ALI TEGUH ESHA
TOPAN
ANAK
JALANAN
1
2
TEGUH ESHA
ALI T
OP
AN
TOP
OPAN
anak
JAL
ANAN
JALANAN
PENERBIT
PT VISI GAGAS KOMUNIKA
JAKARTA, 2000
3
ALI TOPAN
ANAK JALANAN
Novel karya
TEGUH ESHA
Revisi dari novel yang diterbitkan oleh Cypress
pada tahun 1977, berjudul:
ALI TOPAN ANAK JALANAN:
KESANDUNG CINTA
Desain Sampul:
MERDEKA ADRAI
Ilustrasi:
JAN MINTARAGA
Diterbitkan oleh:
PT. VISI GAGAS KOMUNIKA [VISION 03]
Jalan Jati Agung No. 3 Jati Padang
Pasar Minggu, Jakarta 12540
Telp. [021] 78831022 Fax. [021] 7815236
Desain Grafis:
SYAIFUL AZRAM
Cetakan Pertama
September 2000
Percetakan:
SMK GRAFIKA MARDI YUANA
BOGOR
4
Untuk anak-anak muda Indonesia
yang tak mendapatkan cinta,
kasih dan sayang
serta teladan kebaikan
dari orangtua
dan guru-guru mereka.
Teguh Esha
5
Sanksi Pelanggaran Pasal 44
UU No. 7 Tahun 1987 Tentang
Perubahan atas Undang-Undang No. 6 Tahun 1982
TentangHak Cipta:
1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau
memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana
denganpidana penjara paling lama 7 [tujuh] tahun dan/atau didenda
paling banyak Rp 100.000.000 [Seratus Juta Rupiah]
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, atau
menjual kepada umum, suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran
Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 [satu], dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 [lima] tahun dan/atau denda paling banyak
Rp 50.000.000 [Lima Puluh Juta Rupiah].
Hak Cipta
© TEGUH ESHA
6
SATU
P
agi hari, Senin pertama bulan Juli 1977.
Langit biru muda memayungi Kebayoran Baru,
Jakarta Selatan. Matahari mencorong diTimur. Ali
Topan, Bobby, Dudung dan Gevaert menaiki motor
masing-masing, ngebut di jalanan seputar Blok M,
Blok M adalah suatu blok perumahan dan pertokoan
seluas kurang-lebih tiga kilometer persegi. Sebelah utaranya dibatasi lapangan Mar kas Besar Angkatan
Kepolisian atau Mabak, sebelah timur dibatasi Jalan
Iskandarsyah Raya, sebelah selatan dibatasi Jalan
Melawai Raya, dan sebelah baratnya dibatasi Jalan Si
Singamangaraja. K; ebayoran Baru terdiri dari beberapa
blok, dari A sampai S. Penduduknya umumnya pekerja
dan pedagang kelas menengah dari luar Jakarta, yang
berjumlah sekitar 400.000 orang.
Empat sekawan itu adalah murid-murid kelas III Pal Pengatahuan Alam - satu SMA Bulungan I Bulungan
yang terletak di ujung timur Jalan Mahakam, Blok C
Kebayoran Baru, yang berbatasan dengan Jalan Si
Singamangaraja. Mereka tertawa gembira, berdansa di
jalanan, itu istilah untuk sport jantung menyelip-nyelipkan motor di sela-sela kendaraan yang melalu-lintas.Wajah-wajah tampan yang cerah, rambut-rambut yang
gondrong melambai kena angin, dan bercanda sepanjang
jalan merupakan merupakan manifestasi sikap bebas
aktif anak-anak muda itu. Oleh kaum tua yang sedikit
pikun, mereka dinamakan berandalan atau krosboi, tapi
mereka tak peduli.
7
Mereka ada di jalan Panglima Polim Raya. Lampu
perempatan Jalan Pangporay Panglima Polim Raya
dan Jalan Melawai Raya menyala kuning. Kemudian
merah. Kendaraan umum berhenti. Tapi Ali Topan dan
kawan-kawannya langsung saja tancap gas membelok
ke arah kiri, memotong kendaraan yang bergerak dari
arah Blok M, langsung melaju ke Jalan Bulungan.
He, bajingan! seorang pengendara Toyota Corolla
tahun 1973 warna kuning memakiAliTopan yang hampir
ditubruknya. Tapi Ali Topan tak menggubris cacian itu.
Demikian pula kawan-kawannya. Mereka terlalu sering
mendengar caci maki orang, jadi sudah kebal.
Ali Topan Cs tetap ngebut, membelok ke kanan di perempatan Jalan BulunganJalan Mahakam, dan terus
menggeblas lewat SMA Bulungan I yang tegak di ujung
Jalan Mahakam. Beberapa teman yang ada di depan
sekolah melambaikan tangan. Ali Topan Cs tak sempat
membalas mereka.
Nama SMA Bulungan I yang terletak di Jalan Mahakam itu berasal dari riwayat dua SMA di Jalan Bulungan
yaitu SMA Bulungan Pagi dan SMA Bulungan Sore
yang dipisah menjadi dua karena dilokasi itu dibangun
Gelanggang Remaja Jakarta Selatan oleh Pemerintah
Daerah Khusus Istimewa Jakarta, atas inisiatif Gubernur
Ali Sadikin yang beken dipanggil Bang Ali. SMA
Bulungan Pagi menjadi SMA Bulungan I di jalan
Mahakam, sedangkan SMA Bulungan Sore menjadi
SMA Bulungan II di Jalan Bulungan.
Gelanggang Bulungannama pop GRJSdiapit oleh
dua SMA bersaudara itu.
Pada hari peresmiannya, seorang murid lelaki yang
patah hati dengn guru perempuan menggambari dinding
sekolah itu dengan lambang hati dan anak panah yang
8
patah dan angka Bulungan pakai cat merah darah. Sejak
saat itu nama sekolah itu beken dengan sebutan SMA
Patah Ati atau SMA Bulungan di kalangan remaja
Kebayoran.
Pada formasi dua-dua mereka mengebut terus, memotong jalan raya, lurus menuju kawasan pertokoan Blok
M. Sopir biskota, helicak, tuan-tuan di mobil mewah
maupun rakyat kelas menengah di atas sadel motor masing-masing memaki kalang kabut, nyaris serempak,
ketika para remaja itu seenak hati memotong jalan
mereka.
Hei! Anjiiiing! seorang muda yang menyetir
Mercedes memaki Ali Topan Cs.
Sama, njiiiing! Ali Topan balas memaki. Ia tampak
paling tampan, paling gagah dan paling brandal di antara
kawanan anak-anak muda bersepeda motor trail itu.
Orang muda di belakang setir Mercedes itu
mengacungkan tinju ke arah punggung Ali Topan Cs.
Muka sopir itu lancip kayak muka tikus. Ali Topan dan
Gevaert kebetulan melihatnya dari kaca spion. Tanpa
kode etik lagi, kedua remaja itu me-rem motor mereka,
dan mengepoti Mercedes itu. Tak sampai kesenggol
moncong Mercedes, Ali Topan dan Gevaert menancap
gas, langsung menggeblas ke depan sambil tertawa keras
sekali.
Kurang ajaaar! sopir Mercedes itu memaki. Wajahnya merah padam. Wanita menor berusia 45 tahun yang
duduk di belakang menekan dadanya. Kaget. Seorang
gadis remaja berwajah lonjong yang duduk di samping
sopir Mercy itu menggigit bibir sedikit. Rambut panjangnya yag hitam lebat diberi pita merah muda, menjadikannya terlihat manis. Ia merasa geli mendengar makian
anjiiing dan kurang ajar yang terlontar dari mulut
9
tukang setir Mercy-nya.
Sudah. Jangan digubris, Boy, si nyonya yang duduk
di belakang berseru. Suaranya rada serak, seperti suara
orang sakit TBC. Ia mengusap tas kulit hitam berukiran
nama: Ny. Surya. Wajahnya yang tirus dipoles bedak dan
gincu kemerahan tampak masam.
Sopir mobil yang dipanggil Boy patuh. Matanya melirik ke arah gadis di sebelahnya. Anak-anak sekarang ini
berandalan semua, gerutunya.
Nyonya Surya yang duduk di belakang bersuara lagi,
Jammu menunjukkan jam berapa, Anna?
Gadis remaja yang manis itu melihat jam tangannya,
lalu menjawab tanpa menoleh ke belakang, Jam tujuh
kurang sedikit, Mama....
Kurang sedikit itu berapa? tanya Nyonya Surya.
Sepasang mataAnna, putri nyonya Surya, melihat sekilas arloji emas di pergelangan tangan kirinya. Jam tujuh
kurang tiga menit dan beberapa detik, mama, katanya.
Toko buku di Blok M buka jam berapa? tanya si
nyonya lagi.
Biasanya sih jam tujuh persis, Mama, jawab Anna.
Kalau tak biasa jam berapa? Boy bertanya, iseng.
Anna tak menjawab. Wajahnya cemberut. Sepasang
matanya yang lebar dan cemerlang seperti pagi menatap
lurus ke jalanan di depan. Samar-samar di kejauhan dilihatnya anak-anak bermotor tadi membelok ke arah Pasar
Melawai, Blok M. Anna mengusap alisnya yang lebat
dan indah.
Ali Topan, Bobby, Dudung dan Gevaert masuk ke halaman Pasar Melawai yang menjadi pusat Blok M. Mereka
berhenti dan mematikan mesin motor tepat di dekat tangga utama pusat pertokoan itu. Lalu naik satu per satu,
menghitung anak-anak tangga. Mereka berdiri
10
seenaknya di tangga itu, memandang terminal biskota
Blok M di seberang jalan.
Para pekerja kantoran yang lewat di halaman beraspal
di dekat tangga menengok ke arah empat remaja berseragam putih-putih itu dengan pandangan sebal. Apalagi
ketika Ali Topan, sosok yang paling jantan dan tampan
yang rambut gondrongnya melambai-lambai tertiup
angin itu, menyeringai ke arah mereka.
Ali Topan memang keren. Tingginya 172 cm, dan agak
kurus. Kulitnya sawo matang tua. Wajahnya lonjong dengan rahang kokoh dan tulang pip yang tak terlampau
menonjol. Hidungnya agak besar dan mancung. Dan,
matanya, oh matanya! Sepasang mata itu lebar, besar,
karakteristik, dengan bagian hitamnya yang
mengesankan kebaikan hati, kecerdasan, kejujuran dan
keberanian. Alis mata tebal seperti golok melengkung
menjadikan profil wajah itu wajah dengan sentuhan Jawa
yang sangat artistik!
Tiga kawannya cukup keren, tapi tak berkarakter dan
tak berkharisma seperti Ali Topan. Dudung yang berdiri
satu level di bawah Ali Topan adalah anak kelahiran Kuningan, Jawa Barat, berwajah tirus dengan kulit berwarna
langsat dan sepasang mata agak sipit. Kepalanya agak
besar dan rambutnya ikal keriting.
Bobby dan Gevaert berdiri berdampingan satu level di
bawah Dudung. Bobby berwajah agak bundar,
rambutnya lurus, namun tak begitu lebat. Pupil matanya
kecil, suka melirik ke kiri dan ke kanan. Sedang Gevaert
berdarah campuran, ayah Padang dan ibu Jerman. Maka
sosoknya sosok indo: badan besar, rambut ikal
kemerahan, tapi matanya hitam dan kulitnya putih
kecoklatan. Hobinya fotografi.
Berdiri terus bisa jadi tontonan gratis kita, kata Ali
11
Topan. Ia duduk di anak tangga diikuti oleh Dudung dan
Gevaert. Bobby tetap berdiri. Ia memang selalu ingin
berusaha menonjol dari Ali Topan, Dudung dan Gevaert
karena merasa dirinya anak paling kaya diantara mereka.
Tetapi selalu gagal, karena urusan kepemimpinan menyangkut kharisma, kewibawaan, dan keunggulan pribadi lainnya. Bukan kekayaan hartabenda.Bobby pun
merasai pengaruh wibawa itu, tiap kali ia coba tentang
dan tiap kali pula gagal.Akhirnya ia ikutan duduk di anak
tangga seperti teman-temannya.
Eh, itu Mercy yang tadi apa bukan, Pan? tanya
Dudung. Tangannya menunjuk ke arah Mercy yang baru
masuk ke pelataran parkir pusat pertokoan Melawai.
Ali Topan memandang ke Mercy itu. Kalau sopirnya
cari gara-gara biar gua embat aja. Emang udah seminggu
tangan gua nggak ngeplak kepala orang, katanya. Ia
duduk. Tangannya sibuk membuang kulit rambutan yang
mengotori tangga itu.
Mercedes diparkir di ujung kanan pusat pertokoan.
Anna dan ibunya turun dari mobil itu, dan mereka langsung berjalan ke arah toko buku yang terletak di bagian
bawah pertokoan, dekat tangga. Anna berjalan berdampingan dengan ibunya. Keduanya tak memperhatikan
situasi sekitar.
AliTopan Cs duduk seenaknya, pura-pura tak memperhatikanAnna dan ibunya.Ali Topan mengambil sebatang
rokok kretek yang diselipkan di kaus kakinya. Bobby,
Dudung dan Gevaert juga melakukan hal serupa, mengambil rokok dari kaus kaki masing-masing. Ali Topan
mencari-cari korek api di saku baju dan celana jeans-nya.
Tapi korek api tidak ada.
Ade korek, njing? ia bertanya pada Bobby
Nggak, nggak ada, njing, kata Bobby. Lalu Bobby
12
menoleh pada Dudung dan Gevaert.
Bujug buset, Ai juga nggak ada korek nih. You bawa
korek api, Vaert? tanya Dudung pada Gevaert. Gevaert
menggelengkan kepalanya dengan gaya keren.
Wah, kalau ada Magician lewat asik deh. Bisa minta
api, kataAliTopan. Dan kebetulan sekali, seorang gelandangan pemungut puntung rokok lewat di dekat mereka
sambil memunguti puntung rokok. Ia menjumput sepuntung rokok yang masih panjang. Diselipkannya puntung
itu di bibirnya, lalu ia nyalakan puntung itu dengan korek
api yang diambilnya dari kantung di balik baju lusuhnya.
Ali Topan bergerak ke arah pemungut puntung. Ditepuknya bahu orang itu.He, Bung Magician, bagi apanya
dong, kata Ali Topan. Pemungut puntung itu menyodorkan rokoknya yang telah menyala. Ali Topan menghidupkan rokoknya.
Thank you, Magician, kata Ali Topan.
Ooh, youre welcome, jawab pemungut puntung
rokok.
Ali Topan terkejut. Ia menatap magician yang kini
tersenyum manis. Ia bahkan memberikan tabik dengan
tangannya kepada Ali Topan. Ia tersenyum dan berlalu.
Ali Topan berjalan ke tempatnya semula. Rokok terselip di bibirnya. Begitu dia hendak duduk kembali, dan
Gevaert menyambar rokok yang terselip di bibir itu dengan maksud minta apinya, mata Ali Topan yang bersinar
tajam menangkap gerakan melenggang Anna dan ibunya
yang berjalan melewati tangga. Langsung Ali Topan
menggamit sobat-sobatnya.
Pssst. Ada manusia cantik liwat, macks! kata Ali
Topan.
Bobby, Dudung dan Gevaert yang sejak tadi sudah
melihat ibu dan anak itutapi masih tetap diam,
13
menunggu komando bossmendadak jadi beringas
dalam pengertian saling lomba bergaya genit untuk
menarik perhatian Anna.
He, macan, manusia cantik! Mau ke mane kite? Pagipagi begini udeh bikin hatiku bergetar? kata Gevaert.
Mau belanja duren sama mamih ya? Boleh dong menengok kemariin sejenak? Aku ingin memandang wajah
lu yang antik. Oooh, Bobby menyusul dengan kata-kata
godaannya.
Bujug buset. Dianya budek, boys! Sayang, cakepcakep budek begitu, bisa rusak pasaran ., Dudung
ikut nimbrung.
Anna dan Ny Surya mendengar kata-kata mereka, tapi
tidak menggubris. Mereka berjalan terus menuju toko
buku. Nah, pada saat itulah Bobby melempar Anna dengan kulit rambutan. Tidak kena! Gevaert latah, melempar juga. Tidak kena! Ali Topan dan Dudung bersamaan
melempar. Lemparan Dudung mengenai Nyonya Surya!
Lemparan Ali Topan mengenai kepala Anna!
Aduh! Anna memekik. Nyonya Surya juga berbalik
dan tangannya bertolak pinggang.
Anak-anak kurang ajar kalian! Nyonya Surya membentak.
Bobby, Dudung dan Gevaert langsung melengos. Ali
Topan tidak melengos. Dengan pandangan matanya yang
khas, ditatapnya Anna dan Nyonya Surya. Anna
cemberut, Ny Surya melotot.
Ali Topan tetap memandang mereka dari ujung kaki
sampai kepala, seolah-olah menaksir, sampai berapa
besar kemarahan ibu dan anak itu. Dan aneh, sungguh
aneh, jantung Anna seakan-akan berhenti berdenyut
ketika matanya beradu pandang dengan mata Ali Topan.
Lantas cemberut di wajahnya hilang tiba-tiba. Dan iapun
14
jadi sedikit grogi terkena pandangan mataAliTopan yang
berubah.
Pada detik-detik pertama, mata itu bersinar tajam dan
beringas, pada detik-detik berikutnya sinar mata Ali
Topan menjadi sayu dan sangat lembut!
Nyonya Surya merasakan keanehan itu. Dengan wajah
semakin marah, diraihnya tangan Anna dan diajaknya
berjalan lagi.
Kamu kenal dia, Anna? tanya Nyonya Surya dengan
dingin.
Belum, Ma , jawab Anna pelahan.
Nyonya Surya melirik sekejap mendengar jawaban
yang dirasakannya tidak wajar itu. Belum, Ma, belum
apa pingin kenalan? Demikian kata hati Nyonya Surya.
Maka diapun mempercepat langkahnya untuk
mengusir perasaan yang menyelip di hatinya. Perasaan
itu semacam perasaan aneh. Dia melihat sesuatu
kelembutan yang tajam di mata anak muda penggoda
tadi. Sinar mata yang sangat magnetis. Dan ia, sebagai
seorang wanita, merasa bahwa anaknya sedikit tergetar
oleh pandangan magnetis itu. Ia tidak mau Anna
bertatapan mata lebih lama lagi dengan anak kurang ajar
itu. Instinknya menyatakan begitu.
Nyonya Surya berjalan cepat, ke arah pintu masuk toko
buku yang sedang dibuka oleh pegawai toko buku itu.
Anna melepaskan tangannya dari cekalan ibunya. Dan,
tanpa disadari, Anna menengok sebentar ke arah
belakang, memandang Ali Topan. Ia terkejut ketika
pandang matanya langsung disambar oleh sinar mata Ali
Topan yang rupa-rupanya mengawasi terus sejak tadi.
Anna cepat melengos lagi. Ia malu!
Dan ia bertambah malu ketika mendengar anak-anak
berandal itu bersuit menggoda. Fuuit! Fuuuuit! Fuuuit!
15
Anna bergegas menyusul ibunya yang sudah masuk
toko buku. Dan ia tak mendengar suitan menggoda ataupun percakapan diantara perusuh-perusuh itu. Anna
tak melihat bahu Topan ditepuk Bobby.
He, Pan! Jangan bengong. Bagi apinya! kata Bobby.
Ali Topan tersadar dari suasana yang terasa agak aneh
baginya. Ah, iya! Kok gua jadi bengong begini? Garagara itu cewek. Manis banget sih! Sayang nyaknya galak
kayak herder, kata Ali Topan. Ia memberikan api pada
Bobby.
Manis sih manis, tapi lu liat dong bodigarnya di mobil
itu! Sangar banget tampangnye, Gevaert berkata. Eh,
baru selesai Gevaert bicara, kuping para sobat itu mendengar bunyi klakson Mercedes.
Tu, ape gue gilang? Dienye keki ngeliat majikannye
kite godain. Kalau die anak ABRI kan kite bise repot?
kata Gevaert lagi.
Lu liat tuh. Dienye keluar dari mobil. Eh, pake tolak
pinggang lagi. Kayak Bonanza, kata Bobby.
Ali Topan melihat ke arah Oom Boy yang sedang memandang mereka dengan geram.AliTopan cuma senyum
saja, bahkan dia melambaikan tangan.
Daag, Oom, teriak Ali Topan.
Oom Boy mengacungkan tinjunya.
Ali Topan Cs tertawa keras sekali sambil memegangi
perutnya, seolah-olah sedang menyaksikan pertunjukan
yang lucu.
Oom Boy makin geram diperlakukan seperti itu. Dia
mengacung-acungkan tinjunya.
He, sopir! Kayak yang punya mobil aje gaya lu! Ke
mari kalau berani, gua beri kepelan lu! Gevaert
berteriak. Dudung langsung mendemonstrasikan
kembangan silat Cimande.
16
Oom Boy makin gemas melihat tingkah anak-anak itu.
Tapi dia tak beranjak dari tempatnya berdiri. Dia cuma
mengepal-ngepalkan tinjunya saja. Perbuatannya itu
semakin membuat geli Ali Topan dan kawan-kawannya.
Gaya sepuluh, nyali nol! teriak Bobby.
Eh, Bob! Ibu Mary liwat tuh! Dienya nengok ke kite!
kata Gevaert.
Mane? Mane? tanya Bobby.
Noh, die. Busyet, kepergok deh kite, kata Dudung.
Siapa sih Ibu Mary itu?
Dia seorang perempuan. Rada cakep. Dan pinter berbahasa Inggris, karena memang guru bahasa Inggris di
SMA Bulungan. Saat itu sebenarnya Ibu guru Mary tidak
melihat ke arah Ali Topan Cs. Dia tipe guru yang sedikit
sok. Mungkin karena pandai berbahasa Inggris, dia sok.
Apalagi dia paling suka membangga-banggakan diri,
sudah pernah studi di Australia. Beberapa murid yang
sebal memberi julukan ibu guru peranakan Kanguru
kepadanya.
Cabut, njing! kata Ali Topan. Ia mendahului temantemannya berlari menuju pasar tingkat atas. Bobby, Dudung dan Gevaert mengikuti boss mereka. Motor
masing-masing ditinggalkan di tempat.
Ali Topan Cs menghilang di ujung tangga.
Ibu Mary lewat. Ia sebetulnya tak melihat anak-anak
itu. Tapi Ali Topan, Bobby, Dudung dan Gevaert merasa
khawatir, sebab Pak Broto Panggabean, Kepala Sekolah
SMA Bulungan telah mengeluarkan peraturan yang keras. Murid-murid SMA Bulungan dilarang keras menjadi
krosboi. Barangsiapa ketahuan menjadi krosboi atau
cenderung atau bisa dianggap bersikap laku seperti krosboi, dijatuhi sanksi yang berat.
Para guru diperintahkan mengawasi murid-murid. Di
17
dalam maupun di luar sekolah. Kalau ada murid yang
nampak begajul sedikit saja, mereka diinstruksikan mencatat dan melaporkan langsung ke Kepala Sekolah
sebagai penanggung jawab apa yang dinamakan
komando operasi pengendalian dan penertiban muridmurid sekolah. Dan banyak sekali guru yang
menyambut gagasan itu. Karena ada semacam peraturan
tak tertulis bahwa semakin banyak guru melaporkan
murid-murid yang dianggap krosboi, semakin banyak
dia mendapatkan pujian dari Pak Broto Panggabean.
Pujian itu sudah cukup memuaskan rupa-rupanya.
Tapi Ali Topan Cs lupa barangkali bahwa ibu Mary,
walaupun sedikit sok, tidak berminat pada acara lapormelapor itu. Maka itu Ali Topan Cs tetap berlari, terbiritbirit, menuruni tangga arah bagian dalam Pasar Melawai
dan masuk ke luar lorong-lorong di dalam pasar. Tas
sekolah bergondal-gandul di bahu masing-masing.
Mereka muncul di emper bioskop Kebayoran. Mereka
berhenti di situ.
Gevaert memeriksa tasnya. Diambilnya sebuah tustel
Canon dari tasnya dan diperiksanya sebentar. Dia selalu
membawa alat foto itu ke manapun ia pergi.
Hai, lagi ngapain di sini? Nggak sekolah kalian?
Mbolos melulu... seorang anak perempuan menegur
mereka. Gevaert membidikkan alat fotonya ke arah gadis
itu.
Gua potret lu, gua masukin Ibu Kota! kata Gevaert.
Gadis teman sekolah itu menutupi wajahnya dengan
tas sekolahnya dan lari cepat-cepat. Tak usyah ya,
emangnya gue artis? kata gadis itu.
Ada artis tampangnya kayak lu sih, bioskop-bioskop
pada sepiiii! Ali Topan berteriak, yuk ah, macks, kita
cabut. Di sini banyak intelnya. Ntar rusak acara kita. Kita
18
ke Ragunan aje, nengokin kawan-kawan lama, tambahnya.
Oke, Bos, kata Dudung. Ia berlari membuntuti Ali
Topan, menuju tempat parkiran motor mereka tadi. Tak
lama kemudian, empat sekawan itu mengeluarkan motor
mereka ke arah selatan. Mereka menuju ke Kebun Binatang Ragunan.
***
SMA Bulungan tampak ramai seperti biasanya. Rombongan murid dan guru memasuki halaman sekolah dengan langkah yang juga seperti biasanya, tergesa-gesa.
Ali Topan Cs suka berkata bahwa gaya murid-murid dan
guru-guru sekolahnya seperti gaya orang bisnis. Sok
nguber waktu, biar dibilang rajin, katanya, setiap kali
melihat ada teman berjalan tergesa-gesa ke sekolah.
Sebuah Mercedes berhenti di depan gedung SMA
Bulungan. Dari dalam mobil keluar Ny Surya dan Anna.
Mereka merapikan pakaian sekilas, lalu melangkah masuk ke dalam sekolah. Beberapa murid melihat ke arah
ibu dan anak itu.
Ada orang asing, bisik seorang anak.
Warga negara baru barangkali, bisik anak lainnya.
Nyonya Surya danAnna tak mendengar bisik-bisik itu.
Bahkan, ia menghampiri dua anak yang sedang memandang mereka di depan sebuah kelas.
Mm, mm, saya boleh tanya kantor Direktur Sekolah
di sebelah mana ya? tanyanya.
Di sebelah kulon, jawab anak itu.
Kulon? Di mana kulon itu?
Tu di sono tante. Anaknya mau dimasukin ke sini
ya? kata anak itu. Nyonya Surya mendelik.
19
Dimasukin? Apanya yang dimasukin? kata Nyonya
Surya. Tanpa mengucapkan terima kasih, ia pergi
meninggalkan dua anak itu.
Terima kasih ya, Anna berkata.
Gitu dong, sayaaang, kata murid itu.
Anna tersenyum manis, kemudian mengikuti ibunya
yang berjalan menuju ke kantor Direktur Sekolah.
Pak Broto Panggabean, Direktur SMA Negeri Bulungan sedang duduk di kursinya, menyusun map dan bukubuku di meja kerjanya. Ia orang Batak kelahiran Medan
45 tahun yang lalu. Tubuhnya pendek, kekar. Wajahnya
bujur sangkar dengan bibir tebal. Sikapnya tegas, tapi
suka humor. Dan hatinya hati seorang pendidik. Nama
Broto yang khas Jawa itu diberikan oleh seorang Jawa
yang menolong kelahirannya.
Hadi, pembantu umumnya masuk. Ada tamu, Pak,
kata Hadi. Suaranya cempreng sesuai dengan tubuhnya
yang kecil kerempeng.
Tamu siapa, hah? Pagi-pagi begini sudah bertamutamuan, kata Pak Broto Panggabean.
Nyonya Surya dan anaknya, Pak.
Ooo, suruh mereka masuk.
Nyonya Surya danAnna dipersilakan masuk oleh Hadi.
Selamat pagi, Pak Direktur, sapa Ny Surya.
Oh, selamat pagi. Silakan, silakan duduk. Apa anak
yang manis ini anak ibu yang mau pindah sekolah ke sini.
Iya? kata Broto Panggabean.
Begitulah kira-kira, Pak Broto. Jadi saya serahkan
secara resmi anak saya ini pada Pak Broto, untuk dididik
sebagaimana mestinya. Maklum, di sekolahnya yang
dulu saya sangat khawatir, di sana banyak anak-anak
morfinis, kata Nyonya Surya.
Wah, memang bahaya morfin itu, kata Pak Broto
20
Panggabean dengan aksen Medan yang khas. Siapa
nama kau, tanyanya ke arah Anna.
Anna Karenina namanya, Nyonya Surya yang
menjawab.
Anna Karenina. Anna Karenina. Yah, yah, kau saya
terima bersekolah di sini, mengingat Bapak kenal baik
sama orangtuamu. Tapi di sini peraturan ketat dan tidak
pandang bulu. Mengerti?kata Pak Broto.
Anna Karenina mengangguk.
Nah, cukup, Ibu Surya. Soal keuangan bisa diurus di
bagian administrasi, kata Pak Broto Panggabean. Ia
menunjuk bagian itu yang terletak di samping kantornya.
Baik, terima kasih, kata Nyonya Surya, Anna baikbaik ya, jangan bikin malu mama dan papa, tambahnya.
Ya, Mama... kata Anna.
Nyonya Surya meninggalkan ruang itu setelah mencium pipi anaknya dengan ciuman bergaya orang Belanda.
Wah, disayang sekali rupanya, ya? kata Pak Broto.
Anna tersipu-sipu.
Tunggu sebentar, nanti Bapak antar kau ke kelasmu.
Anna Karenina mengangguk, bersamaan dengan dentang bel tanda masuk klas dipukul orang.
***
Di kelas III Paspal 1.
Murid-murid dan Ibu Mary masuk ke dalam kelas.
Wanita itu bertubuh pendek, sexy, berkacamata, usianya
30 tahun. Anak-anak duduk di tempat masing-masing.
Ibu Mary duduk di kursi guru. Ibu Mary mengeluarkan
catatan absen harian, murid-murid mengeluarkan buku
Inggris mereka. Ibu Mary batuk-batuk sebentar, lalu
memanggil nama murid-murid sebagaimana biasanya,
21
didahului ucapan, Good morning, every body yang
dijawab Good morning, Miss, oleh anak-anak.
Abadi Karamoy! seru Ibu Mary.
Yes, Miss!
Abubakar Siddiq!
Yes, Miss
Ali Topan!
Tak ada jawaban.
Ali Topan! Ibu Mary mengulang seruannya. Tetap
tak ada jawaban.
Ibu Mary menengadahkan wajahnya, melihat ke arah
tempat duduk Ali Topan. Tempat duduk itu kosong.
Ke mana berandal itu, Maya? tanya ibu Mary.
Maya yang berwajah oval keibuan memang dikenal
dekat denganAliTopan. Murid yang duduk bersebelahan
dengan bangku kosong itu menggelengkan kepalanya. I
dont know, Miss, katanya.
Why you dont know?
I dont know, jawab Maya. Dia grogi, takut diajak
omong cara Inggris terus oleh Ibu Mary.
Beberapa anak tersenyum. Ibu Mary meneruskan
panggilannya.
Pada saat itu, pintu diketuk dari luar.
Pak Broto Panggabean masuk diikuti Anna Karenina.
Selamat pagi Ibu Mary. Selamat pagi anak-anak. Ini
ada satu murid baru, pindahan dari sekolah lain. Saya
kenalkan, namanya Anna Karenina. Ketua kelas, tolong
atur tempat duduk untuknya, kata Pak Broto Panggabean.
Siap, Pak, kata Ridwan, ketua kelas III Paspal 1 yang
duduk di bangku belakang.
Nah, cukup itu, Bu Mary. Selamat belajar anak-anak!
kata Pak Broto Panggabean, kemudian ia pergi mening22
galkan kelas.
Ibu Mary dan murid-murid mengawasi Anna Karenina
yang masih berdiri di depan kelas. Anna tersipu-sipu.
Wajahnya bersemu dadu.
What is your name, my dear? tanya Ibu Mary.
Anna Karenina, sahut Anna.
Beautiful, gumam ibu Mary. Matanya mengawasi
Anna tanpa kedip. Dari ujung sepatu sampai rambutnya
yang mengurai bak bunga mayang.
Terdengar bisik-bisik dari para murid.
Anna Karenina merasa sedikit aneh ketika menatap
mata ibu Mary. Mata guru Bahasa Inggris itu tadinya
bersinar biasa, seperti mata ibu guru lazimnya. Kemudian
sinar mata itu berubah, seperti sedang menaksir kekasihnya. Apalagi ketika Ibu Mary melemparkan senyum
yang bermakna naksir, wah, Anna Karenina
merinding.
Okay, okay, sit down, please, kata Ibu Mary.
Ridwan, ketua kelas yang bertubuh tegap kayak tentara
maju ke depan, menunjukkan tempat duduk yang kosong
buat teman barunya.
Untuk sementara kamu duduk di sini dulu, besok bisa
saya atur yang lebih baik. Ya! kata Ridwan. Anna
mengucapkan terima kasih.
Eh, salaman dulu, dong, seorang murid lelaki yang
bertampang badung, nama saya Sobirin, tambahnya.
Anak-anak langsung gerr mendengar ucapan Sobirin.
Anna tersenyum. Tersipu-sipu.
Anna Karenina masih tersenyum ke kiri kanan. Ibu
Mary yang mengawasi dari depan berkata: Sudah,
sudah. Senyumnya disimpan dulu. Kita lanjutkan
pelajaran, please.
Suasana tenang kembali.
23
Ibu Mary melanjutkan mengabsen para murid. Ia mencatat dua nama yang tidak masuk kelas pada jam pelajarannya. Ali Topan dan Bobby.
Kemudian pelajaran Bahasa Inggris dimulai.
***
24
D UA
P
agi itu sekitar jam sepuluh.
Di rerumputan antara gerumbulan semak, di
Kebun Binatang Ragunan, Pasar Minggu, ada dua
orang lelaki dan perempuan sedang berciuman.
Rupanya mereka merupakan sepasang kekasih yang
asyik berpacaran. Sebentar-sebentar terdengar bunyi capcup, cap-cup, ditingkah suara si perempuan terkikikkikik geli, ditambahi suara nafas ngos-ngosan dari si
lelaki yang juga sibuk melontarkan selangit rayuan di
pagi itu.
Mari kucium lagi, sayaaang, rayu si lelaki dengan
gaya bintang film mesum dalam film nasional. Si lelaki
memonyongkan mulutnya, mencoba mencium perempuannya. Si perempuan berusaha mengelak, tapi ruparupanya usaha itu sekadar pura-pura saja, sebab ketika
monyongan mulut si lelaki mengubernya, ia pasrah saja.
Cup cup. Mhh.
Ah, abang nakal, bisik si perempuan. Manja.
Nakal gimana? Ini kan enak? Mari kubikin lebih
mesra lagi, dengan teknik tinggi, sayaang, rayu si lelaki,
berteknik-teknik rupanya. Dipeluknya si perempuan
dengan pelukan bergaya kelasi mabuk. Si perempuan
manda saja, bahkan iapun ikut aktif menyambut pelukan
kekasihnya dengan pagutan ala Cobra di leher si lelaki.
Zzzp. Keduanya tenggelam di laut kemesraan. Main
piting-pitingan di rerumputan.
Mereka tak sadar bahwa ada seseorang mengintai
kerja mereka itu.
25
Gevaert membidik pasangan yang sedang sibuk itu
dengan Canonnya. Dia atur fokus lensa, dan bergerak
hati-hati mencari posisi yang paling sip dan aman.
Gevaert merunduk di antara semak-semak.
Klik! Gevaert memotret mereka.
Si perempuan tiba-tiba melepaskan diri dari pelukan
lelakinya. Tapi si lelaki dengan ketat memitingnya,
hingga cuma kepalanya saja yang menengak-nengok ke
sekitarnya.
Bunyi apa sih yang klik barusan? bisik si perempuan.
Ah, ah, bunyi apa? Tak ada bunyi apa-apa, sahut
lelakinya.
Sungguh, Bang. Kudengar bunyi klik.Ah, perasaanku
jadi tak enak.
Ah, ah, bunyi anak macan barangkali. Dienakin terus
deh.
Si lelaki kembali memiting leher perempuannya. Lalu
dihujaninya leher, wajah dan bibir pacarnya dengan
ciuman bertubi-tubi.
Gevaert menahan nafas. Otaknya sempat dibikin
pening oleh pemandangan yang menggairahkan itu.
Mati-matian dia menahan nafas supaya tidak ngosngosan.
Tiba-tiba pantatnya digigit semut. Secara refleks tangannya menepuk pantatnya. Plak!
Suara tepukan itu cukup keras, membuat obyeknya
terkejut. Si lelaki melepaskan pelukannya dan melihat ke
arah semak-semak asal bunyi plak tadi. Dilihatnya
Gevaert mencangklong tustel. Tiba-tiba saja si lelaki
berdiri, wajahnya beringas.
Gevaert mundur secepat kilat, wajahnya menyeringai
masam.
He, siapa kau, babi! hardik lelaki itu. Ia bergegas
26
mengejar Gevaert. Gevaert tahu bahaya maut mengancam, ia langsung melarikan diri sekencang-kencangnya.
Si lelaki tidak mengejar anak nakal itu. Dia cuma mengepal-ngepalkan tinjunya ke udara dan mulutnya melontarkan caci-maki yang bukan main sadisnya.
Sementara itu, Dudung, Bobby dan Ali Topan sedang
santai menikmati pagi di bawah pohon yang besar. Dudung menelungkup di rerumputan, mandi sinar matahari
pagi. Bobby duduk tenang, membaca komik Jan Mintaraga di dekatnya. Ali Topan berdiri di samping Dudung,
kakinya menginjak pantat Dudung. Digerakgerakkannya pantat Dudung dengan kakinya. Dudung
tetap menelungkup. Pantatnya saja digerakkannya naikturun mengikuti gerakan kaki Ali Topan.
Hidup begini enak ya. Lepas, bebas, segar terasa
dalam hati, kata Ali Topan. Bobby menengok ke
arahnya.
Sik! Berpantun pula kau, kata Bobby.
Enak sih enak, tapi sepatu lu itu bikin kotor celana
gua, Pan. Lu pikir gua nyucinya di Naga Payung? Gua
cuci sendiri tuh, Dudung menggerundel.
Babe lu aja suruh nyuci, kata Ali Topan.
Doo, doo, babe gua suruh nyuci? Kalau dia tahu anaknya ke Jakarta pake acara bolos begini udah untung kalau
gua kagak diamukin. Kalau babe gua ngamuk lu tau?
Sekali tiup gua bisa jadi layangan! kata Dudung. Kemudian ia duduk, menepiskan kakiAli Topan yang masih
menginjak pantatnya.
Eh, itu ngapain Gevaert terbirit-birit kayak orang gila? Ali Topan berkata sambil tangannya menunjuk ke
arah Gevaert yang sedang kencang berlari ke arah
mereka.
Eh, Vaert, udah gila lu? kata Ali Topan.
27
Gevaert cuma menjawab dengan ah, uh, ah, uh saja.
Nafasnya tersengal-sengal. Ia menubruk Ali Topan.
Mereka jatuh bergulingan.
Vaert! Jangan becanda lu pagi-pagi, kata Ali Topan.
Gevaert bangkit segera. Ia menunjuk ke arah gerumbulan pohon.
Ah, uh, ah gua mau ditembak orang, Pan. No, di
sono tuh orangnye
Ali Topan melihat ke arah tunjukan Gevaert. Dudung
dan Bobby langsung berdiri, melihat ke arah yang sama.
Mana dia orangnye? Biar gua embat dia, kata Ali
Topan.
Itu, itu dia, lagi ngeliat kemari.
Buset, potongannya sih kayak pensiunan KKO ning!
Lu cari gara-gara apa sama dia Vaert? tanya Ali Topan.
Gua bidik dia lagi miting cewenye.
Set, dianye kemariin. Cabut aje buruan, njing. Tampangnye kayak kuli begitu, repot kita ngelawan die. Potongan begitu, kita yang nabok kita yang sakit, kata
Bobby.
Iye. Sangar tampangnye, Bob. Udah jangan cari
penyakit deh. Cabut, cabut, kata Dudung. Dia bersiap
mengambil langkah seribu.
Uuh, lu Vaert, ngrusak acara aje. Uh! kata Ali Topan.
Dengan gemas dia ketuk kepala Gevaert.
Gevaert menyeringai. Tanpa banyak pernik lagi dia
menyusul Dudung dan Bobby yang sudah berlari meninggalkan tempat itu, menuju tempat parkir motor mereka.
Ali Topan melihat ke arah lelaki yang sedang marahmarah di samping perempuannya. Lelaki itu mengepalkan tinjunya ke arahAli Topan.Ali Topan balas mengacungkan tinjunya. Kemudian berlalu menyusul teman28
temannya, sembari ngakak!
Bobby, Dudung dan Gevaert sudah nangkring di atas
sadel motor masing-masing, bergerak meninggalkan
tempat. Ali Topan mengambil motornya dan
mendorongnya menuruni jalan. Ia menyemplak sadel
motor, menghidupkan mesinnya, lalu menggeblaskan
motornya ke depan, menyusul para sahabatnya.
Mereka berlalu dari tempat itu.
Ke mane kite? Gevaert bertanya.
Ke mane pale lu! Berhubung lu yang ngrusak acara, lu
kudu menghibur kite dengan bakmi baso! kata Ali
Topan.
Buset, setuju banget gua! kata Bobby.
Bujug, gua nggak punya duit, Pan , Gevaert
mengeluh. Ia menengok ke Ali Topan, lalu ke arah
Dudung.
Biar kali ini ogut yang traktir deh, Boss. Kesian
Gevaert lagi miskin hari ini, kata Dudung.
Pokoknye ini hari gua musti makan bakmi baso aja
dah. Sebab, kalau tidak makan bakmi baso, perut gua
bisa sakit maag , kata Ali Topan. Ia tersenyum.
Lets go! Gevaert berteriak. Ia ngebut ke depan.
Acarapun beralih ke jalanan. Mereka saling susul menyusul, mempertontonkan kebolehan masing-masing di
atas motor. Jalanan Pasar Minggu yang baru dibetulkan
oleh Bang Ali memang licin macam paha perawan kampung, asik buat ngebut. Udara segar, lalu lintas tidak begitu padat. Ali Topan dan para sahabatnya benar-benar
lupa sekolah lupa rumah.
Mereka, terutama Ali Topan, merasa suntuk di sekolah
dan di rumah. Maka, ia mengajak teman-temannya mencari kegembiraan di luar rumah dan di luar sekolah.
Apakah mereka lalu dicap sebagai anak-anak berandalan
29
yang merusak masa depan masing-masing, tak ada dalam
pikiran mereka.
Kira-kira Good Goly Miss Mary itu ngaduin kita ke
Pak Brotpang apa kagak, Bob? teriak Ali Topan. Brotpang itu panggilan pop murid-murid untuk Pak Broto
Panggabean.
Acuh aja acuuuh. Kalau dia ngaduin, kita beber aja
rahasia pribadinya di Ibu Kota! Dia kan beken sebagai
lesbian, iya kan Vaert? kata Bobby. Tak acuh, kata Ali
Topan.
Iya. Mpok gua tahu itu. Temen dia pernah diajak ke
hotel sama Si Mary itu, kata Gevaert.
Ah, gosip aja kali, kata Ali Topan.
Uuuh, ya udah kalau kagak yakin. Mpok gua sih bukan
penggemar gosip, boss, kata Gevaert.
Ali Topan tidak menjawab. Dia sibuk menghindari sebuah batu yang ada di tengah jalan.
Sialan itu batu, menghambat pembangunan aje, gerutu Ali Topan.
Pembangunan ape, Pan? tanya Bobby yang merendengi motor Ali Topan.
Pembangunan Orde Baru.
Gile lu, kayak Pak Harto aje, kata Bobby.
Aaah, kan die masih sodara sama babe gue. Lu nggak
yakin? Tanya aje sama die, kata Ali Topan.
Nanyanye pegimane? tanya Bobby.
Lu tanya aje. Eh, Pak Harto, kata Ali Topan, ente
besodara sama babenye? Brani apa kagak lu? jelas Ali
Topan.
Buset, bisa dateng kagak bisa pulang gua, kata
Bobby.
Emang kenape? tanya Ali Topan lagi.
Sik. Pengawal Pak Harto kan galak banget?
30
Lu kira Pak Harto yang mane? tanya Ali Topan.
Pak Harto presiden! jawab Bobby,
Yee, bukan. Pak Harto oom gue yang rumahnya di
Pancoran!
Bobby melengak. Lantas dia tertawa terbahak-bahak.
Sial lu! katanya.
Dudung dan Gevaert yang berendeng di belakang
mereka mencoba ke depan. Tapi dihalang-halangi oleh
Ali Topan dan Bobby yang merapatkan formasi.
Hey, bagi gua jalan dong, Teriak Dudung.
Ali Topan menoleh ke belakang. Lu kire kue minta
dibagi-bagi? katanya. Lalu dia menancap gas motornya,
diikuti Bobby, Dudung dan Gevaert mencoba menyusul.
Mereka pun kebut-kebutan lagi, menuju Pasar Mayestik, Kebayoran Baru.
***
Jarak Pasar Minggu ke Majestik sekitar 10,5 Km, mereka tempuh dalam waktu 8 menit, melalui Jalan Gatot
Subroto, Jembatan Semanggi dan Bunderan Senayan.
Mayestik atau Mestik berasal dari nama bioskop
Mayestic yang terletak di Jalan Kiai Maja, di dekat Taman
Puring.
Kawasan situ adalah kawasan pertokoan yang
pedagangnya kebanyakan orang Minang. Orang-orang
Padangdemikian sebutan umum orang Jakarta untuk
semua orang Minangkabau banyak pula yang menjadi
penjahit, dan buka rumah makan di situ. Sedangkan para
penjual buah-buahan dan daging, kebanyakan orang
Betawi sebutan umum untuk waga Jakarta asli.
Pasar Mayestik tidak sebesar Pasar Melawai, dan harga
barang-barang disitu pun lebih murah dari pada Pasar
31
Melawai.
Mereka langsung menuju ke kedai Pak Amin, penjual
bakmi baso langganan mereka yang berdagang di ujung
Jalan Tebah di bagian belakang Pasar Mayestik. Blok E.
Kebetulan Pak Amin baru menyiapkan dagangannya.
Lho, gini ari sudah nongol di sini. Apa nggak sekolah
nih? tanya Pak Amin.
Yang sekolah, sekolah yang ke sini, ke sini,
sahut Ali Topan, udah ada yang bisa dimakan Pak
Amin? tambahnya.
Ada, sudah siap. Sabar sebentar, ya.
Air tehnya duluan deh. Aus nih kerongkongan kite,
kata Gevaert.
Tuangin sendiri dah. Kayak orang baru aje, kata Pak
Amin.
Gevaert mengambil gelas 4 buah, lalu mengisikan air
teh panas untuk minum dia dan teman-temannya.
Makasih ah, kataAli Topan ketika Gevaert mengangsurkan segelas air teh kepadanya, ada bakat jadi waiter
lu, tambahnya.
Waiter apaan sih? tanya Dudung.
Gevaert melirik ke arah Dudung. Waiter itu tukang
ngelapin paha hostess di niteclub. Mau lu jadi hostess, eh
waiter? kata Gevaert. Sik, waiteraja kagak ngah. Dasar
orang Kuningan lu, tambahnya. Dudung cuma cengarcengir saja. Kuningan itu tempatnya orang sakti, bego,
cetusnya.
Ngomong-ngomong dari mana kalian? Keringatnya
kok deras begitu? tanya Pak Amin.
Udah deh, jangan nanya-nanya, laksanain tugas Anda
saja, buruan, kata Ali Topan, kite belon makan baso nih
dari kemaren, tambahnya.
Pak Amin segera menyodorkan bakmi baso yang
32
disajikannya dalam mangkuk.
Sambelnya ambil sendiri semaunya! Pak Amin bikin
spesial dua botol hari ini, kata Pak Amin. Nah, selamat
makan deh, tambahnya.
Bismillahi rohmanir rohiiim, Dudung ber-Bismillah
sebelum meniup-niup kuah baso dan menyeruput kuah
itu dengan mulutnya.
Ali Topan juga ber-Bismillah.
Bobby yang Katolik dan Gevaert yang Protestan
berdoa cara Kristen.
Kalau semua pembeli saya seperti kalian semua, bisa
bawa berkah. Laris terus dagangan saya, kata PakAmin,
anak-anak jaman sekarang jarang ada yang inget
Tuhan, tambahnya.
Kalau anak-anak muda sih inget terus, Pak Amin.
Yang suka lupa sama Tuhan itu kan orangtua-orangtua
masa kini, kata Ali Topan.
Ketiga temannya cuma mengangguk. Mereka asyik
makan bakmi baso yang hangat dan gurih berkat garem
Madura.
Cepat sekali mereka makan. Gevaert usai lebih dulu.
Boleh nambah, Dung? tanya Gevaert.
Bikin aje dua mangkok lagi. Kita nambah setengahsetengah, kata Dudung.
Lu emang remaja yang baik, Dung. Sering-sering ah
begitu, kata Bobby. Dudung mangkak mendengar
pujian itu. Sebagai anak daerah, dia cukup gembira
bisa berteman dengan Ali Topan, Bobby dan Gevaert
yang dianggapnya sangat top dan modern. Untuk
kegembiraannya itu Dudung tak segan-segan
mengeluarkan uang guna mentraktir teman-temannya,
hampir setiap saat.Ali Topan, Bobby dan Gevaert senang
saja dengan kebaikan Dudung itu. Tapi mereka juga tahu
33
diri. Kadang-kadang mereka bergantian mentraktir jika
Dudung sedang tongpes karena kiriman uang dari
abahnya terlambat datang.
Pak Amin menyodorkan dua mangkok bakmi baso.
Gevaert membagi semangkok dengan Ali Topan. Bobby
membagi yang semangkok lagi dengan Dudung.
Kalian ini rukunnya melebihi saudara kandung. Enak
dilihatnya, kata Pak Amin.
Kalau enak tambahin basonya dong, kata Ali Topan.
Pak Amin tersenyum.
Doo, dimintain basonya cuma senyum saja dikau,
kata Ali Topan.
Beliau khawatir kalau terlalu banyak menderita rugi.
Ntar kagak bisa ngembaliin kredit investasi kecilnya,
kata Bobby.
Ali Topan, Gevaert dan Dudung menengok ke Bobby.
Mereka menampakkan wajah heran.
Lu tau-tauan kredit investasi kecil. Siapa yang ngajarin, Bob? tanya Ali Topan.
Pemerentah kan? Pemerentah kita kan ahli dalam soal
kredit. Gimana sih lu? Nggak pernah baca koran ya?
Percuma dong babe gue jadi Direktur Bank kalau
anaknye kagak ngah soal kredit, kata Bobby.
Oh iye, gue lupa. Memang anak pinter lu, kata Ali
Topan.
Tampang kayak Bobby ini ada bakat jadi tukang ngelipet kredit kalau dia jadi pembesar, kata Gevaert.
Pssst! Jangan omong begituan ah. Nanti ada yang
dengar bisa gawat, bisik Pak Amin. Wajahnya kentara
betul ngeri mendengar obrolan anak-anak yang bebas
aktif itu.
Gawat kenape? Kalau kita makan baso nggak bayar
itu baru gawat. Tapi kalau sekali-kali ngutang sih nggak
34
apa-apa, iya apa nggak, macks? kata Gevaert, yang
penting kan bayar. Pemerentah kita kan juga suka
ngutang sama IGGI, tambahnya.
Apa itu IGGI. Tentara? tanya Dudung.
Tentara? Bobby bertanya, dahinya dikernyitkan.
Tentara Amerika kan begitu namanya.
Bobby menyentuh Dudung dan mendorongnya ke
belakang.
Wayyo! Tentara Amerika itu GI, bukan IGGI, bego!
kata Bobby.
Orang dari daerah susah deh. IQ-nya jongkok terus,
kata Gevaert.
Lu jangan bilang begitu, Vaert. Ntar gue nggak
bayarin, baru nyaho lu, gerutu si Dudung.
Sik. Pakek main gertak lu. Sorry deh kalau tersinggung, kata Gevaert.
Ngomong-ngomong, abis makan baso nggak enak
kalau nggak disambung pakek Dji Sam Soe. Gimana
caranya, Dung?
Oh, beres, Boss, kata Dudung. Dia bangkit, dan pergi
ke kios rokok di depan sebuah apotik. Jalannya
mengesankan betul seperti orang desa yang baru panen.
Orang tua Dudung petani kaya yang punya berhektarhektar Sawah di Kuningan di Jakarta dia tinggal bersama
bibinya di desa Petukangan Selatan, Kebayoran Lama,
sekitar empat kilometer dari Mayestik.
Lu, pinter aje motong kompas, Pan, Bobby nyeletuk.
Ali Topan cuma nyengir saja. Dia repot mencungkil
sisa-sisa bakmi yang menyelip di antara giginya.
Dudung datang bawa rokok Dji Sam Soe. Bungkusan
rokok yang belum dibuka itu diberikan pada Ali Topan.
Ente yang merawanin, Boss, katanya.
Pak Amin menekap mulutnya mendengar ucapan
35
Dudung. Dalam batinnya dia berkata, anak jaman sekarang omongannya nggak kira-kira.
Jadi berapa duit semuanya, Pak Amin? tanya
Dudung. Dia ambil seribu rupiah dari dompetnya.
Enem ratus saja. Pakai kembali apa nggak? kata Pak
Amin.
Dudung memberikan uangnya. Kalau mau berantem
sama kita sih boleh nggak pakek kembali, Pak Amin,
katanya. Pak Amin cuma terkekeh-kekeh. Dia memberikan uang kembalian pada Dudung. Terima kasih ah,
katanya.
Ali Topan, Dudung, Gevaert dan Bobby menyemplak
motor masing-masing. Rokok Dji Sam Soe menyelip di
bibir mereka. Tak lama kemudian, 4 sekawan itu tampak
mengendarai motor mereka secara sopan.
Ke mane kite? tanya Bobby.
Ke mane kek, jawab Ali Topan.
Ke mane kek itu berarti pergi ke mana saja tanpa tujuan
yang jelas. Mereka berkeliling Kebayoran, sampai waktu
biasanya pulang sekolah.
Jam dua belas seperempat siang, Ali Topan dkk masih
duduk-duduk di bawah pohon-pohon cemara di tepi
Lapangan Bola Blok S di jalan Senopati. Mereka minum
es cincau. Beberapa orang lain minum es cincau pula.
Ali Topan melihat ke arah matahari. Its time to cabut,
friends, katanya. Ia mengambil uang Rp 200 dari saku
celananya yang ia berikan ke tukang jual es cincau yang
duduk di bangku kecil di antara dua gentong kayu berisi
cincau.
Lalu Ali Topan dkk berjalan ke motor trail masingmasing yang diparkir di pinggir lapangan. Mereka menaiki motor masing-masing. Ali Topan menepuk bahu
Gevaert di sampingnya, dan mengerjapkan matanya
36
tanpa diketahui Dudung dan Bobby. Itu kode.
Kita bikin atraksi dulu, muterin lapangan, lalu kita
bubaran pulang ke rumah orang tua masing-masing, kata
Ali Topan. Hampir bersamaan mereka menghidupkan
mesin motor masing-masing. Gas dimainkan, suara knalpot motor-motor itu nyaring memekakkan telinga.
Lets go! teriak Ali Topan sambil memacu motornya
ke lapangan, diikuti teman-temannya. Mereka memacu
motor mengelilingi lapangan searah jarum jam dalam
formasi barisan. Setelah selesai putaran pertama, mereka
mengubah formasi berjajar empat. Tukang cincau dan
manusia-manusia lainnya yang menonton bertepuk tangan...
Usai putaran kedua Ali Topan mengangkat tangan
kirinya, diikuti teman-temannya. Lalu mereka keluar lapangan diiringi tepuk tangan dan sorakan para penonton.
Mereka masih bersama sampai perempatan jalan Senopati - Wijaya II. Lalu Ali Topan dan Bobby terus ke jalan
Wijaya II, sedangkan Dudung dan Gevaert belok kanan
ke arah CSW.
Di cabang jalan dekat kompleks PTIK, Bobby belok
kanan ke arah jalanTirtayasa, sedangkanAli Topan terus.
Bobby mengira Ali Topan akan langsung pulang ke rumahnya di Cipete, kawasan Selatan luar Kebayoran Baru.
Ternyata tidak. Ali Topan melaju ke rumah Gevaert di
jalan Radio Dalam. Ada suatu rahasia yang akan diperlihatkan oleh Gevaert kepada Ali Topan.
Gevaert telah menunggu di bangku bambu di bawah
pohon ceri di halaman rumahnya, ketika Ali Topan datang. Rumah orang tua Gevaert kecil, bercat putih, tapi
tampak bersih dan rapi. Ali Topan memarkir motornya
berdampingan dengan motor Gevaert di bawah pohon
ceri. Ia memetik beberapa buah ceri.
37
Nyak lu ada? tanya Ali Topan.
Lagi di Cipanas sama babe gue, kata Gevaert. Lu
mau nunggu di sini atau mau ngikut ke kamar gelap?
lanjutnya.
Gue ngikut aje..., kata Ali Topan. Suaranya
tersendat. Wajahnya muram.
Gevaert punya studio kecil di sudut halaman rumahnya,
yang ia jadikan kamar gelap dan tempat penyimpanan
hasil karyanya serta buku-buku fotografi. Ali Topan suka
hasil foto Gevaert utamanya yang hitam putih. Tapi ia
sendiri kurang atau belum berminat mendalaminya,
walau Gevart ingin mengajarinya. Ali Topan cukup
memahami teori dasarnya saja dari buku yang ia baca di
studio Gevaert beberapa bulan yang lalu.
Mereka sudah berada di dalam studio foto. Gevaert
mengambil segulungan film hitam putih yang telah ia
cuci. Lalu ia mengelar gulungan film itu dan memperhatikannya di depan lampu.
Ruang studio itu berukuran tiga meter persegi yang
dibagi dua dengan dinding triplek berpintu kecil. Ruang
berpintu itu adalah kamar gelap tempat Gevaert mencuci
dan mencetak film-filmnya. Gevaert dan Ali Topan masuk ke ruang itu. Beberapa minggu yang lalu Ali Topan
pernah ikut mencetak film di ruang gelap ini. Ia tidak
tahan bau larutanbromide yang dipakai untuk menimbulkan gambar atau foto.
Waktu itu ia cuma bertahan beberapa menit saja,
mungkin karena belum biasa. Tapi sekarang ia bertekad
mengikuti proses pencetakan beberapa foto oleh Gevaert
sampai selesai.
Di ruang itu ada lampu kecil 5 watt berwarna hijau
menyala di dinding. Sinarnya temaram. Lampu itu
dihubungkan dengan sakelar yang dipaku pada sebuah
38
meja kayu yang merapat ke dinding. Di atas meja itu ada
enlarger atau alat pembesar gambar dalam film
berbentuk seperti kubah kecil. Di bagian atas kubah alat
itu ada lampu spot untuk menyoroti film yang diletakkan
oleh Gevaert pada lensa pembesar di bagian bawahnya.
Di dekat alat pembesar gambar itu ada blaskom plastik
barisi larutan bromide untuk menimbulkan atau
mencetak gambar pada kertas foto yang diletakkan pada
suatu papan putih yang diberi alat pengukur kertas. Di
sebelahnya ada satu baskom lagi berisi H2O alias air
untuk membilas kertas foto dari larutan bromide, dengan
cara merendam dalam air itu.
Gevaert bersiap mengoperasikan alat pembesar
gambar. Ali Topan berdiri di sampingnya. Ia tegang
jantungnya berdetak lebih kencang.
Okey, kita lihat dulu gambarnya, kata Gevaert. Ia
memadamkan lampu hijau, hingga ruang itu gelap gulita.
Lalu ia menyalakan lampuspot yang segera menyorotkan
film di bawahnya. Gambar dua orang - seorang wanita
dan seorang lelaki muda - sedang berpelukan di tepi
kolam renang terpeta pada bidang putih di atas meja.
AliTopan menarik dan mengeluarkan udara berat lewat
hidungnya. Gevaert mengatur fokus pada alat pencetak
foto itu, hingga bayangan dua orang itu agak jelas.
Gevaert memadamkan lampu spot. Dan segera
mengambil bungkusan kertas foto berukuran kartupos
dari kotak kertas di laci meja. Ia mengambil selembar
kertas foto berukuran kartupos dan segera membungkus
kembali lembaran-lembaran kertas foto lainnya, serta
memasukannya ke laci.
Gevaert menaruh keras foto pada bidang pencetakannya. Lalu ia menyalakan lampu spot sekejap, sekitar dua
atau tiga detik. Dan memadamkannya kembali. Kertas
39
foto yang telah disinari tadi segera ia masukkan ke dalam
baskom berisi larutan bromide. Kemudian ia mencetak
lagi foto lainnya hasil potretannya.
Usai proses pencetakan foto itu, Gevaert menyalakan
lampu biasa untuk menerangi ruang dan membuka pintu
untuk mengusir kepengapan.
Sementara itu, wajah Ali Topan tegang mengawasi
foto-foto ibunya sedang bercumbu dengan seorang anak
muda di kolam renang, yang sedang sirendam dalam
baskom berisi air.
Gevaert menepuk lengan Ali Topan. Sorry, Pan...
kalau hasil potretan gua itu bikin lu nggak enak ati...,
kata Gevaert.
Ali Topan memandangi teman baiknya itu. Terima
kasih, Vaert... terima kasih..., kata Ali Topan dengan
suara sangat sedih. Dua kali lu nolong gue... ngedapetin
bukti tentang kebrengsekan orangtua gue. Gue nggak
bakal lupain itu. Lu bener-bener sahabat gue... lanjutnya.
Air bening mengalir dari sepasang mata dukanya.
Gevaert ikut berlinangan airmata. Segera ia mengelap
foto-foto itu dengan kain putih. Dan mengeringkan fotofoto itu dengan pengering rambut. Kemudian memberikan foto-foto itu kepada Ali Topan.
Ali Topan menyelipkan foto-foto itu di sela-sela buku
pelajarannya. Lalu ia pamit kepada Gevaert sambil
mengusap airmatanya. Gevaert memandangi Ali Topan
mendorong motornya ke tepi jalan. Setelah menghidupkan mesin motornya, Ali Topan menengok ke arah Gevaert dan melambaikan tangannya. Gevaert membalas
lambaian sahabat yang ia kagumi itu. Dan airmatanya
pun mengalir karena ia turut merasakan betapa perih rasa
hati sahabat yang selama ini selalu membela dia bila dia
mengalami kesulitan.
40
TIGA
S
enja bergerak. Matahari jam lima lewat beberapa
detik pun bergerak. Biasan sinar kuning merah
jingga mewarnai langit kelabu putih di arah Barat.
Biasan warna senja itu pun mengenai sebuah rumah
putih-biru di jalan Cipete di Kelurahan Cilandak. Rumah
itu terletak di tanah seluas 700 meter persegi. Bentuknya
bergaya Joglo menghadap ke arah Timur. Dindingnya
putih, kayu-kayu kusen, pintu, dan risplangnya biru tua.
Dengan paviliun dan garasi mobil di sayap kanan dan
kiri rumah buatan tahun 1956 itu, total luas bangunannya
350 meter persegi. Halamannya ditanami rumput gajah.
Tanaman bluntas menglilingi halaman berpagar besi
yang sewarna dengan pintu rumah. Pohon-pohon palem
besar berjajar di tepi jalan depan rumah yang berhadapan
dengan taman kota seluas 600 meter persegi. Pohon
mangga Indramayu di depan garasi sedang berbunga.
Sedangkan pohon rambutan Aceh Pekat di depan
paviliun belum lagi berbunga.
Angin semilir membawa debu. Sebuah Fiat Sport
warna tembaga masuk ke halaman rumah itu, berhenti di
depan teras. Pak Amir, ayah Ali Topan turun dari mobil,
berjalan menuju pintu rumahnya. Tangan kanannya
membawa Samsonite, tangan kirinya menenteng jas.
Dasinya yang sudah dilonggarkan sejak dari dalam
mobil, melilit di lehernya.
Bejunya merk Kern kotak-kota putih-kelabu muda
dengan dua kancing atas dibuka memberi kesan mboys,
gaya muda. Tubuhnya tinggi, 170 cm, atletis, melang41
kah tegap. Wajahnya oval, ganteng dengan kumis dan
rambut dicukur rapi, memberi kesan lebih muda dari
usianya yang 49 tahun. Ia seorang pemborong bangunan
yang sukses. Anaknya tiga orang. Boyke, Windy, dan Ali
Topan. Boyke sejak dua tahun yang lau ia sekolahkan ke
Australia.
Pintu rumah dibuka oleh MbokYem, pelayan keluarga
yang sudah 13 tahun bekerja.
Bikinkan madu telor, Mbok. Aku capek sekali, kata
Pak Amir.
Inggih, Ndoro, jawab Mbok Yem. Dia menutup
pintu, dan bergegas lari ke dapur untuk membuatkan
madu telor pesanan majikannya. PakAmir berjalan santai
ke dalam kamarnya.
Mbok Yem seorang janda asal Semarang yang berusia
51 tahun. Suaminya seorang penjaga pintu kereta api
menceraikannya karena mau kawin lagi. Anaknya
dibawa oleh suaminya. Mbok Yem kemudian merantau
ke Jakarta, dan bekerja pada keluarga Amir sejak Ali
Topan berumur 5 tahun. MbokYem bertubuh kurus, agak
tinggi dan rambutnya selalu digelung. Wajahnya bundar,
suka menginang dan menyanyi tembang-tembang Jawa
lama. Ia sangat menyayangi Ali Topan yang ia asuh
dengan cinta.
Pak Ihin, sopir Pak Amir, memarkir mobil di bawah
pohon rambutan. Sopir setengah tua yang bernama
lengkap Solihin itu membuka kap mesin mobil, untuk
mendinginkan udaranya. Lalu ia memasang pipa plastik
dan membuka keran untuk mencuci mobil.
Di dapur, Mbok Yem mengaduk madu Sumbawa dan
dua butir telur ayam kampung yang sudah diberi jeruk
nipis secukupnya.
Ndoro Kakung sekarang sering bener minum madu
42
telor. Setiap hari dua kali. Gawat, Mbok Yem berbicara
sendiri sembari menata gelas berisi madu telor dan air
sirup markisa di baki. Ia tak sadar bahwa majikannya
sedang berdiri menunggu di depan pintu dapur. Hm!
Hm! Pak Amir berdehem, Mbok Yem terperanjat.
Ngomong apa kamu, Yem. Gawat, gawat apa? tanya
Pak Amir.
Eh saya jadi kaget. Ini madu telornya sudah siap,
Ndoro, kata Mbok Yem. Wajahnya menunduk. Mbok
Yem membawa jamu itu ke ruang tengah. Majikannya
membuntuti dari belakang. Begitu gelas jamu itu ditaruh
di meja, langsung Pak Amir meminumnya cepat-cepat.
Kemudian ia mencuci mulutnya dengan es sirup markisa.
Ia duduk bersantai di kursi ruang tengah untuk memberi
kesempatan madu telor masuk ke dalam perutnya.
Suara motor yang bising membuatnya tersentak. Ali
Topan datang. Ia memarkir motornya di dekat sopir yang
sedang mencuci mobil ayahnya.
Selamat sore, Den, sapa Pak Ihin.
Eh, papa mau ngayab ke mana lagi malam ini Bang
Ihin? tanya Ali Topan.
Saya tidak tahu, Den.
Mau main perempuan lagi ya. Dapet komisi berapa
kamu? kata Ali Topan sambil berjalan masuk ke rumah.
Pak sopir mengernyitkan dahi, dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Ucapan Ali Topan rupa-ruoanya menancap di hatinya.
Masuk ke ruang tengah, Ali Topan melihat ayahnya
sedang duduk santai, mengisap cerutu.Tanpa mengucapkan salam, tanpa menggubris ayahnya, Ali Topan nyelonong masuk kamarnya di bagian belakang ruang itu.
Wajahnya kusut.
Ali! bentakan ayahnya membuat Ali Topan berhenti.
43
Ia tak menjawab. Diam saja di tempatnya. Seperti patung.
Ali! Ke sini kamu! kata ayahnya. Pak Amir menengok ke arah anaknya. Ali Topan tepat membalikkan
badannya. Kedua ayah dan anak itu bertatapan. Sinar
mata AliTopan yang tajam menatap mata ayahnya seperti
orang asing.
Ada apa, Papa? kata AliTopan. Ia melangkah mendekati tempat duduk ayahnya.
Duduk situ, papa mau tanya sesuatu! kata Pak Amir.
Ali Topan duduk di depan ayahnya. Tanya apa?
katanya.
Dari mana saja kamu? Gini hari baru pulang.
Biasa-biasa saja, Pa.
Biasa-biasa saja bagaimana? Kamu ini kalau ditanya
orangtua, selalu menjawab seenaknya saja. Biasa-biasa,
jawaban macam apa itu! Sembarangan!
AliTopan melihat ke arah ayahnya. Dengan gaya santai
dia mengangkat kakinya dan mencabut sebatang rokok
dari tempat khas itu. Ia nyalakan rokok dengan korek
api Ronson milik ayahnya yang tergeletak di meja.
Gaya kamu itu lho yang bikin orang nggak tahan!
Tahu apa tidak kamu? Gaya kamu itu macemnya koboi
tengik. Sama sekali tidak ada respeknya sama orangtua.
Ada orangtua duduk, dilewati saja tanpa bilang numpang
liwat kek atau permisi kek atau kentut pun tidak. Nyelonong saja.Apa kamu menganut modeSlonong Boys ya?
kata Pak Amir. Kesal betul dia.
Abis kalau nggak ada perlunya bilang apa-apa, mau
bilang apa? Saya bosen basa-basi. Soalnya
Terbayang olehnya foto-foto mamanya di kolam renang.
Soalnya kenapa? Soalnya kamu saja yang tidak tahu
aturan.Apa di sekolahmu memang tidak diajar etiket dan
44
sopan santun!
Udah, udah deh, nggak usah bawa-bawa sekolah, etiket atau sopan santun segala. Percuma belajar sopan
santun kalau yang mengajari juga tidak mau memakai
sopan santun itu, kata Ali Topan. Dia hendak bangkit,
tapi ayahnya menyuruh tetap duduk. Geram betul Pak
Amir mendengar omongan anaknya yang dianggap asal
bunyi itu. Ia tak tahu rasa hati anaknya.
Dari mana kamu? kata Pak Amir. Nadanya melunak.
Biasa.
Kamu nggak punya persediaan kata-kata lain kecuali
biasa-biasa itu, he? Gayamu itu lho, bikin orangtua pusing.
Ali Topan diam saja. Dia menikmati rokoknya dengan
gaya orangtua. Matanya mengawasi asap rokok yang
dibuatnya bundar-bundar.
Jadi kebiasaan sekolah sekarang ini berangkat pagi
pulangnya malam, begitu? kata ayahnya.
Iya. Seperti orang kantoran, kata Ali Topan.
Orang kantoran bagaimana?
Banyak teman saya bilang, bapak mereka kalau
berangkat pagi, pulang ke rumah pagi lagi. Kadangkadang nginep di motel sama cabo!
Alis Pak Amir terangkat tiba-tiba. Kau nyindir aku,
heh? katanya. Matanya melotot. Wajahnya merah
seperti tembaga. Dia merasa tersindir betul.
Ali Topan menatap mata ayahnya dengan hati mantap.
Kemudian ia berdiri dan berjalan meninggalkan sang
ayah yang tiba-tiba berlagak seperti orang pilon. Ali
Topan masuk ke kamarnya. Ayahnya berjalan ke kamar
mandi. Mbok Yem melihat dari celah pintu dapur.
Di dalam kamar, Ali Topan menekan tombol lampu di
dekat pintu. Plap! Lampu menyala, kamar jadi terang
45
benderang. Ali Topan tegak menatap ruang pribadinya
itu. Matanya redup memendam keperihan. Tapi mata itu
tiba-tiba menyala ketika memandang sebuah poster besar
yang terpampang di dinding, di atas tempat tidurnya. A
house is not a home, demikian kalimat di poster itu.
Ali Topan membeli poster itu dari sebuah toko di Blok
M. Poster itu ia beli dengan uangnya sendiri, sebagai
hadiah ulang tahun untuk dirinya sendiri. Barangkali
lucu, tapi begitulah halnya. Poster itu berukuran 70x90
cm, bergambar sarang laba-laba di atas dasar hitam.
Tulisannya kelabu muda.
Sebuah radio merk Phillips terletak di meja kecil di
dekat tempat tidurnya. Radio itu juga merupakan teman
sekamar Ali Topan, sebagai penghibur hati. Pemancar
radio yang disukainya adalah Bonaparte-52 dan Juliet &
Romeo [J&R].
Bonaparte yang terletak di Jalan Leuser disukainya
karena selalu memutarkan musik pop dari The Beatles
dan Koes Bersaudara yang dikaguminya. Ia memang
penggemar fanatik The Beatles. Sedangkan J&R yang
terletak di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, disukainya
karena studio itu pintar memilih musik yang cocok dengan suasana untuk mengiringi pembacaan syair lagulagu folk, balada dan country tahun 60-an, 70-an dan
lagu-lagu pop.
Lagipula para penyiarnya tidak norak dalam
membawakan acara. Ali Topan bahkan menganggap
Bonaparte dan J&R seakan-akan didirikan memang
untuk menghibur dirinya.
Masih ada teman setia Ali Topan di kamar itu. Bukubuku. Segala macam buku. Ada buku politik Sang
Pangeran karya Niccolo Machiavelli dan beberapa buku
karya Bung Karno serta kumpulan pidato presiden perta46
ma Republik Indonesia itu. Ada buku sejarah, terutama
sejarah pergerakan kebangsaan dan sejarah Indonesia
lama, juga buku-buku biografi. Ada buku novel pop. Komik Jan Mintaraga dan Teguh Santosa. Buku kumpulan
syair Bob Dylan dan berjilid-jilid buku serial silat Cina.
Dan di antara buku-buku itu terkadang ada buku stensilan yang kalau ditinjau dari segi pornografi, cukup
mengasyikkan!
Ali Topan menutup pintu kamar dan menguncinya. Ia
berjalan ke radio. Dihidupkannya radio itu, dan diputarnya gelombang J&R.
Penyiar Johnny dan operator Ikhsan sedang repot
menghibur teman-teman di rumah yang sedang belajar
atau ngelamun. Semoga musik yang kami putarkan dari
studio dapat melenyapkan lamunan buruk dan mendatangkan impian indah serta rejeki di malam ini. He he
he, demikian suara penyiar J&R.
Suara ketawa he he he itu disambung dengan musik
manis dari The Hollies, Too Young Too Be Married. Ali
Topan merebahkan dirinya ke tempat tidur. Matanya terpejam. Ia menikmati suasana sendiri. Sendiri.
Tiba-tiba ia melompat bangun dan duduk di lantai beralas tikar pandan. Ia mengambil sebuah buku dari dalam
tasnya dan mengambil foto-foto yang dicetak Gevaert
tadi. Foto Nyonya Amir dan seorang anak muda yang
sedang berpelukan, tertawa-tawa dan bermesraan di
kolam renang. Ia gelar foto-foto itu di atas tikar pandan,
dan ia pandangi dengan cermat untuk memastikan apakah
wanita berpakaian renang hitam polkadot puth itu benarbenar mamanya.
Sesungguhnya, fakta itu telah pasti. Matanya pun tak
sangsi. Namun ada suatu keinginan dalam hatinya, bahwa
wanita dalam foto itu bukan mamanya.
47
Ali Topan sedih sekai menghadapi kenyataan yang
bahkan dalam mimpi pun tak pernah diharapkan terjadi
oleh seorang anak yang mendabakan ibunya seorang
wanita utama. Bukan seorang tante girang jalang yang
terkenal di kawasan Kebayoran.
Sudah cukup lama sekitar delapan bulan omongan
jelek tentang mamanya yang suka main dengan anakanak muda itu ia dengar dari teman-temannya penyiarpenyiar radio di Kebayoran. Ia pernah menyampaikan
gosip itu ke mamanya. Apa kata si mama? Kamu nggak
usah ikut campur urusan orangtua, begitu kata
mamanya. Omongan begitu kok didengar. Mana
buktinya ? lanjut mamanya.
Tapi hari ini Ali Topan memegang bukti itu yaitu fotofoto hasil potretan Gevaert. Ternyata Gevaert telah cukup
lama menyimpan filmnya. Tapi baru tadi malam ia memberi tahu Ali Topan lewat telepon.
Tadinya gue mau bakar film itu, Pan. Karena gue pikir
lu bisa marah ke gue dan persahabatan kita putus. Tapi...
gue mikir lagi, lu pernah tulis di buku gue bahwa kita
nggak boleh lari dari kenyataan. Dont run away from
reality, begitu kata Gevaert lewat telepon.
Kalau lu bakar itu film, lu bukan kawan gue, Vaert,
kata Ali Topan. Besok kita cetak itu foto. Tapi Bobby
ama Dudung nggak perlu tau.
Lewat telepon itu Gevaert bercerita lagi bahwa sebulan
yang lalu ketika ia disetrap tiga hari gara-gara tertangkap
bawa buku porno ke sekolah, ia tiap hari berenang di
kolam renang Senayan. Surat dari wali kelas untuk orangtuanya ia bakar. Dan ia menulis sendiri surat permintaan
maaf dengan mesin tik dan memalsu tanda-tangan ayahnya.
Pada hari kedua gue ke kolam renang itu, sekitar jam
48
sepuluh, gue liat mama lu sama cowok. Diem-diem gue
ambil tustel gue, terus gue potret mereka pake lensa
tele.., cerita Gevaert tentang bagaimana ia secara
kebetulan memotret Nyonya Amir dan cowoknya.
Dua kali ia mendapatkan bukti. Yang pertama, sekitar
empat bulan yang lalu pada saat liburan sekolah. Gevaert
mengajak dia, Dudung dan Bobby menginap di villanya
di Cipanas. Malam harinya mereka membayar seorang
penjaga villa sewaan untuk mengintip pasangan yang
sedang ngesex itu Pak Amir, papanya sendiri bersama
seorang pelacur...
Ali Topan mendengar ketukan di pintu kamarnya. Ia
hafal itu ketukan mbok Yem. Ia sedang bersedih, ingin
menyendiri. Tapi akhirnya ia bangun juga dan membuka
pintu. Mbok Yem berdiri membawa baki berisi air jeruk
dingin.
Pak Amir keluar dari kamar mandi, berjalan masuk ke
kamarnya. Mbok Yem mengangkat gelas bekas madu
telor dari meja. Dibawanya gelas kotor itu ke dapur, melewati kamar Ali Topan. Di depan kamar Ali Topan, Mbok
Yem berhenti sebentar dan melongok ke pintu yang tertutup itu. Kemudian Mbok Yem berjalan terus ke dapur.
Ali Topan menelungkup di tempat tidur. Lalu menelentang lagi. Pada posisi begitu ia mengambil sebatang
rokok dari kaus kakinya. Dinyalakannya rokok itu,
kemudian ia isap. Musik The Hollies memang asyik
dinikmati sembari merokok, begitu kata hati Ali Topan.
Ia melamun. Dikepulkannya asap rokok menjadi bulatan.
Begitu terus-menerus, sampai asap memenuhi kamarnya.
Dan ia terbatuk-batuk oleh rokok itu.
Waduh, waduh!Asep rokoknya kayak asep sepur saja,
Den Bagus. Jadi sumpek dong, kamarnya. Itu kan, udah
mulai batuk-batuk, kata Mbok Yem.
49
Ali Topan mengangkat kedua kakinya ke atas, kemudian dengan gaya akrobatik ia melenturkan kaki itu ke
kasur. Dengan cara itu ia duduk di tempat tidurnya. Ia
menyemburkan asap rokok ke arah Mbok Yem.
Owalaah! Kok MbokYem malah disembur sama asep
rokok. Sudah, brenti ngrokoknya, Den Baguuus! Nggak
baik, masih sekolah sudah banyak ngrokok. Ini, minum
air jeruk saja biar seger buger, kata MbokYem. Ia memberikan gelas pada Ali Topan.
Terima kasih, Mbok, kata Ali Topan, lalu diminumnya air jeruk itu sampai habis!
Mbok Yem geleng-geleng kepala menyaksikan
kelakuan anak asuh yang dia sayangi itu. Ali Topan,
selesai minum, mengangsurkan gelas pada Mbok Yem.
MbokYem mengambil gelas itu dan menaruhnya di dekat
radio. Kemudian perempuan tua itu duduk di tepi tempat
tidur. Tangannya mengelus rambut dan dahi Ali Topan
dengan penuh kasih sayang.
Kok anget, Den Bagus. Sakit ya? Implensa? kata
Mbok Yem. Ali Topan memegangi tangan Mbok Yem.
Eh. Mbok. Kalau manggil aku nggak usah raden bagus
raden bagusan, kenapa siiih? Kayak panggilan ketoprak
aja. Nggak betah kupingku dengernya! kata Ali Topan.
Lho, habis mau panggil apa? Apa mau panggil Den
Ayu? Den Ayu itu panggilan buat perempuan, Den
Bagus. Masa gitu dibilang kayak ketoprak. Yang bener
aja dooong, kata Mbok Yem.
Panggil saja mack gitu, atau jack juga boleh.
Mek? Jek? Apa itu?
Aah, bodo lu Mbok, ah. Eit, sorry, bukan bodoh, tapi
belum paham cara panggil orang modern, kata Ali
Topan. Ia menyeringai.
Biarin dibilang bodo. Memang Mbok Yem bodo,
50
Mbok Yem nggak sekolah, biariiin. Kalau Mbok Yem
pinter kan nggak jadi babu, Den Baguuuus, kata Mbok
Yem. Ucapannya bernada pasrah, dan itu sama sekali
bebas dari rasa tersinggung atau rasa lain yang sejenis itu.
Ali Topan mencium punggung tangan Mbok Yem.
Mbok Yem ternganga. Lalu senyum arif. Ia tahu bahwa
majikan mudanya itu juga sayang padanya. Majikan mudanya itu, walaupun omongannya suka sembrono, tapi
hatinya baik dan peka. Ia sayang majikan mudanya,
seperti sayangnya pada anaknya sendiri yang kini ikut
suaminya setelah mereka bercerai.
Mbok, tolong bukain jendela dooong, pinta Ali
Topan. Segera Mbok Yem melaksanakan order itu. Ia
buka jendela dan mengipas udara kamar dengan serbet
yang selalu tersampir di pundaknya.
Jangan keliwat banyak ngrokok, Den Bagus. Nanti
sakit. Kalau sakit kan Mbok yang repot, kata Mbok
Yem. Ali Topan memandang Mbok Yem. Ia tersentuh
oleh ucapan perempuan itu. Tanpa bicara, Ali Topan
mematikan rokok di asbak dekat radio. Mbok Yem
tersenyum padanya. Ali Topan pun tersenyum pada
Mbok Yem.
Kalau bukan Mbok Yem siapa lagi yang mau repot?
Apa MbokYem nggak mau direpotin? Kalau nggak mau
direpotin, bilang dong dari kemaren, kata Ali Topan
dengan nada mengajuk.
Bukan gituuu, Den Bagus. Kalau den bagus sakit,
Mbok kan sediiih. Mbok sih mau saja direpotin. Kan
Mbok sudah pasrah nglakoni hidup ini sebagai abdi
disini. Abdi kan memang kerja buat repot-repot Den
Bagus, kata Mbok Yem.
Tiba-tiba ia tertegun melihat ke foto-foto di atas tikar.
Mbok Yem membungkuk mengamati foto-foto nyonya
51
Amir dan seorang anak muda di kolam renang. Mbok
Yem melihat ke Ali Topan. Ali Topan melihat ke Mbok
Yem. Ini Ndoro Putri ? tanya mbok Yem, pahit.
Ya, mamaku, Mbok..., kata Ali Topan.
Siapa anak muda itu? tanya MbokYem sambil berdiri
lagi.
Mata Ali Topan menatap tajam ke arah Mbok-nya.
Lalu, segera ia memutar gelombang radio, untuk mengusir berbagai rasa dari hatinya. Ia menghentikan putarannya setelah musik popThe Beatles menggema di ruang
itu. Gelombang radio Bonaparte-52!
Akhir lagu Mister Postman dilanjutkan dengan lagu
Strawberry Fields Forever dari The Beatles. Ketika lagu
itu memasuki refrainnya, Ali Topan membesarkan
volume suara radio itu, hingga musik dan vokal John
Lennon dkk menggema keras di ruang kamarnya.
Living is easy with eyes closed
misunderstanding all you see
its getting hard to be someone
but its all works out
it doesnt matter much to me...
Mbok Yem buru-buru keluar dari kamar, karena mendengar suara pintu dihempaskan dari arah kamar Pak
Amir.
Pak Amir memang menghempaskan pintu lemari setelah ia mengeluarkan setelan jas sport-nya. Hobi PakAmir
memang begitu, suka menghempas-hempaskan pintu,
seakan-akan ia dilanda kemarahan yang sangat besar.
Padahal itu cuma kamuflase. Hatinya sebenarnya tertawa
geli setelah menghempaskan pintu itu. Di masa mudanya
ia pemain teater, jadi pintar akting.
Ia berdandan secara kilat. Mengenakan sport-jas kotakkotak coklat tua dengan pantalon krem. Dia memakai
52
sepatu Bally yang harganya Rp 44.000, kemudian menyemprotkan parfum ke sapu tangan, lengan jasnya dan
di bagian bawah pantalonnya. Kemudian ia bercermin
sebentar, menyisir rambutnya dan membetulkan letak
kacamatanya. Lalu ia membuka tas Samsonitedan mengambil segumpal uang kertas dari dalam tas itu, kemudian
memasukkan uang itu ke saku celananya.
Lalu ia keluar dari kamarnya.
Tepat pada saat ia hendak menutup pintu kamar, Mbok
Yem sedang berjalan dari kamar mandi. Pak Amir
menampakkan wajah serius, diangker-angkerkan supaya
kelihatan berwibawa betul.
Mbok, saya mau rapat. Ng anak monyet yang satu
itu jangan boleh ngayab lagi. Suruh belajar gitu! Kalau
ibu tanya, bilang saya rapat, gitu. Dengar, Mbok? kata
Pak Amir.
Saya, Tuan! jawab Mbok Yem sambil membungkukkan badannya dalam gaya orang Jawa jaman
penjajahan.
Pak Amir menutup pintu kamarnya, lalu berjalan
keluar. Kemudian ia menghampiri mobilnya yang sudah
siap di depan pintu.
Pak Ihin membukakan pintu mobil dan Pak Amir
masuk ke dalamnya. Mbok Yem mengunci pintu. Lalu
berjalan masuk ke dalam tanpa melihat ke arah mobil
yang bergerak meninggalkan halaman rumah.
Suasana malam biasa-biasa saja. Warna langit biasabiasa saja. Tapi memang udara agak dingin di luar.
***
Boutiqe Srigala yang terletak di Jalan Sunan Kalijaga
merupakan salah satu boutiqe eksklusif di daerah
Kebayoran. Jalan Sunan Kalijaga memang tidak seramai
Jalan Melawai Raya yang lebih dekat dengan pusat
53
pertokoan Blok M, tetapi jalan itu memberi kesan tersendiri yang justru lebih memantaskan Srigala sebagai
alamat orang-orang kaya Kebayoran, Menteng maupun
Tebet, memperoleh pakaian siap pakai dari berbagai
merk terkenal. Srigala khusus butik lelaki.
Lepas waktu Isya, sebuah mobil Holden Premier warna hitam pekat berhenti di depan butik. Seorang nyonya
berumur sekitar 43-an keluar mobil digandeng seorang
pemuda umur 27-an yang tadi menyetir mobil itu. Mereka
berjalan memasuki butik, bergandengan mesra sekali.
Punggungnya nggak dingin? tanya si pemuda sambil
mengusap punggung si nyonya yang terbuka karena ia
memakai gaun backless.
Dingin? Masa ada jij masih dingin? kata si nyonya.
Keduanya tersenyum seperti sepasang pengantin remaja
saja.
Seorang nona penjaga butik menyambut mereka
dengan sopan santun komersilnya.
Daag Tante, selamet malem Sampe kangen deh,
sudah lama nggak kemari baju baru Kern dan Cavallo
sudah hampir habis diborong orang, tapi masih saya
sisain buat mm buat siapa siih? Kata penjaga butik.
Senyumnya legit ke arah pemuda yang berlagak pilon.
Eh, Zus Lenda, apa belum kenal? Ini ponakan Ik yang
baru, paling baru. Tommy, kenalan sama Zus Lenda,
kata si nyonya.
Tommy dan Zus Lenda bersalaman. Keduanya
senyum-senyum. Si nyonya tampak bangga ketika
melihat sinar mata naksir Zus Lenda pada Tommy.
Ganteng, ya Zus? kata si nyonya.
Wah, ganteng sekali. Paling ganteng dari semua
ponakan tante yang dulu-dulu. Ini sih barang eksklusif,
he he he, kata Zus Lenda, ini ponakan yang dari Jerman
54
atau dari London, Tante Amir? tambahnya.
Dari Tebet saja, jawab si nyonya yang ternyata
bernama Nyonya Amir itu. Ia memang istri Pak Amir,
jadi ibu Ali Topan status formilnya.
Pemuda Tommy itu bukan ponakan dalam arti sebenarnya, melainkan ponakan dalam arti semu yang biasa
dipakai di kalangan tante-tante girang. Ponakan itu
artinya kekasih gelap. Memang Nyonya Amir itu seorang
tante girang yang beken di Kebayoran. Hal itu termasuk
masalah yang membuat Ali Topan kesal, malu dan selalu
menderita batin.
Ayo, young! Katanya pingin baju Cavallo merah, minta aja sama Zus Lenda, kata Ny Amir, Zus, tolong deh
pilihkan warna merah, dan yang biru itu sekalian, tambahnya.
Ukuran berapa? tanya Zus Lenda.
M , sahut Tommy. Tampak ia malu-malu kucing.
Segera Zus Lenda mengambil baju-baju Cavallo warna
merah dan biru dari lemari butik, lalu dihamparkannya di
depan Tommy. Mau coba dulu? katanya.
Sudahlah, sudah cocok itu , kata Nyonya Amir,
bungkus saja langsung, tambahnya.
Zus Lenda langsung memasukkan baju-baju itu ke
dalam tas plastik ber-merk Srigala. Nyonya Amir mengambil 7 lembar Rp 5.000-an, disodorkannya pada Zus
Lenda. Cukup, Zus? katanya.
Kurang seribu, Tante tapi biar deh, korting seribu.
Trims deh. Oke, saya langsung saja, ada acara lain,
Zus Len, kata Nyonya Amir.
Silakan. Trima kasih Tante. Trima kasih Tommy,
kata Zus Lenda. Ia mengantarkan tamunya sampai pintu.
Senyumnya segera berubah setelah mobil Holden yang
membawa Nyonya Amir dan Tommy pergi. Senyum ko55
mersil yang cerah berubah jadi senyum iri hati yang sedih.
Zus Lenda seorang perawan menjelang senja.
Mobil Holden Premier itu meluncur di jalanan. Tommy
menyetir mobil dengan wajah cerah. Nyonya Amir tersenyum memandanginya.
Puas, young? Cavallo merahnya? tanya Nyonya
Amir.
Oooouw, puas sekali, Tante Tapi mahal amat ya?
Rasanya sayang amat duit segitu banyak cuma dapet dua
baju saja, kata Tommy. Omongannya itu bermakna
basa-basi, berkait di ujungnya.
Aah, buat Tommy tak ada rasa sayang tante keluarkan
uang. Yang pentingTommy puas, senang, tante juga puas,
senang. Kan gitu, Tom? Ha ha ..
Terima kasih, Tante ..
Oow, kembali kasih, young tapi nyetirnya jangan
terlalu pelan dong, tante kan sudah capek, ingin dipijet
sama Tommy hm... hem, kata Ny Amir. Ia mencubit
paha Tommy. Tommyo menangkap tangannya dan
mengusap tangan itu. Nyonya Amir kembali mencubit
paha Tommy. Dan bukan cuma mencubit paha saja.
Tangan itu menjadi liar dan aktif ke sana ke mari.
Ke Garden, Tante? Langsung? kata Tommy.
Langsung, young
Tommy menancap gas. Mobil melaju ke arah Tebet. Di
situ ada penginapan Garden, tempat orang-orang
memadu cinta gelap.
***
Di rumah, kesepian menggerayangi hati Ali Topan.
Suasana sepi seperti itu begitu sering melingkupinya.
Rumah kosong, ayah dan ibunya pergi mencari kesibukan
masing-masing.
Boyke, abangnya sudah jauh. Di Sidney Australia. Ka56
barnya belajar di sekolah bisnis. Ia dua kali mengirim
kartupos bergambar kanguru ke Ali Topan. Isinya itu ke
itu saja: tentang cuaca di Sidney, dan nasihat agar Ali
Topan jangan bandel-bandel, harus rajin sekolah, jangan
suka membantah papa dan mama dan jangan suka bertengkar dengan Windy.
AliTopan membalas menasehati Boyke lewat kartupos
bergambar monyet: Kalau belajar bisnis ngapain lu jauhjauh ke Australia ? Buang-buang duit. Lu belajar aje
sama Cina-cina di sini. Atau lu belajar nyogok pejabat
sama papa.
Boyke marah sekali dikirimi kartupos bergambar monyet dan nasihat itu. Ia mengirim balasan kartupos
bergambar anjing dengan kalimat: Kurang ajar lu! Awas
kalau gue pulang, gue hajar!
Wajah Boyke yang klimis tapi mesum terbayang di
benak Ali Topan. Usianya 4 tahun di atas Ali Topan.
Kelakuannya konyol karena terlalu dimanjakan oleh
papa dan mamanya. Ali Topan tak pernah merasa dekat
dengan dia, dan tak pernah respek. Abangnya itu seorang
pesolek dan gemar foya-foya seperti papanya. Hatinya
hati pengecut. Berani berbuat tak berani bertanggung
jawab !
Boyke dikirim ke Australia oleh papanya sebetulnya
untuk menutupi suatu skandal. Ia menghamili Sinah,
pembantu keluarga mereka asal Karto Suro yang beusia
18 tahun.
Sinah disuruh menggugurkan janinnya yang telah berusia dua bulan oleh Pak Amir. Dan diberi uang Rp 75.000
untuk biaya pengguguran itu. Besok kamu biar diantar
pak sopir ke dokter kenalanku. Sesudah selesai, kamu
akan saya beri uang lagi, kata Pak Amir seperti yang
diungkapkan Sinah ketika Ali Topan mengetahui kasus
57
itu pada malam harinya.
Ali Topan semula memang tak tahu ada kasus Sinah
hamil disebabkan aktivitas seksual Boyke. Mbok Yem
dan Pak Ihin yang tahu kasus itu disuruh tutup mulut oleh
Pak Amir dan nyonya Amir. Ali Topan tahu ketika malam
itu ia menyuruh MbokYem menanyakan kaos oblongnya
yang bergambar lambang peace ke Sinah.
Sinah sudah dua hari ini ndak nyuci pakaian, Den
Bagus. Dia sakit, kata Mbok Yem.
Suruh ke dokter, dong..., kata Ali Topan polos.
Akan ke dokternya mbesok, kata Mbok Yem.
Ali Topan heran.Kok besok? Kenapa nggak tadi sore?
Atau malam ini? Emangnnya Sinah sakit apa, Mbok?
Ndak tahu sakit apa, kata Mbok Yem lantas cepatcepat pergi ke dapur. Ia takut membongkar rahasia itu.
Ali Topan penasaran. Ia ke kamar Sinah, maksudnya
akan bertanya Sinah sakit apa. Ali Topan kaget ketika
dengan polosnya disertai airmata bercucuran Sinah
mengungkapkan kasus itu.
Lu dosa kalo gugurin anak lu! Jangan mau! Bisa sial
lu seumur hidup! Dan kalo lu mati dimasukin ke neraka,
kataAli Topan kepada Sinah. Daripada begitu, lu pulang
aje ke desa lu dan lu lahirin anak lu di sono. Omongan
orangtua gue yang kagak bener jangan lu turutin, Sinah...
Ternyata omongan Ali Topan itu masuk ke hati Sinah.
Malam hari itu juga Sinah pergi secara diam-diam dari
rumah majikannya. Mbok Yem pun tak tahu. Sampai
sekarang.
Esok harinya Pak Amir, nyonya Amir, Boyke dan
Windy sibuk mencari-cari Sinah. Pak Amir menyuruh
sopir naik kereta api ke desa Sinah. Tapi Sinah tak ada di
rumah orangtuanya. Sinah seperti hilang ditelan bumi.
Beberapa geng dukun yang dibilang sebaga orang
58
pinter dimintai bantuan oleh nyonya Amir untuk menemukan Sinah. Macet! Hingga, sebulan kemudian, setelah
Pak Amir, nyonya Amir dan Boyke putus asa, Boyke
dikirim ke Australia dengan alasan sekolah bisnis.
Ali Topan berlagak bodo seperti anak yang nggak tau
persoalan. Karena ia merasa dirinya pun dianggap nggak
ada sebagai anggota keluarga yang mestinya diberi tahu
urusan apa pun yang menyangkut keluarga.
Pernah, malam sebelum keberangkatan Boyke, Windy
datang ke kamar Ali Topan. Waktu itu jam sembilan malam, Ali Topan sedang belajar. Windy adalah seorang
yang keras kepala, berfikiran negatif, congkak, kalau
ngomong selalu dengan nada tinggi dengan kecenderungan mencela atau memvonis.Kecuali kalau dia sedang
ingin berbasa-basi.
Pan! Sinah ke mana sih? Nggak ngomong-ngomong
tau-tau ngabur aje dari rumah ini! Gue rasa dia itu kepelet
sama orang terus diajak kawin! kata Windy malam itu.
Ali Topan selalu muak kalau mendengar nada dan gaya
bicara kakak perempuannya yang nggak enak di kuping
nggak enak di hati itu. Lu nanya apa nanya? kata Ali
Topan tanpa melihat ke Windy.
Heh! Gue nanya! Dan lu brenti dulu belajar kalo gue
ajak ngomong! Payah lu! hardik Windy. Ia berkacak
pinggang sambil merokok di ambang pintu. Ali Topan
diam, berusaha menahan rasa muaknya.
Heh! Denger kagak sih lu? Kayak ngomong sama
tembok aja gue... kata Windy. Gue kan kakak lu!
Ali Topan menaruh bukunya. Ia menatap Windy.
Kalau lu kakak gue, terus lu boleh ngebentak-bentak
gue? Sarap lu! kataAli Topan.Windy membelalak.Eh!
Eh! Ngatain gue sarap! Berani lu ya? kata Windy.
Emang lu sarap.., kata Ali Topan Lalu ia memencet
59
tombol on pada tape recordernya dan volumenya disetel
pol. Lagu Tomorrow Tomorrow dari The Bee Gees yang
sudah separuh putaran menggelegar di kamar itu. Windy
bergegas meninggalkan kamar si bungsu sambil mengumpat-umoat.
Esok malamnya, ketika ikut mengantar Boyke ke bandar udara, Ali Topan memperhatikan betapa Ruby, pacar
Boyke menangis tersedu-sedu di pelukan Boyke disaksikan oleh tante Hernadi mama si Ruby dan temanteman mereka.Windy dan nyonya Amir menghibur Ruby
dengan kata-kata indah.
Boyke nggak lama kok..., kata Windy.
Ini kan demi masa depan kalian juga, kata nyonya
Amir. Boyke pasti akan selalu setia kepada Ruby,
lanjutnya. Dan sebagainya yang bikin Ali Topan geli.
Sementara Pak Amir berdiri dengan gaya sok hebat bisa
menyekolahkan anaknya ke luar negeri. Sementara
matanya jelalatan ke mana-mana.
Aah, gentong nasi - gentong nasi, ngelebih-lebihin
pemain ketoprak lu pade, gumamAli Topan yang berdiri
bersama Mbok Yem di luar kerumunan mereka.
Ngomong apa? tanya mbok Yem waktu itu.
Di sini nggak ada yang jual ketoprak, Mbok, kata Ali
Topan yang tersadar ia ngomong sendirian.
Hus ! Nanti malem saja mbok bikinkan.Aneh, orangorang sedih mengantar mas Boyke, kamu malah pingin
ketoprak, kata mbok Yem.
Kencurnya banyakin entar ya, Mbok...
Ya udah, nanti! kata Mbok Yem sambil mencubit
lengan Ali Topan.
Biar berasa ancur-ancurannye.., kata Ali Topan
sambil menggandeng lengan Mbok Yemnya.
Potongan-potomgan peristiwa masa lalu itu berkilasan
60
dalam memori Ali Topan. Peristiwa yang menjadi bagian
dari tragedi kehancuran moral keluarganya. Dan tragedi
itu masih berlangsung.
Ali Topan berjalan hilir mudik di ruang tengah, ruang
depan, lalu kembali ke kamarnya. Radio masih menggemakan musik The Beatles dari studio Bonaparte.
Lagunya Mother Natures Son...
Born a poor young country boy
Mother Natures Son
All day long Im sitting singing songs
For everyone
Den Bagus, nggak mandi? Sudah malem. Mbok sudah
sediakan air panas tuh. Mesin pemanas air di kamar mandi
lagi rusak, suara Mbok Yem halus menyapa Ali Topan
dari pintu. Ali Topan berbalik menghadap Mbok Yem.
Heh, kaget gua! katanya. Gua nggak mau mandi
pake aer panas, Mbok, tambahnya.
Lho kok nggak mau kenapa? Bandel, badannya anget
disuruh mandi pakai air anget nggak mau. Kalau begitu
raup saja.
Apa itu raup? Raup itu cebok, ya Mbok? kata Ali
Topan. Dia tersenyum geli ke arah Mbok Yem dan si
mbok melotot.
Ooo, raup saja nggak tau. Raup itu cuci muka!
Bahasa apa itu raup?
Lho, bahasa Jowo to?
Oow, bohoso Jowo? Guo soh orong Njokorto, Mbok?
Bukon orong Njowo ho ho ho, kata Ali Topan. Dia
terpingkal-pingkal.
Mbok Yem ikut ketawa. Dia suka kalau melihat Den
Bagusnya ketawa macam itu. Pokoknya asal Den Bagus61
nya tidak kelihatan bersedih hati dan muram, MbokYem
sudah senang.
Raup apa mandi air anget? kata Mbok Yem.
Kalau mandi air anget keseringan bisa impoten,
Mbok! Tau impoten apa nggak?
Mboten, kata Mbok Yem, ayo deh, mandi saja
sana, tambahnya. Mbok Yem meninggalkan Ali Topan.
Mother Natures Son dari The Beatles usai.
Ali Topan mencopot pakaiannya, lalu pergi mandi.
Mbok Yem masuk ke kamar, membereskan kamar itu.
Usai Mothers Nature Son, terdengar suara penyiar cowok radio Bonaparte yang vokalnya cempreng. Buat
Ali Topan di mana saja berada, kami akan putarkan lagu
kesenangannya, The Fool On The Hill. Atas permintaan
Maya dengan ucapan: Eh kamu kemana aja sih kok
nggak ada beritanya. Aku kangen loh...
Aduh duh duuh yang kangen... kesian amat... Kalau
memang yang namanya Ali Topan itu nggak ada kabarkabarnya, nggak usah dikangen-kangenin... Entar
kegeeran dienya... Putusin aje... Kayak layangan... Di
studio Bonaparte banyak stok kok... he he he... Terutama
yang sedang ngablak nih... Aku baru pat-ar loh... he he
he... Okey Maya.. dan Ali Topan dan para monitor
Bonaparte di Kebayoran Baru dan sekitarnya, selamat
mendengarkan dan salam kompak dari apung-apung alias
anak pungut Napoleon Bonaparte. Penyiar itu
mengoceh panjang tanpa putus.
Lalu terdengarlah nada-nada piano intro lagu yang
menakjubkan itu, disusul vokal Paul McCartney yang
kebocah-bocahan.
Day after day, alone on a hill
The man with the foolish grin is
keeping perfectly still
62
But nobody wants to know him
they can see that hes just a fool
and never gives an answer
But the fool on the hiil
sees the sus going down
and the eyes in his head
see the world spinning round...
Well on the way, head in a cloud
The man of the thousand voices is
talking perfectly loud...
But nobody ever hear him
or the sound he appears to make
And he never seems to notice
But the fool om the hill
sees the sun going down
and the eyes in his head
see the world spinning round...
Lagu opo iki ! Mbok nggak ngerti..., gerutu mbok
Yem ditengah interlude lagu yang tiupan flute-nya
filosofis banget.
Dari kamar mandi di samping kamar itu terdengar suara
lantang Ali Topan menjerit menyanyikan bait akhir syair
lagu yang menyindir orang-orang dungu yang mengolokolok seorang bijak yang menyendiri di suatu bukit sebagai
the fool.
Ooo.. Oooh!
He never listens to them!
He knows theyre the fools..!!
***
63
EMPAT
M
alam itu pukul sembilan lewat sepuluh menit. Di
sebuah jalan raya yang menuju ke kota Bogor,
Fiat Sport Pak Amir melaju kencang. Sopir tenang menatap jalanan di depannya. Pak Amir tenang memangku seorang perempuan di jok belakang. Pak Amir
bukan rapat malam ini, sebagaimana yang dikatakannya
pada Mbok Yem. Pak Amir bukan rapat melainkan rapet. Perempuan muda belia yang ada di pangkuannya itu
seorang pelacur. Dia mengambil pelacur itu dari seorang
germo di Jatinegara.
Oom, bagi rokoknya dong. Emmy pingin ngrokok
deh, pelacur muda itu berkata. Mulutnya dimonyongkan
ke mulut Pak Amir.
He he he, rokok sih boleh. Rokok besar apa rokok
kecil? He he he
Ah, si Oom ini suka begitu rokok kecil dong.
Rokok besarnya nanti saja.
Lho, begitu apanya? Kan bener, Oom tanya mau rokok
besar apa rokok kecil? Rokok besar itu cerutu, Oom juga
bawa, tapi cuma sebatang, kalau rokok kecil ada
sebungkus.
Pelacur Emmy mencium jidat Oom Amir. Pak Amir
balas mencium pipinya. Keduanya berciuman. Emmy
tak jadi minta rokok. Malah yang merokok klepas-klepus
sopir mobil itu, yang bulu kuduknya merinding mendengar cap-cup-cap-cup, serta helaan nafas erotis dari
majikan dan gendaknya.
***
64
Di depan garasi rumah Pak Amir.
Ali Topan memakai jeans putih, kaos oblong biru dan
jaket jeans lengan buntungnya. Ia membawa buku tulis
yang diselipkan di sela pinggang celananya. Barusan Gevaert menelepon ngajak belajar bersama. Ia menyemplak
motornya. Mbok Yem geleng-geleng kepala di dekat garasi melihat Ali Topan.
Sudah, nggak usah pergi lagi, Den Bagus. Tadi bapak
pesen supaya den bagus di rumah saja. Jangan pergi, Den
Bagus , kata Mbok Yem.
Sumpek di rumah, Mbok. Aku mau belajar di rumah
Gevaert. Aku pergi dulu ya, Mbok.
Ali Topan menghidupkan mesin motornya.
Daah, Mbok.
Daaah.
Ali Topan melambaikan tangan ke Mbok Yem. Mbok
Yem melambaikan tangan ke den bagusnya itu.Ali Topan
langsung menggeblas dengan motornya. Ia tak mau tenggelam dalam kesedihan.
Ati-ati di jalan Den Baguuus! Jangan ngebuuuut,
teriak Mbok Yem. Tapi teriakannya itu ditelan oleh deru
knalpot motor. Ali Topan tidak mendengarnya.
***
Di rumah Gevaert.
Gevaert mengatur buku-buku pelajaran di kamarnya.
Dia bersiul-siul lagu sembarangan. Tampaknya gembira
betul dia.Tina, kakak perempuan Gevaert muncul di pintu kamar. Assiiiik deh, bersiul-siul sendiri. Ada apa sih,
Vaert? Baru dapet undian harapan ya? kata Tina.
Gevaert tak menengok. Dia tetap bersiul-siul dan menata buku-bukunya.
Gevaert! Budeg lu ya? Ditanya orang diem aje!
Gevaert menoleh ke arah Tina. Dia menyeringai.
65
Eh, orang lu? Gue kirain bukan, katanya, iye, iye,
eh iye besok mau ulangan, jadi gua menyenangnyenangkan diri dong. Biar kagak grogi Tin! Ng, tulung
bikinin kopi sama sediain roti dong, kawan-kawan gue
mau studi di sini, Tin, tambahnya.
Tina mencibirkan bibirnya.
Wuuu, enak aje. Emangnye gue babu lu?
Yeee, kalau babu cakepnya kayak lu, stimbat tutup
dong!
Ah sialan lu
Iye deh, sialan ya sialan, cuma tulungin dong. Masa
gua yang musti bikin kupi. Ntar rasanya kayak aer
comberan dong, Zusye , kata Gevaert, yang satu
rada enceran ya, buat si Topan. Dienye kagak doyan kupi
kentel, tambahnya.
Tina tertegun. Wajahnya mendadak cerah.
Eh, die dateng juga? Boleh deh gue bikinin. Tapi,
ngomong-ngomong, die udah punya cewe apa belon sih
Vaert? Siapa sih ceweknya?
Lu naksir dia? Jangan macem-macem lu. Ngaca dong,
ngaca umur lu berape, Tin
Kalau gua naksir emang kenape? Nggak boleh? Itu
hak gue dong. Hak asasi! Lu kan juga naksir temen gua.
Gantian boleh dong
Tina menyeringai ke adiknya. Gevaert mikir.
Siape temen lu yang gua taksir? Tampang udah kayak
oplet semua begitu
Ngepet lu!
Gevaert ketawa. Tina juga ketawa. Mereka akrab sebagai kakak-adik, walaupun tampaknya sering bertengkar.
Tina, mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Romusha, memang rada cerewet, sedangkan Gevaert suka
usil.
66
Uh, teman-teman gue di Romusha banyak yang naksir
Ali Topan deh Vaert. Anaknya keren banget sih.
Temen-temen lu udah pada ngaca apa belon? Kalau
tampangnye masih kayak oplet sih lu bilangin, suruh
pergi ke bengkel Chow Brothers dulu supaya dipermak.
Sorry aje, gang kite nggak terima cewek opletan!
Ih, sadis deh lu! Ntar gue bilangin sama si Poppy baru
tahu lu.
Poppy itu kawan se-fakultas Tina yang ditaksir
Gevaert.
Wauuuuw, jangan dong, sayaaang. Kalau si Poppy
sih barang mulus tuh. Pokoknya bakal bini gua dia. Lu
bilangin, gua larang dia naksir-naksir orang lain. Tunggu
lamaran gue aje, ye? Heh heh heh.
Tina tertawa manis mendengar ucapan adiknya.
Tapi tuker sama Ali Topan dong. Poppy buat lu, Ali
Topan buat gua, kata Tina.
Eh, lu serius nih?
Dua rius Tampangnya hensem, tongkrongannya
macho, babenya kaya... Woow! Gue mau deh langsung
kawin ha.. ha.. ha..!
Gevaert tiba-tba serius menatap mata Tina. Kakaknya
heran. Kenape lu ? Nggak setuju kalo gue kawin sama
sahabat lu? Kan asyik dia jadi abang ipar lu... Dan lu
manggil dia Bang Ali.. Eh, Bang Ali ! Bang Ali ! Kayak
kalo kita manggil Gubernur... hi hi hi hi.., celotah Tina.
Gevaert menggaruk-garuk kulit kepalanya. Entar kalo
die dateng lu jangan sekali-kali ngomong soal babe atau
nyaknye! Die kagak demen..., kata Gevaert.
Lho, kenape? Emang die anak pungut ? tanya Tina.
Udah deh... pokoknya sedih deh setorinye..., kata
Gevaert.
Terdengar derum motor masuk halaman.
67
Tina! Tolong suruh masuk die! teriak Gevaert. Tina
berlari ke pintu. Dia sibak gorden, melihat keluar.
Ali Topan tampak memarkir motornya. Ia menggeraikan rambutnya yang gondrong. Kemudian berjalan ke
pintu. Tina memperhatikannya. Hati Tina mpot-mpotan.
Ali Topan memijit bel pintu.
Tina membukakan pintu. Tina tersenyum maniiis.
Haiii apa kaaabaaaar , sapa Tina.
Sip sip aje, Tin. Si Gevaert ada? tanya Ali Topan.
Wajahnya netral.
Tina menunjuk ke arah kamar adiknya.
Gevaert muncul di pintu. Masup, Pan! Jangan kelamaan lu di situ, ntar Mpok gua naksir! kata Gevaert.
Tina tersipu-sipu. Wajahnya yang putih mendadak
dironai warna merah. Darah naik ke wajahnya.
Ah, becanda lu, Vaert! kata Ali Topan.
Dia menengok Tina. Terima kasih dibukain pintu,
Tin, katanya. Tina tak menjawab. Dia masih malu atas
olok-olok Gevaert.
Ali Topan berjalan masuk ke kamar Gevaert.
Tampang netral banget, Pan. Semua beres? tanya
Gevaert.
Gua sih beres. Yang laennya kagak... Gua lagi males
belajar, mack. Gua males ngapa-ngapain, kata Ali
Topan.
Nggak ape-ape, yang penting lu dateng. Mpok gue
udah gue suruh bikin kupi. Ntar lagi juga anjing-anjing
kite dateng.
Baru selesai Gevaert bicara, terdengar suara motor
masuk halaman lagi. Noh, mereka. Bener apa kagak
feeling gua! kata Gevaert.
Bobby dan Dudung memang datang. Mereka memarkir
motornya di dekat motor Ali Topan. Keduanya langsung
68
masuk ke rumah.
Salam lekuuuum, Dudung memberi salam.
Iye, lekum salaaam! Masup aje masuuuup! Gevaert
berteriak dari dalam kamarnya.
Bobby dan Dudung masuk ke kamar Gevaert.
Hei njing! Sepi banget rumah lu! Mami lu lagi pergi
ya? kata Bobby.
Lagi ngayab dia, jawab Gevaert.
Bobby melihat ke Ali Topan yang duduk tenang di lantai. Eh, lu? Ampir gue nggak lihat. Sorry boy, katanya.
Sori, sorrii, kata Dudung membeo Bobby. Dia menyalami tanganAli Topan dan Gevaert dengan gaya khas
orang Kuningan, dengan dua tangan. Ali Topan menjabat
tangan Dudung sekilas saja. Tina-tiba terbayang fotofoto mamanya di kolam renang...
Wah, kelihatannya kurang semangat, Pan. Ada kasus
apa nih? Broken home? kata Dudung. Dia membanyol.
Ali Topan tersenyum. Ia coba menetralkan perasaanya
lagi. Brokentut! katanya.
Sobat-sobatnya ketawa.
Tina datang bawa kopi.
Ck ck ck. Serpisnya kagak tahan. Cepet betul.
Memang mpok kite ini berhati beludru ibarat katanya,
kata Bobby.
Aah... jangan ngerayu lu Bob. Gua bukan cewek rayuan, kata Tina. Dia toh tersnyum.
Cewek panggilan! Ali Topan nyeletuk.
Tina membelalak. Tangannya goyang, baki di tangannya ikut goyang, kopi hampir tumpah. Tapi Ali Topan
segera tersenyum. Dan itu cukup mengobati kekagetan
Tina mendengar olok-olokan tadi.
Terima kasih, Tin, kata Ali Topan.
Kembali kasih, kata Tina.
69
Tina keluar.
Dudung, Bobby dan Ali Topan langsung menyambar
gelas kopi masing-masing.
Uw, panas mack, kata Bobby.
Makanye, sabar dikit. Jangan kayak orang ngga
pernah kenal kupi aje, mack, kata Gevaert.
Ngomong-ngomong, ternyata besok kita ada ulangan
nih. Gua mau studi, kata Gevaert lagi.
Kelas kita sih nggak ulangan ya Bob? kataAli Topan.
Minta-minta sih nggak ada. Tapi siapa tau? Guruguru kita makin nambah aje nyentriknye. Suka ngasih
ulangan tanpa bilang dulu. Siap-siap aje ah. Aljabar ya
Vaert?
Bobby menjumput buku Ilmu Aljabar dari meja.
Dudung ikut-ikutan melihat Aljabar.
Ali Topan tenang-tenang menyulut rokok.
Dia merasa capek. Pikirannya penuh ketegangan yang
dibawa dari rumahnya.
Sampai jam setengah satu mereka berkumpul di situ.
Lantas mereka pamit.
Bulan temaram. Ali Topan mengandaarai motornya
perlahan-lahan. Perasaan dan pikirannya melayang seperti malam.
70
LIMA
A
li Topan bangun jam setengah delapan. Rasanya
masih ngantuk dan capek. Tapi Mbok Yem ngotot
membangunkannya. Cepet mandi, Den Bagus.
Terus sekolah. Sarapan dulu, kata Mbok Yem.
Ali Topan mandi cepat-cepat. Lalu berpakaian cepatcepat. Ia tak memakai seragam batik yang ditetapkan
oleh Kepala Sekolah. Ia lebih suka memakai jeans saja,
walaupun dia seringkali ditegur di sekolah karena hal itu.
Dia lewat kamar ayah dan ibunya yang masih tertutup.
Nggak sarapan, Den Bagus?
Nggak! Kata Ali Topan, aku berangkat, Mbok.
Mbok Yem mengantarkan Ali Topan ke depan. Dia
tunggu sampai Ali Topan berangkat dengan motornya.
Kemudian dia masuk untuk membereskan kamar Ali
Topan.
Mbok Yem mencibirkan bibir ke arah pintu kamar
majikan tuanya. Uh, orangtua kok brengsek begitu,
gumamnya.
Ali Topan ngebut ke sekolah. Ia sudah terlambat satu
jam pelajaran. Sebetulnya jam pertama dan jam kedua
adalah jam Agama Islam. Tapi sudah dua minggu Pak
Guru Agama Islam cuti ke Padang. Dan guru-guru jam
pelajaran berikutnya suka iseng, menggeser maju jam
pelajaran supaya lebih cepat bebas tugas harian.
Ketika Ali Topan sampai di depan pintu kelasnya,
suasana memang sepi. Pak Guru Ilmu Aljabar tampak
berdiri membelakangi pintu, mengawasi murid-muridnya.
71
Selamat pagi, Pak! kata Ali Topan.
Pak Guru Ilmu Belajar, Pak Surono, menoleh ke pintu.
Ali Topan masuk ke dalam kelas.
Waduh, ulangan nih Pak.
Iya. Kenapa? Kalau tidak mau ikut keluar saja sana!
kata Pak Surono.
Wah, rugi dong, Pak, kata Ali Topan, boleh kan
saya ikut, Pak? tambahnya. Pak Surono yang terkenal
acuh tak acuh cuma menganggukkan kepalanya. Ali
Topan langsung menuju ke bangkunya. Bobby sudah
duduk di bangku itu.
Ali Topan tertegun melihat ke bangku belakang. Ia
kaget betul melihat Anna duduk di bangku belakang itu.
Gadis manis yang diganggunya di Blok M kemarin, kok
bisa nyasar ke situ? Kata hatinya.
Anna memandang sekilas padanya. Tampak juga
kekagetan Anna. Tapi gadis itu cepat mengalihkan
perhatiannya ke soal-soal aljabar.
Ali Topan duduk di bangkunya. Dia menyikut Bobby.
Bob! Itu cewek yang kemaren kita godain? bisiknya.
Hei! Jangan menganggu orang yang sedang bekerja
kau! suara keras Pak Surono menggelegar. Murid-murid
langsung melihat ke arah Ali Topan. Ali Topan menyeringai. Dia mengacungkan tangannya.
Minta kertasnya, Pak! kata Ali Topan.
Ali Topan berjalan ke depan, mengambil kertas ulangan.
Boleh pinjam pulpennya sekalian, Pak? Pulpen saya
ketinggalan, kata Ali Topan. Dia cuma iseng menggoda
Pak Rono saja.
Kau ini ada-ada saja. Kalau nggak punya pulpen ya
tulis saja pakai jari! kata Pak Surono.
Ali Topan nyengir. Dia kembali ke bangkunya, dan
72
langsung menggarap soal-soal ulangan yang terdapat di
papan tulis.
Buat Ali Topan tak sulit menggarap soal ulangan itu.
Ali Topan adalah murid terpandai di sekolahnya sejak
kelas satu dulu. Kecerdasannya di atas rata-rata anak
seusianya. Ketika masih kecil, belum bersekolah, ia
sudah dapat membaca dan menulis. Dan menghitung
angka-angka. Bukan hanya menghafal, tapi juga
penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian
bilangan. Sejak kecil ia gemar membaca dan bertanya
tentang yang dia baca: Buku-buku cerita, buku-buku
pelajaran Boyke dan Windy, majalah-majalah,
suratkabar dan bahkan kertas-kertas bekas pembungkus
dari pasar dan toko.
Teman-teman dan bahkan guru-gurunya heran, bagaimana mungkin anak berandal yang tak pernah terlihat
belajar, tampak santai di sekolah itu dapat menjadi murid
terpandai di sekolah. Lagipula, Ali Topan beberapa kali
memenangkan lomba mengarang se Jakarta yang mengangkat nama sekolahnya. Ketika naik kelas dua, pada
upacara bendera, ia disuruh menjelaskan di depan semua
murid dan guru-guru bagaimana cara dia belajar.
Saya ini suka membaca dan menuliskan intisari apa
yang saya baca. Dan menyusun daftar pertanyaan apaapa yang saya belum mengerti. Saya bertanya kepada
ayah saya, ibu saya, kakak-kakak saya sampai mereka
bosen dan sering marah-marah. Marah-marah itu ternyata
karena disebabkan mereka tidak tahu atau tidak mengerti
jawabannya. Maka saya bertanya kepada orang lainnya.
Dan kalau mau tahu, mengapa saya terlihat santai di
sekolah,karena semua buku pelajaran selama setahun sudah saya baca dan saya mengerti pokok-pokok isinya.
Dan yang penting, tidak semua penulis buku-buku pela73
jaran itu pandai menyampaikan pengetahuan yang
mereka miliki dalam bentuk tulisan.
Jelasnya, seorang ahli Ilmu Kimia atau Biologi belum
tentu pandai menyampaikan ilmu yang mereka dapatkan
itu secara tertulis, apalagi dalam bentuk buku. Hingga
murid-murid kesulitan mempelajari ilmu itu. Nggak seperti kalau kita baca novel atau cerita silat Cina. Maka,
saya sering menyunting atau menuliskan kembali bukubuku itu dengan gaya novel atau cerita silat, hingga saya
dapat mengerti dengan jelas tentang ilmu yang diajarkan..., kata Ali Topan.
Menurut saya, kalau orang mau pinter begitu caranya.
Kalau ada di antara teman-teman yang mau mengikuti
cara itu, ya ikutin aja..., lanjutnya yang disambut tepuktangan guru-guru dan murid-murid. Bahkan Dudung dan
Gevaert berseru, hidup Ali Topan!
Dan... kenapa kalau mengerjakan soal-soal ulangan
atau ujian, saya kerjakan yang gampang lebih dulu. Yang
pasti bener jawabannya. Yang susah-susah belakangan
aja, supaya nggak ngabis-ngabisin waktu. Kalau memang
ada soal-soal yang saya nggak tahu jawabannya ya saya
nggak jawab daripada salah. Kalau salah bukannya jeblok
nilainya, tapi minus... Bukan begokit Pak Brot Pang ha
ha ha ha...., Ali Topan mengakhiri ceramahnya yang
disambut tawa riuh rakyat se-SMA Bulungan I itu. Pak
Broto Pangabean tertawa pula sambil mengepalkan tinju
ke arah murid kesayangannya itu. Kalau aku bukan
Direktur di sini sudah ku bilang kimak-lah kau Ali
Topan..., gerutunya.
Ali Topan benar. Dalam tempo kurang dari setengah
jam, ia sudah berhasil menggarap empat dari lima buah
soal ulangan aljabar itu. Kemudian dia berhenti menggarap soal kelima. Dia menoleh ke belakang sesaat untuk
74
memandang wajah Anna. Kebetulan Anna pun sedang
memandang ke arahnya. Ali Topan mengerjapkan mata
ke Anna. Anna melengos dan menggigit saputangannya.
Beberapa murid saja yang tahu kerjapan mata itu, termasuk Maya, gadis yang duduk sebangku dengan Anna.
Maya itu termasuk gadis sopan, tidak banyak tingkah.
Ali Topan suka pada Maya sebagai teman. Diam-diam,
Maya mencintai Ali Topan walaupun dia suka
mendengar cerita bahwa Ali Topan itu anak keluarga
acak-acakan.
Ali Topan menyikut Bobby.
Pssst! Kok dia nyasar ke sini, Bob? bisiknya.
Heh. Kerjain soal dulu deh. Cewek urusan belakang,
gerutu Bobby. Bobby sedang menggarap soal terakhir.
Bagi contekannya dooong..., bisik Bobby.
Rupanya soal itu agak menyulitkan Bobby. Dia menengok ke Ali Topan, minta contekan. Pan, Pan, pssst. Nomer lima kasih tau dooong. Gue kerepotan niih, bisik
Bobby.
Iye, Bob! Cakep dienye! kata Ali Topan. Cukup
keras, sehingga seluruh kelas, termasuk Pak Surono.
Pak Guru itu menengok ke arah mereka. Bobby langsung pias wajahnya. Ali Topan menampilkan senyum
bloon.
He! Ada apa kau, Ali Topan! kata Pak Guru.
Ini, teman saya nanya , Ali Topan tak meneruskan
kalimatnya.
Pak Surono penasaran. Dia menghampiri Ali Topan
dengan wajah marah.Apa kau bilang? kata Pak Surono.
Begini, Pak. Bobby nanya sama saya, anak baru itu
cakep apa kagak, katanya, saya bilang memang cakep
Pak guru melotot ke Ali Topan. Lalu ia memandang
Anna yang duduk dengan wajah tertunduk dan mengigit75
gigit bibir. Kau ada bakat merayu rupanya..., kata Pak
Surono. Ia tersenyum kecil. Dan murid-muridpun tersenyum lega.
Bel berdentang. Ulangan selesai. Murid-murid menyerahkan hasil ulangan mereka pada Pak Surono, lalu keluar
kelas satu per satu.
Bobby berendeng dengan Ali Topan. Wajahnya masih
memendam rasa marah. Lu. Kalau mau matiin kawan
jangan begitu dong caranya, Pan, kata Bobby.
Gue kan hanya just a joke, Bob, kata Ali Topan. Dia
menyodorkan rokok pada Bobby. Bobby pun segera
mengusir rasa marahnya.
Pak Surono yang baru saja keluar dari kelas, melihat
acara pemberian rokok itu. Dia berhenti melangkah,
mengambil rokok dari kantongnya. Pak Surono berdehem. Ali Topan menengok Pak Surono. Dengan wajah
penuh senyum, Ali Topan mendekati dan menyalakan
api buat gurunya. Mm, terima kasih, kata Pak Surono.
Ali Topan mengangguk. Pak Surono terus berjalan
menuju kantor guru.
***
Di kantor Direktur Sekolah.
Pak Broto Panggabean sedang berbincang-bincang
dengan Ibu Dewi, guru pengawas khusus mengenai kelakuan para murid. Ibu Dewi bukan guru tetap di SMA
Bulungan I. Ia ditugaskan oleh Kantor Perwakilan Departemen P dan K menyangkut pembinaan remaja intrasekolah.
Ibu Dewi itu cantik, tamatan Fakultas Psikologi Universitas Romusha. Ia menjadikan murid-murid sebagai
obyek penelitian untuk menyusun buku Kenakalan
Remaja di Jakarta.
Jadi, bagaimana situasi dan kondisi anak-anak kita
76
akhir-akhir ini, Ibu Dewi? kata Pak Broto Panggabean.
Menjelang ujian ada kecenderungan surutnya pelanggaran peraturan dan disiplin sekolah, Pak. Tapi tentu kita
harus tetap waspada, siapa tahu ada pengaruh dari luar
yang memanfaatkan situasi ini untuk mengeruhkan suasana, kata Ibu Dewi.
Tentu, tentu, kewaspadaan dansecuritydemi stabilitas
nasional, heh heh heh, harus ditingkatkan, heh heh
kata Pak Broto Panggabean.
Yang menggembirakan dan membuat irihati sekolah
lain, sekolah kita