnya kerusuhan dan bentrokan dengan TNI dan polisi di seluruh Papua dan Papua Barat. LSM Pembela Hak Asasi Manusia mengeklaim bahwa setidaknya enam pengunjuk rasa tewas dalam bentrokan tanggal 28 Agustus di distrik Waghete, Kabupaten Deiyai, Papua. Pemerintah menyatakan bahwa pasukan keamanan bertindak secara sah setelah protes berubah menjadi kekerasan ketika suatu kelompok berjumlah sekitar 1.000 orang yang bersenjatakan parang dan panah menyerang pasukan keamanan, mencuri senjata api dan amunisi, serta menewaskan seorang tentara dan dua warga sipil.

Pada 23 September, 33 orang tewas dalam kerusuhan di Papua, setelah perusuh membakar bangunan dan toko. Kerusuhan tersebut kabarnya dipicu oleh desas-desus di media sosial tentang ejekan secara rasis oleh seorang guru SMA yang bukan asli Papua kepada para siswa Papua di Wamena.

Pada Desember 2018, anggota OPM membunuh  19 warga sipil dan satu tentara di suatu lokasi konstruksi proyek jalan di dataran tinggi terpencil di Kabupaten Nduga, Papua. Menanggapi hal tersebut, pemerintah meningkatkan operasi Polri dan TNI di Papua untuk mengejar para pelaku serangan. Hal ini mengakibatkan serangkaian bentrokan dan serangan berkepanjangan yang melibatkan pasukan pemerintah dan OPM. Informasi yang tersedia tentang jumlah warga sipil, pasukan keamanan, dan separatis yang terbunuh dan terluka dalam bentrokan dan serangan ini bersifat terbatas. Pejabat yang berwenang memperkirakan 53 kematian yang terkait dengan konflik, walaupun OMS memperkirakan angkanya jauh lebih tinggi. Kementerian Sosial RI mengonfirmasikan bahwa 3.000 penduduk telah diungsikan, walaupun media melaporkan angkanya sebesar 20.000 orang. Pasukan keamanan membatasi akses ke Nduga, yang mempersulit upaya untuk memverifikasi korban sipil dan menilai kebutuhan penduduk yang diungsikan.

Kurangnya penyelidikan transparan terus menghambat akuntabilitas dalam sejumlah kasus di masa lalu yang melibatkan pasukan keamanan. Aktivis HAM Papua terus melakukan advokasi untuk penyelesaian tiga kasus besar yang melibatkan dugaan pelanggaran berat hak asasi manusia, yaitu kasus Wasior 2001, Wamena 2003, dan Paniai 2014.

B. PENGHILANGAN

Tidak ada laporan penghilangan oleh atau atas nama otoritas pemerintah. Namun, pemerintah dan organisasi masyarakat sipil melaporkan sedikit kemajuan dalam menghitung orang yang menghilang pada tahun-tahun sebelumnya atau dalam menuntut mereka yang bertanggung jawab atas penghilangan tersebut. Organisasi hak asasi manusia mengungkapkan kekecewaannya pada penunjukan Prabowo Subianto pada bulan Oktober sebagai menteri pertahanan karena keterlibatannya dalam penghilangan aktivis mahasiswa pada tahun 1998.

C. PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU HUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI, ATAU MERENDAHKAN MARTABAT

Konstitusi melarang praktik semacam itu. Hukum menjerat  penggunaan kekerasan atau kekuatan oleh pejabat yang berwenang untuk mendapatkan pengakuan. Namun, perlindungan ini tidak selalu diindahkan. Pejabat yang berwenang diancam hukuman penjara maksimum empat tahun jika mereka menggunakan kekerasan atau kekuatan. Namun, hukum tidak secara khusus menjerat  penyiksaan.

LSM melaporkan bahwa polisi, khususnya unit reserse kriminal [reskrim]  yang melakukan penyelidikan dan interogasi, menggunakan penyiksaan selama penahanan dan interogasi. Polri mempertahankan prosedur untuk menangani pelanggaran polisi, termasuk tuduhan penyiksaan. Kantor yang bertanggung jawab untuk urusan internal menyelidiki pelanggaran polisi dan, selama tahun ini hingga Agustus, telah mendisiplinkan 1.664 personel karena pelanggaran perilaku. Semua calon polisi menjalani pelatihan tentang penggunaan kekuatan dan standar HAM secara proporsional.

LSM melaporkan bahwa anggota Brigade Mobil [Brimob] Polri menggunakan kekuatan berlebihan dan melakukan tindakan kekerasan lain terhadap setidaknya 12 orang yang ditangkap selama protes pascapemilu tanggal 21–23 Mei, termasuk terhadap lima orang di Kampung Bali, Jakarta Pusat. Setidaknya satu insiden terekam dalam video dan tersebar secara luas di media sosial. Otoritas kepolisian mengakui telah terjadi penggunaan kekuatan yang berlebihan oleh beberapa petugas. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia [Komnas HAM] melakukan penyelidikan terpisah atas insiden tersebut dan dalam kesimpulan awalnya menetapkan telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia. Pada bulan Juli, Polri mengumumkan bahwa 10 perwira Brimob ditahan selama 21 hari karena keterlibatannya dalam insiden tersebut. Penyelidikan polisi dan Komnas HAM atas insiden tersebut berlangsung pada akhir tahun.

Menurut ketentuan perjanjian damai 2005 yang mengakhiri konflik separatis di Aceh, provinsi ini memiliki wewenang khusus untuk menerapkan peraturan syariah. Pihak berwenang di Aceh melakukan hukuman cambuk di depan publik atas pelanggaran syariat dalam kasus perjudian, perzinaan, konsumsi alkohol, kegiatan sesama jenis secara konsensual, dan hubungan seksual di luar pernikahan.

Syariat tidak berlaku untuk non-Muslim, orang asing, atau orang Indonesia Muslim yang tidak bertempat tinggal di Aceh. Non-Muslim di Aceh kadang memilih hukuman berdasarkan syariat karena lebih cepat dan lebih murah daripada prosedur sipil.

Pada bulan Agustus, seorang pria penganut Buddhisme dan pacar Muslimnya dicambuk setelah pengadilan syariah Aceh mendapati mereka bersalah karena melakukan hubungan seks pranikah; keduanya menerima 27 cambukan. Pria tersebut kabarnya memilih hukuman syariah sebagai ganti hukuman penjara atau denda, menjadikannya non-Muslim kedelapan yang secara sukarela dihukum berdasarkan hukum syariah sejak diperkenalkan pada tahun 2014. Dua pasangan yang belum menikah dicambuk masing-masing 100 kali di kota Lhokseumawe, Aceh setelah mereka dinyatakan bersalah melakukan hubungan seks pranikah, dan seorang pria lainnya menerima 160 cambukan karena berhubungan seks dengan anak di bawah umur.

KONDISI PENJARA DAN PUSAT PENAHANAN

Kondisi di 522 lembaga pemasyarakatan [Lapas]  dan rumah tahanan [Rutan] di negara ini sering kali keras dan terkadang mengancam jiwa, terutama karena kepadatan penduduk.

Kondisi Fisik: Kepadatan merupakan masalah serius, termasuk di rumah detensi imigrasi [rudenim] . Menurut Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, per Januari terdapat 265.231 narapidana dan tahanan di Lapas  dan Rutan yang dirancang untuk menampung maksimum 127.290. Penjara yang penuh sesak menimbulkan masalah kebersihan dan ventilasi, yang memperburuk kondisi kehidupan terpidana.

Menurut undang-undang, Lapas seharusnya menahan mereka yang dipidana oleh pengadilan, sementara Rutan pusat penahanan menahan mereka yang menunggu persidangan. Namun, petugas kadang menahan tahanan praperadilan bersama narapidana yang dihukum.

Menurut undang-undang, anak-anak yang dipidana karena kejahatan serius menjalani hukuman mereka di penjara remaja, walaupun beberapa narapidana remaja yang dipidana tetap berada dalam sistem penjara dewasa.

Pihak berwenang umumnya menahan narapidana perempuan di fasilitas terpisah. Di penjara gabungan  narapidana pria dan perempuan, narapidana perempuan dikurung di sel terpisah. Menurut pengamat LSM, kondisi di penjara untuk perempuan cenderung jauh lebih baik daripada di penjara untuk pria. Namun, blok sel perempuan di dalam penjara yang menahan narapidana baik pria maupun perempuan, tidak selalu memberi narapidana perempuan akses kepada fasilitas yang sama, seperti fasilitas olahraga, sebagaimana narapidana pria.

LSM mencatat bahwa pihak berwenang kadang tidak memberikan perawatan medis yang memadai kepada para narapidana. Aktivis hak asasi manusia menghubungkan ini dengan kurangnya sumber daya. LSM internasional dan lokal melaporkan bahwa dalam beberapa kasus narapidana tidak memiliki akses yang siap untuk air minum bersih. Tersebar laporan bahwa pemerintah tidak menyediakan makanan yang cukup untuk narapidana, dan anggota keluarga sering membawa makanan untuk menambah jatah makanan kerabat mereka.

Penjaga di fasilitas penahanan dan penjara rutin memeras uang dari narapidana, dan narapidana melaporkan penjaga melecehkan mereka secara fisik. Narapidana sering menyuap atau membayar petugas lapas untuk mendapatkan bantuan, makanan, telepon, atau bahkan dengan narkotika. Penggunaan dan produksi obat-obatan terlarang di penjara merupakan masalah serius, yang kemudaian terhubung dengan beberapa jaringan narkoba yang melakukan operasinya di luar penjara.

Administrasi: Undang-undang mengizinkan narapidana dan tahanan untuk mengajukan pengaduan kepada pihak berwenang tanpa penyensoran dan untuk meminta penyelidikan atas dugaan kekurangan. Keluhan diajukan ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI dan harus melalui peninjauan kembali independen. Setelah kerusuhan Mei 2018 dan upaya menguasai  penjara di rumah tahanan khusus untuk terpidana teroris, menteri hukum dan hak asasi manusia membentuk tim khusus untuk menyelidiki kondisi penjara, termasuk tuduhan bahwa narapidana tertentu menerima perlakuan khusus di fasilitas lapas.

Pemantauan Independen: Beberapa LSM menerima akses ke penjara, tetapi diharuskan untuk mendapatkan izin melalui mekanisme birokrasi, termasuk persetujuan dari polisi, jaksa agung, pengadilan, Kementerian Dalam Negeri , dan lembaga lainnya. LSM melaporkan bahwa pihak berwenang jarang mengizinkan akses langsung ke narapidana untuk wawancara.

D. PENANGKAPAN ATAU PENAHANAN SEWENANG-WENANG

Hukum melarang penangkapan dan penahanan sewenang-wenang, tetapi penangkapan dan penahanan semacam itu masih ada.

PROSEDUR PENANGKAPAN DAN PERLAKUAN TAHANAN

Undang-undang memberi hak kepada tahanan untuk memberi tahu keluarga mereka segera setelah penangkapan mereka dan menetapkan bahwa aparat  keamanan harus bisa menunjukkan surat perintah selama penangkapan. Pengecualian berlaku jika, misalnya, seorang tersangka tertangkap basah melakukan tindak kejahatan. Undang-undang mengizinkan penyelidik untuk mengeluarkan surat perintah, tetapi terkadang pihak berwenang, terutama satuan Reskrim, melakukan penangkapan tanpa surat perintah. Menurut undang-undang, tersangka atau terdakwa memiliki hak untuk mendapatkan penasihat hukum pilihan mereka pada setiap tahap penyelidikan. Pejabat pengadilan seharusnya memberikan penasihat hukum gratis kepada orang yang didakwa melakukan pelanggaran yang dijatuhi hukuman mati atau penjara selama 15 tahun atau lebih dan kepada para terdakwa miskin yang menghadapi dakwaan yang dijatuhi hukuman penjara selama lima tahun atau lebih. Sumber daya hukum tersebut terbatas.

Penangkapan Sewenang-wenang: Terdapat laporan penangkapan sewenang-wenang oleh polisi, terutama oleh  unit reskrim ].

Polisi beberapa kali menahan aktivis dan pengunjuk rasa tanpa dakwaan. Pada bulan Agustus, misalnya, polisi di Surabaya, Jawa Timur, menyemprotkan gas air mata dan menahan 43 mahasiswa Papua menyusul adanya desas-desus di media sosial bahwa mereka telah mencemarkan bendera nasional negara ini. Semua mahasiswa dibebaskan pada hari berikutnya tanpa tuduhan. Para penyerang serta polisi dituduh telah mengejek orang Papua dengan penghinaan etnis. Pemerintah memerintahkan penyelidikan atas insiden-insiden ini dan mengindikasikan bahwa beberapa personel keamanan diskors dari posisi mereka hingga penyelidikan formal lebih lanjut dilakukan. Gubernur Jawa Timur meminta maaf atas nama warga Jawa Timur terhadap insiden tersebut dan meyakinkan mahasiswa Papua yang belajar di provinsi tersebut bahwa mereka akan aman dan terlindungi.

Pada 2 September, empat warga negara Australia ditahan oleh polisi dan dideportasi oleh otoritas imigrasi setelah dinyatakan bahwa mereka berpartisipasi dalam demonstrasi kemerdekaan Papua di kota Sorong. Laporan bertentangan apakah mereka berpartisipasi dalam demonstrasi atau hanya mengamati .

Terdapat beberapa laporan media dan LSM tentang polisi yang menahan sementara orang karena telah berpartisipasi dalam demonstrasi damai dan kegiatan damai lainnya yang menuntut hak untuk mementukan nasib sendiri, terutama di provinsi Papua dan Papua Barat [lihat pasal 2.b.]. Menurut laporan media, pihak berwenang menahan sementara lebih dari 300 orang dari bulan Januari hingga September karena berpartisipasi dalam aksi damai. Narahubung hak asasi manusia dan bantuan hukum menuduh bahwa beberapa tahanan asli Papua menjadi sasaran perlakuan kasar oleh polisi, dengan laporan cedera ringan, yang terjadi selama penahanan.

Penahanan Pra Persidangan: masa penahanan selama pra persidangan  tergantung pada faktor-faktor seperti apakah orang tersebut berisiko melarikan diri   atau berbahaya, atau didakwa dengan kejahatan tertentu. Tersangka teror diatur oleh serangkaian aturan berbeda untuk penahanan praperadilan.

Kemampuan Tahanan untuk Menantang Keabsahan Penahanan di Pengadilan: Seorang terdakwa dapat menentang keabsahan penangkapan dan penahanannya dalam sidang praperadilan, serta dapat menuntut kompensasi jika salah ditahan. Namun, terdakwa jarang memenangkan sidang praperadilan dan hampir tidak pernah menerima kompensasi setelah dibebaskan tanpa dakwaan. Pada tahun 2017, sidang praperadilan di  Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan banding Herianto [satu nama saja] dan Aris Winata Saputra yang menentang penangkapan mereka setelah polisi menahan mereka dalam kasus pencurian sepeda motor. Keduanya mencari kompensasi untuk penahanan yang salah. Kasus ini sedang ditinjau oleh Mahkamah Agung pada akhir tahun.

E. PENOLAKAN PERSIDANGAN UMUM YANG ADIL

Undang-undang mengatur lembaga pengadilanyang independen dan hak atas persidangan umum yang adil, tetapi kehakiman tetap rentan terhadap korupsi dan pengaruh dari pihak luar, termasuk kepentingan bisnis, politisi, dan aparat keamanan serta pejabat eksekutif.

Terkadang desentralisasi menciptakan kesulitan untuk penegakan perintah pengadilan, dan pejabat lokal mengabaikannya.

Selama tahun ini, pengadilan militer mengadili sejumlah prajurit berpangkat  rendah dan menengah untuk pelanggaran yang, antara lain, melibatkan warga sipil atau terjadi ketika mereka  sedang tidak bertugas. Dalam kasus-kasus seperti itu, polisi militer menyelidiki dan meneruskan temuan mereka kepada oditur  militer, yang memutuskan apakah akan melakukan penuntutan. Oditur  bertanggung jawab kepada Mahkamah Agung, tetapi mereka juga bertanggung jawab kepada TNI untuk menerapkan hukum. LSM dan pengamat lain mengkritik pendeknya masa hukuman penjara yang biasanya dijatuhkan oleh pengadilan militer dalam kasus-kasus yang melibatkan warga sipil atau tentara yang sedang tidak bertugas.

Empat pengadilan negeri berwenang untuk mengadili kasus-kasus pelanggaran HAM berat sistemik atas rekomendasi Komnas HAM. Namun, tidak satu pun dari pengadilan ini yang pernah menyidangkan  atau memutuskan kasus semacam itu sejak tahun 2005.

Di bawah sistem pengadilan syariah di Aceh, 19 pengadilan negeri agama dan satu pengadilan banding menyidangkan kasus. Pengadilan biasanya hanya mendengar kasus-kasus yang melibatkan umat Islam dan menggunakan dekret yang dirumuskan oleh pemerintah daerah daripada hukum pidana nasional.

PROSEDUR PERSIDANGAN

Konstitusi memberikan hak untuk persidangan yang adil, tetapi korupsi dan penyelewengan  dalam peradilan menghambat penegakan hak ini. Undang-undang menjamin praduga bahwa para terdakwa tidak bersalah hingga terbukti bersalah, walaupun hal ini tidak selalu dipatuhi. Terdakwa diinformasikan segera dan secara mendetail tentang tuntutan di pengadilan pertama mereka. Meskipun tersangka memiliki hak untuk menghadapi saksi dan memanggil saksi dalam pembelaan mereka, hakim dapat mengizinkan afidavit [keterangan tertulis di bawah sumpah] dalam kasus-kasus di mana jaraknya terlalu jauh atau biaya untuk membawa saksi ke pengadilan terlalu mahal. Beberapa pengadilan mengizinkan pengakuan paksa dan membatasi penyajian bukti pembelaan. Terdakwa memiliki hak untuk menghindari memberikan keterangan yang akan memberatkan diri sendiri. Di semua pengadilan, panel hakim melakukan persidangan dengan mengajukan pertanyaan, mendengar bukti, memutuskan bersalah atau tidak, dan menjatuhkan hukuman. Baik pembela maupun penuntut dapat mengajukan banding atas putusan.

Undang-undang memberikan hak kepada para terdakwa untuk mendapatkan pengacara sejak saat penangkapan serta pada setiap tahap penyelidikan dan persidangan. Menurut hukum, terdakwa yang kurang mampu dapat memperoleh bantuan hukum pribadi; asosiasi pengacara LSM memberikan perwakilan hukum gratis bagi banyak, tetapi tidak semua, terdakwa yang miskin. Semua terdakwa berhak atas interpretasi linguistik secara gratis. Dalam beberapa kasus, perlindungan prosedural tidak memadai untuk memastikan persidangan yang adil. Dengan pengecualian khusus dari proses pengadilan syariah di Aceh dan beberapa persidangan militer, persidangan terbuka untuk  publik.

NARAPIDANA DAN TAHANAN POLITIK

LSM memperkirakan bahwa kurang dari enam narapidana politik dari provinsi Papua dan Papua Barat tetap dipenjara  dengan tuduhan  pengkhianatan dan konspirasi atas tindakan terkait dengan tampilan simbol separatis yang dilarang. Menurut Human Rights Watch, delapan narapidana politik asal Maluku tetap berada di penjara.

Pihak berwenang untuk sementara menahan ratusan orang Papua selama tahun ini karena menyampaikan  pandangan politik mereka secara damai, walaupun sebagian besar dilepaskan dalam waktu 24 jam. Sejumlah kecil didakwa dengan pasal pengkhianatan/makar atau pelanggaran pidana lainnya. Tujuh aktivis Komite Nasional Papua Barat [KNPB] dan  United Liberation Movement for West Papua [ULMWP] menghadapi persidangan berdasarkan pasal  makar dan juga didakwa menyulut  protes kekerasan baru-baru ini di Papua. Pada bulan September, polisi menetapkan pengacara hak asasi manusia dan aktivis Veronica Koman sebagai tersangka atas   posting-an Twitter yang berkaitan dengan kerusuhan di Papua, dengan tuduhan sengaja menyebarkan informasi yang dapat menyebabkan kebencian berdasarkan etnis, agama, ras, atau kelompok. Pada akhir tahun, ia dikabarkan menetap  di Australia dan diancam hukuman enam tahun penjara jika terbukti bersalah.

Aktivis lokal dan anggota keluarga umumnya dapat mengunjungi narapidana politik. Namun, pihak berwenang menahan beberapa narapidana di pulau-pulau yang jauh dari keluarga mereka.

PROSEDUR DAN PERBAIKAN PERADILAN SIPIL

Para korban pelanggaran HAM dapat mengupayakan ganti rugi dalam sistem pengadilan sipil. Namun, korupsi yang meluas dan pengaruh politik membatasi akses korban ke peradilan.

RESTITUSI PROPERTI

Undang-undang pengadaan tanah  memungkinkan pemerintah untuk mengambil alih lahan  guna kepentingan umum, meskipun bertentangan dengan  keinginan pemilik, dengan ketentuan pemerintah memberikan kompensasi kepada pemiliknya. LSM menuduhpemerintah menyalahgunakan wewenangnya untuk mengambil alih atau memfasilitasi pengadaan tanah pribadi bagi proyek-proyek pembangunan, sering kali tanpa kompensasi yang adil. Dalam kasus lain, perusahaan milik negara dituduh membahayakan sumber daya yang menjadi sandaran mata pencaharian warga negara.

Akses dan kepemilikan tanah merupakan sumber utama konflik. Kurangnya peta dan sertifikat yang kredibel, hak tradisional, dan berbagai hukum serta peraturan yang bertentangan terkait  kepemilikan tanah memungkinkan banyak pihak untuk memegang klaim sah atas sebidang tanah yang sama. Aparat keamanan kadang mengusir mereka yang terlibat dalam sengketa tanah tanpa proses hukum, yang sering kali berpihak pada penuntut dari pihak perusahaan daripada  penduduk miskin. Komisi Ombudsman Nasional [kini Ombudsman Republik Indonesia] melaporkan telah menerima 1.014 keluhan terkait tanah dan properti dari Desember 2018 hingga Maret 2019.

Pada bulan Februari, seorang penduduk Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, menuduh bahwa perusahaan milik negara PT Aneka Tambang secara tidak sah melakukan klaim sekitar 12 hektar tanahnya. Pada bulan Mei, pengadilan Sanggau memerintahkan pemerintah untuk mengembalikan tanah dan membayar ganti rugi.

F. CAMPUR TANGAN SEWENANG-WENANG ATAU MELANGGAR HUKUM TERHADAP  PRIVASI, KELUARGA, RUMAH, ATAU KORESPONDENSI

Undang-undang mewajibkan surat perintah pengadilan untuk penggeledahan kecuali dalam kasus yang melibatkan subversi, kejahatan ekonomi, dan korupsi. Aparat keamanan umumnya menaati persyaratan ini. Undang-undang juga menetapkan penggeledahan tanpa surat perintah bila keadaan “mendesak dan memaksa” dan untuk pelaksanaan penyadapan tanpa surat perintah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi [KPK]. Undang-undang memberikan kekuasaan khusus kepada polisi untuk membatasi kebebasan sipil dan memungkinkan intervensi militer untuk mengatasi konflik yang dapat menyebabkan kerusuhan sosial. Polisi dan warga sipil di seluruh negeri kadang mengambil tindakan tanpa wewenang yang sah  atau melanggar privasi individu.

LSM mengklaim bahwa petugas keamanan sesekali melakukan pengawasan tanpa izin terhadap individu dan tempat tinggal mereka serta memantau panggilan telepon.

Pasal 2. Penghormatan atas Kebebasan Sipil, Termasuk:

A. KEBEBASAN BEREKSPRESI, TERMASUK BAGI PERS

Konstitusi secara luas memberikan kebebasan berekspresi sekaligus menyertakan beberapa batasan. Beberapa elemen dalam pemerintahan, kehakiman, dan polisi menggunakan undang-undang yang menentang pencemaran nama baik dan penistaan guna membatasi kebebasan berekspresi, termasuk untuk pers. Pemerintah menggunakan ketentuan hukum untuk menentang advokasi separatisme guna membatasi kemampuan individu dan media untuk melakukan advokasi secara damai demi kemerdekaan.

Kebebasan Berekspresi: Undang-undang menjerat  konten yang dianggap menghina agama atau membela separatisme. Undang-undang juga menjerat ujaran kebencian, yang didefinisikan sebagai “penyebaran informasi secara sengaja atau tidak sah yang bertujuan untuk menciptakan kebencian atau permusuhan terhadap seseorang atau kelompok tertentu berdasarkan ras, kepercayaan, dan etnis mereka.”

Secara hukum, “menyebarkan kebencian, bidah, dan penistaan agama” dapat dihukum maksimum lima tahun penjara. Protes oleh kelompok-kelompok Islam atau majelis  ulama konservatif sering mendorong pemerintah daerah untuk bertindak atas nama  hukum. Menurut Amnesty International, pada tahun 2018 setidaknya 30 orang tetap dipenjara karena ujaran yang dianggap menghujat, tidak bermoral, atau menghina.

Pada bulan Maret, Mahkamah Agung menolak banding dan menegaskan hukuman seorang perempuan penganut Buddha keturunan Tionghoa yang pada tahun 2018 dijatuhi hukuman 18 bulan penjara karena penistaan agama setelah ia mengeluhkan tentang volume pengeras suara di sebuah masjid di Tanjung Balai, Sumatra Utara.

Meskipun undang-undang mengizinkan pengibaran bendera yang melambangkan identitas budaya Papua secara umum, peraturan pemerintah secara khusus melarang pengibaran bendera Bintang Kejora di Papua, serta bendera Republik Maluku Selatan di Maluku dan bendera Bulan Sabit Gerakan Aceh Merdeka di Aceh. LSM melaporkan bahwa pada 31 Agustus, polisi menangkap enam aktivis, termasuk lima mahasiswa Papua di Jakarta dan Surya Anta Ginting, karena mengibarkan bendera Bintang Kejora di luar istana negara. Pada 3 September, polisi menangkap seorang aktivis, Sayang Mandabayan, di bandara Manokwari karena bepergian dengan 1.500 bendera Bintang Kejora kecil.

Pers dan Media, Termasuk Media Daring: Media independen bersifat aktif dan mengungkapkan beragam pandangan. Namun, pemerintah kadang menggunakan peraturan daerah dan nasional untuk membatasi media. Meskipun beberapa jurnalis asing menerima izin untuk melakukan perjalanan ke Provinsi Papua dan Papua Barat, yang lain melaporkan penundaan atau penolakan karena birokrasi, seolah-olah untuk alasan keamanan. Advokat untuk kebebasan pers menuduh bahwa kelompok antar lembaga pemerintah terus meninjau permintaan wartawan asing yang akan mengunjungi wilayah tersebut. Konstitusi melindungi jurnalis dari gangguan, dan undang-undang mensyaratkan bahwa siapa pun yang dengan sengaja mencegah jurnalis melakukan pekerjaannya harus menghadapi hukuman penjara maksimum dua tahun atau denda sebesar Rp500 juta [$35.700].

Kekerasan dan Pelecehan: Aliansi Jurnalis Independen [AJI] melaporkan 20 kasus kekerasan yang diarahkan pada jurnalis dan kantor media dari bulan Januari hingga April. AJI juga melaporkan bahwa setidaknya tujuh jurnalis menjadi korban kekerasan selama kerusuhan pascapemilu di Jakarta. Polisi dan pengunjuk rasa diduga menahan wartawan dengan paksa, menyita alat-alat mereka, dan memaksa mereka untuk menghapus gambar dan video. Beberapa wartawan melaporkan contoh lain intimidasi secara fisik selama insiden.

Penyensoran atau Pembatasan Konten: Kejaksaan Agung memiliki wewenang untuk memantau materi tertulis dan meminta perintah pengadilan untuk melarang materi tertulis. Selama protes di Papua, Jakarta, dan di tempat lain bulan Agustus dan September, pihak berwenang membatasi akses ke internet atau ke situs media sosial tertentu, yang mengatakan bahwa hal ini dilakukan guna mencegah penyebaran disinformasi.

Hukum Fitnah Tertulis/Fitnah Lisan: Ketentuan pencemaran nama baik melarang fitnah tertulis dan fitnah lisan, yang dapat dijerat dengan hukuman  lima tahun penjara.

Unsur-unsur dalam pemerintah dan masyarakat secara selektif menegakkan hukum tindak pidana pencemaran nama baik untuk mengintimidasi individu dan membatasi kebebasan berbicara. Pada bulan Maret, polisi menangkap Robertus Robet, seorang dosen universitas dan aktivis prodemokrasi, karena menyanyikan lagu pada 28 Februari yang diduga menghina militer. Robet didakwa menghina mereka yang berkuasa atau lembaga hukum dan dibebaskan setelah 14 jam. Ia menghadapi hukuman maksimum 18 bulan penjara; kasus ini belum masuk persidangan hingga bulan Oktober.

Pada akhir bulan Juli, Presiden Joko Widodo memberikan amnesti kepada Baiq Nuril, seorang guru SMA di Nusa Tenggara Barat yang dipidana pada November 2018 karena memfitnah kepala sekolahnya ketika ia merekam panggilan telepon cabul darinya, yang kemudian diedarkan secara daring. Baiq telah dijatuhi hukuman enam bulan penjara dan denda sebesar Rp500 juta [$35.700].

Dampak Nonpemerintah: Kelompok-kelompok Muslim garis keras kadang mengintimidasi orang-orang yang dianggap sebagai kritikus Islam untuk membatasi hak bicara mereka.

KEBEBASAN BERINTERNET

Pemerintah menuntut perorangan karena secara bebas berekspresi dengan  undang-undang yang melarang kejahatan secara daring, pornografi, perjudian, pemerasan, kebohongan, ancaman, dan rasisme serta melarang warga negara untuk mendistribusikan dalam secara elektronik segala informasi yang dianggap memfitnah. Undang-undang menjatuhi hukuman maksimum enam tahun penjara, denda satu miliar rupiah [$71.400], atau keduanya.

Kementerian Komunikasi dan Teknologi Informasi RI membatasi akses internet dan akses ke beberapa platform seperti WhatsApp selama kekerasan terkait pemilu di bulan Mei. Kementerian tersebut menyatakan hal itu dilakukan untuk mencegah penyebaran disinformasi dan mengurangi potensi kekerasan lebih lanjut. Menanggapi protes Agustus/September di Papua dan Papua Barat dan guna mencegah “penyebaran berita palsu,” pemerintah mengarahkan penyelenggara jasa internet [PJI] untuk memperlambat koneksi internet di kedua provinsi dan untuk menghentikan layanan internet sepenuhnya di beberapa bagian Papua. Sumber-sumber LSM melaporkan bahwa layanan telepon juga terputus di kota Wamena, Papua. Jasa internet dan telepon kabarnya dipulihkan di sebagian besar wilayah tersebut pada minggu tanggal 3 September.

Kementerian Komunikasi dan Teknologi Informasi RI terus meminta agar PJI memblokir akses ke konten yang mengandung “informasi elektronik terlarang,” termasuk pornografi, konten radikal keagamaan, pemerasan, ancaman, dan ujaran kebencian. Kegagalan untuk menegakkan pembatasan ini dapat mengakibatkan pencabutan lisensi PJI. Pemerintah juga melakukan intervensi dengan media sosial, mesin pencari, toko aplikasi, dan situs web lain untuk menghapus konten yang menyinggung dan ekstremis serta mencabut lisensi yang tidak segera memenuhi tuntutan pemerintah.

KEBEBASAN AKADEMIK DAN ACARA BUDAYA

Pemerintah umumnya tidak membatasi acara budaya atau kebebasan akademik. Namun, pemerintah kadang mengganggu acara atau kegiatan budaya sensitif atau gagal mencegah kelompok garis keras agar tidak melakukannya. Universitas dan lembaga akademik lain juga terkadang menyerah pada tekanan dari kelompok-kelompok Islam yang berusaha membatasi acara dan kegiatan sensitif.

Pada 11 Februari, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah [KPID] Provinsi Jawa Barat mengeluarkan surat perintah penyiaran daerah untuk membatasi jam penyiaran 17 lagu berbahasa Inggris yang dianggap eksplisit dan sugestif antara pukul 22:00 hingga 03:00. Perintah ini didasarkan pada peraturan yang mewajibkan penyiar membatasi konten eksplisit dan menaati norma kesusilaan yang dianut oleh berbagai agama dan kelompok etnis.

Pada bulan Maret, rektor Universitas Sumatera Utara [USU] yang merupakan universitas negeri, mencabut izin penerbitan situs web mahasiswa kampus, Suara USU, setelah menerbitkan apa yang disebut rektor sebagai kisah cinta homoseksual. Otoritas kampus menuduh mahasiswa “mempromosikan homoseksualitas” dan melanggar “visi dan misi universitas.” Jurnalis mahasiswa diberikan waktu 48 jam untuk meninggalkan kantor Suara USU, dan semua 17 anggota staf diganti. Jurnalis mahasiswa mengajukan gugatan terhadap rektor, dan persidangan berlangsung pada bulan Oktober.

Lembaga Sensor Film [LSF] yang diawasi pemerintah terus menyensor film domestik dan impor untuk konten yang dianggap menyinggung agama atau ofensif secara lain.

B. KEBEBASAN BERKUMPUL DAN BERSERIKAT SECARA DAMAI

Konstitusi dan undang-undang mengatur kebebasan berkumpul dan berserikat secara damai, tetapi pemerintah kadang membatasi kebebasan ini.

KEBEBASAN BERKUMPUL SECARA DAMAI

Undang-undang mengatur kebebasan berkumpul, dan di luar Papua pemerintah umumnya menjunjung hak ini. Undang-undang mengharuskan demonstran memberikan pemberitahuan tertulis kepada polisi tiga hari sebelum demonstrasi yang direncanakan dan mengharuskan polisi mengeluarkan tanda terima untuk pemberitahuan tertulis. Tanda terima ini berlaku sebagai lisensi secara de facto untuk demonstrasi. Polisi di Papua secara rutin menolak mengeluarkan tanda terima tersebut untuk calon demonstran karena khawatir demonstrasi akan menyertakan seruan untuk kemerdekaan, suatu tindakan yang dilarang oleh hukum. Sebuah maklumat  kepolisian provinsi tahun 2016 melarang demonstrasi oleh tujuh organisasi yang dicap sebagai kelompok prokemerdekaan, termasuk Komite Nasional Papua Barat [KNPB],  United Liberation Movement for West Papua [ULMWP], dan Organisasi Papua Merdeka [OPM].

LSM mengeklaim bahwa setidaknya enam pengunjuk rasa tewas dalam bentrokan tanggal 28 Agustus di distrik Waghete, Kabupaten Deiyai, Papua; pemerintah membantah angka-angka itu dan menyatakan bahwa pasukan keamanan bertindak secara sah.

KEBEBASAN BERSERIKAT

Konstitusi dan undang-undang memberikan kebebasan berserikat, yang umumnya dihormati oleh pemerintah.

Untuk menerima status pendaftaran resmi, LSM asing harus memiliki nota kesepahaman [MOU] dengan kementerian pemerintah. Beberapa organisasi melaporkan kesulitan mendapatkan MOU ini dan mengklaim bahwa pemerintah tidak memberikannya agar status pendaftaran mereka terblokir, walaupun birokrasi yang rumit di dalam Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI juga layak disalahkan.

Beberapa kelompok advokasi LGBTI melaporkan kesulitan yang dialami ketika mencoba mendaftarkan organisasi mereka.

C. KEBEBASAN BERAGAMA

Lihat Laporan Kebebasan Beragama Internasional  Departemen Luar Negeri AS di //www.state.gov/religiousfreedomreport/.

D. KEBEBASAN BERGERAK

Undang-undang mengatur kebebasan bergerak internal dan umumnya memungkinkan bepergian ke luar negeri. Namun, konstitusi memungkinkan pemerintah untuk mencegah orang memasuki atau meninggalkan negara ini. Undang-undang memberi militer kekuatan yang luas dalam keadaan darurat yang dinyatakan, termasuk kekuatan untuk membatasi lalu lintas darat, udara, dan laut. Pemerintah tidak menggunakan kekuatan ini selama tahun ini.

Pergerakan di Dalam Negeri: Pada bulan Agustus, Wiranto [satu nama saja] selaku Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan mengumumkan bahwa pemerintah membatasi akses warga negara asing ke provinsi Papua dan Papua Barat sehubungan dengan protes kekerasan.

E. PENGUNGSI DALAM NEGERI

Pemerintah mengumpulkan data tentang pengungsian   yang disebabkan oleh bahaya alam dan konflik melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana [BNPB], walaupun kurangnya pemantauan sistematis terhadap kondisi pemulangan dan pemukiman kembali menyulitkan estimasi secara andal untuk jumlah total pengungsi dalam negeri [IDP].

Undang-undang menetapkan bahwa pemerintah harus memberikan “pemenuhan hak-hak warga  dan orang-orang terlantar yang terkena bencana dengan cara yang adil dan sesuai dengan standar layanan minimal.” IDP tidak dilecehkan atau kehilangan layanan atau hak-hak lain dan perlindungan, tetapi kendala sumber daya dan akses menunda atau menghambat penyediaan layanan kepada IDP dalam beberapa kasus.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana melaporkan bahwa dari Januari hingga Mei, 373 orang tewas dalam bencana alam dan lebih dari 1.239.000 orang mengungsi.

Kementerian Sosial RI melaporkan bahwa 3.000 warga Papua telah mengungsi sejak pemerintah meningkatkan operasi keamanan terhadap pejuang OPM setelah serangan OPM pada Desember 2018 terhadap pekerja proyek jalan Trans Papua. LSM melaporkan bahwa jumlah orang yang terpaksa mengungsi  jauh lebih tinggi.

Menurut beberapa media, operasi keamanan pada akhir Agustus di Distrik Gome, Kabupaten Puncak, Papua, mengakibatkan pengungsian beberapa ratus penduduk asli, terutama perempuan dan anak-anak. Serangan pasukan keamanan dilakukan di desa Tegelobak, Mitimaga, Kelanungin, Upaga, dan Ninggabuma  untuk menangkap Goliat Tabuni dan Anton Tabuni, dua komandan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat [TPNPB] yang aktif di daerah itu.

Seorang anggota parlemen lokal, Yanes Murib, mengatakan kepada  media Papua Jubi bahwa sekitar 20 rumah di Tegelobak dibakar selama operasi; rumah-rumah di desa Ninggabuma juga dilaporkan hancur. Sementara beberapa penduduk desa mencari perlindungan sementara dalam hutan-hutan sekitar dan distrik-distrik tetangga meraka , diperkirakan 800 pengungsi internal kabarnya melarikan diri ke desa Yenggernok, tempat mereka berlindung dalam tenda-tenda di depan kantor  Gereja Tabernakel Papua di distrik Gome.

F. PERLINDUNGAN PENGUNGSI

Pelecehan Migran, Pengungsi, dan Orang tanpa Kewarganegaraan: Terdapat banyak laporan tentang masalah kesehatan mental di antara para pengungsi yang terdampar di negara ini. Pada bulan Maret, seorang pencari suaka dari Afghanistan yang telah tinggal di Rudenim   selama 19 tahun membakar dirinya sendiri; pada bulan yang sama, seorang pencari suaka kedua dari Afghanistan yang telah menghabiskan empat tahun di tahanan imigrasi gantung diri.

Pada bulan Juli, sekitar 200 pengungsi dipindahkan ke bekas fasilitas militer di Jakarta Barat. Desas-desus menyebar bahwa mereka yang ditahan di fasilitas ini akan menerima bantuan tambahan dan perlakuan prioritas untuk kemungkinan pemukiman kembali, yang menyebabkan hampir 1.200 pengungsi berkumpul di fasilitas tersebut. Tempat ini tidak dilengkapi fasilitas sanitasi dan perawatan kesehatan untuk menampung banyak pengungsi; Kantor Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi [UNHCR] dan pendonor swasta memberikan bantuan darurat berupa makanan. Pada bulan Agustus, pemerintah setempat menyatakan lokasi tersebut akan ditutup. Hingga bulan Oktober, sekitar 300 pengungsi tetap berada di lokasi tersebut, tetapi pemerintah telah menghentikan pemberian bantuan.

Pemerintah bekerja sama dengan UNHCR dan organisasi kemanusiaan lainnya dalam memberikan perlindungan dan bantuan kepada IDP, pengungsi, pengungsi yang kembali, pencari suaka, orang tanpa kewarganegaraan, dan orang lain yang menjadi perhatian.

Akses ke Suaka: Indonesia bukanlah penanda tangan konvensi pengungsi PBB tahun 1951 dan tidak mengizinkan pengintegrasian lokal atau naturalisasi. Pemerintah mengizinkan para pengungsi untuk bermukim sementara selagi menunggu pemukiman kembali secara permanen. Undang-undang secara formal mengakui peran UNHCR untuk memproses semua penentuan status pengungsi di negara ini. Sebuah peraturan tahun 2016 menetapkan proses pengelolaan pengungsi secara mendetail, yang menguraikan tanggung jawab khusus lembaga nasional dan subnasional mulai dari kedatangan pengungsi hingga pemukiman kembali [atau keberangkatan]. Pejabat UNHCR melaporkan ada sekitar 14.000 pengungsi di negara ini.

Pekerjaan: Pemerintah melarang pengungsi bekerja, walaupun tidak secara tegas melaksanakan larangan ini.

Akses ke Layanan Dasar: Pemerintah umumnya tidak melarang pengungsi mengakses pendidikan dasar umum, namun banyak hambatan menyebabkan hanya sejumlah kecil anak-anak pengungsi yang  bisa mendfatar, , termasuk kurangnya akses bagi anak-anak pengungsi ke nomor identifikasi siswa yang dikeluarkan pemerintah. Sejumlah kecil pengungsi mendaftar di kelas bahasa dan kelas lain di sekolah swasta, yang dikelola pengungsi atau dalam program yang disponsori LSM. Pengungsi memiliki akses ke layanan kesehatan umum dasar melalui klinik kesehatan setempat, yang disubsidi pemerintah. Namun, perawatan untuk kondisi yang lebih serius atau rawat inap tidak tercakup dalam program ini.

G. ORANG TANPA KEWARGANEGARAAN

Tidak berlaku.

Pasal 3. Kebebasan untuk Berpartisipasi dalam Proses Politik

Konstitusi dan undang-undang memberikan warga negara kuasa  untuk memilih pemerintah mereka dalam pemilu berkala yang bebas dan adil yang diselenggarakan dengan pemungutan suara secara rahasia dan berdasarkan pada hak pilih yang universal dan setara.

PEMILIHAN UMUM DAN PARTISIPASI POLITIK

Pemilu Terbaru: Pada 17 April, Joko Widodo [lebih dikenal sebagai Jokowi] memenangkan masa jabatan lima tahun kedua sebagai presiden. Pemberi suara juga memilih anggota baru Dewan Perwakilan Rakyat [DPR], serta anggota Dewan Perwakilan Daerah [DPD] dan badan legislatif sementara. Lima belas partai politik nasional menentang pemilu legislatif, dan sembilan kursi diperoleh di DPR dengan melampaui ambang parlemen 4 persen. Pengamat dalam negeri dan internasional menganggap pemilu tersebut bebas dan adil.

Namun, pada bulan Mei ribuan pendukung dari kandidat presiden Prabowo Subianto yang kalah, memprotes kemenangan Jokowi. Demonstrasi berubah menjadi kekerasan, yang mengakibatkan lebih dari 700 orang cedera dan 10 orang tewas. Polisi membantah bahwa petugasnya terlibat dalam kematian tersebut. Sebuah video yang diunggah oleh para pemrotes yang beredar luas di internet menunjukkan seorang pria yang ditendang dan dipukuli oleh 10 personel Brimob. Selanjutnya, personel Brimob ini menerima hukuman  21 hari penahanan karena keterlibatannya dalam insiden tersebut. Polri memulai penyelidikan, tetapi hingga Oktober belum mengeluarkan hasil.

Partai Politik dan Partisipasi Politik: Secara hukum, partai memerlukan 4 persen suara untuk memenuhi syarat agar memenangkan kursi di badan legislatif. Undang-undang juga menetapkan bahwa untuk mencalonkan seorang calon presiden, suatu partai atau koalisi partai harus mendapatkan  sedikitnya 25 persen suara nasional atau memenangkan minimal 20 persen kursi di badan legislatif dalam pemilu nasional sebelumnya.

Semua warga negara dewasa yang berusia 17 atau lebih tua berhak untuk memilih, kecuali polisi dan anggota militer aktif, terpidana yang dijatuhi hukuman lima tahun atau lebih, orang penyandang disabilitas mental, dan orang-orang yang dirampas hak pilihnya dengan putusan pengadilan yang tidak dapat dibatalkan. Orang berusia di bawah 17 tahun yang telah menikah dianggap orang dewasa yang sah dan berhak memilih.

Undang-undang menetapkan bahwa hanya warga negara  dengan kartu tanda penduduk elektronik [E-KTP] yang diizinkan masuk dalam daftar pemberi suara. Meskipun peraturan Komisi Pemilihan Umum [KPU] yang mengizinkan warga menggunakan surat resmi dari Kantor Catatan Sipil sebagai pengganti E-KTP, terdapat laporan bahwa beberapa pemberi suara tidak dapat memberikan suara dalam pemilu, termasuk penduduk asli yang tidak memiliki E-KTP. Ada juga tuduhan bahwa ketidakakuratan dalam daftar pemilih  menghilangkan hak beberapa pemberi suara.

Partisipasi Perempuan dan Minoritas: Tidak ada undang-undang yang membatasi partisipasi perempuan dan anggota kelompok minoritas dalam proses politik, dan hak mereka untuk berpartisipasi. Undang-undang tentang partai politik mengamanatkan bahwa  minimum 30 persen dari keanggotaan pendiri partai politik baru adalah perempuan.

Undang-undang mengharuskan partai-partai mencalonkan perempuan untuk minimal 30 persen dari total kandidat pemilu pada daftar partai mereka. Dalam pemilu 17 April, 3.194 dari 7.968 [sekitar 40 persen] dari calon anggota DPR adalah perempuan, yang bersaing untuk 575 kursi. KPU melaporkan bahwa 118 perempuan [20,5 persen] dipilih ke DPR, naik dari 97 [17,6 persen] pada tahun 2014.

Dalam DPD, di mana setiap provinsi memilih empat wakil, 42 dari 136 anggota yang dipilih adalah perempuan [30,9 persen]. Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, adalah satu-satunya gubernur perempuan.

Tidak ada statistik resmi tentang latar belakang etnis dari legislator di DPR. Lima dari 34 anggota kabinet baru Presiden Jokowi adalah non-Muslim dan lima diantaranya adalah  perempuan. Ini merupakan penurunan dari kabinet sebelumnya yang mengikutsertakan sembilan perempuan.

Pasal 4. Korupsi dan Kurangnya Transparansi dalam Pemerintahan

Undang-undang memberikan hukuman pidana untuk korupsi oleh pejabat, tetapi upaya pemerintah untuk menegakkan hukum tersebut tidak cukup. Unsur-unsur dalam pemerintah, polisi, dan kehakiman merongrong upaya untuk menuntut pejabat yang korup. Terlepas dari penangkapan dan hukuman, banyak pejabat tinggi dan berpangkat tinggi, terdapat persepsi dalam negeri dan internasional yang luas bahwa korupsi tetap mendarah daging. KPK, Polri, Unit Kejahatan Ekonomi Khusus TNI, dan Kejaksaan Agung memiliki yurisdiksi untuk menyelidiki dan menuntut kasus korupsi. KPK tidak memiliki wewenang untuk menyelidiki anggota militer dan tidak memiliki yurisdiksi dalam kasus-kasus di mana kerugian negara dinilai kurang dari satu miliar rupiah [$71.400].

Pada bulan September, DPR memberlakukan revisi undang-undang KPK, yang oleh banyak LSM dan aktivis dinyatakan akan melemahkan kemampuan lembaga tersebut untuk melakukan penyelidikan antikorupsi. Undang-undang membentuk badan pengawas yang tanggung jawabnya mencakup persetujuan penyadapan KPK dan penghapusan status independen KPK dengan menjadikannya bagian dari cabang eksekutif.

Para penyelidik KPK terkadang dilecehkan, diintimidasi, atau diserang karena pekerjaan antikorupsi mereka. Polisi mengonfirmasi bahwa alat peledak kecil ditemukan di luar rumah Ketua KPK Agus Rahardjo dan Wakil Ketua Laode Syarief pada 9 Januari.

Korupsi: KPK menyelidiki dan menuntut pejabat yang diduga melakukan korupsi di semua tingkat pemerintahan. Beberapa kasus korupsi tingkat tinggi melibatkan program pengadaan atau pembangunan pemerintah berskala besar dan melibatkan anggota dewan, gubernur, bupati, hakim, polisi, dan pegawai negeri sipil. Dari akhir 2018 hingga pertengahan 2019, KPK melakukan penyelidikan dan penuntutan serta memulihkan aset negara senilai sekitar Rp753 miliar [$53,8 juta]. Pada tahun 2018, KPK melakukan 164 penyelidikan, memprakarsai 199 penuntutan, dan menyelesaikan 113 kasus yang menghasilkan hukuman.

Dalam satu kasus, pada bulan Maret KPK menangkap anggota DPR dari Partai Golkar, Bowo Sidik Pangarso, karena diduga menerima sekitar 570.000 dalam berbagai mata uang asing dari perusahaan transportasi swasta, yang kabarnya untuk digunakan dalam pembelian suara untuk pemilu 17 April. Dalam kasus lain, pada bulan Agustus KPK menangkap Ahmad Yani, bupati Muara Enim, karena diduga menerima suap yang berkaitan dengan proyek pekerjaan umum. Pada 16 Oktober, KPK menangkap wali kota Medan, Dzulmi Eldin, karena dituduh menerima suap sekitar Rp328 juta [23.400 dolar]. Pengadilan korupsi menjatuhkan hukuman dalam kasus-kasus yang melibatkan pejabat terpilih di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota.

Menurut LSM dan laporan media, polisi biasanya meminta suap mulai dari pembayaran kecil dalam kasus lalu lintas hingga sejumlah besar dalam penyelidikan kriminal. Pejabat yang korup kadang menjadikan para migran yang kembali dari luar negeri, terutama perempuan, sasaran penggeledahan, pencurian, dan pemerasan yang sewenang-wenang.

Suap dan pemerasan memengaruhi penuntutan, dakwaan, dan vonis  dalam kasus perdata dan pidana. LSM antikorupsi menuduh orang-orang kunci dalam sistem peradilan menerima suap dan memaafkan orang yang diduga melakukan korupsi.  organisasi bantuan hukum melaporkan kasus sering kali bergerak sangat lambat kecuali jika ada suap dan dalam beberapa kasus jaksa menuntut pembayaran dari terdakwa guna memastikan penuntutan yang lebih ringan  atau untuk menghilangkan  kasus . Pada bulan Mei, KPK menangkap seorang hakim dari Pengadilan Balikpapan karena menerima $35.600 dengan imbalan vonis tidak bersalah terkait dengan dakwaan pemalsuan.

Komisi Ombudsman Nasional menerima pengaduan yang berkaitan dengan bantuan litigasi dan maladministrasi dalam keputusan pengadilan. Pada triwulan pertama tahun ini, Komisi Yudisial menerima 740 pengaduan publik tentang pelanggaran hukum. Selama periode yang sama, komisi menyarankan sanksi terhadap 58 hakim yang dituduh memanipulasi persidangan.

Pengungkapan Keuangan: Undang-undang mengharuskan pejabat pemerintah senior serta pejabat lain yang bekerja di lembaga-lembaga tertentu untuk mengajukan laporan pengungkapan keuangan [LHKPN]. Undang-undang mensyaratkan bahwa laporan tersebut mencakup semua aset yang dipegang oleh pejabat, pasangan mereka, dan anak-anak mereka yang menjadi tanggungan mereka. Undang-undang mengharuskan laporan diajukan ketika pejabat aktif menjabat, setiap dua tahun sesudahnya, dalam waktu dua bulan tidak menjabat, dan segera atas permintaan oleh KPK. KPK bertanggung jawab untuk memverifikasi pengungkapan dan mempublikasikannya dalam Lembaran Negara dan di internet. Terdapat sanksi pidana untuk ketidakpatuhan dalam kasus-kasus yang melibatkan korupsi. Tidak semua aset diverifikasi karena keterbatasan sumber daya manusia dalam KPK.

Pasal 5. Sikap Pemerintah Mengenai Penyelidikan Internasional dan Nonpemerintah atas Dugaan Pelanggaran HAM

Banyak organisasi hak asasi manusia dalam negeri dan internasional umumnya beroperasi tanpa batasan pemerintah [kecuali di Papua], yang menyelidiki dan mempublikasikan temuan-temuan tentang kasus-kasus hak asasi manusia dan mengadvokasi peningkatan kinerja hak asasi manusia pemerintah. Pemerintah bertemu dengan LSM lokal, menanggapi pertanyaan mereka, dan mengambil beberapa tindakan sebagai tanggapan atas keprihatinan LSM. Beberapa pejabat pemerintah, khususnya  di Provinsi Papua dan Papua Barat, menjadikan LSM sasaran pemantauan, pelecehan, gangguan, ancaman, dan intimidasi. Setelah kerusuhan bulan Agustus/September di Papua, Wiranto selaku Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan mengatakan bahwa pemerintah akan ” membatasi sementara akses ke Papua,” karena masalah keamanan. LSM dan aktivis Papua menerima pesan telepon yang bersifat mengancam dan melaporkan pelecehan terus menerus oleh polisi setempat.

Perserikatan Bangsa-Bangsa atau Badan Internasional Lainnya: Pemerintah mengizinkan pejabat PBB untuk memantau situasi hak asasi manusia di negara ini. Namun, aparat  keamanan dan badan intelijen cenderung mencurigai pengamat HAM asing, terutama yang beroperasi di Papua dan Papua Barat, di mana operasi mereka dibatasi.

Badan Hak Asasi Manusia Pemerintah: Banyak lembaga independen menangani masalah hak asasi manusia, termasuk Kantor Ombudsman Nasional, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan [Komnas Perempuan], dan Komnas HAM. Pemerintah tidak diharuskan untuk mengadopsi rekomendasi mereka dan terkadang menghindarinya.

Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Aceh [KKR Aceh], yang dibentuk pada tahun 2016 untuk menyelidiki pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka [GAM] yang aktif saat konflik bersenjata antara tahun 1976 dan 2005, telah mengambil 3.040 pernyataan dari para korban, mantan separatis, dan saksi. Komisi telah melakukan dua rangkaian audiensi publik [2018 dan 2019] di mana para korban pelanggaran HAM memberikan kesaksian secara publik. Pejabat komisi mengindikasikan bahwa kendala anggaran merupakan tantangan besar bagi kerja komisi.

Pasal 6. Diskriminasi, Pelecehan Sosial, dan Perdagangan Orang

PEREMPUAN

Perkosaan dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga: Undang-undang melarang pemerkosaan, kekerasan dalam rumah tangga, dan bentuk kekerasan lainnya terhadap perempuan. Sebuah survei pemerintah tahun 2016 menemukan bahwa sepertiga dari perempuan yang berusia antara 15 dan 64 tahun mengalami kekerasan. Semua bentuk kekerasan terhadap perempuan tidak didokumentasikan dengan baik dan secara signifikan tidak dilaporkan oleh pemerintah. Kekerasan dalam rumah tangga merupakan bentuk paling umum dari kekerasan terhadap perempuan.

Definisi hukum perkosaan hanya mencakup penetrasi paksa organ seksual, dan pengajuan kasus mensyaratkan saksi atau bukti yang menguatkan lainnya. Perkosaan dihukum empat hingga 14 tahun penjara. Meskipun pemerintah memenjarakan pelaku pemerkosaan dan percobaan pemerkosaan, hukumannya sering kali ringan, dan banyak pemerkosa yang dipidana dengan  hukuman minimum. Perkosaan dalam pernikahan bukan merupakan tindak pidana khusus berdasarkan hukum, tetapi tercakup dalam “hubungan seksual paksa” dalam undang-undang nasional tentang kekerasan dalam rumah tangga dan dapat dihukum dengan hukuman pidana.

Organisasi masyarakat sipil mengoperasikan pusat layanan terpadu untuk perempuan dan anak-anak di 34 provinsi dan sekitar 436 kabupaten serta menyediakan layanan konseling dan dukungan dengan berbagai kualitas bagi para korban kekerasan. Pusat layanan provinsi yang lebih besar menyediakan layanan psikososial yang lebih komprehensif. Perempuan yang tinggal di  pedesaan atau kabupaten tanpa pusat seperti itu mengalami kesulitan menerima layanan dukungan, dan beberapa pusat hanya buka selama enam jam sehari dan tidak mengharuskan 24 jam. Di seluruh negeri, polisi mengoperasikan “ruang krisis khusus” atau “area layanan perempuan” tempat petugas perempuan menerima laporan dari perempuan dan anak-anak korban kekerasan seksual dan perdagangan manusia serta tempat korban mendapatkan tempat tinggal sementara.

Selain 32 satuan tugas di tingkat provinsi, pemerintah memiliki 191 satuan tugas di tingkat lokal [kabupaten atau kota], yang biasanya diketuai oleh kepala pusat layanan terpadu setempat atau dari kantor urusan sosial setempat.

Mutilasi Genital pada Perempuan [FGM/C]: FGM/C dilaporkan terjadi secara berkala. Laporan UNICEF 2017, yang mencerminkan data pemerintah tahun 2013, memperkirakan bahwa 49 persen anak perempuan yang berusia 11 tahun ke bawah telah menjalani beberapa bentuk FGM/C, walaupun hukum melarang tenaga medis profesional  untuk melakukannya. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI menentang FGM/C secara vokal dan melanjutkan kampanye penyadaran tentang bahaya FGM/C. Pada tahun 2018, perwakilan agama dari 34 provinsi menandatangani pendapat keagamaan yang mendorong  dewan nasional Majelis  Ulama Indonesia [MUI] untuk menerbitkan fatwa menurunkan status FGM/C dari “dianjurkan” ke “tidak diharuskan atau tidak dianjurkan.”

Pelecehan Seksual: Undang-undang melarang tindakan publik yang tidak senonoh dan berfungsi sebagai dasar untuk pengaduan pidana yang berasal dari tindak pelecehan seksual. Pelanggaran dapat diancam dengan hukuman penjara maksimal  dua tahun delapan bulan dan denda kecil. Masyarakat sipil dan LSM melaporkan pelecehan seksual merupakan permasalahan di seluruh negeri.

Paksaan dalam  Pengendalian Populasi: Tidak ada laporan tentang aborsi paksa atau sterilisasi tak dikehendaki.

Diskriminasi: Undang-undang memberikan status hukum dan hak yang sama bagi perempuan dan laki-laki dalam hukum keluarga, perburuhan, kepemilikan , dan kewarganegaraan , tetapi tidak memberikan hak waris yang sama kepada janda. Undang-undang menyatakan bahwa pekerjaan perempuan di luar rumah  tidak boleh bertentangan dengan peran mereka dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga dan mendidik generasi muda. Undang-undang menunjuk laki-laki sebagai kepala rumah tangga.

Perceraian dapat dilakukan oleh laki-laki dan perempuan. Banyak perempuan yang bercerai tidak menerima alimentasi [pemberian nafkah], karena tidak ada sistem untuk menegakkan pembayaran tersebut. Undang-undang mengharuskan perempuan yang diceraikan untuk menunggu 40 hari sebelum menikah kembali; seorang laki-laki dapat segera menikah kembali.

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan [Komnas Perempuan] memandang banyak undang-undang dan kebijakan daerah  bersifat diskriminatif. Hal ini termasuk “undang-undang moralitas” dan peraturan antiprostitusi, seperti yang ada di Bantul dan Tangerang, yang telah digunakan untuk menahan perempuan yang berjalan kaki sendirian di malam hari. Lebih dari 70 peraturandaerah   mengharuskan perempuan untuk berpakaian secara konservatif atau mengenakan jilbab. Kementerian Dalam Negeri RI bertanggung jawab untuk “menyelaraskan” peraturan daerah yang tidak sejalan dengan undang-undang nasional dan dapat merekomendasikan kepada Mahkamah Konstitusi bahwa peraturan daerah dibatalkan. Hingga saat ini, kementerian belum menggunakan wewenang ini.

Perempuan menghadapi diskriminasi di tempat kerja, baik dalam perekrutan maupun dalam mendapatkan kompensasi yang adil [lihat pasal 7.d.].

ANAK-ANAK

Pencatatan Kelahiran: Kewarganegaraan diperoleh melalui orang tua seseorang atau melalui kelahiran di wilayah nasional. Pencatatan kelahiran dapat ditolak jika kewarganegaraan orang tua tidak dapat ditentukan. Tanpa pencatatan kelahiran, keluarga mungkin menghadapi kesulitan dalam mengakses manfaat  asuransi yang disponsori pemerintah dan mendaftarkan anak-anak di sekolah.

Undang-undang melarang biaya untuk dokumen identitas hukum yang dikeluarkan oleh catatan sipil. Namun, LSM melaporkan bahwa di beberapa kabupaten pemerintah daerah tidak memberikan akta kelahiran secara gratis.

Pendidikan: Meskipun konstitusi menetapkan pendidikan gratis, sebagian besar sekolah tidak gratis, dan kemiskinan membuat pendidikan tidak terjangkau bagi banyak anak. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, yang mewakili sekolah-sekolah umum negeri dan swasta, dan Kementerian Agama RI untuk sekolah-sekolah Islam dan madrasah, menjalankan sistem yang memberikan dana hibah kepada siswa dari keluarga miskin untuk kebutuhan pendidikan mereka.

Menurut Badan Pusat Statistik [BPS], pada tahun 2017 sekitar dua juta anak yang berusia tujuh hingga 15 tahun tidak mendapatkan pendidikan  dasar atau menengah, dan tingkat pendaftaran di beberapa kabupaten rendah,  hingga 33 persen.

Pelecehan Anak: Undang-undang melarang pelecehan anak, tetapi LSM mengkritik lambatnya respons polisi terhadap tuduhan tersebut. Undang-undang membahas eksploitasi ekonomi dan seksual anak-anak serta adopsi, perwalian, dan masalah lainnya. Beberapa pemerintah provinsi tidak menegakkan ketentuan ini. Pada 18 Juli, sebuah pengadilan di Mojokerto, Jawa Timur, menghukum seorang pria dengan kebiri  kimia karena memerkosa sembilan anak. Hukuman semacam itu merupakan yang pertama di negara ini.

Pernikahan Dini dan Paksa: Perbedaan hukum antara seorang perempuan dan seorang gadis masih belum jelas. Pada bulan September, DPR menetapkan  kenaikan   batas minimal usia perempuan menikah  dari 16 menjadi 19 tahun; untuk pria sudah 19 tahun. Pengecualian untuk persyaratan usia minimum diizinkan dengan persetujuan pengadilan. LSM melaporkan bahwa 14 persen anak perempuan di negara ini menikah di bawah usia 18 tahun. Provinsi dengan tingkat pernikahan dini tertinggi adalah Kalimantan Tengah, Jawa Barat, Kalimantan Selatan, Bangka Belitung, dan Sulawesi Tengah. Pendorong utama pernikahan dini adalah kemiskinan, tradisi budaya, norma agama, dan kurangnya pendidikan kesehatan reproduksi seksual.

Eksploitasi Seksual Anak: Undang-undang melarang seks secara konsensual di luar pernikahan dengan anak perempuan di bawah usia 15. Undang-undang tidak membahas tindakan heteroseksual antara perempuan dan laki-laki, tetapi melarang tindakan seksual sesama jenis antara orang dewasa dan anak di bawah umur.

Undang-undang melarang eksploitasi seksual anak-anak secara komersial dan penggunaan anak-anak dalam kegiatan terlarang. Undang-undang juga melarang pornografi anak dan menetapkan hukuman maksimal 12 tahun penajara serta denda enam miliar rupiah [429.000 dolar] bagi yang memproduksi atau memperdagangkan pornografi anak. Pada bulan Juni, seorang pria di Jawa Barat dipidana karena memiliki pornografi anak yang melibatkan 10 anak perempuan di bawah usia 15 tahun dan dijatuhi hukuman 15 tahun penjara.

Menurut data tahun 2016 dari Kementerian Sosial RI, terdapat  56.000 pekerja seks di bawah umur di negara ini; UNICEF memperkirakan bahwa secara nasional 40.000 hingga 70.000 anak adalah korban eksploitasi seksual dan 30 persen pekerja seks perempuan adalah anak-anak.

Anak-Anak Terlantar: Kementerian Sosial RI pada tahun 2017 melaporkan ada sekitar empat juta anak terlantar di seluruh negeri, termasuk sekitar 16.000 anak jalanan. Pemerintah terus mendanai tempat penampungan yang dikelola oleh LSM setempat dan menanggung biaya  pendidikan untuk beberapa anak jalanan.

Penculikan Anak Internasional: Negara ini bukanlah bagian dari  1980 Hague Convention on the Civil Aspects of International Child Abduction. . Lihat Laporan Tahunan  Departemen Luar Negeri AS Tentang Penculikan Anak Oleh Orangtua Internasional di //travel.state.gov/content/travel/en/International-Parental-Child-Abduction/for-providers/legal-reports-and-data/reported-cases.html.

ANTISEMITISME

Populasi Yahudi di negara ini sangat kecil, yang diperkirakan sekitar 200 orang. Pada bulan Maret, Deutsche Welle melaporkan bahwa beberapa kuburan Yahudi di pemakaman umum di Jakarta telah dinodai.

Para pemimpin Yahudi melaporkan bahwa sudah umum bagi publik untuk menyamakan semua orang Yahudi dengan Israel. Pada bulan September, laporan sementara oleh pelapor khusus PBB tentang kebebasan beragama menemukan bahwa “lebih dari 57 persen guru dan dosen serta 53,74 persen mahasiswa di Indonesia setuju dengan pernyataan survei yang menyatakan bahwa ‘Yahudi adalah musuh Islam.’”

PERDAGANGAN ORANG

Lihat Laporan Departemen Luar Negeri AS tentang Perdagangan Orang di //www.state.gov/trafficking-in-persons-report/.

PENYANDANG DISABILITAS

Undang-undang melarang diskriminasi terhadap penyandang disabilitas baik fisik maupun mental dan mewajibkan kemudahan akses bagi penyandang disabilitas   ke fasilitas umum. Undang-undang ini berlaku untuk pendidikan, pekerjaan, layanan kesehatan, dan layanan  pemerintah  lainnya. Namun, hukum tersebut jarang ditegakkan. Ketentuan hukum hak disabilitas komprehensif memberlakukan sanksi pidana bagi pelanggar hak-hak dari penyandang disabilitas.

Menurut KPU, terdapat lebih dari 1.247.000  penyandang disabilitas yang terdaftar untuk memilih pada tahun 2018. Undang-undang memberi orang penyandang disabilitas hak untuk memilih dan mencalonkan diri untuk jabatan.

Menurut data pemerintah, sekitar 30 persen dari 1,6 juta anak-anak penyandang disabilitas memiliki akses ke pendidikan. Lebih dari 90 persen anak-anak tunanetra dilaporkan buta huruf.

Meskipun terdapat larangan pemerintah, dalam beberapa kasus selama bertahun-tahun keluarga, tabib tradisional [dukun], dan staf di institusi terus membelenggu orang penyandang disabilitas psikososial. Karena stigma yang lazim dan layanan dukungan yang tidak memadai, termasuk perawatan kesehatan mental, lebih dari 57.000 orang penyandang disabilitas psikososial telah dipasung atau dikunci dalam ruang terkurung setidaknya sekali dalam hidup mereka. Menurut Direktorat Kesehatan Jiwa, sekitar 12.800 orang dengan kondisi kesehatan jiwa dibelenggu pada Juli 2018.

Selama tahun ini, pemerintah mengambil langkah-langkah untuk menegakkan hak-hak penyandang disabilitas psikososial. Beberapa lembaga, termasuk Komnas HAM, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan [Komnas Perempuan], Komisi Nasional Perlindungan Anak [Komnas PA], Komisi Ombudsman Nasional, dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban [LPSK] RI, menandatangani perjanjian untuk memantau tempat-tempat di mana penyandang disabilitas psikososial dibelenggu atau ditahan.

MINORITAS NASIONAL/RAS/ETNIS

Pemerintah secara resmi menggalakkan toleransi ras dan etnis. Namun di beberapa daerah, mayoritas agama melakukan tindakan diskriminatif terhadap kaum minoritas agama, dan pemerintah daerah tidak memberikan respons efektif.

PENDUDUK ASLI

Pemerintah memandang semua warga negara sebagai “penduduk asli” tetapi mengakui keberadaan beberapa “komunitas terisolasi” dan hak mereka untuk berpartisipasi penuh dalam kehidupan politik dan sosial. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara [AMAN] menyatakan bahwa terdapat antara 50 dan 70 juta masyarakat adat  di negara ini. Komunitas-komunitas ini termasuk   suku- suku Dayak di Kalimantan, keluarga yang hidup sebagai pengembara laut, dan 312 kelompok adat yang diakui secara resmi di Papua. Masyarakat adat, utamanya di Papua dan Papua Barat, mengalami diskriminasi, dan hanya ada sedikit peningkatan sehubungan dengan hak atas tanah tradisional mereka. Pemerintah gagal mencegah perusahaan, yang sering kali berkolusi dengan militer dan polisi setempat, agar tidak melanggar batas tanah penduduk asli. Pejabat pemerintah pusat dan daerah juga diduga menerima suap dari perusahaan pertambangan dan perkebunan dengan imbalan akses tanah yang menjadikan penduduk setempat sebagai korbannya.

Kegiatan penambangan dan penebangan, banyak di antaranya ilegal, menimbulkan masalah sosial, ekonomi, dan hukum yang besar bagi masyarakat adat. Orang Melanesia di Papua menyebut rasisme dan diskriminasi sebagai pendorong kekerasan dan ketidaksetaraan ekonomi di wilayah tersebut.

Pada bulan Februari, Kementerian Dalam Negeri RI mulai menerbitkan E-KTP dengan pilihan agama tambahan, berlabel aliran kepercayaan, setelah putusan Mahkamah Konstitusi tahun 2017 yang menyatakan warga negara harus dapat memilih agama adat sebagai pilihan pada kartu identifikasi mereka.

Sejak tahun 2016, pemerintah memberikan lebih dari 50.000 hektar konsesi hutan kepada sembilan kelompok masyarakat adat setempat. Hibah tanah hutan adat ini merupakan pembagian tanah baru yang khusus diperuntukkan bagi kelompok masyarakat adat. Namun, akses ke tanah leluhur terus menjadi sumber utama ketegangan di seluruh negeri, serta perusahaan besar dan pemerintah terus mengusir orang-orang dari tanah leluhur.

Program pemerintah untuk memindahkan para pendatang  dari pulau-pulau yang penuh sesak, seperti Jawa dan Madura, sangat berkurang dalam beberapa tahun terakhir. Konflik komunal sering terjadi di sepanjang batas  etnis di daerah dengan populasi migran internal yang cukup besar [lihat pasal 6, Kekerasan dan Diskriminasi Masyarakat Lain].

TINDAKAN KEKERASAN, DISKRIMINASI, DAN PELECEHAN LAINNYA BERDASARKAN ORIENTASI SEKSUAL DAN IDENTITAS GENDER

Meskipun tidak ada undang-undang nasional yang menjerat   aktivitas seksual sesama jenis, produksi media yang menggambarkan aktivitas seksual sesama jenis secara konsensual itu suatu kejahatan dan diklasifikasikan sebagai hal menyimpang. Hukuman termasuk denda sebesar Rp250 juta hingga tujuh miliar [$17.900 hingga $500.000] dan hukuman penjara dari enam bulan hingga 15 tahun, dengan hukuman yang dapat ditingkatkan sepertiga untuk kejahatan yang melibatkan anak di bawah umur. Pada bulan Februari, Kementerian Komunikasi dan Teknologi Informasi RI memerintahkan Instagram untuk menutup akun yang menerbitkan komik yang menggambarkan perjuangan kaum gay Muslim di negara ini, yang menyebutnya sebagai pornografi dan mengeklaimnya melanggar informasi serta undang-undang transaksi elektronik.

Hukum syariah Aceh menetapkan kegiatan seksual sesama jenis secara konsensual sebagai  ilegal dan dapat dihukum maksimum 100 cambukan, denda sekitar Rp551 juta [$39.400], atau hukuman penjara 100 bulan. Menurut kepala Dinas Syariah Aceh, setidaknya empat saksi harus melihat orang-orang yang terlibat dalam kegiatan seksual sesama jenis secara suka sama suka untuk dapat dikenai tuntutan.

Undang-undang antidiskriminasi tidak berlaku untuk orang-orang LGBTI, dan diskriminasi terhadap orang-orang LGBTI berlanjut. Keluarga sering membawa LGBTI di bawah umur untuk terapi, mengurung mereka di rumah mereka, atau mendesak mereka untuk menikah.

Menjelang pemilu bulan April, LSM melaporkan peningkatan dalam peraturan perundang-undangan diskriminatif yang menargetkan orang-orang LGBTI, yang mereka yakini diterbitkan untuk memenuhi seruan   pemilih Islam konservatif. Sebagai contoh, pada November 2018 pembuat undang-undang di kota Pariaman di Sumatra Barat menyetujui pasal-pasal baru dalam peraturan kota tentang ketertiban umum yang menjerat  “tindakan tidak bermoral” oleh orang-orang LGBTI.

Menurut laporan media dan LSM, pihak berwenang setempat melecehkan  indicidu-individu transgender, termasuk dengan memaksa mereka untuk menyesuaikan diri dengan perilaku budaya yang terkait dengan jenis kelamin biologis mereka, dan memaksa mereka untuk membayar suap setelah penahanan. Dalam beberapa kasus, pemerintah gagal melindungi orang-orang LGBTI dari pelecehan sosial. Korupsi, bias, dan kekerasan polisi menyebabkan orang-orang LGBTI menghindari interaksi dengan polisi. Pejabat yang berwenang sering mengabaikan pengaduan resmi oleh korban dan orang yang terkena dampak. Dalam kasus pidana dengan korban LGBTI, polisi menyelidiki kasus-kasus tersebut dengan cukup baik, selama tersangka tidak berafiliasi dengan polisi.

Otoritas agama secara terbuka mencambuk pasangan gay di luar masjid di Banda Aceh pada Juli 2018 karena terlibat dalam aktivitas seksual sesama jenis [lihat pasal 1.c. untuk informasi selengkapnya tentang syariat di Aceh].

Pada 31 Agustus, penduduk Padang menggerebek rumah pasangan LGBTI. Salah satunya adalah dosen tamu di Universitas Muhammadiyah Sumatra Barat, dipecat dari pekerjaannya pada 3 September dan diminta untuk kembali ke Jakarta. Hingga bulan Oktober, kasus ini masih dalam penyelidikan polisi.

Orang-orang transgender menghadapi diskriminasi dalam hal pekerjaan, layanan publik, dan perawatan kesehatan. LSM mendokumentasikan contoh-contoh pejabat pemerintah yang tidak menerbitkan kartu identitas kepada orang-orang transgender. Undang-undang hanya mengizinkan orang-orang transgender secara resmi untuk mengubah jenis kelamin  mereka setelah selesainya operasi penggantian kelamin. Beberapa pengamat mengklaim proses tersebut rumit dan merendahkan karena memerlukan perintah pengadilan yang menyatakan bahwa operasi sudah selesai dan hanya diperbolehkan dalam keadaan khusus tertentu yang tidak diterangkan.

LSM LGBTI beroperasi secara terbuka, tetapi sering mengadakan acara publik   secara sembunyi-sembunyi karena lisensi atau izin yang diperlukan untuk mengadakan acara terdaftar sulit diperoleh.

STIGMA SOSIAL HIV DAN AIDS

Stigmatisasi dan diskriminasi terhadap ODHA telah mengakar kuat , walaupun ada upaya pemerintah untuk menggalakkan toleransi. Posisi pemerintah terhadap toleransi dipatuhi secara tidak konsisten di semua tingkatan masyarakat. Misalnya, upaya pencegahan kerap diredam karena ketakutan terhadap kaum orang konservatif keagamaan  . Biaya diagnosa,   medis, atau biaya dan pengeluaran lainnya yang menjadikan biaya obat antiretroviral di luar jangkauan banyak orang menambah hambatan masyarakat untuk mengakses obat-obatan ini. Orang dengan HIV/AIDS kabarnya terus menghadapi diskriminasi pekerjaan. Kerja sama yang lebih dekat antara Kementerian Kesehatan RI dan organisasi masyarakat sipil meningkatkan jangkauan kampanye kesadaran tersebut.

Menurut laporan Human Rights Watch bulan Juni 2018, penggerebekan polisi yang banyak  dipublikasikan menargetkan pria gay dan retorika anti-LGBTI oleh pejabat dan tokoh berpengaruh lainnya sejak tahun 2016 telah menyebabkan hambatan signifikan terhadap program kesadaran dan pengujian HIV.

Pada bulan Januari, Front Pembela Islam [FPI], yang diduga bergabung dengan tentara dan penduduk, menggerebek kantor organisasi pencegahan HIV dengan dugaan bahwa kelompok tersebut telah melakukan “kegiatan LGBT” di Pekanbaru, ibu kota Riau.

Laporan berlanjut tentang diskriminasi terhadap anak-anak dengan HIV. Pada bulan Februari, pihak berwenang memindahkan 14 siswa yang positif HIV di sekolah dasar umum Surakarta ke sekolah khusus setelah adanya protes dari orang tua siswa lain.

KEKERASAN ATAU DISKRIMINASI SOSIAL LAINNYA

Kelompok agama minoritas merupakan korban diskriminasi sosial yang terkadang disertai dengan  kekerasan. Kelompok yang terkena dampak termasuk  Ahmadiyah, Syiah, dan Muslim non-Sunni lainnya. Di daerah-daerah di mana mereka merupakan minoritas, Muslim Sunni dan Kristen juga menjadi korban diskriminasi sosial.

Ketegangan etnis dan agama kadang berkontribusi pada kekerasan setempat, dan ketegangan antara penduduk lokal dan pekerja migran kadang berujung pada  kekerasan, termasuk di Papua dan Papua Barat.

Pasal 7. Hak Pekerja

A. KEBEBASAN BERSERIKAT DAN HAK BERUNDING BERSAMA

Undang-undang, dengan pembatasan, mengatur hak-hak pekerja untuk bergabung dalam serikat pekerja independen, melakukan mogok kerja yang sah, dan berunding bersama. Undang-undang melarang diskriminasi anti-serikat pekerja.

Pekerja di sektor swasta, dalam undang-undang, memiliki hak yang luas untuk berserikat serta membentuk dan bergabung dengan serikat pekerja pilihan mereka tanpa otorisasi sebelumnya atau persyaratan yang berlebihan. Undang-undang menetapkan batasan pengorganisasian di antara pekerja sektor publik. Pegawai negeri sipil hanya dapat membentuk asosiasi karyawan dengan batasan pada hak-hak tertentu, seperti hak mogok kerja. Karyawan perusahaan milik negara [BUMN] dapat membentuk serikat pekerja, tetapi karena pemerintah memperlakukan sebagian besar BUMN di bawah kepentingan nasional utama, hak mereka untuk mogok kerja terbatas.

Undang-undang mengatur  bahwa 10 pekerja atau lebih memiliki hak untuk membentuk serikat pekerja, dengan keanggotaan terbuka bagi semua pekerja, terlepas dari afiliasi politik, agama, etnis, atau gender. Alih-alih menyetujui, Kementerian Ketenagakerjaan RI mencatat pembentukan serikat pekerja, federasi, atau konfederasi dan memberikan nomor registrasi.

Undang-undang memungkinkan pemerintah untuk mengajukan petisi kepada pengadilan guna membubarkan serikat pekerja jika bertentangan dengan konstitusi atau ideologi nasional Pancasila, yang mencakup prinsip-prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa   , keadilan, persatuan, demokrasi, dan keadilan sosial. Pihak berwenang dapat memaksa serikat pekerja untuk membubarkan diri jika para pemimpin atau anggotanya, atas nama serikat pekerja, melakukan kejahatan terhadap keamanan negara dan dapat dijatuhi hukuman minimal  lima tahun penjara. Setelah serikat pekerja dibubarkan, para pemimpin dan anggotanya tidak boleh membentuk serikat pekerja lain selama sedikitnya tiga tahun. Organisasi Buruh  Internasional [ILO] mencatat kekhawatirannya bahwa membubarkan serikat pekerja dapat menjadi tidak proporsional dengan keseriusan pelanggaran.

Undang-undang memungkinkan organisasi pekerja yang mendaftar dengan pemerintah untuk membuat Perjanjian Kerja Bersama [PKB] yang mengikat secara hukum dengan pengusaha dan untuk menjalankan fungsi serikat pekerja lainnya. Undang-undang mencakup beberapa pembatasan perundingan bersama, termasuk persyaratan bahwa serikat pekerja atau serikat-serikat pekerja mewakili lebih dari 50 persen tenaga kerja perusahaan untuk menegosiasikan PKB. Pekerja dan pengusaha memiliki 30 hari untuk menyimpulkan PKB sebelum negosiasi beralih ke arbitrase yang mengikat. PKB memiliki jangka waktu dua tahun yang dapat diperpanjang oleh para pihak selama satu tahun. Serikat pekerja mencatat bahwa undang-undang memungkinkan pengusaha untuk menunda negosiasi PKB dengan beberapa akibat hukum.

Hak untuk mogok kerja secara hukum dibatasi. Menurut hukum, pekerja harus memberikan pemberitahuan tertulis kepada pihak berwenang dan kepada pemberi kerja tujuh hari sebelumnya agar aksi  mogok kerja dinyatakan sah. Pemberitahuan harus mencantumkan waktu mulai dan berakhirnya mogok kerja, tempat aksi, dan alasan mogok kerja, serta harus menyertakan tanda tangan ketua dan sekretaris serikat pekerja yang melakukan mogok kerja. Sebelum mogok kerja, pekerja harus melakukan mediasi dengan pengusaha dan kemudian berlanjut ke mediator pemerintah atau mengambil risiko mogok kerja yang dinyatakan ilegal. Dalam hal mogok kerja yang tidak sah, pengusaha dapat mengajukan dua permintaan tertulis dalam jangka waktu tujuh hari agar pekerja dapat kembali. Pekerja yang tidak kembali bekerja setelah permintaan ini dianggap telah mengundurkan diri.

Semua mogok kerja di “perusahaan yang melayani kepentingan masyarakat umum atau perusahaan yang kegiatannya akan membahayakan keselamatan hidup manusia jika dihentikan” dianggap ilegal. Peraturan tidak memperinci jenis-jenis perusahaan yang terpengaruh, yang membiarkan penentuan ini kepada kebijaksanaan pemerintah. Keputusan presiden dan menteri memungkinkan perusahaan atau kawasan industri untuk meminta bantuan dari polisi dan militer jika terjadi gangguan atau ancaman terhadap “objek vital nasional” di wilayah hukum mereka. ILO telah mengamati bahwa definisi “objek vital nasional” berkembang dan akibatnya memaksakan pembatasan yang terlalu luas pada kegiatan serikat pekerja yang sah, termasuk di zona pemrosesan ekspor. Peraturan juga mengklasifikasikan mogok kerja sebagai ilegal jika “bukan merupakan hasil dari negosiasi yang gagal.” Serikat pekerja mendugabahwa peningkatan jumlah “objek vital nasional” oleh  pemerintah baru-baru ini  dilakukan guna membenarkan penggunaan pasukan keamanan untuk membatasi aktivitas mogok kerja.

Pemerintah tidak selalu secara efektif menegakkan ketentuan hukum yang melindungi kebebasan berserikat atau mencegah diskriminasi anti-serikat pekerja. Kasus-kasus diskriminasi anti-serikat pekerja bergerak sangat lambat melalui sistem pengadilan. Penyuapan dan korupsi peradilan dalam perselisihan pekerja terus berlanjut, dan serikat pekerja menyatakan bahwa pengadilan jarang memutuskan kasus yang menguntungkan pekerja, bahkan dalam kasus-kasus di mana Kementerian Ketenagakerjaan RI berada di pihak pekerja. Meskipun pekerja yang diberhentikan kadang menerima uang pesangon atau kompensasi lainnya, mereka jarang dipekerjakan kembali. Pihak berwenang menggunakan beberapa ketentuan hukum untuk menuntut serikat pekerja karena melakukan mogok kerja, seperti kejahatan “menghasut tindakan yang dapat dihukum” atau melakukan “tindakan tidak menyenangkan,” yang berpeluang menjerat aksi-aksi ini dalam rentang yang luas. .

Hukuman untuk pelanggaran pidana atas undang-undang yang melindungi kebebasan berserikat dan hak untuk masuk ke dalam perjanjian kerja bersama mencakup hukuman penjara dan denda, dan hukuman tersebut umumnya cukup untuk mencegah pelanggaran. Kantor dinas ketenagakerjaan daerah  bertanggung jawab atas penegakan hukum, yang sulit khususnya di zona promosi-ekspor. Penegakan PKB bervariasi berdasarkan kapasitas dan kepentingan masing-masing pemerintah daerah.

Beberapa praktik umum merusak kebebasan berserikat. Intimidasi anti-serikat paling sering berupa pemutusan hubungan kerja, pemindahan, atau dakwaan kriminal yang tidak dapat dibenarkan. Perusahaan sering menuntut pemimpin serikat pekerja atas kerugian yang diderita dalam mogok kerja. Serikat pekerja juga menuduh bahwa pengusaha umumnya menugaskan kembali para pemimpin buruh yang dianggap bermasalah. Aktivis buruh mengklaim bahwa perusahaan mengatur pembentukan banyak serikat pekerja, termasuk serikat pekerja [yang dikendalikan pengusaha] “kuning”, untuk melemahkan serikat pekerja yang sah. Beberapa pembri kerja   mengancam karyawan yang menghubungi pengurus serikat pekerja.

Banyak mogok kerja yang tidak disetujui atau mogok kerja “wildcat” [tidak teratur] yang timbul  setelah kegagalan untuk menyelesaikan keluhan yang telah ada sejak lama  atau ketika seorang pengusaha menolak untuk mengakui serikat pekerja. Serikat pekerja melaporkan bahwa pengusaha juga menggunakan proses birokrasi yang diperlukan mogok kerja yang sah guna menghalangi hak serikat pekerja untuk melakukan mogok kerja. Serikat pekerja mencatat bahwa keterlambatan pengusaha dalam menegosiasikan PKB berkontribusi pada aktivitas mogok kerja dan langkah-langkah hukum  ditempuh melawan anggota serikat pekerja jika terjadi negosiasi PKB yang gagal. ILO mengutip kurangnya budaya perundingan bersama yang kuat sebagai faktor penyebab banyak perselisihan ketenagakerjaan.

Meningkatnya penggunaan tenaga kerja kontrak secara langsung memengaruhi hak serikat pekerja untuk berorganisasi dan berunding bersama. Berdasarkan undang-undang, pekerja kontrak hanya akan digunakan untuk pekerjaan yang “bersifat sementara;” perusahaan  dapat mengalihdayakan pekerjaan hanya jika pekerjaan tersebut merupakan kegiatan tambahan dari perusahaan tersebut. Peraturan pemerintah membatasi kemampuan pemberi kerja  untuk melakukan alih daya pekerjaan ke lima kategori pekerja [layanan kebersihan, keamanan, transportasi, katering, dan pekerjaan yang terkait dengan industri pertambangan]. Namun, banyak pengusaha melanggar ketentuan ini, terkadang dengan bantuan kantor dinas  ketenagakerjaan setempat. Misalnya, serikat pekerja melaporkan bahwa pemilik hotel sering berupaya memanfaatkan pengecualian layanan kebersihan untuk membenarkan pemutusan hubungan kerja dengan staf hotel yang bekerja di tata graha dan mengalihdayakan layanan tersebut.

B. LARANGAN KERJA PAKSA ATAU KERJA WAJIB

Undang-undang melarang semua bentuk kerja paksa atau kerja wajib, menetapkan hukuman penjara dan denda, yang tidak cukup untuk mencegah pelanggaran. Pemerintah tidak secara efektif menegakkan hukum.

Secara hukum, Badan Penyelenggara  Jaminan Sosial  [BPJS] mendaftarkan pekerja migran dan keluarga mereka dalam program jaminan sosial nasional, memungkinkan pihak berwenang untuk menuntut para tersangka yang terlibat dalam perekrutan dan penempatan pekerja secara ilegal, dan membatasi peran agen perekrutan dan penempatan kerja swasta dengan mencabut wewenang mereka untuk mendapatkan dokumen perjalanan bagi pekerja migran. Instansi pemerintah dapat menangguhkan izin  agenperekrutan karena praktik perekrutan dan penandatanganan kontrak yang bersifat memaksa atau menipu, mengirim pekerja migran ke negara tujuan yang tidak sah, memalsukan dokumen, perekrutan di bawah umur, pungutan liar [seperti meminta gaji pekerja selama beberapa bulan], dan pelanggaran lainnya.

Pemerintah melanjutkan moratorium pengiriman pekerja rumah tangga ke negara-negara tertentu di mana warganya menjadi sasaran kerja paksa. Beberapa pengamat mencatat bahwa moratorium ini mengakibatkan peningkatan jumlah pekerja yang mencari layanan dari calo ilegal dan agen penempatan kerja untuk memfasilitasi perjalanan mereka, yang meningkatkan kerentanan mereka terhadap perdagangan manusia.

Terdapat laporan yang dapat dipercaya bahwa kerja paksa terjadi, termasuk kerja paksa dan kerja wajib oleh anak-anak [lihat pasal 7.c.]. Kerja paksa terjadi di sektor pembantu rumah tangga,  dan di sektor pertambangan, manufaktur, perikanan, pengolahan ikan, konstruksi, dan pertanian perkebunan.

Pekerja migran sering menumpuk utang yang besar dari agen perekrutan tenaga kerja lokal maupun  luar negeri,  menjadikan mereka rentan terhadap jeratan utang. Beberapa perusahaan memanfaatkan  jeratan utang, menahan dokumen, dan ancaman kekerasan untuk menjaga para migran tetap dalam kerja paksa.

Lihat juga   Laporan Departemen Luar Negeri AS tentang Perdagangan Orang  di //www.state.gov/trafficking-in-persons-report/.

C. LARANGAN PEKERJA ANAK DAN USIA MINIMUM UNTUK BEKERJA

Undang-undang dan peraturan melarang pekerja anak dan mencakup semua anak berusia antara lima sampai  12 tahun, tanpa memandang durasi kerja; anak-anak berusia 13 hingga 14 tahun yang bekerja melakukan pekerjaan lebih dari 15 jam per minggu; dan anak-anak berusia 15 hingga 17 tahun yang bekerja melakukan pekerjaan lebih dari 40 jam per minggu. Undang-undang melarang bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak, seperti yang didefinisikan oleh ILO. ILO melaporkan bahwa program “Mengurangi Pekerja Anak sebagai bagian dari Keluarga Harapan” telah menghapus 105.956 anak dari tenaga kerja di bawah umur dari tahun 2008 hingga 2018. Namun, undang-undang tidak mencakup ekonomi informal di mana sebagian besar pekerja anak terjadi. Perusahaan yang secara hukum mempekerjakan anak-anak untuk tujuan pertunjukan artistik dan kegiatan serupa diharuskan menyimpan catatan pekerjaan mereka. Perusahaan yang secara resmi mempekerjakan anak-anak untuk tujuan lain tidak diharuskan untuk menyimpan catatan tersebut.

Hukuman karena melanggar ketentuan usia minimum tidak cukup untuk mencegah pelanggaran.

Pemerintah tidak secara efektif menegakkan hukum yang melarang bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak. Pemerintah tidak menegakkan semua undang-undang yang melarang bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak, karena tidak secara efektif menyelidiki, menuntut, atau memberikan sanksi kepada orang yang melibatkan anak-anak dalam produksi, penjualan, atau perdagangan obat-obatan terlarang.

Pekerja anak umumnya terjadi di jasa pembantu rumah tangga, pertanian pedesaan, industri ringan, manufaktur, dan perikanan. Bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak terjadi dalam eksploitasi seks komersial, termasuk produksi pornografi anak [lihat juga pasal 6, Anak-Anak]; kegiatan terlarang , termasuk mengemis paksa dan produksi, penjualan, dan perdagangan narkoba; serta dalam industri perikanan dan pekerjaan rumah tangga.

Menurut laporan Badan Pusat Statistik [BPS] tahun 2018, sekitar 7 persen anak-anak yang berusia 10 hingga 17 tahun terpaksa bekerja karena kemiskinan.

Lihat juga Hasil Temuan  Departemen Tenaga Kerja AS perihal Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak  di //www.dol.gov/agencies/ilab/resources/reports/child-labor/findings dan Temuan Departemen Tenaga Kerja AS perihal Barang-Barang dihasilkan oleh pekerja anak and pekerja paksa  di //www.dol.gov/agencies/ilab/reports/child-labor/list-of-goods.

D. DISKRIMINASI TERKAIT KETENAGAKERJAAN DAN PEKERJAAN 

Undang-undang melarang diskriminasi dalam pekerjaan dan ketenagakerjaan , tetapi tidak ada undang-undang yang melarang diskriminasi berdasarkan orientasi seksual atau identitas gender, asal usul kebangsaan atau kewarganegaraan, usia, bahasa, status positif HIV, atau menyandang penyakit menular lainnya. Seorang perwira polisi Jawa Tengah dipecat pada Desember 2018 karena orientasi seksualnya. Pengadilan Tata Usaha Negara provinsi di Semarang  menolak gugatan untuk pemecatannya tersebut.

Menurut LSM, perlindungan antidiskriminasi tidak selalu dipatuhi oleh pengusaha atau pemerintah. Kementerian Ketenagakerjaan , Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Dalam Negeri , dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional [Bappenas] bekerja secara bermitra untuk mengurangi ketidaksetaraan gender, termasuk mendukung gugus tugas kesempatan kerja yang setara bagi karyawan di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota. Hukuman yang ditetapkan berdasarkan hukum tidak memberikan  efek jera yang kuat. Hukuman berkisar dari peringatan tertulis hingga pencabutan izin komersial dan bisnis.

Perempuan, pekerja migran, dan orang penyandang disabilitas umumnya menghadapi diskriminasi dalam pekerjaan dan sering kali hanya dipekerjakan untuk pekerjaan berstatus lebih rendah. Buruh migran sering menjadi sasaran pemerasan polisi dan diskriminasi sosial. Orang-orang transgender menghadapi diskriminasi dalam pekerjaan, sebagaimana halnya orang dengan HIV/AIDS.

Beberapa aktivis mengatakan bahwa di bidang manufaktur, pengusaha memberikan perempuan pekerjaan tingkat  rendah dengan     upah yang lebih rendah.  . Pekerjaan yang secara tradisional dikaitkan dengan perempuan terus secara signifikan diremehkan dan tidak diatur. Undang-undang tidak mengatur pembantu rumah tangga terkait upah minimum, asuransi kesehatan, kebebasan berserikat, jam  kerja delapan jam per hari,  libur  mingguan, waktu liburan, atau lingkungan  kerja yang aman. LSM melaporkan perlakuan kasar dan perilaku diskriminatif terus terjadi.

Beberapa anggota baru polisi dan militer perempuan menjadi sasaran pengujian keperawanan yang invasif sebagai syarat diterima kerja, termasuk alat pindai pelvis    digital yang oleh banyak aktivis diklaim menyakitkan, merendahkan, diskriminatif, dan tidak akurat secara medis.

E. KONDISI KERJA YANG MEMADAI

Upah minimum bervariasi di seluruh negeri, karena gubernur provinsi memiliki wewenang untuk menetapkan batas  upah minimum dan bupati atau wali kota memiliki wewenang untuk menetapkan upah  yang lebih tinggi. Upah minimum berada di atas garis kemiskinan resmi.

Peraturan pemerintah mengizinkan pengusaha di sektor tertentu, termasuk usaha kecil dan menengah serta industri padat karya seperti tekstil, sebuah pengecualian   dari  syarat  upah minimum.

Tarif  lembur untuk bekerja lebih dari 40 jam kerja per minggu adalah 1,5 kali dariupah normal per jam untuk jam pertama dan dua kali lipat dari tarif per jam untuk lembur tambahan, dengan maksimum tiga jam lembur per hari dan maksimum 14 jam per minggu.

Undang-undang mengharuskan pengusaha untuk menyediakan tempat kerja yang aman dan sehat serta memperlakukan pekerja dengan bermartabat. Pekerja dapat menarik diri dari situasi yang membahayakan kesehatan atau keselamatan tanpa membahayakan pekerjaan mereka.

Pejabat lokal dari Kementerian Ketenagakerjaan bertanggung jawab untuk menegakkan peraturan tentang upah minimum dan jam kerja serta standar kesehatan dan keselamatan. Hukuman untuk pelanggaran mencakup sanksi pidana, denda, dan penjara [untuk pelanggaran hukum upah minimum], yang umumnya cukup untuk mencegah pelanggaran. Upaya penegakan oleh pemerintah tetap tidak memadai, khususnya di perusahaan-perusahaan kecil, dan pengawasan standar ketenagakerjaan terus lemah. Pejabat di tingkat provinsi dan daerah sering kali tidak memiliki keahlian teknis yang diperlukan untuk menegakkan hukum perburuhan secara efektif. Jumlah pengawas tidak memadai untuk menegakkan kepatuhan di negara berpenduduk 250 juta jiwa, walaupun pemerintah sudah secara substansial meningkatkan dana pengawasan ketenagakerjaan menjadi Rp143 miliar [$10,2 juta] dengan dana khusus untuk menegakkan peraturan pekerja anak. ILO mencatat bahwa kompensasi yang rendah untuk inspektur merupakan penghalang bagi penciptaan inspektorat yang profesional.

Pihak berwenang memberlakukan peraturan ketenagakerjaan, termasuk peraturan upah minimum, hanya untuk sekitar 42 persen pekerja di sektor formal. Pekerja di sektor informal, diperkirakan berjumlah sekitar 74 juta pada Februari 2018, tidak menerima perlindungan atau tunjangan yang sama dengan pekerja di sektor formal, sebagian karena mereka tidak memiliki kontrak kerja legal yang dapat diperiksa oleh pengawas ketenagakerjaan.

Pekerja pertanian perkebunan sering bekerja berjam-jam tanpa tunjangan asuransi kesehatan yang diamanatkan pemerintah. Mereka tidak memiliki peralatan keselamatan yang memadai dan pelatihan tentang keamanan pestisida. Sebagian besar operator perkebunan membayar pekerja berdasarkan volume hasil yang dipanen, yang mengakibatkan beberapa pekerja menerima kurang dari upah minimum dan jam kerja yang diperpanjang untuk memenuhi target volume.

Serikat pekerja terus mendesak pemerintah, terutama Kementerian Ketenagakerjaan , untuk berbuat lebih banyak guna mengatasi catatan keselamatan pekerja yang buruk di negara ini dan lemahnya penegakan peraturan kesehatan dan keselamatan, utamanya di sektor konstruksi. Namun, tidak ada estimasi nasional yang dapat diandalkan untuk kematian atau cedera di tempat kerja. Pada 21 Juni, sekitar 25 pekerja perempuan [dan lima dari anak-anak mereka] tewas dalam kebakaran di sebuah pabrik korek api di Kecamatan Binjai, Kabupaten Langkat, di Sumatra Utara. Para korban terjebak di pabrik yang terkunci. Pemilik dan manajer pabrik menghadapi hukuman penjara hingga lima tahun karena gagal memenuhi persyaratan keselamatan di tempat kerja.

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề