Reaksi yang terjadi dimana suatu zat mengalami dua reaksi yaitu reaksi reduksi dan oksidasi disebut dengan reaksi?

Cari soal sekolah lainnya

KOMPAS.com - Reduksi adalah kegiatan untuk mengurangi sesuatu. Dalam ilmu kimia juga terjadi reaksi reduksi yang berhubungan dengan kandungan oksigen suatu zat.

Dilansir dari Encyclopedia Britannica, reaksi reduksi adalah penurunan bilangan oksidasi suatu zat karena kehilangan atau melepaskan oksigen.

Saat reaksi reduksi terjadi, zat akan mengalami kenaikan elektron sehingga membuatnya lebih bersifat negatif. Berikut adalah contoh-contoh dari reaksi reduksi yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari:


Dilansir dari Thought Co, dalam estraksi tersebut oksida besi [bijih besi] mengalami direduksi untuk menghilangkan oksigen di dalamnya. Hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan besi murni [Fe] dengan bantuan karbon monoksida [CO] sebagai agen pereduksinya.

Baca juga: Reaksi Eksotermal Pembentukan Nitrogen Dioksida [NO2]


Reaksi pemurnian tembaga menggunakan sel volta. Di mana ion Cu2+ akan mengalami reaksi reduksi dengan agen pereduksi berupa magnesium sehingga menghasilkan endapan tembaga murni [Cu]. Dari reaksi terlihat bahwa Cu mengalami kenaikan 2 elektron sehingga muatannya menjadi netral.

  • Reaksi tembaga [II] oksida dan magnesium


Dilansir dari Chemical Equations, reaksi tersebut adalah reaksi antara bubuk magnesium [Mg] dengan bubuk hitam tembaga [II] oksida [CuO] untuk mendapatkan produk berupa tembaga murni [Cu] dan bubuk putih magnesium oksida [MgO].

Tembaga [II] oksida mengalam reaksi reduksi, di mana ia kehilangan 2 elektron dan juga atom oksigen.

  • Reaksi antara logam seng dan asam klorida


Logam seng [Zn] saat direaksikan dengan asam klorida [HCl] akan melepaskan elektron. Elektron kemudian akan diterima oleh hidrogen, sehingga seng mengalami reduksi sedangkan hidrogen mengalami oksidasi.

Baca juga: Menentukan Nilai Kp dari Reaksi 2SO2[g] + O2[g] = 2SO3[g]

  • Reaksi antara ion kobalt [Co3+] dengan logan nikel [Ni]


Reaksi ion kobalt dan nikel tersebut adalah reaksi redoks [reduksi dan oksidasi]. Dilansir dari Khan Academy, kobalt mengalami reduksi dari ion bermuatan 3+ menjadi 2+ karena adanya penambahan satu elektron dalam prosesnya.


Reaksi fotosintesis adalah contoh dari reaksi reduksi dimana senyawa karbon dioksida mengalami reduksi karena melepaskan oksigen.


Dilansir Lumen Learning, penguraian hidrogen peroksida biasanya terjadi saat digunakan untuk mengobati luka yang disebut dengan reaksi disproporsionasi.

Hidrogen peroksida [H2O2] mengalami reduksi akibat pelepasan oksigen dan mengubahnya menjadi molekul air juga gas oksigen.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link //t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Cari soal sekolah lainnya

Redoks adalah istilah yang menjelaskan berubahnya bilangan oksidasi [keadaan oksidasi] atom-atom dalam sebuah reaksi kimia. Hal ini dapat berupa proses redoks yang sederhana seperti oksidasi karbon yang menghasilkan karbon dioksida, atau reduksi karbon oleh hidrogen menghasilkan metana [CH4], ataupun ia dapat berupa proses yang kompleks seperti oksidasi gula pada tubuh manusia melalui rentetan transfer elektron yang rumit. 

Istilah redoks berasal dari dua konsep, yaitu reduksi dan oksidasi, dapat dijelaskan dengan mudah sebagai berikut:

  • Oksidasi menjelaskan pelepasan elektron oleh sebuah molekul, atom, atau ion
  • Reduksi menjelaskan penambahan elektron oleh sebuah molekul, atom, atau ion.

Walaupun cukup tepat untuk digunakan dalam berbagai tujuan, penjelasan di atas tidaklah persis benar. Oksidasi dan reduksi tepatnya merujuk pada perubahan bilangan oksidasi karena transfer elektron yang sebenarnya tidak akan selalu terjadi, sehingga:

  • Oksidasi didefinisikan sebagai peningkatan bilangan oksidasi
  • Reduksi didefinisikan sebagai penurunan bilangan oksidasi.

Dalam praktiknya, transfer elektron akan selalu mengubah bilangan oksidasi, namun terdapat banyak reaksi yang diklasifikasikan sebagai "redoks" walaupun tidak ada transfer elektron dalam reaksi tersebut [misalnya yang melibatkan ikatan kovalen]. Reaksi non-redoks yang tidak melibatkan perubahan muatan formal [formal charge] dikenal sebagai reaksi metatesis.

Pengertian konsep reaksi reduksi-oksidasi telah mengalami tiga tahap perkembangan sebagai berikut:

  1. Konsep Reaksi Reduksi-Oksidasi Berdasarkan Pengikatan dan Pelepasan Oksigen
  2. Konsep Reaksi Reduksi-Oksidasi Berdasarkan Pengikatan dan Pelepasan Elektron
  3. Konsep Reaksi Reduksi-Oksidasi Berdasarkan Pertambahan dan Penurunan Bilangan Oksidasi

Redoks Berdasarkan Pengikatan dan Pelepasan Oksigen

  • Reduksi adalah reaksi pelepasan oksigen dari suatu senyawa. Reduktor adalah zat yang menarik/mengikat oksigen pada reaksi reduksi atau zat yang mengalami reaksi oksidasi.
  • Oksidasi adalah reaksi pengikatan [penggabungan] oksigen oleh suatu zat. Oksidator adalah sumber oksigen pada reaksi oksidasi atau zat yang mengalami reduksi.

Contoh: Reaksi Fe2O3 + 3C → 2Fe + 3CO ditulis sebagai berikut.

Penjelasan: Fe2O3 melepaskan/memberikan oksigen kepada C dan membentuk Fe, sedangkan C mengikat/menangkap oksigen dari Fe2O3 dan membentuk CO. Dengan demikian, Fe2O3 mengalami reduksi atau sebagai oksidator, sedangkan C mengalami oksidasi atau sebagai reduktor.

Redoks Berdasarkan Pengikatan dan Pelepasan Elektron

Selain oksigen, elektron yang terkandung pada senyawa maupun unsur dapat menimbulkan reaksi redoks. Berikut penjelasannya.

  • Reduksi adalah reaksi pengikatan elektron. Reduktor adalah zat yang melepaskan electron atau zat yang mengalami oksidasi.
  • Oksidasi adalah reaksi pelepasan elektron. Oksidator adalah Zat yang mengikat electron atau zat yang mengalami reduksi.

Contoh: reaksi: H2 + F2 → 2HF.  Reaksi tersebut dapat ditulis sbb:

Penjelasan: Untuk membentuk senyawa hidrogen fluorida, molekul H2 melepaskan 2 elektron menjadi 2H+ : H2 → 2H+ + 2e-, sedangkan molekul F2 menangkap/mengikat 2 elektron menjadi 2F- : F2 + 2e- → 2F- . Dengan demikian: H2 mengalami oksidasi atau sebagai reduktor, sedangkan F2 mengalami reduksi atau sebagai oksidator.

Redoks Berdasarkan Pertambahan dan Penurunan Bilangan Oksidasi

Konsep reaksi redoks yang melibatkan perpindahan elektron ini hanya bisa terjadi pada senyawa ionik aja, sedangkan senyawa kovalen tidak. Oleh karena itu, muncul konsep redoks yang ketiga, yaitu berdasarkan perubahan bilangan oksidasi [biloks]. Berdasarkan konsep perubahan bilangan oksidasi:

  • Reduksi adalah reaksi yang mengalami penurunan bilangan oksidasi. Reduktor adalah zat yang mereduksi zat lain dalam reaksi redoks atau zat yang mengalami oksidasi.
  • Oksidasi adalah reaksi yang mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Oksidator adalah zat yang mengoksidasi zat lain dalam reaksi redoks atau zat yang mengalami reaksi reduksi.

Contoh: Reaksi Fe2O3 + 3C → 2Fe + 3CO ditulis sebagai berikut.

Bilangan oksidasi adalah muatan positif dan negatif pada suatu atom. Unsur yang biloksnya positif, biasanya merupakan atom-atom unsur logam, seperti Na, Fe, Mg, Ca, dan unsur logam lainnya. Sementara itu, unsur yang biloksnya negatif, biasanya atom-atom unsur nonlogam, seperti O, Cl, F, dan unsur nonlogam lainnya.

Terdapat delapan aturan dalam menentukan bilangan oksidasi suatu atom, antara lain adalah sebagai berikut.

  1. Bilangan oksidasi unsur bebas dalam bentuk atom dan molekul adalah 0. Contoh:
    • Unsur bebas berbentuk atom: C, Ca, Cu, Na, Fe, Al, Ne = 0
    • Unsur bebas berbentuk molekul: H2, O2, Cl2, P4, S8 = 0
  1. Bilangan oksidasi ion monoatom [1 atom] dan poliatom [lebih dari 1 atom] sesuai dengan jenis muatan ionnya. Contoh:
    • Bilangan oksidasi ion monoatom Na+, Mg2+, dan Al3+ berturut-turut adalah +1, +2, dan +3.
    • Bilangan oksidasi ion poliatom NH4+, SO42-, dan PO43- berturut-turut adalah +1, -2, dan -3.
  1. Bilangan oksidasi unsur pada golongan logam IA, IIA, dan IIIA sesuai dengan golongannya.
    • IA = H, Li, Na, K, Rb, Cs, Fr = +1. Contoh: Bilangan oksidasi Na dalam senyawa NaCl adalah +1.
    • IIA = Be, Mg, Ca, Sr, Ba, Ra = +2. Contoh: Bilangan oksidasi Mg dalam senyawa MgSO2 adalah +2.
    • IIIA = B, Al, Ga, In, Tl = +3. Contoh: Bilangan oksidasi Al dalam senyawa Al2O3 adalah +3.
  1. Bilangan oksidasi unsur golongan transisi [golongan B] lebih dari satu. Contoh:
    • Bilangan oksidasi Cu = +1 dan +2.
    • Bilangan oksidasi Au = +1 dan +3.
    • Bilangan oksidasi Sn = +3 dan +4.
  1. Jumlah bilangan oksidasi unsur-unsur yang membentuk ion = jumlah muatannya. Contoh: NH4+ = +1
  2. Jumlah bilangan oksidasi unsur-unsur yang membentuk senyawa = 0. Contoh: H2O = 0 [ H = +2, ] = -2, jadi 2-2 = 0]
  3. Bilangan oksidasi hidrogen [H] bila berikatan dengan logam = -1. Bila H berikatan dengan non-logam = +1. Contoh: Biloks H dalam AlH3 = -1.
  4. Bilangan oksidasi oksigen [O] dalam senyawa peroksida = -1. Bilangan oksidasi O dalam senyawa non-peroksida = -2. Contoh: Biloks O dalam BaO2 = -1.

Contoh Soal-1

Perhatikan reaksi berikut ini:

Penjelasan:

  • Persamaan reaksi ruas kiri: Fe merupakan unsur golongan transisi [golongan B] yang memiliki biloks lebih dari satu, disini bilok Fe = +3; unsur O dalam senyawa Fe2O3 [bukan non-peroksida] maka biloks O = -2; C adalah unsur bebas maka biloks C = 0.
  • Persamaan reaksi ruas kanan: Fe merupakan unsur bebas maka biloks Fe = 0; C dalam CO merupakan unsur yang berbentuk ion bermuatan +2 maka biloks C = +2; O terikat dalam CO yang bukan senyawa non-peroksida maka biloks O = -2.
  • Dari bilangan biloks dalam reaksi [dari kiri ke kanan] terlihat bahwa Fe mengalami penurunan biloks dari +3 menjadi 0, O tidak mengalami perubahan biloks, dan C mengalami peningkatan biloks dari 0 menjadi +2. Dengan demikian:
    1. Fe mengalami reduksi atau sebagai oksidator yang mengoksidasi C menjadi CO.
    2. C mengalami oksidasi atau sebagai reduktor yang mereduksi Fe2O3 menjadi Fe.
    3. O tidak mengalami mengalami reaksi redoks karena biloks-nya tetap [tidak berubah].
    4. Jumlah total biloks unsur-unsur yang membentuk senyawa Fe2O3 adalah: [2 x biloks Fe] + [3 x biloks O] = [2 x 3] + [3 x [-2] = 6 – 6 = 0.
    5. Jumlah total biloks unsur-unsur yang membentuk CO adalah: [1 x biloks C] + [1 x biloks O] = 2 + [-2] = 0.

Contoh Soal-2

Reaksi: Mg[s] + 2HCl ------> MgCl2[aq] + H2[g], digambarkan sebagai berikut:

Penjelasan:

  • Reaksi ruas kiri: Mg merupakan unsur bebas, jadi biloks Mg = 0. Kemudian, biloks H pada senyawa 2HCl bernilai +1 karena unsur H berikatan dengan unsur lain dan H merupakan golongan IA. Selanjutnya, karena H = +1, berarti Cl = -1 agar total biloks 2HCl = 0.
  • Reaksi ruas kanan: biloks Mg pada senyawa MgCl adalah +2 karena Mg berikatan dan merupakan unsur golongan IIA. Karena Cl memiliki indeks 2, maka biloks Cl = -1, agar total biloks MgCl2 = 0. Kemudian, karena H2 merupakan unsur bebas, maka biloksnya bernilai 0.
  • Dengan demikian [dari kiri ke kanan]:
    1. Unsur Mg mengalami kenaikan biloks dari 0 menjadi +2, sehingga mengalami reaksi oksidasi atau sebagai reduktor yang mereduksi HCl menjadi H2.
    2. Unsur H mengalami penurunan biloks dari +1 menjadi 0, sehingga mengalami reaksi reduksi atau sebagai oksidator yang mengoksidasi Mg menjadi MgCl2.

Menyeimbangkan reaksi redoks

Untuk menuliskan keseluruhan reaksi elektrokimia sebuah proses redoks, diperlukan penyeimbangan komponen-komponen dalam reaksi setengah. Untuk reaksi dalam larutan, hal ini umumnya melibatkan penambahan ion H+, ion OH-, H2O, dan elektron untuk menutupi perubahan oksidasi.

Media asam

Pada media asam, ion H+ dan air ditambahkan pada reaksi setengah untuk menyeimbangkan keseluruhan reaksi. Sebagai contoh, ketika mangan[II] bereaksi dengan natrium bismutat:

Reaksi ini diseimbangkan dengan mengatur reaksi sedemikian rupa sehingga dua setengah reaksi tersebut melibatkan jumlah elektron yang sama [yakni mengalikan reaksi oksidasi dengan jumlah elektron pada langkah reduksi, demikian juga sebaliknya].

Reaksi diseimbangkan:

14H+ [aq] + 2Mn2+ [aq] + 5NaBiO3 [s] → 7H2O [l] + 2MnO4– [aq] + 5Bi3+ [aq] + 5Na+ [aq]

Hal yang sama juga berlaku untuk sel bahan bakar propana di bawah kondisi asam:

Dengan menyeimbangkan jumlah elektron yang terlibat:

Persamaan diseimbangkan:

C3H8 + 5O2 → 3CO2 + 4H2O

Media basa

Pada media basa, ion OH- dan air ditambahkan ke reaksi setengah untuk menyeimbangkan keseluruhan reaksi. Sebagai contoh, reaksi antara kalium permanganat dan natrium sulfit:

Dengan menyeimbangkan jumlah elektron pada kedua reaksi setengah di atas:

Persamaan diseimbangkan:

2KMnO4 + 3Na2SO3 + H2O → 2MnO2 + 3Na2SO4 + 2KOH

Reaksi redoks dalam industri

Kita dapat melihat penggunaan reaksi redoks dalam ekstraksi logam dimana dengan menggunakan zat pereduksi yang sesuai, oksidasi logam dapat dikurangi menjadi besi di tanur tinggi dengan menggunakan karbon sebagai zat pereduksi.

Fe2O3 + 3C → 2Fe + 3CO

Oksidasi juga digunakan dalam proses produksi produk-produk pembersih dan pengoksidasi amonia untuk menghasilkan asam nitrat, yang digunakan di sebagian besar pupuk.

Reaksi redoks merupakan dasar pembuatan sel elektrokimia atau baterai yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk menjalankan sejumlah gadget dan peralatan kecil dan besar. Misalnya, aki digunakan untuk memasok semua kebutuhan listrik dari mobil, truk, bus, kereta api, pesawat terbang, dan lain-lain. Demikian pula, energi listrik yang dibutuhkan dalam kapsul ruang diperoleh dengan reaksi hidrogen dan oksigen pada sel bahan bakar yang menggunakan oksigen dan elektroda hydrogen.

Reaksi redoks dalam biologi

Banyak proses biologi yang melibatkan reaksi redoks. Reaksi ini berlangsung secara simultan karena sel, sebagai tempat berlangsungnya reaksi-reaksi biokimia, harus melangsungkan semua fungsi hidup. Agen biokimia yang mendorong terjadinya oksidasi terhadap substansi berguna dikenal dalam ilmu pangan dan kesehatan sebagai oksidan. Zat yang mencegah aktivitas oksidan disebut antioksidan.

Pernapasan sel, contohnya, adalah oksidasi glukosa [C6H12O6] menjadi CO2 dan reduksi oksigen menjadi air. Persamaan ringkas dari pernapasan sel adalah:

C6H12O6 + 6O2 → 6 CO2 + 6H2O

Proses pernapasan sel juga sangat bergantung pada reduksi NAD+ menjadi NADH dan reaksi baliknya [oksidasi NADH menjadu NAD+]. Fotosintesis secara esensial merupakan kebalikan dari reaksi redoks pada pernapasan sel:

6CO2 + 6H2O + light energy → C6H12O6 + 6O2

Energi biologi sering disimpan dan dilepaskan dengan menggunakan reaksi redoks. Fotosintesis melibatkan reduksi karbon dioksida menjadi gula dan oksidasi air menjadi oksigen. Reaksi baliknya, pernapasan, mengoksidasi gula, menghasilkan karbon dioksida dan air. Sebagai langkah antara, senyawa karbon yang direduksi digunakan untuk mereduksi nikotinamida adenina dinukleotida [NAD+], yang kemudian berkontribusi dalam pembentukan gradien proton, yang akan mendorong sintesis adenosina trifosfat [ATP] dan dijaga oleh reduksi oksigen. Pada sel-sel hewan, mitokondria menjalankan fungsi yang sama. Lihat pula Potensial membran.

Istilah keadaan redoks juga sering digunakan untuk menjelaskan keseimbangan antara NAD+/NADH dengan NADP+/NADPH dalam sistem biologi seperti pada sel dan organ. Keadaan redoksi direfleksikan pada keseimbangan beberapa set metabolit [misalnya laktat dan piruvat, beta-hidroksibutirat dan asetoasetat] yang antarubahannya sangat bergantung pada rasio ini. Keadaan redoks yang tidak normal akan berakibat buruk, seperti hipoksia, guncangan [shock], dan sepsis.

Siklus redoks

Berbagai macam senyawa aromatik direduksi oleh enzim untuk membentuk senyawa radikal bebas. Secara umum, penderma elektronnya adalah berbagai jenis flavoenzim dan koenzim-koenzimnya. Seketika terbentuk, radikal-radikal bebas anion ini akan mereduksi oskigen menjadi superoksida. Reaksi bersihnya adalah oksidasi koenzim flavoenzim dan reduksi oksigen menjadi superoksida. Tingkah laku katalitik ini dijelaskan sebagai siklus redoks.

Contoh molekul-molekul yang menginduksi siklus redoks adalah herbisida parakuat, dan viologen dan kuinon lainnya seperti menadion.

Referensi

Page 2

Baterai merupakan sumber energi listrik yang kita gunakan pada beragam peralatan, seperti radio, lampu senter, kalkulator, dan telepon genggam. Baterai dapat menghasilkan arus listrik karena memiliki dua elektrode yang terdiri atas logam Zn sebagai anode dan batang karbon sebagai katode. Apabila kedua elektrode tersebut dihubungkan, maka akan menghasilkan arus listrik karena terjadi perpindahan muatan. Reaksi yang terjadi antara kedua elektrode tersebut merupakan reaksi redoks.

Selain baterai, penerapan reaksi redoks banyak digunakan di dalam kehidupan sehari-hari, contoh pemanfaatan lainnya adalah pada penyepuhan logam. Proses penyepuhan logam, seperti pelapisan kromium pada mesin kendaraan bermotor sehingga terlihat mengkilap, menggunakan sel elektrolisis.

Dalam reaksi redoks terjadi transfer elektron dari reduktor ke oksidator. Pengetahuan adanya transfer elektron memberikan manfaat dalam upaya mengembangkan sumber energi listrik alternatif sebab aliran listrik tiada lain adalah aliran elektron. Bidang ilmu yang mempelajari energi listrik dalam reaksi kimia disebut elektrokimia. Perangkat atau instrumen untuk membangun energi listrik dari reaksi kimia dinamakan sel elektrokimia.

A. Sel Volta

Luigi Galvani [1780] dan Alessandro Volta [1800] telah menemukan terbentuknya arus listrik dari reaksi kimia. Reaksi kimia yang terjadi merupakan reaksi redoks [reduksi dan oksidasi] dan alat ini disebut sel volta.

Reaksi spontan antara sepotong seng yang dicelupkan ke dalam larutan yang berisi Cu2+. Saat reaksi berlangsung, warna biru Cu2+[aq] memudar, dan logam tembaga mengendap pada seng. Pada saat yang sama, seng mulai larut. Perubahan reaksi ini ditunjukkan oleh animasi reaksi redoks berikut ini.

Ketika logam seng [zink] dicelupkan dalam larutan tembaga[II] sulfat maka permukaan logam seng akan segera ditutupi dengan lapisan tembaga [Cu] dan sedikit demi sedikit logam seng akan larut. Pada kasus ini telah terjadi reaksi redoks, yaitu reaksi reduksi pada ion tembaga[II] dan reaksi oksidasi pada zink. Reaksi tersebut dituliskan seperti berikut:

  • Oksidasi : Zn[s] Zn2+[aq] + 2e-
  • Reduksi : Cu2+[aq] + 2e- Cu[s]

Elektron berpindah dari logam Zn ke ion Cu2+. Ion-ion Cu2+ menyelimuti logam Zn, menyerap elektron kemudian mengendap. Adapun logam Zn setelah melepas elektron akan larut dan berubah menjadi Zn2+. Pada reaksi ini tidak timbul arus listrik, karena perpindahan elektron terjadi secara langsung yaitu dari logam Zn ke logam Cu. Kedua logam di atas [Zn dan Cu] harus dipisahkan dengan jembatan garam untuk menghasilkan arus listrik. Rangkaian inilah yang dinamakan sel Volta. Perhatikan Gambar 1.

Logam seng dicelupkan dalam larutan yang mengandung ion Zn2+ yaitu larutan seng sulfat [ZnSO4] dan logam tembaga dicelupkan dalam larutan yang mengandung ion Cu2+ yaitu tembaga[II] sulfat. Masing-masing logam dihubungkan dengan voltmeter. Untuk menetralkan muatan pada larutan maka dibuatlah tabung penghubung antara larutan. Tabung ini berisi larutan garam misalnya NaCl atau KNO3 dalam agar-agar. Tabung penghubung ini disebut jembatan garam.

Logam seng yang dicelupkan dalam larutan zink sulfat akan mengalami oksidasi dengan melepaskan dua elektron membentuk ion Zn2+. Elektron yang dilepaskan mengalir melalui kawat penghantar menuju logam Cu dan ditangkap oleh ion Cu2+ sehingga ion Cu2+ mengalami reduksi membentuk logam Cu. Terjadinya aliran elektron dari logam Zn ke logam Cu ditunjukkan dengan penyimpangan jarum voltmeter. Larutan dalam jembatan garam berfungsi menetralkan kelebihan ion positif [ion Zn2+] dalam larutan ZnSO4 dengan menetralkan kelebihan ion negatif [ion SO42-] dalam larutan.

Elektrode di mana reaksi oksidasi terjadi disebut anode. Adapun elektrode di mana reaksi reduksi terjadi disebut katode. Reaksi yang terjadi pada sel Volta dapat dituliskan seperti berikut. 

Anode      : Zn[s] → Zn2+[aq] + 2e-

Katode     : Cu2+[aq] + 2e-  → Cu[s]

--------------------------------------------------------------------------- +

Reaksi Sel: Zn[s] + Cu2+[aq] → Zn2+[aq] + Cu[s]

Susunan sel Volta dinyatakan dengan notasi singkat yang disebut diagram sel. Diagram sel pada sel Volta di atas dapat dituliskan sebagai berikut:

Zn[s] | Zn2+[aq] || Cu2+[aq] | Cu[s]

Notasi tersebut menyatakan bahwa pada anode terjadi reaksi oksidasi logam Zn menjadi ion Zn2+. Adapun di katode terjadi reaksi reduksi ion Cu2+ menjadi logam Cu. Dua garis sejajar [||] menyatakan jembatan garam pada sel Volta dan garis tunggal sejajar [|] menyatakan batas antarfase.

 Gambar 1. Rangkaian Sel Volta  Gambar 2. Tabel Potensial Reduksi Standar pada 25℃ dan Konsentrasi ion 1 M

1. Potensial Sel

Potensial sel volta dapat ditentukan melalui percobaan dengan menggunakan voltmeter atau potensiometer. Perbedaan potensial antara kedua sel yang terdapat di dalam sel volta disebut potensial elektrode. Untuk mengukur potensial suatu elektrode digunakan elektrode lain sebagai pembanding atau standar. Elektrode hidrogen digunakan sebagai elektrode standar karena harga potensialnya = 0,00 Volt. Potensial elektrode yang dibandingkan dengan elektrode hidrogen yang diukur pada suhu 25o;C dan tekanan 1 atm disebut potensial elektrode standar. Potensial elektrode hidrogen merupakan energi potensial zat tereduksi dikurangi energi potensial zat teroksidasi.

Potensial sel [Eo; sel] merupakan beda potensial yang terjadi pada kedua elektrode. Potensial dapat ditentukan dengan cara mengukur potensial listrik yang timbul dari penggabungan dua reaksi setengah sel menggunakan voltmeter atau potensiometer. Potensial sel juga dapat ditentukan dengan cara menghitung selisih potensial elektrode yang digunakan. Secara matematis dapat dituliskan seperti berikut.

Eo;sel = Eo;katode - Eo;anode

2. Deret Volta

Katode merupakan elektrode yang mempunyai harga Eo; lebih besar, sedangkan anode merupakan elektrode yang mempunyai harga Eo; lebih kecil.

Unsur-unsur yang disusun berdasarkan urutan potensial elektroda standar membentuk deret yang dikenal sebagai deret Volta atau deret elektrokimia atau deret aktivitas logam. Pada deret Volta, logam-logam dari kiri ke kanan makin mudah mengalami reaksi reduksi atau logam-logam dari kanan ke kiri makin mudah mengalami reaksi oksidasi. Logam-logam yang berada di sebelah kiri atom H memiliki harga Eo; negatif. Adapun logam-logam di sebelah kanan atom H memiliki harga Eo; positif.

3. Contoh Sel Volta

Sel kering banyak digunakan pada alat-alat elektronika, misal lampu senter. Sel kering ditemukan oleh Leclanche, sehingga sering disebut sel Leclanche. Pada sel Leclanche, reaksi oksidasi terjadi pada logam seng dan reaksi reduksi terjadi pada karbon yang inert. Elektrolitnya adalah pasta yang basah terdiri dari MnO2, ZnCl2, NHCl dan karbon hitam. Disebut sel kering karena dalam sel tidak terdapat cairan yang bebas.

3.1. Sel Leclanche atau Sel Kering

Reaksi yang terjadi pada sel Leclanche dapat ditulis seperti berikut:

Anode       : Zn[s] → Zn2+[aq] + 2e-

Katode      : 2MnO2[s] + 2NH4+[aq] + 2e- → Mn2O3[s] + 2NH3[aq] + H2O[l]

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- +

Reaksi Sel:  Zn[s] + 2MnO2[s] + 2NH4+[aq] → Zn2+[aq] + Mn2O3[s] + 2NH3[aq] + H2O[l]

Ion Zn2+ dapat bereaksi dengan NH3 membentuk ion kompleks [Zn[NH3]4]2+. Potensial tiap sel Leclanche adalah 1,5 volt. Sel Leclanche tidak dapat diisi ulang, sehingga disebut sel primer. Contoh sel kering antara lain baterai yang biasanya digunakan dalam senter dan baterai berbentuk kancing yang digunakan dalam arloji dan kalkulator. Sel Leclanche sekarang bisa diganti oleh baterai alkalin. Baterai ini terdiri dari anode seng, katode mangan dioksida, dan elektrolit kalium hidroksida. Reaksi yang terjadi pada sel Leclanche dapat ditulis seperti berikut:

Anode       : Zn[s]+ 2OH-[aq] → Zn[OH]2[s] + 2e-

Katode      : 2MnO2[s]+ 2H2O[l]+ 2e-  → 2MnO[OH][s] + 2OH-[aq]

------------------------------------------------------------------------------------------------------------ +

Reaksi Sel:  Zn[s]+ 2MnO2[s]+ 2H2O[l] → Zn[OH]2[s] + 2MnO[OH][s]

 Potensial dari baterai alkalin adalah 1,5 volt. Kelebihan baterai alkalin dibanding sel Leclance adalah lebih tahan lama.

3.2. Baterai Perak Oksida

Reaksi yang terjadi pada baterai perak oksida seperti berikut:

Katode      : Ag2O[s] + H2O[l] + 2e- → 2Ag[s] + 2OH-[aq]

Anode       : Zn[s] + 2OH-[aq] → Zn[OH]2[s] + 2e

---------------------------------------------------------------------------------------------- +

Reaksi Sel:  Ag2O[s] + Zn[s] + H2O[l] → 2Ag[s] + Zn[OH]2[s]

3.3. Baterai Merkurium[II] Oksida

Baterai ini menggunakan kalium hidroksida sebagai elektrolit dengan voltasenya sekitar 1,4 volt. Anodenya adalah logam seng dan katodenya biasanya digunakan oksida yang mudah direduksi atau suatu elektrode inert yang bersentuhan dengan oksida.

3.4. Aki

Aki merupakan sel Volta yang banyak digunakan dalam kendaraan bermotor. Selain itu aki juga dapat diisi ulang kembali. Aki disusun dari lempeng timbal [Pb] dan timbal oksida [PbO2] yang dicelupkan dalam larutan asam sulfat [H2SO4]. Apabila aki memberikan arus maka lempeng timbal bertindak sebagai anode dan lempeng timbal dioksida [PbO2] sebagai katode. Adapun reaksi yang terjadi sebagai berikut:

Anode       : Pb[s] + SO42-[aq] → PbSO4[s] + 2e-

Katode      : PbO2[s] + 4H+[aq] + SO42-[aq] + 2e- → PbSO4[s] + 2H2O[l]

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- +

Reaksi Sel: Pb[s] + PbO2[s] + 4H+[aq] + 2SO42-[aq] → 2PbSO4[s] + 2H2O[l]

Pada kedua elektrode terbentuk timbal sulfat [PbSO4]. Hal ini dikarenakan timbal sulfat terendapkan pada elektrode di mana garam ini terbentuk, bukannya terlarut ke dalam larutan. Apabila keping tertutup oleh PbSO4 dan elektrolitnya telah diencerkan oleh air yang dihasilkan, maka sel akan menjadi kosong. Untuk mengisi kembali, maka elektron harus dialirkan dalam arah yang berlawanan menggunakan sumber listrik dari luar. Timbal sulfat dan air diubah kembali menjadi timbal, timbal dioksida dan asam sulfat dengan reaksi seperti berikut:

 2PbSO4[s] + 2H2O[l] → Pb[s] + PbO2[s] +2H2SO4[l]

 Gambar 5. Kompenen Baterai Perak Oksida   Gambar 6. Kompenen Sel Aki

Rangkuman

  1. Pada sel Volta atau sel Galvani terjadi reaksi redoks spontan menghasilkan energi listrik. Dalam sel terjadi perubahan energi kimia menjadi energi listrik. Anode adalah elektrode tempat terjadinya reaksi oksidasi. Katode adalah elektrode tempat terjadinya reaksi reduksi. Arah gerak arus listrik adalah dari anode menuju katode.
  2. Pada sel Volta terdapat jembatan garam yang berfungsi menyetimbangkan ion-ion dalam larutan.
  3. Susunan sel Volta dinyatakan dengan notasi singkat yang disebut diagram sel. Dua garis sejajar [||] menyatakan jembatan garam dan garis tunggal sejajar [|] menyatakan batas antarfase.
  4. Potensial elektrode merupakan ukuran besarnya kecenderungan suatu unsur untuk melepas/menyerap elektron. Potensial yang dihasilkan oleh suatu elektrode yang dihubungkan dengan elektrode disebut potensial elektrode standar.
  5. Potensial sel juga dapat ditentukan dengan cara menghitung selisih potensial elektrode yang digunakan. Secara matematis dapat dituliskan seperti berikut:

    • E;sel = E;katode – E;anode

  6. Unsur-unsur yang disusun berdasarkan urutan potensial elektroda standar membentuk deret yang dikenal sebagai deret Volta atau deret elektrokimia atau deret aktivitas logam. Pada deret Volta, dari kiri ke kanan makin mudah mengalami reaksi reduksi atau dari kanan ke kiri makin mudah mengalami reaksi oksidasi.
  7. Beberapa sel Volta dalam kehidupan sehari-hari antara lain: sel aki, sel kering, baterai perak oksida, dan baterai merkurium [II] oksida.

B. Sel Elektrolisis

Penggunaan aki merupakan reaksi sel Volta, sebaliknya proses pengisian aki merupakan reaksi sel elektrolisis. Dalam sel elektrolisis dapat dihasilkan suatu reaksi kimia dari aliran elektron dalam bentuk arus listrik. Reaksi kimia yang terjadi pada sel elektrolisis adalah reaksi redoks tidak spontan.

Rangkaian sel elektrolisis pertama kali dirancang oleh seorang ilmuwan Inggris, Michael Faraday. Pada rancangan dasar sel elektrolisis katode merupakan kutub negatif, sebaliknya anode merupakan kutub positif. Sel elektrolisis memerlukan energi dari luar agar terjadi reaksi kimia [reaksi tidak spontan], sebaliknya sel Volta tidak memerlukan energi dari luar. Pemberian tanda positif dan negatif elektrode pada sel elektrolisis berdasarkan pada potensial listrik dari luar sistem, sedangkan pada sel Volta berdasarkan nilai potensial reduksi standar kedua elektrode.

Reaksi pada Sel Elektrolisis

Reaksi yang terjadi pada sel elektrolisis tergantung dari bentuk elektrolit dan elektrode yang digunakan. Jadi, reaksi dalam sel elektrolisis dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:

  1. Sel elektrolisis dengan elektrolit lelehan. Dalam bentuk lelehan/leburan, ion-ion dalam suatu elektrolit dapat bergerak bebas. Ion negatif [anion] akan bergerak menuju anode, melepaskan elektron, dan mengalami reaksi oksidasi. Ion positif [kation] akan bergerak menuju katode, menerima elektron, dan mengalami reaksi reduksi. Pada umumnya, sel elektrolisis dengan lelehan elektrolit menggunakan elektrode inert [tidak reaktif], yaitu platina [Pt], karbon/grafit [C], dan emas [Au]. Elektrode inert tidak terlibat dalam proses redoks [reaksi].
  1. Sel elektrolisis dengan larutan elektrolit dengan elektrode tidak reaktif [inert]. Pada sel elektrolisis dengan larutan elektrolit [air sebagai pelarut], reaksi yang terjadi pada katode dan anode berdasarkan kompetisi nilai potensial elektrode/reduksi standar spesies [kation, anion, molekul] yang terlibat dalam reaksi redoks. Elektrode platina [Pt], karbon [C], dan emas [Au] adalah elektrode inert yang tidak terlibat dalam reaksi redoks. Reaksi yang terjadi pada elektrolisis larutan dengan elektrode inert tergantung pada potensial elektrode/reduksi standar spesies yang terlibat dalam redoks.
  1. Sel elektrolisis dengan larutan elektrolit dengan elektrode reaktif. Elektrode yang digunakan adalah elektrode logam. Logam-logam reaktif [golongan transisi] mudah melepaskan elektron dan mengalami oksidasi, sehingga penggunaan logam reaktif [selain Pt, C, dan Au] sebagai elektrode hanya mempengaruhi reaksi oksidasi yang terjadi pada anode. Reaksi pada katode dan anode untuk sel elektrolisis dengan elektrolit larutan dan elektrode reaktif tergantung pada kompetisi potensial elektrode standar dari anion, kation, dan molekul yang terlihat dalam reaksi redoks.

Berdasarkan jenis reaksi dalam sel elektrolisis di atas, diperoleh kesimpulan tentang reaksi-reaksi yang terjadi pada katode dan anode dalam sel elektrolisis dengan larutan elektrolit adalah sebagai berikut.

Reaksi pada Katode

Pada katode terjadi reaksi reduksi. Semakin besar nilai potensial elektrode standar [Eo], maka semakin mudah logam tersebut mengalami reaksi reduksi. Larutan elektrolit dengan kation logam transisi [Zn, Ni, Pb, Cu, Ag, Sn], maka kation logam transisi tersebut yang akan tereduksi karena kation logam transisi memiliki Eo yang lebih besar daripada air. Kation-kation logam ini akan tereduksi sebagai berikut:

Lx+ [aq] + xe- → L [s]

Untuk larutan elektrolit dengan kation logam utama, Al, atau Mn, kation-kation ini lebih sukar tereduksi daripada air. Jadi, pada katode terjadi reaksi reduksi H2O sebagai berikut:

2H2O [l] + 2e- → H2 [g] + 2OH- [aq]

Reaksi di Anode

Pada sel elektrolisis dengan elektrode inert [Pt, C, dan Au], maka reaksi yang akan terjadi pada anode adalah spesies yang memiliki potensial oksidasi lebih positif [lebih rendah mengalami oksidasi]. Larutan elektrolit yang terdiri atas anion yang tidak mengandung oksigen [Cl-, Br-, F-, I-] dan memiliki potensial oksidasi yang lebih positif daripada air, maka pada anode akan terjadi oksidasi anion-anion ini, misalnya:

2Br-[aq] + Br2[aq] + 2e-

Demikian juga, apabila pada larutan elektrolit yang digunakan mengandung ion OH-, maka ion OH- akan teroksidasi sebagai berikut:

4OH-[aq] → 2H2O[l] + O2[g] + 4e-.

Pada larutan elektrolit yang terdiri atas anion yang mengandung oksigen, misalnya NO3-, SO42- maka reaksi yang terjadi pada anode adalah oksidasi H2O. Hal ini terjadi karena potensial oksidasi H2O lebih positif daripada potensial oksidasi anion yang mengandung oksigen. Reaksi oksidasi H2O sebagai berikut:

2H2O[l] → 4H+[aq] + O2[g] + 4e-.

Reaksi yang terjadi pada anode dalam sel elektrolisis yang menggunakan logam-logam reaktif [golongan transisi] sebagai elektrode adalah oksidasi logam elektrode tersebut. Logam-logam reaktif memiliki potensial oksidasi yang lebih positif daripada air. Reaksi yang terjadi pada anode dengan elektrode reaktif sebagai berikut:

L[s] → Lx+[aq] + xe-

Aplikasi Elektrolisis

Prinsip elektrolisis banyak diterapkan dalam pelapisan logam dengan logam yang lebih baik [electroplating], juga dalam pengolahan dan pemurnian logam.

1. Penyepuhan [electroplating]

Penyepuhan [electroplating] adalah suatu metode elektrolisis untuk melapisi permukaan logam oleh logam lain yang lebih stabil terhadap cuaca atau untuk menambah keindahannya. Contohnya, besi dilapisi nikel agar tahan karat, tembaga dilapisi perak atau emas agar lebih bernilai.

Logam besi banyak dipakai untuk berbagai aplikasi, tetapi tidak tahan terhadap cuaca sehingga mudah berkarat. Agar besi tahan terhadap karat maka permukaan besi sering dilapisi oleh logam yang lebih stabil, seperti seng, nikel, atau perak. Dalam praktiknya, besi dicelupkan ke dalam sel berisi larutan logam yang akan dilapiskan. Agar logam mengendap pada besi maka besi dijadikan sebagai katode.

2. Pemurnian Logam [electrorefining]

Prinsip elektrolisis banyak diterapkan pada pengolahan dan pemurnian logam. Contoh, logam aluminium diolah dan dimurnikan secara elektrolisis dari mineral bauksit. Logam tembaga diolah melalui pemanggangan tembaga[II] sulfida, kemudian dimurnikan secara elektrolisis.

Logam tembaga yang akan dimurnikan ditempatkan sebagai anode dan logam tembaga murni ditempatkan sebagai katode, keduanya dicelupkan dalam larutan CuSO4, seperti ditunjukkan pada Gambar 8. Selama elektrolisis terjadi reaksi sebagai berikut:

    • Anode [+]: Cu[s] → Cu2+[aq] + 2e-
    • Katode [-]: Cu2+[aq] + 2e- → Cu[s]

Logam-logam pengotor yang kurang reaktif, seperti emas, perak, dan platina membentuk endapan lumpur di dasar sel anode. Adanya logam-logam yang lebih reaktif, seperti Zn2+, dan Ni2+ tetap berada dalam larutan sebagai ion-ionnya.

 Gambar 7. Penyepuhan Besi Dengan Logam Nikel  Gambar 8. Gambar Pemurnian Tembaga Menggunakan Elektrolisis

Rangkuman

  1. Elektrolisis adalah penguraian zat elektrolit dengan menggunakan arus listrik searah.
  2. Pada sel elektrolisis, sebagai katode adalah elektrode yang dihubungkan dengan kutub negatif sedangkan anode dihubungkan dengan kutub positif sumber arus.
  3. Pada katode terjadi reaksi reduksi dan pada anode terjadi reaksi oksidasi.
  4. Terdapat 2 jenis elektrode yang harus diketahui berkaitan dengan reaksi di katode dan anode, yaitu:
    • Elektrode inert [Au, Pt, C]: yaitu elektrode yang tidak ikut bereaksi.
    • Elektrode tidak inert [selain Au, Pt, C] yang akan teroksidasi pada anode.
  1. Reaksi-reaksi di katode dan anode
    • Reaksi di katode. Reaksi di katode bergantung pada jenis kation [ion positif]

    • Reaksi di anode. Reaksi di anode bergantung pada jenis anode dan anion

Dengan L = unsur logam selain logam aktif

Referensi

  • Harnanto, Ari dan Ruminten. 2009. Kimia 3 : Untuk SMA/MA Kelas XII. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional
  • Johari, J.M.C & Rachmawati. 2008. Kimia SMA dan MA untuk Kelas XII. Jakarta: Erlangga
  • Lustiyati, Elisabeth Deta. 2009. Aktif Belajar Kimia untuk SMA dan MA Kelas XII. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional
  • Purba, Michael. 2006. Kimia 3 Untuk SMA Kelas XII. Jakarta: Erlangga
  • Rahayu, Iman. 2009. Praktis Belajar Kimia untuk Kelas XII Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional
  • Subiyanto, Suwardi, et al. 2009. Panduan Pembelajaran Kimia XII Untuk SMA & MA. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional
  • Sukmanawati, Wening. 2009. Kimia 3 : Untuk SMA dan MA Kelas XII. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional
  • Sunarya, Yayan. 2009. Mudah dan Aktif Belajar Kimia untuk Kelas XII Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional
  • Utami, Budi, et al. 2009. Kimia 3 : Untuk SMA/MA Kelas XII Program Ilmu Alam. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional

Sumber:

Sel Elektrokimia [kemdikbud.go.id]. //sumberbelajar.belajar.kemdikbud.go.id/sumberbelajar/tampil/Sel-Elektrokimia-2015/konten16.html

Page 3

Redoks adalah istilah yang menjelaskan berubahnya bilangan oksidasi [keadaan oksidasi] atom-atom dalam sebuah reaksi kimia. Hal ini dapat berupa proses redoks yang sederhana seperti oksidasi karbon yang menghasilkan karbon dioksida, atau reduksi karbon oleh hidrogen menghasilkan metana [CH4], ataupun ia dapat berupa proses yang kompleks seperti oksidasi gula pada tubuh manusia melalui rentetan transfer elektron yang rumit. 

Istilah redoks berasal dari dua konsep, yaitu reduksi dan oksidasi, dapat dijelaskan dengan mudah sebagai berikut:

  • Oksidasi menjelaskan pelepasan elektron oleh sebuah molekul, atom, atau ion
  • Reduksi menjelaskan penambahan elektron oleh sebuah molekul, atom, atau ion.

Walaupun cukup tepat untuk digunakan dalam berbagai tujuan, penjelasan di atas tidaklah persis benar. Oksidasi dan reduksi tepatnya merujuk pada perubahan bilangan oksidasi karena transfer elektron yang sebenarnya tidak akan selalu terjadi, sehingga:

  • Oksidasi didefinisikan sebagai peningkatan bilangan oksidasi
  • Reduksi didefinisikan sebagai penurunan bilangan oksidasi.

Dalam praktiknya, transfer elektron akan selalu mengubah bilangan oksidasi, namun terdapat banyak reaksi yang diklasifikasikan sebagai "redoks" walaupun tidak ada transfer elektron dalam reaksi tersebut [misalnya yang melibatkan ikatan kovalen]. Reaksi non-redoks yang tidak melibatkan perubahan muatan formal [formal charge] dikenal sebagai reaksi metatesis.

Pengertian konsep reaksi reduksi-oksidasi telah mengalami tiga tahap perkembangan sebagai berikut:

  1. Konsep Reaksi Reduksi-Oksidasi Berdasarkan Pengikatan dan Pelepasan Oksigen
  2. Konsep Reaksi Reduksi-Oksidasi Berdasarkan Pengikatan dan Pelepasan Elektron
  3. Konsep Reaksi Reduksi-Oksidasi Berdasarkan Pertambahan dan Penurunan Bilangan Oksidasi

Redoks Berdasarkan Pengikatan dan Pelepasan Oksigen

  • Reduksi adalah reaksi pelepasan oksigen dari suatu senyawa. Reduktor adalah zat yang menarik/mengikat oksigen pada reaksi reduksi atau zat yang mengalami reaksi oksidasi.
  • Oksidasi adalah reaksi pengikatan [penggabungan] oksigen oleh suatu zat. Oksidator adalah sumber oksigen pada reaksi oksidasi atau zat yang mengalami reduksi.

Contoh: Reaksi Fe2O3 + 3C → 2Fe + 3CO ditulis sebagai berikut.

Penjelasan: Fe2O3 melepaskan/memberikan oksigen kepada C dan membentuk Fe, sedangkan C mengikat/menangkap oksigen dari Fe2O3 dan membentuk CO. Dengan demikian, Fe2O3 mengalami reduksi atau sebagai oksidator, sedangkan C mengalami oksidasi atau sebagai reduktor.

Redoks Berdasarkan Pengikatan dan Pelepasan Elektron

Selain oksigen, elektron yang terkandung pada senyawa maupun unsur dapat menimbulkan reaksi redoks. Berikut penjelasannya.

  • Reduksi adalah reaksi pengikatan elektron. Reduktor adalah zat yang melepaskan electron atau zat yang mengalami oksidasi.
  • Oksidasi adalah reaksi pelepasan elektron. Oksidator adalah Zat yang mengikat electron atau zat yang mengalami reduksi.

Contoh: reaksi: H2 + F2 → 2HF.  Reaksi tersebut dapat ditulis sbb:

Penjelasan: Untuk membentuk senyawa hidrogen fluorida, molekul H2 melepaskan 2 elektron menjadi 2H+ : H2 → 2H+ + 2e-, sedangkan molekul F2 menangkap/mengikat 2 elektron menjadi 2F- : F2 + 2e- → 2F- . Dengan demikian: H2 mengalami oksidasi atau sebagai reduktor, sedangkan F2 mengalami reduksi atau sebagai oksidator.

Redoks Berdasarkan Pertambahan dan Penurunan Bilangan Oksidasi

Konsep reaksi redoks yang melibatkan perpindahan elektron ini hanya bisa terjadi pada senyawa ionik aja, sedangkan senyawa kovalen tidak. Oleh karena itu, muncul konsep redoks yang ketiga, yaitu berdasarkan perubahan bilangan oksidasi [biloks]. Berdasarkan konsep perubahan bilangan oksidasi:

  • Reduksi adalah reaksi yang mengalami penurunan bilangan oksidasi. Reduktor adalah zat yang mereduksi zat lain dalam reaksi redoks atau zat yang mengalami oksidasi.
  • Oksidasi adalah reaksi yang mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Oksidator adalah zat yang mengoksidasi zat lain dalam reaksi redoks atau zat yang mengalami reaksi reduksi.

Contoh: Reaksi Fe2O3 + 3C → 2Fe + 3CO ditulis sebagai berikut.

Bilangan oksidasi adalah muatan positif dan negatif pada suatu atom. Unsur yang biloksnya positif, biasanya merupakan atom-atom unsur logam, seperti Na, Fe, Mg, Ca, dan unsur logam lainnya. Sementara itu, unsur yang biloksnya negatif, biasanya atom-atom unsur nonlogam, seperti O, Cl, F, dan unsur nonlogam lainnya.

Terdapat delapan aturan dalam menentukan bilangan oksidasi suatu atom, antara lain adalah sebagai berikut.

  1. Bilangan oksidasi unsur bebas dalam bentuk atom dan molekul adalah 0. Contoh:
    • Unsur bebas berbentuk atom: C, Ca, Cu, Na, Fe, Al, Ne = 0
    • Unsur bebas berbentuk molekul: H2, O2, Cl2, P4, S8 = 0
  1. Bilangan oksidasi ion monoatom [1 atom] dan poliatom [lebih dari 1 atom] sesuai dengan jenis muatan ionnya. Contoh:
    • Bilangan oksidasi ion monoatom Na+, Mg2+, dan Al3+ berturut-turut adalah +1, +2, dan +3.
    • Bilangan oksidasi ion poliatom NH4+, SO42-, dan PO43- berturut-turut adalah +1, -2, dan -3.
  1. Bilangan oksidasi unsur pada golongan logam IA, IIA, dan IIIA sesuai dengan golongannya.
    • IA = H, Li, Na, K, Rb, Cs, Fr = +1. Contoh: Bilangan oksidasi Na dalam senyawa NaCl adalah +1.
    • IIA = Be, Mg, Ca, Sr, Ba, Ra = +2. Contoh: Bilangan oksidasi Mg dalam senyawa MgSO2 adalah +2.
    • IIIA = B, Al, Ga, In, Tl = +3. Contoh: Bilangan oksidasi Al dalam senyawa Al2O3 adalah +3.
  1. Bilangan oksidasi unsur golongan transisi [golongan B] lebih dari satu. Contoh:
    • Bilangan oksidasi Cu = +1 dan +2.
    • Bilangan oksidasi Au = +1 dan +3.
    • Bilangan oksidasi Sn = +3 dan +4.
  1. Jumlah bilangan oksidasi unsur-unsur yang membentuk ion = jumlah muatannya. Contoh: NH4+ = +1
  2. Jumlah bilangan oksidasi unsur-unsur yang membentuk senyawa = 0. Contoh: H2O = 0 [ H = +2, ] = -2, jadi 2-2 = 0]
  3. Bilangan oksidasi hidrogen [H] bila berikatan dengan logam = -1. Bila H berikatan dengan non-logam = +1. Contoh: Biloks H dalam AlH3 = -1.
  4. Bilangan oksidasi oksigen [O] dalam senyawa peroksida = -1. Bilangan oksidasi O dalam senyawa non-peroksida = -2. Contoh: Biloks O dalam BaO2 = -1.

Contoh Soal-1

Perhatikan reaksi berikut ini:

Penjelasan:

  • Persamaan reaksi ruas kiri: Fe merupakan unsur golongan transisi [golongan B] yang memiliki biloks lebih dari satu, disini bilok Fe = +3; unsur O dalam senyawa Fe2O3 [bukan non-peroksida] maka biloks O = -2; C adalah unsur bebas maka biloks C = 0.
  • Persamaan reaksi ruas kanan: Fe merupakan unsur bebas maka biloks Fe = 0; C dalam CO merupakan unsur yang berbentuk ion bermuatan +2 maka biloks C = +2; O terikat dalam CO yang bukan senyawa non-peroksida maka biloks O = -2.
  • Dari bilangan biloks dalam reaksi [dari kiri ke kanan] terlihat bahwa Fe mengalami penurunan biloks dari +3 menjadi 0, O tidak mengalami perubahan biloks, dan C mengalami peningkatan biloks dari 0 menjadi +2. Dengan demikian:
    1. Fe mengalami reduksi atau sebagai oksidator yang mengoksidasi C menjadi CO.
    2. C mengalami oksidasi atau sebagai reduktor yang mereduksi Fe2O3 menjadi Fe.
    3. O tidak mengalami mengalami reaksi redoks karena biloks-nya tetap [tidak berubah].
    4. Jumlah total biloks unsur-unsur yang membentuk senyawa Fe2O3 adalah: [2 x biloks Fe] + [3 x biloks O] = [2 x 3] + [3 x [-2] = 6 – 6 = 0.
    5. Jumlah total biloks unsur-unsur yang membentuk CO adalah: [1 x biloks C] + [1 x biloks O] = 2 + [-2] = 0.

Contoh Soal-2

Reaksi: Mg[s] + 2HCl ------> MgCl2[aq] + H2[g], digambarkan sebagai berikut:

Penjelasan:

  • Reaksi ruas kiri: Mg merupakan unsur bebas, jadi biloks Mg = 0. Kemudian, biloks H pada senyawa 2HCl bernilai +1 karena unsur H berikatan dengan unsur lain dan H merupakan golongan IA. Selanjutnya, karena H = +1, berarti Cl = -1 agar total biloks 2HCl = 0.
  • Reaksi ruas kanan: biloks Mg pada senyawa MgCl adalah +2 karena Mg berikatan dan merupakan unsur golongan IIA. Karena Cl memiliki indeks 2, maka biloks Cl = -1, agar total biloks MgCl2 = 0. Kemudian, karena H2 merupakan unsur bebas, maka biloksnya bernilai 0.
  • Dengan demikian [dari kiri ke kanan]:
    1. Unsur Mg mengalami kenaikan biloks dari 0 menjadi +2, sehingga mengalami reaksi oksidasi atau sebagai reduktor yang mereduksi HCl menjadi H2.
    2. Unsur H mengalami penurunan biloks dari +1 menjadi 0, sehingga mengalami reaksi reduksi atau sebagai oksidator yang mengoksidasi Mg menjadi MgCl2.

Menyeimbangkan reaksi redoks

Untuk menuliskan keseluruhan reaksi elektrokimia sebuah proses redoks, diperlukan penyeimbangan komponen-komponen dalam reaksi setengah. Untuk reaksi dalam larutan, hal ini umumnya melibatkan penambahan ion H+, ion OH-, H2O, dan elektron untuk menutupi perubahan oksidasi.

Media asam

Pada media asam, ion H+ dan air ditambahkan pada reaksi setengah untuk menyeimbangkan keseluruhan reaksi. Sebagai contoh, ketika mangan[II] bereaksi dengan natrium bismutat:

Reaksi ini diseimbangkan dengan mengatur reaksi sedemikian rupa sehingga dua setengah reaksi tersebut melibatkan jumlah elektron yang sama [yakni mengalikan reaksi oksidasi dengan jumlah elektron pada langkah reduksi, demikian juga sebaliknya].

Reaksi diseimbangkan:

14H+ [aq] + 2Mn2+ [aq] + 5NaBiO3 [s] → 7H2O [l] + 2MnO4– [aq] + 5Bi3+ [aq] + 5Na+ [aq]

Hal yang sama juga berlaku untuk sel bahan bakar propana di bawah kondisi asam:

Dengan menyeimbangkan jumlah elektron yang terlibat:

Persamaan diseimbangkan:

C3H8 + 5O2 → 3CO2 + 4H2O

Media basa

Pada media basa, ion OH- dan air ditambahkan ke reaksi setengah untuk menyeimbangkan keseluruhan reaksi. Sebagai contoh, reaksi antara kalium permanganat dan natrium sulfit:

Dengan menyeimbangkan jumlah elektron pada kedua reaksi setengah di atas:

Persamaan diseimbangkan:

2KMnO4 + 3Na2SO3 + H2O → 2MnO2 + 3Na2SO4 + 2KOH

Reaksi redoks dalam industri

Kita dapat melihat penggunaan reaksi redoks dalam ekstraksi logam dimana dengan menggunakan zat pereduksi yang sesuai, oksidasi logam dapat dikurangi menjadi besi di tanur tinggi dengan menggunakan karbon sebagai zat pereduksi.

Fe2O3 + 3C → 2Fe + 3CO

Oksidasi juga digunakan dalam proses produksi produk-produk pembersih dan pengoksidasi amonia untuk menghasilkan asam nitrat, yang digunakan di sebagian besar pupuk.

Reaksi redoks merupakan dasar pembuatan sel elektrokimia atau baterai yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk menjalankan sejumlah gadget dan peralatan kecil dan besar. Misalnya, aki digunakan untuk memasok semua kebutuhan listrik dari mobil, truk, bus, kereta api, pesawat terbang, dan lain-lain. Demikian pula, energi listrik yang dibutuhkan dalam kapsul ruang diperoleh dengan reaksi hidrogen dan oksigen pada sel bahan bakar yang menggunakan oksigen dan elektroda hydrogen.

Reaksi redoks dalam biologi

Banyak proses biologi yang melibatkan reaksi redoks. Reaksi ini berlangsung secara simultan karena sel, sebagai tempat berlangsungnya reaksi-reaksi biokimia, harus melangsungkan semua fungsi hidup. Agen biokimia yang mendorong terjadinya oksidasi terhadap substansi berguna dikenal dalam ilmu pangan dan kesehatan sebagai oksidan. Zat yang mencegah aktivitas oksidan disebut antioksidan.

Pernapasan sel, contohnya, adalah oksidasi glukosa [C6H12O6] menjadi CO2 dan reduksi oksigen menjadi air. Persamaan ringkas dari pernapasan sel adalah:

C6H12O6 + 6O2 → 6 CO2 + 6H2O

Proses pernapasan sel juga sangat bergantung pada reduksi NAD+ menjadi NADH dan reaksi baliknya [oksidasi NADH menjadu NAD+]. Fotosintesis secara esensial merupakan kebalikan dari reaksi redoks pada pernapasan sel:

6CO2 + 6H2O + light energy → C6H12O6 + 6O2

Energi biologi sering disimpan dan dilepaskan dengan menggunakan reaksi redoks. Fotosintesis melibatkan reduksi karbon dioksida menjadi gula dan oksidasi air menjadi oksigen. Reaksi baliknya, pernapasan, mengoksidasi gula, menghasilkan karbon dioksida dan air. Sebagai langkah antara, senyawa karbon yang direduksi digunakan untuk mereduksi nikotinamida adenina dinukleotida [NAD+], yang kemudian berkontribusi dalam pembentukan gradien proton, yang akan mendorong sintesis adenosina trifosfat [ATP] dan dijaga oleh reduksi oksigen. Pada sel-sel hewan, mitokondria menjalankan fungsi yang sama. Lihat pula Potensial membran.

Istilah keadaan redoks juga sering digunakan untuk menjelaskan keseimbangan antara NAD+/NADH dengan NADP+/NADPH dalam sistem biologi seperti pada sel dan organ. Keadaan redoksi direfleksikan pada keseimbangan beberapa set metabolit [misalnya laktat dan piruvat, beta-hidroksibutirat dan asetoasetat] yang antarubahannya sangat bergantung pada rasio ini. Keadaan redoks yang tidak normal akan berakibat buruk, seperti hipoksia, guncangan [shock], dan sepsis.

Siklus redoks

Berbagai macam senyawa aromatik direduksi oleh enzim untuk membentuk senyawa radikal bebas. Secara umum, penderma elektronnya adalah berbagai jenis flavoenzim dan koenzim-koenzimnya. Seketika terbentuk, radikal-radikal bebas anion ini akan mereduksi oskigen menjadi superoksida. Reaksi bersihnya adalah oksidasi koenzim flavoenzim dan reduksi oksigen menjadi superoksida. Tingkah laku katalitik ini dijelaskan sebagai siklus redoks.

Contoh molekul-molekul yang menginduksi siklus redoks adalah herbisida parakuat, dan viologen dan kuinon lainnya seperti menadion.

Referensi

Page 4

Dalam kimia fisik, kinetika kimia atau kinetika reaksi mempelajari laju reaksi dalam suatu reaksi kimia. Analisis terhadap pengaruh berbagai kondisi reaksi terhadap laju reaksi memberikan informasi mengenai mekanisme reaksi dan keadaan transisi dari suatu reaksi kimia. Pada tahun 1864, Peter Waage merintis pengembangan kinetika kimia dengan memformulasikan hukum aksi massa, yang menyatakan bahwa kecepatan suatu reaksi kimia proporsional dengan kuantitas zat yang bereaksi.

Pengertian Kinetika Kimia

Perubahan kimia secara sederhana ditulis dalam persamaan reaksi dengan koefisien seimbang. Namun persamaan reaksi tidak dapat menjawab 3 isu penting:

  1. Seberapa cepat reaksi berlangsung
  2. Bagaimana konsentrasi reaktan dan produk saat reaksi selesai
  3. Apakah reaksi berjalan dengan sendirinya dan melepaskan energi, ataukah ia memerlukan energi untuk bereaksi?

Kinetika kimia adalah studi tentang laju reaksi, perubahan konsentrasi reaktan [atau produk] sebagai fungsi dari waktu. Reaksi dapat berlangsung dengan laju yang bervariasi, ada yang serta merta, perlu cukup waktu [pembakaran] atau waktu yang sangat lama seperti penuaan, pembentukan batubara dan beberapa reaksi peluruhan radioaktif. Laju reaksi merupakan laju pengurangan reaktan tiap satuan waktu, atau laju pembentukan produk tiap satuan waktu.

Laju Reaksi

Laju reaksi adalah perubahan konsentrasi reaktan atau produk per satuan waktu. Besaran laju reaksi dilihat dari ukuran cepat lambatnya suatu reaksi kimia. Laju reaksi mempunyai satuan M/s [Molar per detik] [Suarsa, 2017].

  • Laju reaksi atau kecepatan reaksi menyatakan bahwa banyaknyareaksi kimiayang berlangsung per satuan waktu.
  • Laju reaksi menyatakanmolaritaszat terlarut dalam reaksi yang dihasilkan tiap detik 

Definisi formal: Laju reaksi didefinisikan sebagai proses berubahnya konsentrasi per satuan waktu. Laju reaksi memiliki konstanta yang sangat bergantung pada suhu reaksi [Purba & Khairunisa, 2012].

Sebuah reaksi kimia dapat ditulis menggunakan rumus:

aA + bB  →  cC + dD

Dari reaksi kimia tersebut, dapat diketahui a, b, c, dan d adalah koefisien reaksi dan A, B, C, dan D adalah zat-zat yang terlibat dalam reaksi. Laju reaksi dalam suatu sistem tertutup dinyatakan menggunakan rumus:

Dimana: [A], [B], [C], dan [D] menyatakan konsentrasi zat-zat tersebut. Melalui rumus tersebut, diketahui bahwa laju reaksi memiliki satuan mol/L/s.

Faktor yang memengaruhi laju reaksi

Laju reaksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:

1. Orde reaksi

Orde reaksi atau tingkat reaksi terhadap suatu komponen merupakan pangkat dari konsentrasi komponen tersebut dalam hukum laju. Konsentrasi merupakan salah satu faktor yang dapat mempercepat laju reaksi [Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, 2004].

2. Luas permukaan sentuh

Luas permukaan sentuh memiliki peranan yang sangat penting, sehingga menyebabkan laju reaksi semakin cepat. Begitu juga, apabila semakin kecil luas permukaan bidang sentuh, maka semakin kecil tumbukan yang terjadi antar partikel, sehingga laju reaksi pun semakin kecil. Karakteristik kepingan yang direaksikan juga turut berpengaruh, yaitu semakin halus kepingan itu, maka semakin cepat waktu yang dibutuhkan untuk bereaksi; sedangkan semakin kasar kepingan itu, maka semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk bereaksi.

3. Suhu [Temperatur]

Suhu juga turut berperan dalam mempengaruhi laju reaksi. Apabila suhu pada suatu reaksi yang berlangsung dinaikkan, maka menyebabkan partikel semakin aktif bergerak, sehingga tumbukan yang terjadi semakin sering, menyebabkan laju reaksi semakin besar. Sebaliknya, apabila suhu diturunkan, maka partikel semakin tak aktif, sehingga laju reaksi semakin kecil. Suhu merupakan properti fisik dari materi yang kuantitatif mengungkapkan gagasan umum dari panas dan dingin.

4. Katalis

Katalis adalah suatu zat yang mempercepat laju reaksi kimia pada suhu tertentu, tanpa mengalami perubahan atau terpakai oleh reaksi itu sendiri. Suatu katalis berperan dalam reaksi tetapi bukan sebagai pereaksi ataupun produk. Katalis memungkinkan reaksi berlangsung lebih cepat atau memungkinkan reaksi pada suhu lebih rendah akibat perubahan yang dipicunya terhadap pereaksi. Katalis menyediakan suatu jalur pilihan dengan energi aktivasi yang lebih rendah. Katalis mengurangi energi yang dibutuhkan untuk berlangsungnya reaksi.

Katalis dapat dibedakan ke dalam dua golongan utama, yaitu: katalis homogen dan katalis heterogen.

  • Katalis heterogen adalah katalis yang ada dalam fase berbeda dengan pereaksi dalam reaksi yang dikatalisinya. Satu contoh sederhana untuk katalisis heterogen yaitu bahwa katalis menyediakan suatu permukaan di mana pereaksi-pereaksi [atau substrat] untuk sementara terjerat. Ikatan dalam substrat-substrat menjadi lemah sedemikian sehingga memadai terbentuknya produk baru. Ikatan atara produk dan katalis lebih lemah, sehingga akhirnya terlepas.
  • Katalis homogen adalah katalis yang berada dalam fase yang sama dengan pereaksi dalam reaksi yang dikatalisinya. Katalis homogen umumnya bereaksi dengan satu atau lebih pereaksi untuk membentuk suatuperantara kimiayang selanjutnya bereaksi membentuk produk akhir reaksi, dalam suatu proses yang memulihkan katalisnya.

Berikut ini merupakan skema umum reaksi katalitik, di mana C melambangkan katalisnya:

A + C  AC -------------- [1]

B + AC  AB + C ------ [2]

Meskipun katalis [C] termakan oleh reaksi 1, namun selanjutnya dihasilkan kembali oleh reaksi 2, sehingga untuk reaksi keseluruhannya menjadi:

A + B + C → AB + C

{\displaystyle A+B+C\rightarrow AB+C}Beberapa katalis yang pernah dikembangkan antara lain berupa katalis Ziegler-Natta yang digunakan untuk produksi masal polietilen dan polipropilen. Reaksi katalitis yang paling dikenal adalah proses Haber, yaitu sintesis amonia menggunakan besi biasa sebagai katalis. Konverter katalitik yang dapat menghancurkan produk emisi kendaraan yang paling sulit diatasi, terbuat dari platina dan rodium.

4. Molaritas

Molaritas adalah banyaknya mol zat terlarut tiap satuan volum zat pelarut. Hubungannya dengan laju reaksi adalah bahwa semakin besar molaritas suatu zat, maka semakin cepat suatu reaksi berlangsung. Dengan demikian pada molaritas yang rendah suatu reaksi akan berjalan lebih lambat daripada molaritas yang tinggi.

5. Konsentrasi

Karena persamaan laju reaksi didefinisikan dalam bentuk konsentrasi reaktan maka dengan naiknya konsentrasi maka naik pula kecepatan reaksinya. Artinya semakin tinggi konsentrasi, maka semakin banyak molekul reaktan yang tersedia, dengan demikian kemungkinan bertumbukan akan semakin banyak juga sehingga kecepatan reaksi meningkat. Jadi semakin tinggi konsentrasi, semakin cepat pula laju reaksinya.

Persamaan Laju Reaksi

Untuk reaksi kimia sebagai berikut:

aA + bB   pP + qQ

hubungan antara laju reaksi dengan molaritas adalah

V = k[A]x [B]y

Dimana: V = Laju reaksi; k = Konstanta laju reaksi; x = Orde reaksi zat A; y = Orde reaksi zat B; Orde reaksi zat A dan zat B hanya bisa ditentukan melalui percobaan.

Orde Reaksi

Dalam bidang kinetika kimia, orde reaksi  suatu substansi [seperti reaktan, katalis atau produk] adalah banyaknya faktor konsentrasi yang mempengaruhi kecepatan reaksi. Untuk persamaan laju reaksi: r = k[A]x [B]y … ][[A], [B] … adalah konsentrasi], orde reaksinya adalah x untuk A dan y untuk B. Orde reaksi secara keseluruhan adalah jumlah total x + y + .... Perlu diingat bahwa orde reaksi sering kali tidak sama dengan koefisien stoikiometri.

Contohnya: reaksi kimia antara raksa [II] klorida dengan ion oksalat:

2HgCl2 + C2O42- →  2Cl- + 2CO2­↑ + Hg2Cl2¯↓

Persamaan laju reaksinya adalah:

r = k[HgCl2]1[C2O42−]2

Dalam contoh ini, orde reaksi reaktan HgCl2 adalah 1 dan orde reaksi ion oksalat adalah 2; orde reaksi secara keseluruhan adalah 1 + 2 = 3. Orde reaksi di sini [1 dan 2] berbeda dengan koefisien stoikiometrinya [2 dan 1]. Orde reaksi hanya bisa ditentukan lewat percobaan. Dari situ dapat ditarik kesimpulan mengenai mekanisme reaksi. Di sisi lain, reaksi dasar [satu langkah] memiliki orde reaksi yang sama dengan koefisien stoikiometri untuk setiap reaktan. Orde reaksi secara keseluruhan [jumlah koefisien stoikiometri reaktan] selalu sama dengan molekularitas reaksi dasar. Orde reaksi untuk setiap reaktan sering kali memiliki angka positif, tetapi ada pula orde reaksi yang negatif, berupa pecahan atau nol.

1. Orde pertama

Jika laju reaksi bergantung pada satu reaktan dan jumlah eksponennya satu, maka reaksi itu adalah reaksi orde pertama.

Contohnya: dalam reaksi ion arildiazonium dengan nukleofil dalam larutan berair ArN2+ + X− → ArX + N2, persamaannya adalah r = k[ArN2+], dan Ar merupakan kelompok aril. Contoh reaksi orde pertama lainnya adalah proses peluruhan radioaktif. Namun, reaksi ini merupakan reaksi nuklir.

2. Orde kedua

Reaksi dianggap sebagai reaksi orde kedua jika ordenya secara keseluruhan berjumlah dua. Laju reaksi orde kedua mungkin proporsional dengan satu konsentrasi berkuadrat r = k[A]2, atau [lebih umum] jumlah orde dua konsentrasi r = k[A][B]. Contohnya: reaksi NO2 + CO  → NO + CO2 merupakan reaksi orde kedua untuk reaktan   dan reaksi orde nol untuk reaktan. Persamaannya adalah r = k [NO2]2  dan independen dari konsentrasi CO.

3. Orde nol

Dalam reaksi orde nol, laju reaksinya independen dari konsentrasi reaktan, sehingga perubahan konsentrasi tidak mengubah laju reaksi. Contohnya adalah berbagai reaksi yang dikatalis oleh enzim asalkan konsentrasi reaktan lebih besar daripada konsentrasi enzim yang mengendalikan lajunya. Contohnya, oksidasi biologis etanol menjadi asetaldehida oleh enzim dehidrogenase alkohol hati merupakan reaksi orde nol untuk etanol.

4. Orde negatif

Reaksi dapat memiliki orde negatif terkait dengan suatu substansi. Contohnya: perubahan ozon [O3] menjadi oksigen mengikuti persamaan: r = k [O3]2 ÷ [O2] dengan kelebihan oksigen. Reaksi ini merupakan reaksi laju kedua untuk ozon dan [-1] untuk oksigen. Saat orde parsial bersifat negatif, orde secara keseluruhan dianggap tidak didefinisi. Dari contoh di atas, reaksi ini tidak dianggap sebagai reaksi orde pertama meskipun jumlahnya 2 + [-1] = 1, karena persamaan lajunya lebih rumit daripada reaksi orde pertama yang sederhana.

Contoh Soal-1

Reaksi: NO2 [g] + CO [g] → NO [g] + CO2 [g] diperoleh data sebagai berikut:

Eksperimen Laju reaksi awal [M s-1] [NO2] awal [M] [CO] awal [M]
1 0,005 0,10 0,10
2 0,080 0,40 0,10
3 0,005 0,10 0,20

Berdasarkan data eksperimen reaksi di atas, tentukan:

  1. Orde reaksi terhadap NO2
  2. Orde reaksi terhadap CO
  3. Orde reaksi total
  4. Konstanta laju
  5. Laju reaksi ketika [NO2] = 0,40 M dan [CO] = 0,40 M

Penyelesaian: 

Pertama, asumsikan bahwa hukum laju dari reaksi ini yaitu: V = k[NO2]x[CO]y

1]. Untuk menghitung nilai x pada [NO2]x, kita perlu membandingkan data eksperimen 1 dan 2, di mana [NO2] bervariasi namun [CO] konstan.

Diperoleh x = 2, maka orde reaksi terhadap NO2 = 2.

2]. Untuk menghitung nilai y pada [CO]y, kita perlu membandingkan data eksperimen 1 dan 3, di mana [CO] bervariasi namun [NO2] konstan.

Diperoleh y = 0. Jadi, orde reaksi terhadap CO = 0.

3]. Orde reaksi keseluruhan = x + y = 2 + 0 = 2

4]. Untuk menghitung konstanta laju, digunakan salah satu data eksperimen di atas, misalnya eksperimen 1.

Jadi konstanta laju reaksi = 0,5 M-1s-1

5]. Laju reaksi ketika [NO2] = 0,40 M dan [CO] = 0,40 M:

V = k[NO2]2

V = 0,5 × [0,40]2

V = 0,08 = 8 × 10-2 Ms-1

Jadi, laju reaksi NO2 adalah 8 × 10-2 Ms-1

Contoh Soal-2

Gas nitrogen monoksida dan gas brom bereaksi pada 00C menurut persamaan reaksi: 2NO [g] + Br2 [g]  2NOBr [g]. Laju reaksinya diikuti dengan mengukur pertambahan konsentrasi NOBr dan diperoleh data sebagai berikut:

Percobaan ke [NO] M [Br2] M Kecepatan awal pembentukan NOBr [M/detik]
1 0,10 0,10 1,20×10-3
2 0,10 0,20 2,40 ×10-3
3 0,20 0,10 4,80×10-3
4 0,30 0,10 1,08×10-4

Tentukan:

  1. Orde reaksi terhadap gas NO
  2. Orde reaksi terhadap gas Br2
  3. Orde reaksi total
  4. Rumus laju reaksinya
  5. Tetapan kecepatan laju reaksi

Penyelesaian:

1]. Orde reaksi terhadap gas NO → Percobaan 1 dan 3, [Br2] tetap.

Jadi: Orde reaksi terhadap gas NO = 2

2]. Orde reaksi terhadap gas Br2 → Percobaan 1 dan 2, [NO] tetap.

Jadi: Orde reaksi terhadap gas Br2 = 1

3]. Orde reaksi total = x + y = 2 + 1 = 3

4]. Rumus laju reaksinya: V =  k[NO]2 [Br2]1  → V =  k[NO]2 [Br2]

5]. Tetapan laju reaksi. Lihat data percobaan-1V =  k[NO]2 [Br2]

Jadi, tetapan laju reaksi, k = 1,20 M-1s-1

Pengaruh Suhu Terhadap Laju Reaksi

Reaksi kimia dapat terjadi jika energi minimal untuk bereaksi dipenuhi oleh zat zat yang akan bereaksi. Dalam sebuah reaksi kimia yang terjadi dalam wadah misalnya, setiap molekul perekasi akan selalu bergerak ke segala arah. Gerakan ini memungkinkan terjadinya interaksi antara molekul molekul perekasi. Interaksi ini dapat berupa tumbukan. Tumbukan yang memiliki energy yang cukup akan membuat molekul molekul pereaksi saling berekasi. Energi ini disebut energi aktivasi. Semakin banyak terjadi tumbukan, maka laju reaksi akan semakin cepat.

Apa pengaruh suhu terhadap laju reaksi???

Suhu adalah bentuk energy yang dapat diserap oleh masing masing molekul perekasi. Ketika suhu zat zat yang akan bereaksi ditingkatkan, maka energy partikel akan semakin besar. Energy ini digunakan oleh molekul molekul pereaksi untuk bergerak lebih cepat. Jadi adanya kenaikan suhu akan mengakibatkan gerakan molekul pereaksi menjadi lebih cepat. Bayangkan saja dua mobil yang melaju cepat pada kondisi lalu lintas yang ramai, maka resiko tabrakan yang terjadi akan semakin besar. Tabarkan yang terjadi juga akan menghancurkan kedua mobil karena laju mereka yang cepat.

Hal ini juga berlaku pada molekul pereaksi. Peningkatan suhu akan mengakibatkan energy kinetic kinetic partikel meningkat, akibatnya pergerakan molekul akan semakin cepat. Gerakan molekul yang semakin cepat juga akan meningkatkan jumlah tumbukan yang terjadi antar partikel. Jika terjadi tumbukan, maka energy tumbukan akan cukup besar untuk memungkinkan terjadinya reaksi antara kedua molekul. Artinya tumbukan efektif akan semakin banyak terjadi. Hal ini tentu akan mengakibatkan reaksi akan berlangsung lebih cepat.

“Suhu tinggi = energy kinetic partikel meningkat = semakin banyak tumbukan efektif yang terjadi antar partikel = laju reaksi meningkat”

Rumus Pengaruh Suhu terhadap Laju ReaksiPada umumnya, setiap kenaikan suhu 100C, maka laju reaksi akan menjadi dua kali lebih cepat. Dengan menggunakan hubungan ini, jika laju awal reaksi pada suhu tertentu diketahui, maka kita dapat meramalkan berapa besar laju reaksi lain jika suhunya ditingkatkan.

V2 = V1 × [n]ΔT/10

Atau jika yang diketahui adalah waktu tempuh reaksi, kita dapat menggunakan rumus:

t2 = t1 × [1/n]ΔT/10

Keterangan: V1 = laju reaksi awal [pada duhu T1]; V2 = laju reaksi akhir [pada suhu T2]; t1 = waktu reaksi awal [pada suhu T1]; t2 = waktu reaksi akhir [pada suhu T2]; n = kenaikan laju reaksi; ∆T = Perubahan suhu = T2 – T1. Harga n terantung berapa kali kenaikan laju reaksinya. Jika pada soal tertulis dua kali semula, maka harga n = 2, jika tiga kali semula maka harga n = 3, dan begitu seterusnya. Angka 10 pada pembagi perubahan suhu juga tergantung pada soal. Misalnya jika setiap kenaikan 10 derajat, maka angka 10 kita pakai. Tetapi jika dalam soal tertulis setiap kenaikan 20 derajat, maka angka 20 yang kita pakai. Dan begitu seterusnya.

Contoh Soal

  1. Suatu reaksi berlangsung 3 kali lebih cepat dari semula setiap kenaikan suhu 20 derajat celcius. Jika pada suhu 30 derajat reaksi berlangsung 3 menit, pada suhu 90 derajat, reaksi akan berlangsung selama berapa menit?

Penyelesaian:

Pertama yang harus diingat, bahwa suhu akan mempercepat laju reaksi. Reaksi cepat, maka waktu tempuh reaksi akan semakin sedikit.

Diketahui: n = 3; T1 = 30 derajat celcius; T2 = 90 derajat celcius; ∆T = 90 – 30 = 60; t1 = 3 menit; t2 = . . . . .?

t2 = t1 × [1/n]ΔT/10

t2 = 3 × [1/3]60/20

t2 = 3 × [1/3]3

t2 = 3 × [1/27]

t2 = 1/9

Jadi t2 = 1/9 menit

  1. Laju reaksi meningkat dua kali setiap kenaikan suhu 10 derajat celcius. Jika pada suhu 30 derajat celcius laju reaksi A + B → hasil, adalah 4 x 10-4 M/s maka laju reaksi pada suhu 60 derajat celcius adalah . . . .?

Penyelesaian

Diketahui: n = 2 [dua kali lipat], T1 = 30 derajat Celsius; T2 = 60 derajat Celsius; ∆T = 60 – 30 = 30; V1 = 4×10-4 M/s; V2 = . . . .?

V2 = V1 × [n]ΔT/10

V2 = 4×10-4 × [2]30/10

V2 = 4×10-4 × [2]3

V2 = 4×10-4 × 8

V2 = 32×10-4 atau 3,2×10-3

Jadi laju akhir reaksi adalah 3,2×10-3 M/s

  1. Harga tetapan laju reaksi bertambah dua kali lipat jika suhu dinaikkan 10 0 Pada suhu 40 0C reaksi A + B → C mempunyai harga laju reaksi x mol/L det. Jika reaksi berlangsung pada suhu 10 0C dan 80 0C, laju reaksi berturut turut sebesar . . . . mol/L det.

Penyelesaian:

Pada suhu 40 0C, laju reaksi = x

Reaksi : A + B → C

Persamaan umum laju reaksi: V = k [A]x [B]y = x

Harga k bertambah dua kali lipat setiap kenaikan suhu 10 0C. Jika suhunya turun menjadi10 0C maka harga k-nya tentu akan menjadi setengah kali semula.

Jika reaksi berlangsung pada 10 0C, artinya terjadi penurunan sebesar 30 0C dari 40 0C atau penurunan sebanyak 3 kali. Setiap kali penurunan 10 0C, harga k akan menjadi setengah kali semula maka harga k akan menjadi = [1/2]3 = ½ x ½ x ½  = 1/8.

Harga laju reaksi: V = 1/8 k[A]x [B]y = 1/8x mol/L.det.

Pada suhu 80 0C = suhu naik 40 0C atau terjadi peningkatan sebanyak 4 kali. Setiap naik 10 derajat maka harga k akan menjadi 2 kali semula maka harga k = [2]4 = 2 x 2 x 2 x 2 = 16.

Harga laju reaksi = V = 16 k [A]x [B]y = 16x mol/L.det.

Reaksi elementer

Reaksi elementer [terkadang disebut pula reaksi dasar] adalah suatu reaksi kimia di mana satu atau lebih spesi kimia bereaksi langsung untuk membentuk produk dalam satu tahap reaksi tunggal dan dengan satu keadaan transisi. Dalam praktiknya, reaksi diasumsikan elementer jika tidak ada zat antara reaksi yang telah terdeteksi atau perlu didalilkan untuk menggambarkan reaksi pada skala molekuler. Reaksi yang tampaknya elementer sebenarnya adalah sebuah reaksi bertahap, yaitu melalui tahapan reaksi kimia yang rumit, dengan intermediet reaksi pada variabel masa hidup.

Dalam suatu reaksi elementer unimolekuler, suatu molekul A terdisosiasi atau mengalami isomerisasi untuk menghasilkan produk: 

A → Produk

Pada suhu konstan, laju dari reaksi tersebut sebanding dengan  konsentrasi  spesi  A:

[d[A] ÷ dt] = – k [A]

Dalam suatu reaksi elementer bimolekuler, dua atom, molekul, ion atau radikal, A dan B, bereaksi bersama untuk menghasilkan produk:

A + B → Produk

Laju reaksi tersebut, pada suhu konstan, sebanding dengan perkalian konsentrasi spesi A dan B:

[d[A] ÷ dt] = d[B] ÷ dt]  = – k [A] [B]

Ekspresi laju bagi reaksi elementer bimolekuler terkadang dirujuk sebagai hukum aksi massa sebagaimana yang diusulkan oleh Guldberg dan Waage pada tahun 1864. Contoh dari reaksi jenis ini adalah reaksi sikloadisi. Ekspresi laju ini dapat diturunkan dari prinsip pertama dengan menggunakan teori tumbukan untuk gas ideal. Untuk kasus fluida encer hasil yang setara telah diperoleh dari argumen probabilistik sederhana.

Menurut teori tumbukan, probabilitas tiga spesi kimia bereaksi bersamaan satu sama lain dalam suatu reaksi elementer termolekuler dapat diabaikan. Oleh karena itu, reaksi termolekuler semacam itu biasa disebut reaksi non-elementer dan dapat dipecah menjadi seperangkat reaksi bimolekuler yang lebih mendasar, sesuai dengan hukum aksi massa. Tetapi tidak selalu dimungkinkan untuk mendapatkan skema reaksi secara keseluruhan namun solusi berdasarkan persamaan laju dimungkinkan dalam hal keadaan tunak atau pendekatan Michaelis-Menten.

Katalis

Katalis adalah suatu zat yang mempercepat laju reaksi kimia pada suhu tertentu, tetapi tidak mengalami perubahan dan pengurangan jumlah. Laju reaksi katalis terjadi di permukaan luas pada fluida padat sehingga diterapkan pada material padat yang berpori. Dalam reaksi kimia, katalis tidak berperan sebagai pereaksi kimia maupun produk. Katalis yang umum digunakan ialah ion logam dengan metode impregnasi untuk menghasilkan valensi nol dan situs-situs asam selama proses reduksi. Peran katalis adalah meningkatkan unjuk kerja katalitik material padat.

Reaksi kimia

Katalis merupakan suatu zat yang mempercepat laju reaksi dari suatu reaksi kimia.[3] Percepatan laju reaksi terjadi pada suhu tertentu dengan cara menurunkan energi aktivasi suatu reaksi, tanpa mempengaruhi hasil reaksi [produk]. Perlu diketahui bahwa katalis ikut bereaksi. Hal ini bisa dibuktikan dengan melakukan eksperimen. Pada akhir reaksi, akan didapatkan bahwa efektivitas suatu katalis menjadi berkurang. Hal inilah yang menjadi bukti bahwa katalis ikut bereaksi dalam suatu reaksi. Suatu katalis berperan dalam reaksi tetapi bukan sebagai pereaksi ataupun produk.

Katalis memungkinkan reaksi berlangsung lebih cepat atau memungkinkan reaksi pada suhu lebih rendah akibat perubahan yang dipicunya terhadap pereaksi. Katalis menyediakan suatu jalur pilihan dengan energi aktivasi yang lebih rendah. Katalis mengurangi energi yang dibutuhkan untuk berlangsungnya reaksi.

 Jenis

Katalis dapat dibedakan ke dalam dua golongan utama: katalis homogen dan katalis heterogen. Katalis heterogen adalah katalis yang ada dalam fase berbeda dengan pereaksi dalam reaksi yang dikatalisinya, sedangkan katalis homogen berada dalam fase yang sama. Satu contoh sederhana untuk katalisis heterogen yaitu bahwa katalis menyediakan suatu permukaan di mana pereaksi-pereaksi [atau substrat] untuk sementara terjerap. Ikatan dalam substrat-substrat menjadi lemah sedemikian sehingga memadai terbentuknya produk baru. katan atara produk dan katalis lebih lemah, sehingga akhirnya terlepas.

Katalis homogen umumnya bereaksi dengan satu atau lebih pereaksi untuk membentuk suatu perantara kimia yang selanjutnya bereaksi membentuk produk akhir reaksi, dalam suatu proses yang memulihkan katalisnya. Berikut ini merupakan skema umum reaksi katalitik, di mana C melambangkan katalisnya:

A + C → AC -------------- [1]

B + AC → AB + C  ------ [2]

Meskipun katalis [C] termakan oleh reaksi 1, tetapi selanjutnya dihasilkan kembali oleh reaksi 2, sehingga untuk reaksi keseluruhannya menjadi:

A + B + C → AB + C

katalis tidak termakan ataupun tercipta. Enzim adalah biokatalis. Penggunaan istilah "katalis" dalam konteks budaya yang lebih luas, secara bisa dianalogikan dengan konteks ini.

Beberapa katalis ternama yang pernah dikembangkan di antaranya katalis Ziegler-Natta yang digunakan untuk produksi massal polietilen dan polipropilen. Reaksi katalitik yang paling dikenal ialah proses Haber untuk sintesis amoniak, yang menggunakan besi biasa sebagai katalis. Konverter katalitik—yang dapat menghancurkan produk samping knalpot yang paling bandel—dibuat dari platinadan rodium.

Fenomena alami

Hidrolisis lemak atau minyak

Enzim lipase menjadi katalis bagi trigliserida yang menyebabkan hidrolisis pada lemak atau minyak. Hidrolisis lemak atau minyak terjadi akibat adanya bakteri di udara yang mengandung enzim lipase. Pada suhu kamar dan udara lembab, hidrolisis lemak atau minyak menimbulkan bau tengik dan cita rasa yang tidak enak apabila dibiarkan pada udara lembab pada suhu kamar.

Kegunaan

  1. Esterifikasi dan interesterifikasi. Reaksi esterifikasi memerlukan katalis asam atau katalis basa untuk mempercepat reaksi antara gliserol dengan asam lemak untuk menghasilkan monogliserida, digliserida, dan air. Katalis diberikan pada suhu pemanasan antara 210 oC hingga 230 oC. Rasio antara gliserol dan asam lemak dalam reaksi akan menentukan komposisi monogliserida. Sedangkan komposisi digliserida ditentukan oleh reaksi interesterifikasi yang melibatkan gliserol, lemak atau minyak dan katalis basa seperti kalsium hidroksida. Reaksi interesterifikasi hanya membutuhkan gliserol dalam jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan reaksi interesterifikasi dengan asam lemak.
  2. Pembuatan sel bahan bakar. Katalis digunakan untuk mempercepat reaksi pada sistem elektroda yang membentuk sel bahan bakar. Setiap sel elektroda merupakan sel elektrokimia yang secara berkelanjutan mengubah energi kimia dalam bahan bakar dan oksidan menjadi air dan menghasilkan energi listrik. Proses pembuatan sel bahan bakar melibatkan sistem elektroda-elektrolit yang mengalami reaksi elektrokimia. Elektrolit digunakan untuk menghantarkan muatan listrik dari elektroda negatif [anoda] ke elektroda positif [katoda] sehingga menghasilkan arus listrik dan energi panas. Katalis yang digunakan di dalam elektroda ialah lapisan platina.
  3. Reaksi Alkilasi Friedel-Crafts. Reaksi alkilasi Friedel-Crafts menggunakan prinsip substitusi elektrofilik aromatik. Reaksi kimia dihasilkan melalui alkilasi benzena dengan alkil halida menggunakan katalis asam Lewis yang kuat. Jenis katalis yang umum digunakan ialah aluminium klorida atau besi klorida.
  4. Fermentasi. Manusia telah menggunakan enzim sebagai katalis fermentasi makanan sejak zaman prasejarah. Enzim khamir telah lama digunakan untuk melakukan fermentasi gula buah menjadi alkohol. Enzim pada bakteri Streptococcus thermophilus, Lactobacillus bulgaricus dan Lactobacillus acidophilus digunakan untuk membuat yoghurt. Enzim juga digunakan sebagai katalis dalam pembuatan bir dari biji-bijian, pembuatan adonan roti dengan khamir dan fermentasi air kelapa menjadi cuka. Keunggulan penggunaan enzim sebagai katalis ialah sifatnya yang tidak berubah meski telah mengalami reaksi kimia. Selain itu, enzim melakukan percepatan reaksi kimia dengan tetap mempertahankan kedudukan normal dari kesetimbangan kimia.
  5. Sintesis tabung nano karbon. Katalis logam digunakan untuk melakukan sintesis pada tabung nano karbon yang dapat terkendali. Tabung nano karbon digunakan untuk membuat peralatan dengan sifat nano-elektronik. Proses nukleasi dan perumbuhan tabung nano karbon memerlukan bantuan katalis logam.

Referensi

  • Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan [2004]. Laju Reaksi [PDF]. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Direktoran Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional. hlm. 11.
  • Kenneth A. Connors Chemical Kinetics, the study of reaction rates in solution, 1990, VCH Publishers ISBN 0471720208
  • Laidler K.J. Chemical Kinetics [3rd ed., Harper & Row 1987], hlm. 305 ISBN 0-06-043862-2
  • Petrucci R.H., Harwood W.S. and Herring F.G. General Chemistry [8th ed., Prentice-Hall 2002], p.585-6 ISBN 0-13-014329-4
  • Purba, E. dan Khairunisa, A. C. [2012]. "Kajian Awal Laju Reaksi Fotosintesis untuk Penyerapan Gas CO2 Menggunakan Mikroalga Tetraselmis Chuii". Rekayasa Proses. 6 [1]: 8.
  • Suarsa, I. W. [2017]. Teori Tumbukan Pada Laju Reaksi Kimia [PDF]. Denpasar: Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udaya. hlm. 1.
  • Whitten K.W., Galley K.D. and Davis R.E. General Chemistry [4th edition, Saunders 1992], hlm.638-9 ISBN 0-03-072373-6.

Page 5

Dalam kimia, prinsip Le Chatelier atau disebut pula asas Le Chatelier atau "Hukum Kesetimbangan", dapat digunakan untuk memprediksi efek perubahan di dalam kondisi pada kesetimbangan kimia. Prinsip ini dinamai dari Henry Louis Le Chatelier dan terkadang dari Karl Ferdinand Braun yang menemukan prinsip ini secara mandiri. Prinsip ini dapat dinyatakan sebagai:"Ketika suatu sistem pada kesetimbangan mengalami perubahan konsentrasi, suhu, volume, atau tekanan, maka sistem menyesuaikan [sebagian] dirinya untuk meniadakan pengaruh perubahan yang diterapkan dan keseimbangan baru tercapai." Dengan kata lain: “Setiap kali sistem dalam kesetimbangan terganggu sistem akan menyesuaikan diri sedemikian rupa sehingga efek dari perubahan tersebut akan dibatalkan”.

Prinsip ini memiliki berbagai nama, tergantung pada disiplin ilmu yang menggunakannya. Prinsip Le Chatelier juga dijadikan sebagai basis bagi pengamatan yang lebih umum di masyarakat, yang secara kasar menyatakan bahwa: “Setiap perubahan dalam status quo akan menghasilkan reaksi berlawanan dari sistem yang bersangkutan”. Dalam kimia, prinsip ini digunakan untuk memanipulasi hasil dari reaksi bolak-balik [reversibel], sering kali dapat meningkatkan rendemen reaksi.

Faktor- faktor yang Mempengaruhi Pergeseran Kesetimbangan

Menurut Le Chatelier, jika sistem yang berada dalam keadaan kesetimbangan diganggu, system akan berusaha mengurangi gangguan dengan cara menggeser posisi kesetimbangan, baik ke arah pereaksi maupun hasil reaksi sehingga gangguan tersebut minimum dan tercapai keadaan kesetimbangan yang baru. Hal- hal apa sajakah yang dapat mempengaruhi kesetimbangan?

1. Efek Perubahan Konsentrasi

Jika konsentrasi unsur/senyawa di salah satu ruas ditambah, kesetimbangan akan bergeser ke arah yang berlawanan dan jika konsentrasi unsur/senyawa di salah satu ruas dikurangi, kesetimbangan akan bergeser ke arah dirinya sendiri.

Misalnya: reaksi Nitrogen [N2] dan hidrogen [H2] membentuk amonia [NH3]

Berdasarkan reaksi diatas, pergeseran kesetimbangan dijelaskan sebagai berikut:

    1. Jika konsentrasi reaktan [N2 atau H2] ditambah atau konsentrasi produk dikurangi, kesetimbangan akan bergeser ke arah produk [NH3] atau ke ruas kanan.
    2. Jika konsentrasi reaktan [N2 atau H2] dikurangi atau konsentrasi produk ditambah, kesetimbangan akan bergeser ke arah reaktan [N2 dan H2] atau ke ruas kiri.

2. Efek perubahan suhu

Suhu dapat dinaikkan atau diturunkan untuk menggeser kesetimbangan kimianya. Jika suhu dinaikkan, sistem akan berupaya untuk menurunkan kembali suhu menjadi normal dan menghasilkan reaksi eksoterm. Sebaliknya, jika suhu diturunkan, sistem akan berusaha untuk menaikkan suhu dan menghasilkan reaksi endoterm. Dengan kata lain: Jika suhu dinaikkan maka kesetimbangan akan bergeser ke arah pembentukkan senyawa-senyawa yang menyerap panas [endoterm]. Ciri reaksi ini adalah harga ∆H nya positif [+]. ∆H adalah harga perubahan panas atau kalor. Sebaliknya, jika suhu diturunkan maka kesetimbangan akan bergeser ke arah pembentukkan senyawa-senyawa yang melepas panas [eksoterm]. Ciri reaksi ini adalah harga ∆H nya negatif [-]

Misalnya: reaksi Nitrogen [N2] dan hidrogen [H2] membentuk amonia [NH3]

Berdasarkan reaksi diatas, pergeseran kesetimbangan dijelaskan sebagai berikut: Reaksi pembentukan NH3 adalah eksoterm [∆H-nya negatif ]. Kebalikan dari reaksi eksoterm adalah endoterm. Jika reaksi pembentukan NH3 adalah eksoterm maka reaksi N2 dan H2 adalah endoterm, dengan demikian:

    1. Jika suhu dinaikkan, kesetimbangan akan bergeser ke arah reaktan atau endoterm [N2 dan H2] karena sistem akan menyerap panas melalui reaksi N2 dan H2 [reaksi endoterm, ∆H-nya positif]
    2. Jika suhu diturunkan, kesetimbangan akan bergeser ke arah produk atau eksoterm [NH3] karena sistem akan melepaskan panas melalui pembentukan NH3 [reaksi eksoterm, ∆H-nya negatif].

3. Efek Perubahan Tekanan

Jika tekanan diperbesar dengan menurunkan volume maka kesetimbangan bergeser ke koefisien [jumlah mol] yang lebih kecil. Sebaliknya, jika tekanan diperkecil dengan meningkatkan volume maka kesetimbangan bergeser ke koefisien reaksi [jumlah mol] yang lebih besar.

Contoh: reaksi Nitrogen [N2] dan hidrogen [ H2] membentuk amonia [NH3]

Berdasarkan reaksi diatas, pergeseran kesetimbangan dijelaskan sebagai berikut:

    1. Jika tekanan ditambahkan, kesetimbangan akan bergeser ke arah reaksi yang memiliki jumlah koefisien atau jumlah mol lebih kecil. Jumlah mol produk [NH3] lebih kecil dari jumlah mol reaktan [N2 dan H2]. Jadi kesetimbangan akan bergeser ke arah produk [kanan].
    2. Jika tekanan dikurangi, kesetimbangan akan bergeser ke arah reaksi yang memiliki jumlah koefisien atau jumlah mol lebih besar. Jumlah mol jumlah mol reaktan [N2 dan H2] lebih besar dari jumlah mol produk [NH3]. Jadi kesetimbangan akan bergeser ke arah reaktan [kiri].

4. Efek Perubahan Volume

Ketika volume pada sistem berubah, tekanan parsial gas berubah. Jika volume ditingkatkan dengan menurunkan tekanan, kesetimbangan bergeser ke sisi yang memiliki lebih banyak mol. Sistem mencoba untuk menetralkan penurunan tekanan parsial molekul gas dengan menggeser ke sisi yang memberi tekanan lebih besar. Demikian pula, jika volume diturunkan dengan meningkatkan tekanan, kesetimbangan bergeser ke sisi yang memiliki lebih sedikit mol. Sistem mencoba untuk menetralkan peningkatan tekanan pasrsial molekul dengan menggeser ke yang memberikan tekanan lebih sedikit.

Misalnya: reaksi Nitrogen [N2] dan hidrogen [H2] membentuk amonia [NH3]

Berdasarkan reaksi diatas, pergeseran kesetimbangan dijelaskan sebagai berikut:

    1. Jika volume diturunkan/dikurangi, kesetimbangan akan bergeser ke arah reaksi yang memiliki jumlah koefisien atau jumlah mol lebih kecil. Jumlah mol produk [NH3] lebih kecil dari jumlah mol reaktan [N2 dan H2]. Jadi kesetimbangan akan bergeser ke arah produk [kanan].
    2. Jika volume ditambah, kesetimbangan akan bergeser ke arah reaksi yang memiliki jumlah koefisien atau jumlah mol lebih besar. Jumlah mol jumlah mol reaktan [N2 dan H2] lebih besar dari jumlah mol produk [NH3]. Jadi kesetimbangan akan bergeser ke arah reaktan [kiri].

Contoh Soal

Pada reaksii kesetimbangan: PCl3 [g] + Cl2 [g] ⇌ PCl5 [g] ΔH = + a kJ. Ke arah manakah reaksi akan bergeser apabila:

  • GasCl2ditambahkan ke dalam campuran
  • GasPCl5ditambahkan ke dalam campuran
  • Suhu dinaikkan
  • Tekanan diperbesar

Pembahasan:

  • Penambahan gasCl2 berarti penambahan konsentrasi gas Cl2. Dengan demikian, reaksi kesetimbangan akan bergeser ke arah kanan atau ke arah pembentukan PCl5.
  • Penambahan gasPCl5 berarti penambahan konsentrasi gas PCl5. Dengan demikian, reaksi kesetimbangan akan bergeser ke arah kiri atau ke arah reaktan [PCl3 dan Cl2].
  • Pembentukan gas PCl5 terjadi dalam reaksi endoterm atau menyerap panas [ΔH positif] maka reaksi PCl3 dan Cl2 adalah eksoterm atau melepaskan panas. Dengan demikian, peningkatan suhu akan menggeser reaksi ke arah endoterm, yaitu ke arah kanan atau pembentukan gas PCl5.
  • Jumlah mol reaktan [2] lebih besar dari jumlah mol produk [1]. Dengan demikian, jika tekanan diperbesar, reaksi akan bergeser ke arah kanan atau produk yang jumlah mol-nya lebih sedikit.

Soal Latihan

Pada hidrolisis ester menurut reaksi: CO2[g] + H2[g] ⇌ CO[g] + H2[g] ∆H = +41,2 kJ, ke arah mana kesetimbangan akan bergeser, jika pada suhu tetap:

  • Ditambah gas hidrogen dan pengaruhnya terhadap konsentrasiCO2
  • Suhu dinaikkan
  • Tekanan diperbesar

Efek Penambahan Gas Inert

Suatu gas inert [atau gas mulia], seperti helium, tidak bereaksi dengan unsur-unsur atau senyawa lain. Penambahan gas inert ke dalam kesetimbangan fasa-gas pada volume konstan tidak menimbulkan pergeseran. Hal ini karena penambahan gas non-reaktif tidak mengubah persamaan kesetimbangan, karena gas inert muncul di kedua sisi persamaan reaksi kimia. Sebagai contoh, jika A dan B bereaksi membentuk C dan D, tapi X tidak berpartisipasi dalam reaksi:

aA + bB + xX    cC + dD = xX

Meskipun benar bahwa tekanan total sistem meningkat, tekanan total tidak memiliki efek pada konstanta kesetimbangan; tetapi, itu adalah perubahan tekanan parsial yang akan menyebabkan pergeseran kesetimbangan. Namun, jika volume diperbolehkan untuk meningkat dalam proses, tekanan parsial semua gas akan menurun yang mengakibatkan pergeseran ke arah sisi dengan jumlah mol gas yang lebih besar.

Efek katalis

Suatu katalis mampu meningkatkan laju reaksi tanpa dikonsumsi dalam reaksi. Penggunaan katalis tidak mempengaruhi posisi dan komposisi kesetimbangan reaksi, karena baik reaksi maju dan reaksi mundur keduanya dipercepat dengan faktor yang sama. Sebagai contoh, perhatikan proses Haber untuk sintesis amonia [NH3]:

N2 + 3H2 ⇌ 2 NH3

Pada reaksi di atas, besi [Fe] dan molibdenum [Mo] akan berfungsi sebagai katalis jika digunakan. Mereka akan mempercepat reaksi apapun, tetapi mereka tidak mempengaruhi keadaan kesetimbangan.

Gambar 5. Proses Haber dalam sintesis ammonia

Kesetimbangan Kimia dalam Kehidupan Sehari-hari

1. Pengaturah pH darah

Dalam tubuh, pH darah yang harus dipertahankan sekitar 7,4. Yang akan mempertahankannya adalah larutan penyangga, yaitu asam karbonat H2CO3. Plasma darah memiliki gas karbon dioksida CO2. Gas CO2 membentuk pasangan asam-basa konjugasi antara asam karbonat [H2CO3] dengan ion hidrogen [H+] untuk mempertahankan pH.

C02[g] + H2O[ℓ]  H2C03[aq]

Jika darah bersifat basa, jumlah ion H+ akan berkurang sebab diikat ion OH- basa akibatnya kesetimbangan bergeser ke kanan. Namun jika darah bersifat asam, kesetimbangan bergeser ke kiri karena ion H+ dari asam menambah konsentrasi ion H+ pada H2CO3. Jadi jika sedikit saja pH darah terganggu maka bisa berbahaya bagi tubuh karena mengganggu pengikatan oksigen

2. Siklus oksigen dalam tubuh

Dalam tubuh Oksigen diangkut dan diikat oleh hemoglobin dalam darah. Proses ini berlangsung dalam reaksi kesetimbangan ini:

Hb [aq] + O2 [aq]  HbO2 [aq]

Oksigen diangkut oleh darah menuju paru-paru. Semakin lama, jumlah oksigen dalam darah semakin bertambah banyak. Di dalam paru-paru kesetimbangan bergeser ke kanan. Kesetimbangan akan bergeser ke kiri jika oksigen berada dalam jaringan. Kesetimbangan ke kiri mengeluarkan oksigen yang dipakai untuk proses pembakaran.

3. Proses Fotosintesis

Seperti yang kita tahu, tumbuhan mendapatkan makanan dari proses fotosintesis. Reaksinya:

6CO₂ + 6H2O  C6H12O6 + 6O2.

Fotosintesis pada tumbuhan hijau, proses pernapasan [respirasi] pada hewan dan manusia ternyata juga merupakan reaksi kesetimbangan. Reaksi kesetimbangan mengarah ke ke kanan merupakan reaksi fotosintesis. Saat kesetimbangan bergeser ke kanan reaksi, maka jumlah oksigen akan bertambah. Oksigen ini akan digunakan oleh manusia dan hewan untuk bernapas atau proses respirasi. Saat kesetimbangan bergeser ke kiri, proses respirasi akan berlangsung cepat, mengeluarkan gas CO2. Gas CO2 selanjutnya dipakai lagi oleh tumbuhan untuk proses fotosintesis. Proses ini berlangsung terus-menerus membentuk siklus sehingga di alam terjadi kesetimbangan antara gas O2 dan gas CO2.

Penerapan Kesetimbangan dalam Industri

Dalam industri yang melibatan reaksi kesetimbangan kimia, produk reaksi yang dihasilkan tidak akan bertambah ketika sistem telah mencapai kesetimbangan. Produk reaksi akan Kembali dihasilkan, jika dilakukan perubahan konsentrasi, perubahan suhu, atau perubahan tekanan dan volume.

1. Pembuatan Amonia [NH3] menurut Proses Haber-Bosch

Berdasarkan prinsip kesetimbangan kondisi yang menguntungkan untuk ketuntasan reaksi ke kanan [pembentukan NH3] adalah suhu rendah dan tekanan tinggi. Akan tetapi, reaksi tersebut berlangsung sangat lambat pada suhu rendah, bahkan pada suhu 500°C sekalipun. Dipihak lain, karena reaksi ke kanan eksoterm, penambahan suhu akan mengurangi rendemen. Peranan katalisator dalam industri amonia juga sangat diperlukan untuk mempercepat terjadinya kesetimbangan. Tentunya kalian masih ingat dengan katalisator bukan? Katalisator adalah zat yang dapat mempercepat reaksi tetapi zat tersebut tidak ikut bereaksi. Untuk mengurangi reaksi balik, amonia yang terbentuk harus segera dipisahkan. Mula-mula campuran gas nitrogen dan hidrogen dikompresi [dimampatkan] hingga mencapai tekanan yang diinginkan. Kemudian campuran gas dipanaskan dalam suatu ruangan yang bersama katalisator sehingga terbentuk amonia. Keadaan reaksi untuk menghasilkan NH3 sebanyak-banyaknya disebut kondisi optimum. Kondisi optimum pada industri amoniak dilakukan pada suhu 600°C dan tekanan ruangan 1000 atm. [www.kkppbumn.depkeu.go.id]Nitrogen terdapat melimpah di udara, yaitu sekitar 78% volume. Walaupun demikian, senyawa nitrogen tidak terdapat banyak di alam. Satu-satunya sumber alam yang penting ialah NaNO3 yang disebut Sendawa Chili. Sementara itu, kebutuhan senyawa nitrogen semakin banyak, misalnya untuk industri pupuk, dan bahan peledak. Oleh karena itu, proses sintesis senyawa nitrogen, fiksasi nitrogen buatan, merupakan proses industri yang sangat penting. Metode yang utama adalah mereaksikan nitrogen dengan hidrogen membentuk ammonia. Selanjutnya amonia dapat diubah menjadi senyawa nitrogen lain seperti asam nitrat dan garam nitrat. Dasar teori pembuatan amonia dari nitrogen dan hidrogen ditemukan oleh Fritz Haber [1908], seorang ahli kimia dari Jerman. Sedangkan proses industri pembuatan amonia untuk produksi secara besar-besaran ditemukan oleh Carl Bosch, seorang insinyur kimia juga dari Jerman. Perhatikan skema proses Haber Bosch.

Gambar 6. Skema proses Haber Bosch.

2. Pembuatan Asam Sulfat 

Asam sulfat merupakan bahan industri kimia yang penting, yaitu digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan pupuk. Proses pembuatan asam sulfat [H2SO4]sebenarnya ada dua cara, yaitu dengan proses kamar timbal dan proses kontak. Proses kamar timbal sudah lama ditinggalkan karena kurang menguntungkan. Proses kontak menghasilkan asam sulfat mencapai kadar 99% dan biayanya lebih murah.

Pembuatan asam sulfat di industri dikembangkan melalui proses kontak, meliputi 3 tahap, yaitu:

    1. Pembentukan belerang dioksida, persamaan reaksinya adalah: S[s] + O2[g] → SO2[g]
    2. Pembentukan belerang trioksida, persamaan reaksinya adalah: SO2[g] + O2[g] ⇌ SO3 [g] ΔH = –196 kJ
    3. Pembentukan asam sulfat, melalui zat antara, yaitu asam pirosulfat. Persamaan reaksinya adalah
      • SO3[g] + H2SO4[aq] → H2S2O7[aq]
      • H2S2O7[aq] + ½ O2[g] → 2H2SO4[aq]

Tahap penting dalam proses ini adalah reaksi [2]. Reaksi ini merupakan reaksi kesetimbangan dan eksoterm. Sama seperti pada sintesis amonia, reaksi ini hanya berlangsung baik pada suhu tinggi. Akan tetapi pada suhu tinggi justrkesetimbangan bergeser ke kiri. Untuk memperbanyak hasil harus memperhatikan azas Le Chatelier

      • Reaksi tersebut menyangkut tiga partikel pereaksi [2 partikelSO2dan 1 partikel gas O2 untuk menghasilkan 2 partikel SO3. Jadi, perlu dilakukan pada tekanan tinggi.
      • Reaksi ke kanan adalah reaksi eksoterm [∆H = -196 kJ], berarti harus dilakukan pada suhu Masalahnya, pada suhu rendah reaksinya menjadi lambat. Seperti pada pembuatan amonia, permasalahan ini dapat diatasi dengan penambahan katalisV2O5. Dari penelitian didapat kondisi optimum untuk proses industri asam sulfat adalah pada suhu antar 400-450°C dan tekanan 1 atm.

Gambar 7. Skema Pembuatan Asam Sulfat

Page 6

Reaksi Kimia umumnya tidak 100% menghasilkan produk. Pada saat reaksi berlangsung dan menghasilkan produk, ada sejumlah produk yang bereaksi [terurai] membentuk pereaksi kembali. Derajat suatu reaksi [mis., 20% atau 80%] dapat ditentukan dengan cara mengukur konsentrasi setiap komponen yang terdapat di dalam larutan. Secara umum, derajat reaksi merupakan fungsi dari temperatur, konsentrasi, dan derajat pembentukan [penggabungan]. Semua ini ditentukan oleh suatu konstanta kesetimbangan.

Kesetimbangan Kimia adalah keadaan dimana reaksi kimia berjalan ke kanan dan ke kiri pada kecepatan yang sama dan dalam waktu yang bersamaan. Rasio konsentrasi [jumlah] pereaksi dan produk tidak berubah seiring dengan perubahan waktu.

Contoh reaksi kesetimbangan: N2O4 [g]  2NO2 [g]

Keadaan kesetimbangan kimia ini tidak dapat dipengaruhi oleh adanya penambahan katalis meskipun terdapat perbedaan waktu untuk mencapai keadaan yang setimbang. Kesetimbangan juga merupakan proses yang dinamis atau selalu berlangsung tanpa ada henti secara mikroskopis.

Gambar 1. Contoh  Reaksi Kesetimbangan

Konsep Dasar Kesetimbangan Kimia

Pada keadaan kesetimbangan dinamis, kesetimbangan terjadi karena adanya perubahan dari dua arah. Baik arah maju maupun arah mundur dimana disimbolkan sebagai ó. Sebagai contoh, jika ada reaksi:

aA [g]  bB [g]

dimana suhu reaksi tetap dan kedua senyawa baik senyawa A dan senyawa B dalam keadaan setimbang. Hal itu berarti bahwa kecepatan atau waktu yang diperlukan untuk senyawa A membentuk 1 mol senyawa B memiliki nilai yang sama dengan waktu yang diperlukan untuk senyawa B dapat membentuk 1 mol senyawa A.

Sifat-sifat keadaan kesetimbangan

Pada prinsipnya semua reaksi kimia bersifat reversibel, artinya hasil reaksi dapat bereaksi kembali membentuk reaktan . Sebagai contoh reaksi reversibel di alam adalah pembentukan kalsium karbonat stalaktit yang menggantung pada langit-langit gua batu kapur dan stalagmit yang tumbuh pada dasar gua.

Contoh pelarutan dan pengendapan kembali batu batu kapur di laboratorium adalah apabila ion Ca2+ dan HCO3- [misalkan CaCl2 dan NaHCO3] ditempatkan dalam beaker terbuka berisi air, maka segera akan terlihat gelembung gas CO2 dan endapan CaCO3:

Ca2+[aq] + 2HCO3-[aq]  CaCO3[s] + CO2[g] + H2O[ℓ]

Apabila ke dalam larutan tersebut dimasukkan dry ice [CO2 padat], maka padatan CaCO3 akan larut kembali:

CaCO3[s] + CO2[g] + H2O[ℓ] Ca2+[aq] + 2 HCO3-[aq]

Percobaan ini menggambarkan reaksi kimia yang reversibel.

Bila reaksi kalsium karbonat, air dan karbon dioksida dilakukan dengan cara yang berbeda. Misalkan larutan ion Ca2+ dan HCO3- ditempatkan dalam wadah tertutup, sehingga CO2 tidak dapat lolos:

Ca2+[aq] + 2HCO3-[aq]  CaCO3[s] + CO2[g] + H2O[ℓ]

Reaksi pembentukan CaCO3 dan CO2 tersebut pada awalnya terus berlangsung, tetapi akhirnya tidak didapatkan perubahan lagi. Dari hasil pengujian didapatkan Ca2+, HCO3-, CaCO3, CO2, dan H2O di dalam sistim. Tidak adanya perubahan, bukan berarti reaksi telah berhenti, melainkan reaksi telah mencapai kesetimbangan. Pada awalnya, Ca2+ dan HCO3- bereaksi membentuk produk dengan kecepatan tertentu. Semakin banyak reaktan yang bereaksi, maka kecepatan reaksi semakin lambat. Sebaliknya kecepatan pembentukan produk [CaCO3, CO2 dan H2O] semakin meningkat dengan semakin bertambahnya konsentrasi. Akhirnya, kecepatan reaksi ke kanan [pembentukan CaCO3] sama dengan kecepatan reaksi ke kiri [pelarutan kembali CaCO3].

Gambar 2. Kesetimbangan Dinamis

Pada keadaan ini, secara makroskopik tidak terlihat adanya perubahan. Dikatakan sistim berada pada keadaan kesetimbangan dinamis, artinya reaksi ke kanan maupun ke kiri terus berlangsung tetapi dengan kecepatan yang sama.

Contoh Kesetimbangan dinamis: Reaksi: N2O4 [g]  2NO2 [g]

Untuk membuktikan bahwa kesetimbangan adalah dinamis, dilakukan percobaan reaksi antara ion besi [III] dengan ion tiosianat SCN- :

Fe[H2O]63+[aq]  +  SCN-[aq]  Fe[H2O]5[SCN]2+[aq] + H2O[ℓ]

hampir tak berwarna              tidak berwarna                  jingga-merah

Ke dalam larutan ditambahkan setetes larutan ion SCN- radioaktif dan segera dianalisis. Hasilnya, ion SCN- terdapat di dalam Fe[H2O]5[SCN]2+. Pengamatan ini dapat diterangkan dengan reaksi:

Fe[H2O]5[SCN]2+[aq] + H2O[ℓ]  Fe[H2O]63+[aq]  +  SCN-[aq]

Fe[H2O]63+[aq]  +  S14CN-[aq]  Fe[H2O]5[S14CN]2+[aq] + H2O[ℓ]

Satu-satunya cara agar ion S14CN- radioaktif terikat dalam ion Fe[H2O]5[S14CN]2+ adalah bila reaksi pertukaran dengan air bersifat dinamis dan reversibel, dan terus berlangsung walaupun telah mencapai kesetimbangan.

Proses kesetimbangan tidak hanya dinamis dan reversibel, tetapi untuk reaksi yang spesifik, sifat keadaan kesetimbangan adalah sama tak perduli pendekatannya dari arah mana pendekatannya.

Contoh: pengukuran konsentrasi asam asetat dan ion asetat pada kesetimbangan.

Percobaan pertama

CH3COOH [aq] + H2O [ℓ]  CH3CO2- [aq]  +  H3O+ [aq]

asam asetat                                                            ion asetat                          ion hidronium

Oleh karena asam asetat merupakan asam lemah, maka konsentrasi ion asetat dan ion hydronium yang dihasilkan kecil.

Percobaan kedua

NaCH3CO2 [aq] + HCl [aq]  CH3CO2H [aq] + H2O [ℓ]

natrium asetat                     asam klorida

Oleh karena HCl merupakan asam kuat, maka persamaan reaksi ioniknya:

CH3CO2-[aq] + H3O+[aq]  CH3CO2H[aq] + H2O[ℓ]

ion asetat                      ion hidronium                    asam asetat

Jika pada percobaan pertama konsentrasi awal asam asetat 1 mol, dan pada percobaan kedua konsentrasi awal natrium asetat dan HCl masing-masing 1 mol [semuanya dalam volume yang sama], maka konsentrasi asam asetat, ion asetat dan ion hidronium pada kesetimbanga adalah identik.

Tetapan Kesetimbangan [K]

Tetapan kesetimbangan [K] merupakan konstanta [angka/nilai tetap] perbandingan zat ruas kanan dengan ruas kiri pada suatu reaksi kesetimbangan. Dengan kata lain, tetapan kesetimbangan merupakan angka yang menunjukkan perbandingan secara kuantitatif antara produk dengan reaktan.

Tetapan Kesetimbangan Kc dan Kp

Konsentrasi di dalam persamaan konstanta kesetimbangan biasanya dinyatakan dengan mol/L [M], oleh karena itu simbol K seringkali dituliskan dengan Kc [tetapan kesetimbangan konsentrasi]. Akan tetapi untuk gas, konsentrasi reaktan atau produk dapat dinyatakan dengan tekanan parsial p, sehingga K dituliskan dengan Kp [tetapan kesetimbangan parsial].

  • Tetapan kesetimbangan Kc merupakan perbandingan [hasil bagi] antara konsentrasi molar zat-zat ruas kanan dengan konsentrasi molar zat ruas kiri yang dipangkatkan dengan koefisiennya. Karena fasa padat [s] dan cair [l] tidak memiliki konsentrasi, maka kedua fasa ini tidak dilibatkan dalam rumus tetapan kesetimbangan Kc dan diberi nilai=1.
  • Tetapan kesetimbangan Kp merupakan perbandingan [hasil bagi] antara tekanan parsial [Px] zat-zat ruas kanan dengan tekanan parsial zat ruas kiri yang dipangkatkan dengan koefisien masing-masing. Hanya zat yang berfasa gas [g] yang diperhitungkan dalam rumus tetapan kesetimbangan Kp. Zat dengan fasa selain gas [s, l, aq] tidak dicantumkan dalam rumus tetapan kesetimbangan Kp, tetapi diberi nilai = 1.

Tetapan Kesetimbangan Konsentrasi [Kc]

Kesetimbangan Kc dibedakan atas dua, yaitu:

1. Kesetimbangan Homogen

Sesuai dengan namanya yang mengandung kata “homogen”, kesetimbangan ini merupakan jenis kesetimbangan yang terjadi pada saat produk dan juga reaktan-nya berasal dari fase yang sama, yaitu seluruhnya gas [g] atau seluruhnya cairan [aq]. Misalnya sebagai berikut:

aA [aq] + bB [aq]  cC [aq] + dD [aq]

aA [g] + bB [g]  cC [g] + dD [g]

Maka, nilai kesetimbangan disusun sebagai berikut:

Dimana: Kc = tetapan kesetimbangan [molar]; [A] = molaritas zat A [M]; [B] = molaritas zat B [M]; [C] = molaritas zat C [M]; [D] = molaritas zat D [M]

2. Kesetimbangan Heterogen

Kesetimbangan heterogen merupakan jenis kesetimbangan yang terjadi pada saat produk dan reaktan memiliki fase yang berbeda. Di mana yang hanya mempengaruhi tetapan kesetimbangan hanya unsur yang berwujud gas [g] dan cairan [aq]. Misalnya sebagai berikut:

aA [aq] + bB [s]  cC [s] + dD [g]

Maka, nilai kesetimbangan disusun sebagai berikut:

Di mana: Kc = tetapan kesetimbangan; [A] = Molaritas zat A [M]; [D] = Molaritas zat D [M]. Zat B tidak masuk dalam rumus karena merupakan fase padat [s] yang nilai molaritasnya adalah 1.

Misalnya: pembuatan senyawa padatan amonium klorida pada industri kimia.

NH3 [g]  +  HCl [g] NH4Cl [s]

Amonium klorida berbentuk padatan, sehingga konsentrasi molaritasnya adalah 1. Maka, tetapan kesetimbangan yang didapatkan adalah:

Selain padatan, zat berwujud cair atau liquid juga memiliki molaritas 1. Hal ini karena senyawa fasa padat dan cair adalah senyawa murni yang tidak diencerkan dengan air ataupun dicampur dengan pelarut lain.

Contoh soal

Satu liter campuran gas pada suhu 100  pada keadaan setimbang mengandung 0,0045 mol dinitrogen tetraoksida dan 0,03 mol nitrogen dioksida. Tuliskan rumus tetapan kesetimbangan gas tersebut, dan hitung tetapan kesetimbangannya.

Penyelesaian: N2O4[g]  NO2[g]

Persamaan di atas harus disetarakan dulu menjadi: N2O4[g]  2NO2[g]

  • Rumus tetapan kesetimbangan dituliskan sebagai perbandingan molaritas produk [nitrogen dioksida] dengan molaritas reaktan [dinitrogen tetraoksida] yang masing-masing dipangkatkan dengan koefisiennya, sehingga dapat dituliskan sebagai berikut:

K = [NO2]2 ÷ [N2O4]

  • Nilai tetapan kesetimbangan

K = [NO2]2 ÷ [N2O4]  

K = [0,03]2 ÷ 0,0045 

K = 0,2

Jadi, tetapan kesetimbangannya sebesar 0,2 mol/L

Tetapan Kesetimbangan Tekanan Parsial [Kp]

Berbeda dengan kesetimbangan konsentrasi atau Kc, pada tetapan kesetimbangan kimia tekanan parsial atau Kp hanya fase dalam wujud gas yang diperhitungkan mempengaruhi tetapan keseimbangannya.

Untuk menentukan tekanan parsial suatu zat dari tekanan parsial totalnya digunakan persamaan sebagai berikut:

Sama halnya dengan tetapan kesetimbangan konsentrasi, tetapan kesetimbangan tekanan parsial juga dibagi menjadi 2 [dua] yaitu reaksi homogen dan heterogen.

1. Kp Reaksi Homogen

Misalnya untuk reaksi kesetimbangan berikut:

aA [aq] + bB [aq]  cC [aq] + dD [aq]

2. Kp Reaksi Heterogen

Karena reaksi heterogen hanya memperhitungkan fase berwujud gas [g] yang mempengaruhi tetapan kesetimbangan. Misalnya sebagai berikut:

aA [aq] + bB [s] cC [s] + dD [g]

Hubungan Kc dan Kp

Secara matematis, hubungan keduanya tersusun sebagai berikut:

Kp = Kc [RT]Δn

Di mana: R = konstanta 0,082 L atm/mol K; T = suhu Kelvin [K]; Δn = [total mol produk gas] – [total mol reaktan gas]. Bila ∆n = 0, maka Kp = Kc.

Latihan Soal

1. Tentukan Rumus tetapan kesetimbangan untuk reaksi:

Fe2O3 [s] + 3CO [g] 2Fe [s] + 3CO2 [g]

Penyelesaian:

Kc = [CO2 ]3 ÷ [CO]3

2. Dalam sebuah bejana yang mempunyai volume 1 liter terdapat 4 mol gas NO2 membentuk kesetimbangan sebagai berikut:

2NO2 [g]  2NO [g] + O2 [g].

Dalam keadaan setimbang pada suhu tetap terbentuk 1 mol O2. Tentukan tetapan kesetimbangan [Kc]?

Penyelesaian:

2NO2 [g]  2NO [g]  +  O2 [g]

Kc= [NO]2 × [O2]] ÷ [NO2]2

Kc = [22 × 1] ÷ 22

Kc = 1

3. CO [g] + H2O [g] CO2 [g] + H2 [g]. Bila 1 mol CO dan 1 mol H2O direaksikan sampai terjadi kesetimbangan dan pada saat tersebut masih tersisa 0,2 mol CO maka tentukan tetapan kesetimbangan Kc.

Penyelesaian:

CO [g] + H2O [g]  CO2 [g] +  H2 [g]

Setimbang:       0,2          0,2                  0,8            0,8

Kc = [[CO2] × [H2]] ÷ [[CO]×[H2O]]

Kc = [0,8 × 0,8] ÷ [0,2 × 0,2]

Kc = 16

 4. Pada pemanasan 1 mol gas SO3 dalam ruang bervolume 5 liter diperoleh gas O2 sebanyak 0,25 mol. Tentukan tetapan kesetimbangan Kc.

Penyelesaian:

2SO3 [g]  2SO2 [g] + O2 [g]

Kc = {[SO2]2 × [O2]} ÷ [SO3]2

Kc = {[0,5 ÷ 5]2 × [0,25 ÷ 5]} ÷ [0,5÷5]2

Kc = 0,25 ÷ 5

Kc = 0,05

5. Pada suhu tertentu tetapan kesetimbangan Kc untuk reaksi: 2AB [g]  A2 [g] + B2 [g] adalah 49. Jika mula-mula ada a mol AB maka hitunglah banyaknya A2  yang terbentuk dalam kesetimbangan.

Penyelesaian:

x = 7/8a mol atau 0,875 a mol

Jadi banyaknya A2 yang terbentuk adalah = 0,875 a mol.

6. Diketahui reaksi kesetimbangan: CO [g] + 2H2 [g]  CH3OH [g]. Pada saat setimbang [CO] = 1,03 M dan [CH3OH] = 1,56 M. Apabila tetapan kesetimbangan Kc adalah 14,5, hitung konsentrasi H2 pada saat setimbang.

Penyelesaian:

Diketahui: [CO] = 1,03 M, [CH3OH] = 1,56 M, Kc = 14,5. [H2] = …?

Kc = [CH3OH] ÷ {[CO] × [H2]2}

14,5 = 1,56 ÷ {1,03 × [H2]2}

[H2]2 = 1,56 ÷ [1,03 × 14,5]

[H2]2 = 0,104

[H2] = √0,104

[H2] = 0,322 M

Jadi konsentrasi H2 adalah 0,322 M

7. Hitung harga Kp untuk reaksi H2S [g] + I2 [p]  HI [g] + S [p] pada 60℃ jika tekanan HI = 3,65 × 10-3 atm, tekanan H2S = 9,96 × 10-3

Penyelesaian:

Diketahui: P HI = 3,65 × 10-3 atm, P H2S = 9,96 × 10-3, Kp = …?

Perlu diingat bahwa I2 dan S sesuai persamaan reaksi berbentuk padatan murni [p] sehingga tekanan dianggap bernilai 1 atm dan tidak masuk dalam rumus perhitungan.

Kp = [P HI]2 ÷ [P H2S]

Kp = [3,65 × 10-3]2 ÷ [9,96 × 10-3]

Kp = [3,65 × 10-6] ÷ [9,96 × 10-3]

Kp = 0,366 × 10-3 atau

Kp = 3,66 × 10-4

Jadi nilai Kp reaksi tersebut adalah 3,66×10-4

Page 7

Termokimia adalah cabang ilmu kimia yang mempelajari energi yang menyertai perubahan fisika atau reaksi kimia. Termokimia digunakan untuk memperkirakan perubahan energi yang terjadi dalam reaksi kimia, perubahan fase, dan pembentukan larutan. Sebagian besar ciri-ciri dalam termokimia berkembang dari penerapan Hukum I Termodinamika, Hukum Kekekalan Energi, untuk fungsi energi dalam, entalpi, entropi, dan energi bebas Gibbs.

Energi

Energi merupakan kemampuan untuk melakukan kerja. Setiap benda memiliki energi. Energi yang dimiliki benda dapat dibedakan menjadi energi kinetik dan energi potensial.

  • Energi kinetik adalah energi yang dimiliki oleh benda-benda yang bergerak. Contohnya energi pada angin, air terjun, dan kipas angin yang berputar.
  • Energi potensial adalah energi yang dimiliki benda karena keadaan atau kedudukan benda tersebut. Contohnya energi potensial gravitasi dan pegas.

Kalor dan Kalor Reaksi

Kalor merupakan energi yang berpindah dari satu benda ke benda lain karena perbedaan temperatur. Satuan kalor sama dengan satuan energi yaitu Joule [J]. Adakalanya satuan yang dipakai adalah kalori [kal] atau kilokalori [kkal]. Kalor reaksi adalah kalor yang menyertai suatu reaksi kimia.

Sistem dan Lingkungan

Sistem adalah segala sesuatu yang menjadi pusat perhatian. Sistem merupakan bagian yang sedang diamati perubahan energinya. Misalnya dalam pengamatan proses pelarutan garam dapur dalam air, maka garam dapur dan air merupakan sistem. Lingkungan merupakan bagian di luar sistem. Contohnya dalam proses pelarutan garam dapur tersebut, maka selain garam dapur dan air merupakan lingkungan, misalnya udara di sekitarnya.

Sistem dibagi menjadi tiga, yaitu:

  1. Sistem terbuka merupakan sistem yang memungkinkan pertukaran energi dan materi antara sistem dan lingkungan. Contoh: melarutkan garam dapur di beker gelas yang terbuka.
  1. Sistem tertutup merupakan sistem yang memungkinkan pertukaran energi antara sistem dan lingkungan, tetapi tidak memungkinkan terjadinya pertukaran materi.Contoh: mengamati perubahan panas pada reaksi pelarutan di tempat beker gelas yang tertutup. Pada keadaan itu materi tidak dapat keluar atau masuk beker gelas, karena beker gelas dalam keadaan tertutup. Akan tetapi energi masih dapat keluar masuk beker gelas tersebut. Hal ini ditandai dengan panas yang menempel pada dinding beker gelas atau sebaliknya energi panas dapat dialirkan ke dalam sistem tersebut dengan cara dipanaskan di atas nyala api.
  1. Sistem terisolasi merupakan sistem yang tidak memungkinkan pertukaran energi dan materi antara sistem dan lingkungan karena adanya batas yang mengisolasi sistem dan lingkungan. Contoh: air dalam termos. Air panas yang disimpan dalam termos tidak mengalami perubahan panas dan volume air tidak berkurang. Dengan demikian, baik benda maupun energi panas tidak mengalami perubahan.

Reaksi Eksoterm dan Endoterm

Reaksi termokimia dapat dibedakan menjadi reaksi eksoterm dan reaksi endoterm. Perbedaan kedua reaksi tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Reaksi Eksoterm

Reaksi eksoterm adalah reaksi kimia dimana terjadi perpindahan kalor dari sistem ke lingkungan. Reaksi ini yang mengeluarkan, memberikan atau menghasilkan panas. Reaksi ini juga merupakan reaksi pembentukan ikatan. Pada reaksi eksoterm: harga ΔH [ - ]; harga kalor pembentukannya [ + ]. Reaksi eksoterm tidak stabil pada suhu tinggi.

Contoh reaksi eksoterm: C[s] + O2[g] → CO2[g] + 393.5 kJ; ΔH = -393,5 kJ. Dari reaksi tersebut terlihat bahwa kalor pembentukannya = +393.5 kJ, ΔH [perubahan entalpi] = -393.5 kJ

Reaksi Endoterm

Reaksi endoterm adalah reaksi kimia dimana terjadi perpindahan kalor dari lingkungan ke system. Reaksi membutuhkan panas atau menyerap panas, atau merupakan reaksi pemutusan ikatan. Pada reaksi endoterm: harga ΔH = [ + ]; harga kalor pembentukannya = [ - ].

Contoh reaksi endoterm: CaCO3[s] → CaO[s] + CO2[g] -178.5 kJ ; ΔH = +178.5 kJ. Dari reaksi tersebut terlihat bahwa kalor pembuntukannya = - 178.5 kJ, ΔH [perubahan entalpi] = +178.5 kJ.

Tabel 1. Perbedaan Reaksi Eksoterm dan Reaksi Endoterm

Kalor berpindah dari sistem ke lingkungan

Kalor berpindah dari lingkungan ke sistem

Entalpi dan Perubahan Entalpi

Entalpi merupakan energi kimia yang terkandung di dalam suatu sistem.

  • Entalpi suatu sistem tidak dapat diukur, yang dapat diukur adalah perubahan entalpi [ΔH] yang menyertai perubahan sistem tersebut.
  • Entalpi juga diartikan sebagai jumlah kalor dalam suatu zat.
  • Perubahan entalpi adalah perubahan kalor yang terjadi pada suatu reaksi kimia.

Perubahan entalpi adalah perubahan energi yang menyertai peristiwa perubahan kimia pada suhu dan tekanan tetap/tertentu. Secara matematis dinyatakan sebagai berikut:

ΔH = HP – HR  atau dirumuskan sebagai: ΔHreaksi = ΔHproduk – ΔHreaktan

Dimana: ΔH = perubahan entalpi, HP = entalpi produk, HR = entalpi reaktan

Jenis-jenis Perubahan Entalpi

  1. Entalpi Pembentukan Standar [ΔHf0], kalor yang diserap atau dilepas pada pembentukan satu mol zat dari unsur-unsurnya diukur pada suhu 25°C dan tekanan 1 atm.

Contoh: H2[g] + 1/2 O2[g] → H20 [l]; ΔHf0 = -285.85 kJ.

  1. Entalpi Penguraian Standar [ΔHd0], yaitu kalor yang diserap atau dilepas pada peruraian satu mol zat menjadi unsur-unsurnya [kebalikan dari entalpi pembentukan].

Contoh: H2O [l] → H2[g] + 1/2 O2[g]; ΔHd0 = +285.85 kJ.

  1. Entalpi Pembakaran Standar [ΔHc0], yaitu adalah kalor yang dilepas pada pembakaran 1 mol zat[reaksi dengan oksigen] diukur pada suhu 25°C dan tekanan 1 atm.

Contoh: CH4[g] + 2O2[g] → CO2[g] + 2H2O[l] ; ΔHc0 = -802 kJ.

  1. Entalpi Netralisasi [ΔHn0], yaitu kalor yang dilepas pada pembentukan 1 mol air dan reaksi asam-basa pada suhu 25°C dan tekanan 1 atmosfer.

Contoh: NaOH[aq] + HCl[aq] → NaCl[aq] + H2O[l]; ΔHn0= -890.4 kJ/mol.

  1. Entalpi Pelarutan [ΔHs0] Entalpi pelarutan adalah kalor yang dilepas atau diserap pada pelarutan satu mol zat.

Contoh: NaCl[s] → Na+[aq] + Cl-[aq]; ΔHs0 = 4 kJ

  1. Entalpi Reaksi, yaitu ΔH dari suatu persamaan reaksi di mana zat-zat yang terdapat dalam persamaan reaksi dinyatakan dalam satuan mol dan koefisien-koefisien persamaan reaksi bulat sederhana.

Contoh: 2Al + 3H2SO4 →  Al2[SO4]3 + 3H2; ΔH = -1468 kJ.

Hukum Lavoisier-Laplace

”Jumlah kalor yang dilepaskan pada pembentukan 1 mol zat dari unsur unsurya sama dengan jumlah kalor yang diperlukan untuk menguraikan zat tersebut menjadi unsur-unsur pembentuknya”

Artinya: Apabila reaksi dibalik maka tanda kalor yang terbentuk juga dibalik dari positif menjadi negatif atau sebaliknya.

Contoh:

  • Kalor Pembentukan: N2[g] + 3H2[g]  2NH3[g]; ΔH = - 112 kJ
  • Kalor Penguraian: 2NH3[g]  N2[g] + 3H2[g]; ΔH = + 112 kJ

Hukum Hess

"Jumlah panas yang dibutuhkan atau dilepaskan pada suatu reaksi kimia tidak tergantung pada jalannya reaksi tetapi ditentukan oleh keadaan awal dan akhir."

Dengan perkataan lain, Hukum Hess dapat menerangkan bahwa: ”Setiap reaksi memiliki harga ΔH yang tetap, dan harga ΔH itu tidak tergantung pada jumlah tahap reaksi.”

Artinya: harga ΔH dari suatu reaksi yang berlangsung satu tahap akan sama dengan harga  jika ΔH reaksi itu berlangsung beberapa tahap, seperti pada contoh berikut.

Reaksi karbon dan oksigen membentuk CO2 dapat berlangsung 1 tahap dan 2 tahap, dengan harga ΔH yang sama.

C [s]   + ½ O2[g] → CO [g];

CO [g] + ½ O2 [g] → CO2[g];

----------------------------------------------------------- +

Menurut Hukum Hess : x = y + z

Catatan: Hukum Hess sangat berguna untuk menghitung harga  suatu reaksi berdasarkan beberapa reaksi lain yang -nya sudah diketahui.

Menyelesaikan Hitungan Termokimia

  1. Susunlah persamaan reaksi yang diketahui secara lengkap beserta kalornya
  2. Susunlah persamaan reaksi yang akan dihitung di bawah reaksi-reaksi yang diketahui
  3. Samakanlah letak maupun koefisien reaksi antara reaksi yang diketahui dan reaksi yang akan dihitung.
  4. Coret unsur dan senyawa yang sama secara silang.
  5. Jumlahkan unsur/senyawa dan kalor yang ada [tersisa].
  6. Untuk diperhatikan:
    • Bila reaksi dibalik maka harus disertai perubahan tanda dari kalor reaksi tersebut.
    • Bila suatu reaksi harus dikalikan dengan bilangan ”tertentu” maka seluruh unsur/senyawa dan kalor yang ada harus dikalikan dengan bilangan tersebut.

Perhitungan Perubahan Entalpi Reaksi

Hukum Hess menyatakan bahwa perubahan kalor pada suatu reaksi tidak bergantung pada jalannya reaksi, tapi bergantung pada keadaan awal dan akhir suatu reaksi. Hukum Hess dapat diaplikasikan dalam 4 cara:

  1. Menggunakan diagram siklus
  2. Menggunakan diagram tingkat energi
  3. Menggunakan data entalpi pembentukan standar[ΔHf0]
  4. Menggunakan data reaksi
  5. Menggunakan data energi ikatan. Energi ikatan [D] adalah besarnya energi yang dibutuhkan untuk memutuskan 1 mol ikatan dari suatu molekul dalam wujud gas dengan satuan kJ/mol

Energi Ikatan

Reaksi kimia merupakan proses pemutusan dan pembentukan ikatan. Proses ini selalu disertai perubahan energi.

  • Energi yang dibutuhkan untuk memutuskan ikatan kimia, sehingga membentuk radikal-radikal bebas disebut energi ikatan.
  • Untuk molekul kompleks, energi yang dibutuhkan untuk memecah molekul itu sehingga membentuk atom-atom bebas disebut energi atomisasi. Harga energi atomisasi ini merupakan jumlah energi ikatan atom-atom dalam molekul tersebut.
  • Untuk molekul kovalen yang terdiri dari dua atom seperti H2, 02, N2 atau HI yang mempunyai satu ikatan maka energi atomisasi sama dengan energi ikatan. Energi atomisasi suatu senyawa dapat ditentukan dengan cara pertolongan entalpi pembentukan senyawa tersebut.

Secara matematis hal tersebut dapat dijabarkan dengan persamaan:

ΔHreaksi = [Energi pemutusan ikatan] - [Energi pembentukan ikatan]

ΔHreaksi = [Energi ikatan di kiri] - [Energi ikatan di kanan]

Contoh:

Diketahui energi ikatan C-H = 414,5 kJ/Mol; C=C = 612,4 kJ/mol; C-C = 346,9 kJ/mol; H-H = 436,8 kJ/mol. ΔHreaksi C2H4[g] + H2[g]  C2H6[g] = ...?

ΔHreaksi      = Jumlah energi pemutusan ikatan - Jumlah energi pembentukan ikatan

= [4[C-H] + [C=C] + [H-H]] - [6[C-H] + [C-C]]

= [[C=C] + [H-H]] - [2[C-H] + [C-C]]

= [612.4 + 436.8] - [2 x 414.5 + 346.9]

= - 126,7 kJ

Kalor Pembentukan

Yang disebut kalor pembentukan adalah kalor reaksi pada pembentukan 1 mol senyawa dari unsur-unsurnya. Misalnya: Kalor pembentukan H2O = 58 kkal. Hal ini berarti bahwa reaksi pembentukan 1 mol H2O dari hidrogen dan oksigen akan melepaskan kalor sebesar 58 kkal. Reaksi tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:

H2 + ½ O2 → H2O + 58 kkal.

Reaksi ini dapat juga ditulis seperti berikut ini:

H2 + ½ O2 → H2O; = 58 kkal.

Dalam hal ini kita boleh menyebutkan bahwa entalpi pembentukan H2O = -58 kkal. Catatan: Berdasarkan defenisinya, maka: kalor pembentukan hanya dimiliki oleh senyawa, sedangkan unsur tidak memiliki kalor pembentukan [Kalor pembentukannya = nol.

Kalor Pembakaran

Yang disebut kalor pebakaran adalah kalor pada pembakaran 1 mol suatu zat dengan oksigen. Misalnya: Kalor pembakaran karbon = 94 kkal. Hal ini berarti bahwa reaksi pembakaran 1 mol karbon menjadi CO2 akan melepaskan kalor sebesar 94 kkal. Reaksinya adalah:

C + O2 → CO2 + 94 kkal

Dengan perkataan lain, entalpi pembakaran karbon adalah = -94 kkal.

C + O2 → CO2; ΔH = -94 kkal

Kalor Reaksi

Jika kalor pembentukan diketahui, maka kalor reaksi adalah selisih antara: jumlah total kalor pembentukan zat-zat di ruas kanan dan jumlah total kalor pembentukan zat-zat di ruas kiri. Secara umum dapat dijabarkan sebagai berikut:

mA + mB  pC + qD

Kalor Reaksi = [p.KPC + q.KPD] – [m.KPA + n.KPB]

Dimana: KP = kalor pembentukan.

Contoh soal:

Jika kalor pembentukan Fe3SO4 = 226 kkal, dan kalor pembentukan H2O = 58 kkal, hitunglah kalor reaksi dari: 3 Fe + 4 H2O  Fe3O4 + 4 H2

Penyelesaian:

Kalor Reaksi = [p.KPC + q.KPD] – [m.KPA + n.KPB]

Kalor Reaksi = {[1× 226 ] + [4 x 0]}  -  {[3 × 0] + [4 × 58]}

Kalor Reaksi = [226]  -   [232]

Kalor Reaksi = 34 kkal.

Jadi, kalor reaksi dari: 3Fe + 4H2O  Fe3O4 + 4H2 adalah 34 kkal.

Arah Proses

Reaksi-reaksi kimia ada yang berlangsung spontan [terjadi dengan sendirinya], dan ada juga yang berlangsung secara tidak spontan [memerlukan faktor-faktor khusus agar dapat berlangsung]. Dalam reaksi-reaksi kimia, reaksi eksoterm [melepaskan kalor] pada umumnya berlangsung spontan; sedangkan reaksi endoterm [menerima kalor] pada umunya berlangsung tidak spontan.

Selain entalpi, terdapat besaran lain yang menentukan spontan atau tidaknya suatu perubahan zat. Besaran tersebut dikenal dengan istilah entropi [= derajat ketidak teraturan sistem].

  • Suatu proses akan berlangsung spontan jika proses itu berjalan dari sesuatu yang teratur menuju ke sesuatu yang tidak teratur.
  • Jika suatu sistem makin tidak teratur, maka dikatakan bahwa entropi [S] bertambah atau [perubahan entropi] positip.
  • Sebaliknya, Jika suatu sistem makin teratur, maka dikatakan bahwa entropi [S] berkurang atau [perubahan entropi] negatif.

Dengan demikian:

  • Suatu reaksi dikatakan spontan jika reaksi itu adalah reaksi eksoterm [ negatif] dan reaksi itu menuju ke ketidakteraturan [ positif].
  • Suatu reaksi dikatakan tidak spontan jika reaksi itu adalah reaksi endoterm [ positif] dan reaksi itu menuju ke keteraturan [  negatif].
  • Suhu ikut menentukan spontan atau tidaknya perubahan suatu zat, maka dikenal konsep energi bebas [G].

G = H – T.S  → ΔG = T., Dimana: T = Suhu mutlak [K]

Dengan demikian, suatu reaksi berlangsung spontan jika dan hanya jika terjadi pengurangan energi bebas [ΔG  negatif]. Jika  positif, maka reaksi itu tidak spontan.

Penerapan Termokimia

1. Kromatografi lapis tipis

Aktivasi termokimia menjadi bagian dari proses pengembangan noda pada kromatografi lapis tipis. Noda akan berpendar di tempat yang terpapar sinar ultraungu saat dipanaskan pada suhu tinggi. Reaksi larutan dapat dideteksi melalui pemisahan pada silika gel dengan ikatan aminopropil. Permukaan lempeng silika gel bertindak sebagai katalis yang melakukan konjugasi dengan senyawa π- elektron yang melimpah. Reaksi larutan akan membentuk produk yang mengalami fluoresensi ketika telah dalam kondisi jenuh.

2. Pembuatan bioetanol

Termokimia telah diterapkan dalam pembuatan bioetanol dengan bahan baku berupa biomassa lignoselulosa.  Etanol dihasilkan dari pencampuran gas karbon monoksida dan dua atom hidrogen. Reaksi eksotermis dihasilkan pada tekanan 200 bar melalui bantuan katalis logam dengan suhu 300 oC. Proses termokimia juga menghasilkan produk sampingan berupa alkohol dalam bentuk propanol, butanol, dan methanol.

Proses termokimia menghasilkan bioetanol dengan tingkat daya guna yang tinggi. Termokimia mampu memanfaatkan komponen lignin yang hanya terbuang pada pembuatan bioetanol dengan proses biokimia. Kerumitan dari pembuatan bioetanol dengan proses termokimia adalah penggunaan katalis yang tepat. Katalisasi dilakukan dengan bahan dasar berupa rhodium, tembaga, kobalt, molibdenum, seng, dan besi.

3. Gasifikasi

Gasifikasi merupakan pengubahan biomassa menjadi bahan bakar gas atau bahan kimia. Bahan dasar proses gasifikasi adalah karbon yang diubah melalui proses termokimia. Suhu standar dalam gasifikasi yaitu antara 600–1.000 oC. Proses oksidasi dalam gasifier dilakukan dengan media udara, oksigen, uap air, atau gabungan ketiganya. Bahan baku yang digunakan untuk gasifikasi dengan termokimia ialah biomassa lignoselulosa yang telah dikeringkan dan digiling menjadi ukuran tertentu.

4. Pembuatan bahan bakar minyak atau gas

Termokimia dapat dimanfaatkan untuk membuat bahan bakar cair dan gas. Bahan baku yang digunakan berasal dari mikroalga. Tahapan pengubahan mikroalga menjadi bahan bakar minyak atau gas meliputi gasifikasi, pirolisis, hidrogenasi dan likuefaksi.

Page 8

Konsep pH pertama kali diperkenalkan oleh kimiawan Denmark Søren Peder Lauritz Sørensen pada tahun 1909. Tidaklah diketahui dengan pasti makna singkatan "p" pada "pH". Beberapa rujukan mengisyaratkan bahwa p berasal dari singkatan untuk power [pangkat], yang lainnya merujuk kata bahasa Jerman Potenz [yang juga berarti pangkat], dan ada pula yang merujuk pada kata potential. Jens Norby mempublikasikan sebuah karya ilmiah pada tahun 2000 yang berargumen bahwa p adalah sebuah tetapan yang berarti "logaritma negatif".

Derajat keasaman atau pH [Power of Hydrogen] digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan, didefinisikan sebagai kologaritma aktivitas ion hidrogen [H+] yang terlarut.

Rumus pH

Jadi, derajat atau tingkat keasaman larutan bergantung pada konsentrasi ion H+ dalam larutan. Semakin besar konsentrasi ion H+, semakin asam larutan tersebut. Fungsi pH dinyatakannya sebagai negatif logaritma dari konsentrasi ion H+ dalam suatu larutan.

pH = - log [H+]

Konsep pH ini memudahkan dalam menyatakan konsentrasi ion H+ dan perubahannya yang kadangkala sangatlah kecil. Misalnya: konsentrasi ion H+ dalam larutan asam cuka 0,1 M adalah sekitar 0,001 M dan konsentrasi ion H+ dalam akuades adalah sekitar 1×10−7 M, maka:

pH larutan asam cuka 0,1 M = -log [H+]

pH larutan asam cuka 0,1 M = -log [0,001]

pH larutan asam cuka 0,1 M = -log [10-3]

pH larutan asam cuka 0,1 M = 3

Jadi pH asam cuka 0,1 M adalah 3 [bersifat asam]

pH aquades = -log [H+]

pH aquades = -log [10-7]

pH aquades = 7

Jadi, aguades tersebut adalah 7 [bersifat netral]

Dari kedua contoh tersebut, terlihat dari konsentrasi ion H+ bahwa larutan asam cuka 0,1 M lebih asam dibanding akuades. Namun, pH larutan asam cuka 0,1 M [pH = 3] lebih kecil dibanding akuades [pH = 7]. Jadi, semakin asam larutan, maka semakin kecil nilai pH-nya. Begitu pula sebaliknya, semakin basa larutan, maka semakin besar nilai pH-nya.

Rumus pOH

Konsentrasi ion OH− juga dapat dinyatakan sebagai fungsi pOH. Meskipun dapat dilihat dari konsentrasi ion OH−, tingkat kebasaan larutan umumnya tetap dinyatakan dengan pH. Semakin basa larutan, semakin besar konsentrasi ion OH−, semakin kecil nilai pOH, dan semakin besar nilai pH.

pOH = - log [OH-]

Kw dan pKw

Molekul air [H2O] dapat terionisasi menjadi ion H+ dan ion OH−. Proses tersebut merupakan reaksi kesetimbangan yang disebut sebagai autoionisasi air.

H2O [l]  ⇔   H+ [aq]  +  OH− [aq]

Namun, jumlah molekul H2O yang terionisasi sangatlah sedikit dan dapat dianggap bahwa konsentrasi H2O tidak mengalami perubahan dan H2O adalah cairan murni. Oleh karena itu, tetapan kesetimbangannya, Kw, yaitu:

Kw = [H+] × [OH-]

Jika persamaan ini dihitung nilai negatif logaritmanya sebagaimana fungsi p, maka diperoleh:

pKw = pH + pOH

Untuk air murni, pada suhu 25 0C, nilai Kw [tetapan kesetimbangan air] adalah:

1 × 10−14. Jadi, pKw = 14, sehingga persamaan pKw dapat ditulis sebagai:

pH + pOH = 14  →  pH = 14 - pOH

Pada air murni dan larutan yang bersifat netral, konsentrasi ion H+ sama dengan konsentrasi ion OH−.

  • Jika air ditambahkan suatu asam, konsentrasi ion H+ meningkat sehingga kesetimbangan bergeser ke kiri dan konsentrasi ion OH−
  • Jika air ditambahkan suatu basa, konsentrasi ion OH− meningkat sehingga kesetimbangan juga bergeser ke kiri dan konsentrasi ion H+

Hubungan [H+], [OH-], pH, pOH, dan sifat larutan pada suhu 25 0C

Contoh Soal

Tentukan pH masing-masing larutan berikut:

  1. HCl 0,007 M
  2. HCOOH 0,05 M [Ka = 1,8 × 10−4]
  3. Ca[OH]2 0,001 M
  4. NH3 0,02 M [Kb = 1,8 × 10−5]

Penyelesaian:

  1. HCl adalah asam kuat: HCl [aq]  →  H+ [aq] +  Cl- [aq]

[H+] = a × [HCl]

[H+] = 1 × 0,007

[H+] = 7 × 10-3 M

pH = - log [H+]

pH = - log [7 × 10-3]

pH = 3 – log 7

Jadi pH HCl adalah: 3 – log 7

  1. HCOOH adalah asam lemah: HCl [aq]  ⇔  H+ [aq] +  HCOO- [aq]

pH = - log [H+]

pH = - log [3 × 10-3]

pH = 3 – log 3

Jadi pH larutah HCOOH adalah 3 – log 3

  1. Ca[OH]2 adalah basa kuat: Ca[OH]2 [aq]  → Ca2+ [aq] +  2 OH- [aq]

[OH-] = a × [Ca[OH]2]

[OH-] = 2 × 0,001

[OH-] = 0,002 M atau

[OH-] = 2 × 10-3 M.

pOH = - log [OH-]

pOH = - log [2 × 10-3]

pOH = 3 – log 2

pH = 14 – pOH

pH = 14 – [3 – log 2]

pH =  11 + log 2

Jadi pH larutan Ca[OH]2 adalah 11 + log 2

  1. NH3 adalah basa lemah: NH3 [aq] + H2O [l]  ⇔  NH4+ [aq] + OH− [aq]

[OH-] = √[Kb × [B[OH]]

[OH-] = √[1,8 × 10-5 × 0,02]

[OH-] = √[0,036 × 10-5]

[OH-] = √[36×10-3 × 10-5]

[OH-] = √[36 × 10-8]

[OH-] = 6 × 10-4

pOH = - log [OH-]

pOH = - log [6 × 10-4]

pOH = 4 – log 6

pH = 14 – [pOH]

pH = 14 – [4 – log 6]

pH = 10 + log 6

Jadi pH larutan NH3 adalah 10 + log 6

Trayek perubahan pH derajat keasaman beberapa indikator asam-basa. [Sumber: Chemistry, The Molecular Nature of Matter and Change, Martin S. Silberberg, 2000.]

Page 9

Materi didefinisikan sebagai segala sesuatu yang memiliki massa, menempati ruang, dan memiliki sifat dapat dilihat, dicium, didengar, dirasa, atau diraba. Dari batasan ini maka kita dapat menyatakan benda-benda termasuk materi, misalnya: tumbuhan, hewan, manusia, batuan, minyak bumi, tanah, air, udara, bakteri, atom, molekul, dan lain-lain.

Sifat Materi

Setiap materi memiliki sifat-sifat tertentu. Sifat materi menunjukkan ciri atau karakteristik dari materi itu. Mengenal sifat-sifatnya berarti mengenal materi itu, demikian juga sebaliknya. Sifat materi meliputi sifat fisika dan sifat kimia.

A. Sifat Fisika

Tabel 1. Contoh Sifat Fisika dan kimia pada beberapa materi

SIFAT JENIS MATERI
AIR GARAM DAPUR BENSIN
Sifat Fisika   
Wujud Cair Padat Cair
Bentuk - Kristal -
Rasa Tidak berasa Asin Khas
Bau Tidak berbau Tidak berbau Khas
Warna Tidak berwarna Putih Kuning muda
Titik didih 1000C 1413°C -
Titik Beku 0°C 801°C -
Titik Bakar - - 30-50°C
Sifat Kimia Tidak terbakar Tidak terbakar Mudah terbakar

Sifat fisika antara lain wujud zat, warna, bau, titik leleh, titik didih, massa jenis, kekerasan, kelarutan, kekeruhan, dan kekentalan

A.1. Wujud zat

Wujud zat dibedakan atas zat padat, cair, dan gas. Sifat-sifat dari ketiga wujud zat tersebut seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Perbedaan Sifat Zat Padat, Zat Cair dan Zat Gas

No Zat Padat Zat Cair Zat Gas
1 Mempunyai bentuk dan volume tertentu Bentuk tidaak tetap bergantung wadahnya, volume tertentu Tidak mempunyai bentuk & volume tertentu
2 Jarak antar partikel sangat rapat Jarak antar partikel agak renggang Jarak antar partikel sangat renggang
3 Partikel-partikelnya tidak dapat bergerak bebas Partikel-partikelnya dapat bergerak bebas Partikel-partikelnya dapat bergerak sangat cepat

Padatan memiliki bentuk tetap karena partikel-partikelnya diikat erat bersama, sering dalam pola teratur yang disebut dengan kisi [lattice]. Dalam suatu cairan, gaya antarpartikel terlalu lemah untuk menahannya dalam formasi yang tetap sehingga partikel-partikel ini dapat bergeser dengan mudah dan saling melewati satu sama lain. Energi kinetik partikel-partikel gas cukup besar. Gas juga memiliki energi kinetik yang cukup untuk menyebar dan memenuhi seluruh tempat atau wadahnya. Perhatikan susunan partikel-partikel zat padat, cair dan gas pada Gambar 1 berikut ini.

Gambar 1. Susunan partikel-partikel zat padat [a], cair [b], dan gas [c]

A.2. Kekeruhan [Turbidity]

Kekeruhan terjadi pada zat cair. Kekeruhan cairan disebabkan adanya partikel suspensi yang halus. Jika sinar cahaya dilewatkan pada sampel keruh maka intensitasnya akan berkurang karena dihamburkan. Hal ini bergantung konsentrasinya. Alat untuk mengetahui intensitas cahaya pada zat cair yang keruh ini atau untuk mengetahui tingkat kekeruhan disebut  turbidimetry.

A.3. Kekentalan [Viskositas]

Kekentalan atau viskositas adalah ukuran ketahanan zat cair untuk mengalir. Untuk mengetahui kekuatan mengalir  [flow rate] zat cair digunakan  viskometer.  Flow rate digunakan untuk menghitung indeks viskositas. Aliran atau viskositas suau cairan dibanding dengan aliran air memberikan viskositas relatif untuk cairan tersebut. Angka pengukuran viskositas relatif cairan disebut dengan indeks viskositas. Indeks viskositas dapat dirumuskan seperti berikut:

RUMUS: Indeks viskositas=  [flow rate cairan]/[flow rate air]

Angka indeks viskositas suatu cairan di bawah 1 berarti viskositasnya di bawah viskositas air. Adapun angka indeks viskositas di atas 1 berarti viskositasnya di atas viskositas air. 

Viskositas cairan terjadi karena gesekan antara molekul-molekul. Viskositas sangat dipengaruhi oleh struktur molekul cairan. Jika struktur molekulnya kecil dan sederhana maka molekul tersebut dapat bergerak cepat, misalkan air. Jika molekulnya besar dan saling bertautan maka zat tersebut akan bergerak sangat lambat, misalkan oli. Molekul-molekul cairan yang bergerak cepat dikatakan memiliki viskositas atau kekentalan rendah sedangkan molekul cairan yang bergerak lambat dikatakan memiliki kekentalan tinggi.

A.4. Titik Didih

Titik didih merupakan suhu ketika suatu zat mendidih. Mendidih berbeda dengan menguap. Mendidih terjadi pada suhu tertentu, yaitu pada titik didih sedangkan menguap terjadi pada suhu berapa saja di bawah titik didih. Misal pada saat anda menjemur pakaian, maka airnya menguap bukan mendidih. Titik didih berbagai zat berbeda, bergantung pada struktur dan sifat bahan. Perhatikan titik didih beberapa zat pada tekanan 1 atm pada Tabel 3.

Tabel 3. Titik Didih Berbagai Zat pada Tekanan 1 Atm

No Nama Zat Titik didih [℃]
1 Nitrogen -196
2 Oksigen -183
3 Alkohol [etanol] 78
4 Air 100
5 Tembaga 2595

A.5. Titik Leleh

Titik leleh merupakan suhu ketika zat padat berubah menjadi zat cair. Misal garam dapur jika dipanaskan akan meleleh menjadi cairan. Perubahan ini dipengaruhi oleh struktur kristal zat padat tersebut. Zat cair dan zat gas juga memiliki titik leleh tetapi perubahannya tidak dapat diamati pada suhu kamar. Perhatikan titik leleh beberapa zat pada Tabel 4.

Tabel 4. Titik Didih Berbagai Zat pada Tekanan 1 Atm

No Nama Zat Titik leleh[℃]
1 Nitrogen -210
2 Oksigen -216
3 Alkohol [etanol] -117
4 Air 0
5 Tembaga 1083
6 Besi 1535

A.6. Kelarutan

Larutan merupakan campuran homogen. Dalam larutan terdapat dua komponen yaitu pelarut dan terlarut. Pelarut merupakan zat yang melarutkan dan biasanya jumlahnya lebih banyak, sedangkan terlarut merupakan zat yang terlarut, biasanya jumlahnya lebih kecil. Misal larutan garam, maka zat terlarutnya garam dan pelarutnya air.

Pada umumnya larutan berupa cairan tetapi larutan juga terjadi dalam bentuk gas dan padat. Contoh larutan gas adalah udara yang terdiri dari oksigen, nitrogen, karbon dioksida dan gas-gas lain. Contoh larutan padatan adalah stainless steel.

Kelarutan menerangkan tingkat suatu zat saling melarutkan. Ahli kimia menerangkan kelarutan dengan istilah berupa banyaknya zat terlarut tertentu yang akan melarut ke dalam larutan tertentu pada suhu tertentu. Kemampuan melarut bergantung pada gaya tarik partikel zat terlarut dengan partikel pelarutnya. Misal dalam proses pelarutan garam dalam air, maka molekul air pertama-tama menarik molekul garam menjauh satu dengan lain hingga suatu saat tercapai suatu keadaan molekul air tidak mampu memisahkan molekul garam dari yang lain atau disebut jenuh. Perhatikan Gambar 2.

Gambar 2. a. Molekul-molekul air [H2O], ion Na+ dan ion Cl-; b. Molekul-molekul air menarik ion-ion dari kristal; c. Molekul-molekul air mengelilingi ion-ion dalam larutan. Sumber:  Ensiklopedia Iptek

Butiran garam terdiri atas ion natrium dan klorida yang terikat bersama dalam formasi yang disebut kisi kristal. Air melarutkan garam dengan menarik ion dari kisi kristal dan mengelilinginya. Kelarutan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain seperti berikut: suhu, volume pelarut, ukuran zat terlarut, jenis zat terlarut, jenis pelarut. Pada pokok bahasan ini, hanya akan dibahas pengaruh suhu, volume pelarut dan ukuran zat terhadap kelarutan suatu zat.

  1. Suhu. Perhatikan saat anda membuat air kopi. Gula dan kopi akan lebih cepat larut dalam air panas daripada dalam air dingin. Mengapa demikian? Pada saat melarutkan bentuk padat menjadi cair melibatkan penghancuran struktur yang kaku, atau kisi-kisi kistal dari zat padat. Pada peristiwa ini diperlukan energi. Kenaikan suhu menyebabkan energi kinetik partikel zat bertambah sehingga partikel pada suhu yang tinggi bergerak lebih cepat dibandingkan pada suhu rendah. Kondisi ini menyebabkan terjadinya tumbukan antara partikel zat terlarut dengan partikel pelarut.
  2. Volume pelarut. Misalkan anda melarutkan 2 sendok makan gula dalam 100 mL air dan melarutkan 2 sendok makan gula dalam 5.000 mL air, manakah yang lebih cepat larut? Gula 2 sendok makan akan lebih cepat larut dalam 5.000 mL air daripada dalam 100 mL air. Semakin besar volume pelarut, maka jumlah partikel pelarut akan semakin banyak. Kondisi tersebut memungkinkan lebih banyak terjadi tumbukan antara partikel zat terlarut dengan partikel zat pelarut sehingga zat padat umumnya lebih mudah larut.
  3. Ukuran zat terlarut. Misalkan anda melarutkan 2 sendok makan gula pasir halus dalam 100 mL air dan 1 sendok makan gula batu dalam 100 mL air, manakah yang lebih cepat larut? Gula pasir lebih cepat larut daripada gula batu. Hal ini karena gula pasir halus memiliki ukuran partikel yang lebih kecil sehingga memiliki permukaan sentuh yang luas dibandingkan gula batu. Jadi makin kecil ukuran zat terlarut makin besar kelarutan zat tersebut. 

B. Sifat Kimia

Sifat kimia merupakan sifat yang dihasilkan dari perubahan kimia, antara lain mudah terbakar, mudah busuk, dan korosif. Sifat-sifat ini karakteristik.

B.1. Mudah terbakar

Pernahkah anda menyalakan kembang api? Saat anda membakar kembang api maka dengan segera akan terjadi nyala warna-warni yang indah. Pada peristiwa ini terjadi perubahan kimia. Pada mulanya kembang api dibuat dari campuran antara kalium nitrat [KNO3] , belerang dan arang kayu. Namun sekarang kembang api telah dibuat dengan warna-warni, yaitu dari strontium dan litium [warna merah], natrium [warna kuning], barium [warna hijau], dan tembaga [warna biru]. Contoh lain yang mudah terbakar adalah fosfor.

Fosfor dapat terbakar bila kena udara, membentuk senyawa fosfor oksida. Oleh karena itu fosfor disimpan di dalam air. Fosfor dimanfaatkan untuk membuat korek api.

B.2. Mudah busuk

Jika buah dan sayur dibiarkan di udara terbuka  maka lama kelamaan buah dan sayur tersebut akan membusuk. Buah dan sayur yang busuk akan menimbulkan bau yang tidak sedap. Proses pembusukan ini karena adanya mikroorganisme.

B.3. Korosif

Perkaratan atau korosi merupakan peristiwa rusaknya logam oleh pengaruh lingkungan, yaitu adanya oksigen dan kelembapan. Besi adalah salah satu contoh logam yang mudah berkarat. Pada proses korosi terbentuk zat yang jenisnya baru yaitu karat. Gejala yang tampak pada korosi adalah terjadi perubahan warna. Pada umumnya logam bersifat korosif kecuali emas, platina, dan air raksa.

C. Massa

Massa materi menunjukkan jumlah [kuantitas] materi itu yang dalam satuan SI, dinyatakan dalam satuan kilogram [kg]. Terdapat pula berbagai satuan-satuan massa lainnya, misalnya:

  • gram: 1 g = 0,001 kg [1000 g = 1 kg]
  • ton: 1 ton = 1000 kg
  • MeV/c2 [Umumnya digunakan untuk mengamati massa partikel subatom.]

Pada situasi normal, berat suatu objek adalah sebanding dengan massanya. Namun perbedaan antara massa dengan berat diperlukan untuk pengukuran berpresisi tinggi. Oleh karena hubungan relativistik antara massa dengan energi, adalah mungkin untuk menggunakan satuan energi untuk mewakili massa. Sebagai contoh, eV normalnya digunakan sebagai satuan massa [kira-kira 1,783×10−36 kg] dalam fisika partikel.

D. Volum

Volum materi menunjukkan jumlah [kuantitas] materi itu yang dinyatakan menurut ukuran SI dalam satuan desimeter-kubik [symbol: dm3]. Satuan lain yang banyak dipakai adalah liter [= 1 dm3] dan ml.

  • 1 cm3 = 1 mL = 1 cc = 10-3 L = 10-3 dm3
  • 1 m3 = 1000 dm3 = 1000000 cm3 = 1000 L
  • 1 dm3 = 1 L = 1000 mL = 1000 cm3 = 1000 cc

Rangkuman

Sifat fisika adalah sifat yang mempunyai ikatan antara penampilan atau keadaan fisik, misal titik leleh, daya hantar, bau, warna, indeks bias,dan wujud. Sifat fisik adalah sifat yang dapat diukur atau diamati tanpa mengubah sifat kimiawi zat tersebut. Beberapa contoh sifat fisik adalah:

  1. Warna [intensif]
  2. Massa jenis [intensif]
  3. Volume [luas]
  4. Massa [luas]
  5. Titik didih [intensif]: suhu di mana suatu zat mendidih
  6. Titik leleh [intensif]: suhu di mana suatu zat meleleh

Sifat kimia, salah satu sifat yang mempunyai ikatan antara bahan kimia dan dapat dialami oleh suatu materi. Hal tersebut dapat terbakar, bereaksi, hingga berkarat. Ingat, definisi sifat kimia adalah mengukur sifat itu harus mengarah pada perubahan struktur kimia zat. Berikut adalah beberapa contoh sifat kimia:

  1. Panas pembakaran adalah energi yang dilepaskan ketika suatu senyawa mengalami pembakaran sempurna [pembakaran] dengan oksigen. Simbol untuk panas pembakaran adalah ΔHc.
  2. Stabilitas kimia mengacu pada apakah suatu senyawa akan bereaksi dengan air atau udara [zat yang stabil secara kimia tidak akan bereaksi]. Hidrolisis dan oksidasi adalah dua reaksi semacam itu dan keduanya merupakan perubahan kimia.
  3. Kemudahan terbakar mengacu pada apakah suatu senyawa akan terbakar ketika terkena api. Sekali lagi, pembakaran adalah reaksi kimia, umumnya reaksi suhu tinggi dengan adanya oksigen.
  4. Keadaan oksidasi yang disukai adalah keadaan oksidasi berenergi terendah yang akan dicapai oleh suatu logam untuk mencapai [jika elemen lain hadir untuk menerima atau menyumbangkan elektron].

Page 10

Tidak ada yang abadi, kecuali Tuhan Yang Maha Esa, pencipta materi tersebut. Dengan demikian materi di alam ini selalu mengalami perubahan. Perubahan terjadi karena berubah massanya, berubah volumenya, berubah wujudnya, atau berubah menjadi materi lain. Perubahan tersebut sering kali kita lihat, seperti: air mendidih manjadi uap, besi berkarat, susu menjadi basi, ledakan mercon, kapur barus menyublim, dan masih banyak lagi.

Sesungguhnya, perubahan materi melibatkan perubahan sifat dari materi itu sendiri. Perubahan sifat ini ada yang hanya melibatkan perubahan sifat fisikanya saja, dan ada juga yang melibatkan perubahan sifat kimianya. Biasanya perubahan sifat kimia suatu materi selalu melibatkan juga perubahan sifat fisikanya.

Para ahli kimia mengelompokkan menjadi 2 perubahan,  yaitu: perubahan fisika  dan perubahan kimia.

A. Perubahan Fisika

Perubahan fisika merupakan perubahan materi yang tidak disertai terjadinya zat baru, tidak berubah zat asalnya, hanya terjadi perubahan wujud, perubahan bentuk atau perubahan ukuran. Contoh: jika air dipanaskan akan berubah menjadi uap air, sedangkan jika air didinginkan maka air akan membeku menjadi es. Es, air dan uap adalah zat yang sama hanya wujudnya saja yang berbeda.

1. Perubahan Fisika Karena Perubahan Wujud

Peristiwa perubahan fisika yang mengakibatkan perubahan wujud dapat terjadi karena pengaruh pemanasan. Materi yang telah mengalami perubahan fisika karena perubahan wujud dapat  dikembalikan pada wujud semula.

Contoh perubahan fisika karena per-ubahan wujud, antara lain:

    1. Es yang berwujud padat jika dibiarkan di tempat terbuka akan berubah wujud  menjadi air.
    2. Air jika dipanaskan akan berubah wujud menjadi uap.
    3. Embun terjadi karena uap air di udara melepaskan panas dan menjadi air.
    4. Kapur barus jika dibiarkan di tempat terbuka akan menyublim menjadi gas.

2. Perubahan Fisika karena Perubahan Bentuk

Tukang kayu mengubah kayu menjadi kursi dan meja. Perubahan materi dari kayu menjadi kursi termasuk perubahan fisika. Hal ini karena kayu hanya mengalami perubahan bentuk saja, sedangkan sifatnya tidak berubah.

Contoh lain adalah perubahan materi dari aluminium menjadi teko, sendok, dan panci. Hal ini termasuk perubahan fisika karena aluminium hanya mengalami perubahan bentuk saja, sedangkan sifatnya tidak berubah.

3. Perubahan Fisika karena Perubahan Ukuran

Contoh: biji kopi digiling menjadi serbuk kopi dan batu dipecah-pecah. Sifat kopi tidak berubah, yang berubah hanya ukurannya. Demikian juga dengan batu yang dipecah-pecah.

4. Perubahan Fisika karena Perubahan Volume

Contoh: raksa atau alkohol dalam termometer memuai jika menyentuh permukaan yang panas sehingga dapat digunakan sebagai pengukur suhu. Sifat raksa dan alkohol tidak berubah meskipun mengalami pemuaian.

5. Perubahan Fisika karena Perubahan Bentuk Energi

Ingat bahwa energi tidak dapat dihilangkan dan juga tidak dapat diciptakan. Energi hanya dapat diubah dari bentuk satu ke bentuk lain. Contoh: lampu pijar menyala dan kipas angin berputar.

6. Perubahan Fisika karena Pelarutan

Pernahkah anda membuat es jeruk? Jika anda membuat es jeruk, anda terlebih dahulu memeras jeruk untuk mengambil sari jeruknya, kemudian melarutkan sari jeruk tersebut ke dalam air dingin. Nah, apakah rasa jeruk tersebut berubah setelah anda campurkan dengan air dingin? Rasa jeruk setelah dicampurkan dengan air dingin tetap sama. Oleh karena sifat jeruk tidak berubah setelah dilarutkan dalam air, peristiwa ini tergolong perubahan fisika karena pelarutan.

Contoh lain perubahan fisika karena pelarutan adalah ketika anda membuat kopi. Rasa kopi setelah dilarutkan dalam air tetap sama atau tidak berubah.

Perubahan Kimia

Perubahan kimia merupakan perubahan zat yang menyebabkan terjadinya satu atau lebih zat yang jenisnya baru. Perubahan kimia selanjutnya disebut reaksi kimia. Contoh: Besi berkarat, proses fotosintesis, pembuatan tempe [fermentasi], indutri asam sulfat, industri alkohol dan lain-lain. Perubahan kimia dapat terjadi karena beberapa proses yaitu:

1. Peristiwa Perubahan Kimia karena Pembakaran

Salah satu perubahan kimia yang sering kita saksikan dalam kehidupan sehari-hari adalah peristiwa pembakaran. Pembakaran adalah reaksi kimia antara materi yang terbakar dengan oksigen. Oleh karena itu, reaksi pembakaran sering disebut reaksi oksidasi. Peristiwa kebakaran hutan merupakan salah satu contoh perubahan kimia akibat pembakaran. Contoh lainnya adalah pembakaran  kembang api. Reaksi pembakaran banyak digunakan sebagai sumber energi. Misalnya, pembakaran bensin di dalam mesin mobil dapat menghasilkan energi gerak sehingga mobil dapat bergerak.

Peristiwa perubahan kimia karena pembakaran juga terjadi dalam tubuhmu. Bahan makanan yang telah anda makan diproses dalam tubuh dengan cara pembakaran sehingga menghasilkan energi yang dapat dimanfaatkan untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Proses pembakaran kimia dalam tubuh dapat dituliskan sebagai berikut.

Mengapa pada proses pembakaran dapat timbul asap? Asap terjadi akibat pembakaran yang tidak sempurna. Pembakaran tidak sempurna terjadi karena oksigen yang tersedia untuk bereaksi tidak mencukupi sehingga sebagian karbon tidak terbakar. Pembakaran yang tidak sempurna dapat menghasilkan gas beracun, yaitu karbon monoksida [CO] yang menyebabkan sesak napas.

2. Peristiwa Perubahan Kimia karena Perkaratan

Apakah yang dimaksud dengan peristiwa perkaratan itu? Perkaratan adalah reaksi kimia antara logam dengan udara [oksigen] dan air. Perkaratan merupakan peristiwa perubahan kimia karena menghasilkan zat yang baru. Paku yang terbuat dari besi jika bereaksi dengan udara dan air, maka besi [Fe] tersebut dapat berubah menjadi karat besi [Fe2O3⋅nH2O]. Sifat besi dan karat besi sangat berbeda. Besi mempunyai sifat yang kuat, sedangkan karat besi mempunyai sifat yang rapuh.

Faktor-faktor yang mempercepat proses perkaratan antara lain:

    1. Adanya uap air [udara yang lembap],
    2. Adanya uap garam atau asam di udara,
    3. Permukaan logam yang tidak rata,
    4. Singgungan dengan logam lain.

Peristiwa perkaratan ini menimbulkan banyak kerugian karena benda-benda yang terbuat dari besi menjadi rapuh dan cepat rusak. Nah, bagaimana cara mencegah peristiwa perkaratan pada besi? Peristiwa perkaratan pada besi dapat dicegah dengan cara:

    1. Menghindarkan kontak langsung antara benda yang terbuat dari besi dengan oksigen atau air. Ini dapat dilakukan dengan cara mengecat, melumuri besi dengan oli, membalut besi dengan plastik, atau melapisi besi dengan timah;
    2. Memperhalus permukaan logam, misalnya diamplas;
    3. Mencegah logam agar tidak terkena uap garam atau asam;
    4. Menyimpan logam di tempat kering.

3. Peristiwa Perubahan Kimia karena Pembusukan

Pernahkah kamu menyimpan buah-buahan, seperti apel di tempat yang terbuka hingga beberapa hari? Apakah yang terjadi dengan apel tersebut? Apel yang dibiarkan di tempat terbuka dalam waktu yang lama akan busuk. Pembusukan adalah peristiwa perubahan kimia karena mikroorganisme. Pada apel yang membusuk, apel berubah menjadi bau, berlendir, dan mengeluarkan gas. Oleh karena sifat apel setelah membusuk berbeda dengan apel sebelum membusuk, maka peristiwa pembusukan apel dapat dikatakan sebagai perubahan kimia.

4. Peristiwa Perubahan Kimia karena Peragian

Proses peragian merupakan proses di mana zat asal yang mengandung karbohidrat/protein dengan bantuan mikroorganisme [ragi/bakteri] akan berubah menjadi zat-zat lain. Contohnya: singkong & beras diubah menjadi tape, kedelai diubah menjadi kecap, tempe, tepung gandum diubah menjadi roti.

5. Peristiwa Perubahan Kimia karena Perusakan atau Pelapukan

Proses perusakan atau pelapukan yaitu kerusakan yang terjadi karena aktivitas mikroba, enzim atau reaksi kimia. Contohnya: makanan menjadi basi, minyak menjadi tengik, pelapukan kayu, buah-buahan membusuk.

6. Peristiwa Perubahan Kimia karena Proses Fotositesis

Proses fotosintesis terjadi dengan adanya klorofil [zat hijau daun]. Dengan bantuan sinar matahari tumbuh-tumbuhan mengubah karbondioksida dan air menjadi glukosa dan gas oksigen. Reaksinya sebagai berikut:

6CO2 + 6H2O + energi matahari → C6H12O6 + 6O2

7. Peristiwa Perubahan Kimia karena Proses Pencernaan Makanan

Pada proses pencernaan makanan, nasi [karbohidrat] dalam tubuh kita dengan bantuan enzim diubah menjadi glukosa: Enzim + Karbohidrat à glukosa

8. Peristiwa Perubahan Kimia karena Proses Pernapasan

Proses pernapasan terjadi di mana glukosa dari hasil pencernaan dalam tubuh akan dibakar dengan oksigen menghasilkan karbondioksida, air, dan energi. Reaksinya:

Glukosa + Oksigen + karbondioksida + air + energi  → C6H12O6 + 6 O2 + 6 CO2 + 6 H2O + energi

Bagaimana membedakan perubahan kimia dari perubahan fisika selain dengan jalan membuktikan terjadinya zat yang jenisnya baru? Reaksi kimia [perubahan kimia] sering disertai gejala atau tanda-tanda terbentuknya zat baru. Ada empat macam petunjuk yang menandai berlangsungnya suatu reaksi kimia yaitu pembentukan gas, pembentukan endapan, perubahan warna, dan perubahan suhu.

Dari uraian tentang perubahan materi di atas, maka kita bisa membedakan antara perubahan fisika dengan perubahan kimia sebagai berikut:

No Perubahan Fisika Perubahan Kimia
1 Bersifat sementara Bersifat kekal [permanen]
2 Tidak menyebabkan terbentuknya materi baru Menyebabkan terbentuknya materi baru
3 Hanya melibatkan perubahan pada sifat fisika materi Melibatkan perubahan pada sifat fisika maupun sifat kimia

C. Manfaat Perubahan Materi

Perubahan fisika berperan penting dalam industri obat-obatan atau farmasi, yaitu dalam proses ekstrasi zat-zat aktif yang terkandung dalam bahan alam. Zat-zat aktif ini berguna untuk bahan baku obat. Senyawa yang terkandung dalam dedaunan atau akar-akaran dikeluarkan menggunakan pelarut tertentu dalam alat khusus. Menyeduh kopi dengan air panas, merupakan ekstraksi kafein dari kopi agar larut dalam air. Kafein bersifat larut dalam air panas.

Seperti halnya perubahan fisika, perubahan kimia pun banyak manfaatnya. Hampir semua industri yang memproduksi bahan baku menggunakan prinsip-prinsip perubahan kimia atau reaksi kimia. Dalam industri plastik, zat-zat organik yang bersumber dari gas alam dan minyak bumi diubah melalui reaksi dan proses kimia menjadi plastik, misalnya polietilen [PE], polipropilen [PP], dan polivinilklorida [PVC].

Hampir semua industri, mulai dari yang berteknologi sederhana [misalnya industri tahu] hingga yang berteknologi tinggi [misalnya pembuatan pesawat terbang] menerapkan prinsip-prinsip perubahan fisika dan perubahan kimia.

Perubahan kimia dan perubahan fisika terkadang terjadi secara bersamaan, misalnya pada pembakaran lilin. Lilin terbakar menghasilkan nyala dan asap hitam [karbon]. Hal ini menunjukkan terjadinya reaksi kimia. Di sisi lain, terjadi pula perubahan fisika yaitu lilin meleleh menjadi cair.

Page 11

Sebagaimana larutan elektrolit yang dibedakan atas elektrolit kuat dan elektrolit lemah, maka larutan asam dan larutan basa yang merupakan larutan elektrolit juga dibedakan atas asam-basa kuat dan asam-basa lemah. Perbedaan kekuatan larutan asam-basa ini dipengaruhi oleh banyak sedikitnya ion-ion pembawa sifat asam dan ion-ion pembawa sifat basa yang dihasilkan saat terionisasi.

Kekuatan Asam

Kekuatan asam dipengaruhi oleh banyaknya ion - ion H yang dihasilkan oleh senyawa asam dalam larutannya. Berdasarkan banyak sedikitnya ion H+ yang dihasilkan, larutan asam dibedakan menjadi dua macam yaitu asam kuat dan asam lemah.

Asam Kuat

Asam kuat yaitu senyawa asam yang dalam larutannya terion seluruhnya menjadi ion-ionnya. Reaksi ionisasi asam kuat merupakan reaksi berkesudahan. Secara umum, ionisasi asam kuat dirumuskan sebagai berikut: HA[aq] → H+ [aq] + A-[aq]

[H+] = a.[HA] atau [H+] = a.M

Dimana: a = valensi asam; M = konsentrasi asam.

Asam Lemah

Asam lemah yaitu senyawa asam yang dalam larutannya hanya sedikit terionisasi menjadi ion-ionnya. Reaksi ionisasi asam lemah merupakan reaksi kesetimbangan. Secara umum, ionisasi asam lemah valensi satu dapat dirumuskan sebagai berikut.

HA[aq]  ⇔ H+[aq] + A-[aq]

Makin kuat asam maka reaksi kesetimbangan asam makin condong ke kanan, akibatnya Ka bertambah besar. Oleh karena itu, harga Ka merupakan ukuran kekuatan asam, makin besar Ka makin kuat asam. Berdasarkan persamaan di atas, karena pada asam lemah [H+] = [A-], maka persamaan di atas dapat diubah menjadi:

Dimana:  Ka = tetapan ionisasi asam.

Konsentrasi ion H asam lemah juga dapat dihitung jika derajat ionisasinya [α] diketahui: 

[H+] = [HA] × α

Contoh Soal

Tentukan konsentrasi ion H+ dalam masing-masing larutan berikut:

  1. H2SO4 0,02 M
  2. CH3COOH 0,05 M jika derajat ionisasinya [α] = 1%
  3. H2SO3 0,001 M jika Ka = 1 x 10-5

Penyelesaian:

  1. H2SO4 adalah asam kuat. Reaksinya: H2SO4 [aq] ⇔ 2H+[aq] + SO4-[aq], dengan jumlah valensi H+ = 2, konsentrasi = 0,02 M, maka:

[H+] = a.M

[H+] = 2 × 0,02

[H+] = 0,04 M

Jadi konsentrasi ion H+ dalam larutan H2SO4 adalah 0,04 M

  1. CH3COOH adalah asam lemah dengan derajat ionisasinya [α] = 1%, dengan konsentrasi 0,05 M. Reaksinya: CH3COOH [aq] ⇔ H+[aq] + CH3COO-[aq], maka:

[H+] = [HA] × α

[H+] = 0,05 × 1%

[H+] = 0,05 × 0,01

[H+] = 0,0005 M atau 5 × 10-4 M

Jadi konsentrasi H+ dalam larutan CH3COOH = 0,005 M atau 5x10-4 M

H2SO3 adalah asam lemah dengan Ka = 1 x 10-5  dan konsentrasi = 0,001 M. Reaksinya: H2SO3 [aq] ⇔ 2H+[aq] + SO32- [aq], maka:

[H+] = √[Ka × [HA]]

[H+] = √[1 ×10-5 × 0,001]

[H+] = √[10-5 × 10-3]

[H+] = 10-4 M

Jadi konsentrasi H+ dalam larutan H2SO3 adalah 10-4 M atau 0,0001 M

Kekuatan Basa

Kekuatan basa dipengaruhi oleh banyaknya ion-ion OH– yang dihasilkan oleh senyawa basa dalam larutannya. Berdasarkan banyak sedikitnya ion OH- yang dihasilkan, larutan basa juga dibedakan menjadi dua macam, yaitu basa kuat dan basa lemah.

Basa Kuat

Basa kuat yaitu senyawa basa yang dalam larutannya terion seluruhnya menjadi ion-ionnya. Reaksi ionisasi basa kuat merupakan reaksi berkesudahan. Secara umum, ionisasi basa kuat dirumuskan sebagai berikut:

B[OH] [aq] → B+ [aq] + OH–[aq]

[OH–] = a.[B[OH]] atau [OH-] = a.M

Dimana: a = valensi basa; M = konsentrasi basa.

Basa Lemah

Basa lemah yaitu senyawa basa yang dalam larutannya hanya sedikit terionisasi menjadi ion-ionnya. Reaksi ionisasi basa lemah juga merupakan reaksi kesetimbangan. Secara umum, ionisasi basa lemah valensi satu dapat dirumuskan sebagai berikut.

B[OH] [aq] → B+ [aq] + OH–[aq]

Makin kuat basa maka reaksi kesetimbangan basa makin condong ke kanan, akibatnya Kb bertambah besar. Oleh karena itu, harga Kb merupakan ukuran kekuatan basa, makin besar Kb makin kuat basa.

Berdasarkan persamaan di atas, karena pada basa lemah [B+] = [OH–], maka persamaan di atas dapat diubah menjadi:

Dimana:  Kb = tetapan ionisasi basa.

Konsentrasi ion H asam lemah juga dapat dihitung jika derajat ionisasinya [α] diketahui:

[OH-] = [B[OH]] × α

Contoh Soal

Tentukan konsentrasi ion OH- dalam masing-masing larutan berikut:

  1. Ca[OH]2 0,02 M
  2. NH4OH 0,01 M jika derajat ionisasinya [α] = 5%
  3. Al[OH]3 0,1 M jika Ka = 2,5 x 10-6

Penyelesaian:

  1. Ca[OH]2 adalah basa kuat.

Reaksinya: Ca[OH]2 [aq] → Ca2+[aq] + 2OH–[aq], dengan jumlah valensi OH– = 2, konsentrasi = 0,02 M, maka:

[OH–] = a.M

[OH–] = 2 × 0,02 M

[OH–] = 0,04 M

Jadi konsentrasi ion OH- dalam larutan Ca[OH]2 adalah 0,04 M

  1. NH4OH adalah basa lemah dengan derajat ionisasinya [α] = 5%, dengan konsentrasi 0,01 M.

Reaksinya: NH4OH [aq] ⇔ NH4+[aq] +  2OH-[aq], maka:

[OH-] = [B[OH]] × α

[OH-] = 0,01 × 5%

[OH-] = 0,01 × 0,05

[OH-] = 0,0005 M atau 5 × 10-4 M

Jadi konsentrasi OH- dalam larutan NH4OH = 0,005 M atau 5 x 10-4 M

  1. Al[OH]3 adalah basa lemah dengan Ka = 2,5 x 10-6 dan konsentrasi = 0,1 M.

Reaksinya: Al[OH]3 [aq]  ⇔  Al3+ [aq] + 3 OH- [aq], maka:

[OH-] = √[Kb ×[B[OH]]]

[OH-] = √[2,5 × 10-6 × 0,1]

[OH-] = √[0,25 × 10-6]

[OH-] = √[25 x 10-2 × 10-6]

[OH-] = √[25 × 10-8]

[OH-] = 5 × 10-4 M atau 0,0005 M

Jadi konsentrasi OH- dalam larutan Al[OH]3 = 5 x 10-4 M atau 0,0005 M

Page 12

Asam-basa lemah akan mengalami ionisasi sebagian, sehingga dalam pelarutan asam-basa lemah terjadi kesetimbangan reaksi antara ion yang dihasilkan asam-basa dengan molekul asam-basa yang terlarut dalam air. Pada reaksi kesetimbangan akan didapat suatu tetapan kesetimbangan ketika reaksi sudah dalam keadaan setimbang. Dengan kata lain, konsentrasi reaktan sudah berkurang ketika mengalami reaksi.

Derajat Ionisasi

Derajat Ionisasi [α] merupakan hasil bagi dari jumlah total molekul elektrolit yang terionisasi menjadi ion-ion. ATAU dengan kata lain: Derajat ionisasi [α] adalah perbandingan antara jumlah molekul zat yang terionisasi dengan jumlah molekul zat mula -mula.

Rumus Derajat Ionisasi

Banyaknya konsentrasi yang bereaksi atau menjadi ion akan tergantung kepada derajat ionisasi [α] yang dirumuskan sebagai berikut:

α = [jumlah mol yang terionisasi] ÷ [jumlah mol mula-mula]

Dari rumus tersebut diatas, didapatkan rumus-rumus berikut ini:

Jumlah mol terionisasi = α × jumlah mol mula-mula

Jumlah mol mula-mula = [jumlah mol terionisasi] ÷ α

Jumlah mol zat = [massa zat] ÷ [Mr atau Ar zat] atau

Jumlah mol zat = M × V

Massa zat = [jumlah mol] × [Mr atau Ar]

Dimana: α = derajat ionisasi; Mr = massa molekul relatif; Ar = massa unsur relatif; M = molaritas zat; V = volume zat

Berdasarkan derajat ionisasi tersebut, dapat disimpulkan jenis-jenis larutan, yaitu:

  • Jika α=1, maka zat telah terionisasi sempurna dan merupakan larutan elektrolit kuat.
  • Jika 0 < α P

    Dimana: P0 = tekanan uap zat cair murni; P = tekanan uap larutan

    Pada tahun 1878, Marie Francois Raoult seorang kimiawan asal Prancis melakukan percobaan mengenai tekanan uap jenuh larutan, sehingga ia menyimpulkan tekanan uap jenuh larutan sama dengan fraksi mol pelarut dikalikan dengan tekanan uap jenuh pelarut murni. Kesimpulan ini dikenal dengan Hukum Raoult dan dirumuskan dengan:

    P = P0 Xp

    ΔP0 = P0 Xt

    Dimana: P = tekanan uap jenuh larutan, P0 = tekanan uap jenuh pelarut murni, Xp = fraksi mol zat pelarut, Xt = fraksi mol zat terlarut.

    Kenaikan Titik Didih [ΔTb]

    Titik didih zat cair adalah suhu tetap pada saat zat cair mendidih. Pada suhu ini, tekanan uap zat cair sama dengan tekanan udara di sekitarnya. Hal ini menyebabkan terjadinya penguapan di seluruh bagian zat cair.

    Titik didih zat cair diukur pada tekanan 1 atmosfer. Dari hasil penelitian, ternyata titik didih larutan selalu lebih tinggi dari titik didih pelarut murninya. Hal ini disebabkan adanya partikel-partikel zat terlarut dalam suatu larutan menghalangi peristiwa penguapan partikel-partikel pelarut. Oleh karena itu, penguapan partikel-partikel pelarut membutuhkan energi yang lebih besar. Perbedaan titik didih larutan dengan titik didih pelarut murni di sebut kenaikan titik didih yang dinyatakan dengan “ΔTb”. Persamaannya dapat ditulis:

    ΔTb = kb × m

    ΔTb = kb × [gram ÷ Mr]  ×  [1000/P]

    ΔTb = Tb larutan – Tb pelarut

    Dimana: ΔTb = kenaikan titik didih [oC]; kb = tetapan kenaikan titik didih molal [oC kg/mol]; m = molalitas larutan [mol/kg]; Mr = massa molekul relatif; P = jumlah massa zat [kg].

    Tabel Tetapan Kenaikan Titik Didih [Kb] Beberapa Pelarut
    Pelarut Titik Didih Tetapan [Kb]
    Aseton 56,2 1,71
    Benzena 80,1 02,53
    Kamper 204,0 05,61
    Karbon tetraklorida 76,5 04,95
    Sikloheksana 80,7 02,79
    Naftalena 217,7 05,80
    Fenol 182 03,04
    Air 100,0 00,52

    Penurunan Titik Beku [ΔTf]

    Adanya zat terlarut dalam larutan akan mengakibatkan titik beku larutan lebih kecil daripada titik beku pelarutnya. Persamaannya dapat ditulis sebagai berikut:

    ΔTf = kf × m

    ΔTf = kf × [gram ÷ Mr]  ×  [1000/P]

    ΔTf = Tf larutan – Tf pelarut

    Dimana: ΔTf = penurunan titik beku [oC]; kf = tetapan perubahan titik beku [oC kg/mol]; m = molalitas larutan [mol/kg]; Mr = massa molekul relatif; P = jumlah massa zat [kg].

    Tabel Penurunan Titik Beku [Kf] Beberapa Pelarut

    Pelarut Titik Beku Tetapan [Kf]
    Aseton -95,35 2,40
    Benzena 5,45 5,12
    Kamper 179,8 39,7
    Karbon tetraklorida -23 29,8
    Sikloheksana 6,5 20,1
    Naftalena 80,5 6,94
    Fenol 43 7,27
    Air 0 1,86

    Tekanan Osmotik [Π]

    Tekanan osmotik adalah gaya yang diperlukan untuk mengimbangi desakan zat pelarut yang melalui selaput semipermiabel ke dalam larutan.

    Membran semipermeabel adalah suatu selaput yang dapat dilalui molekul-molekul pelarut dan tidak dapat dilalui oleh zat terlarut.

    Menurut Van't Hoff, tekanan osmotik larutan dirumuskan:

    Π = M × R × T

    Dimana: Π = tekanan osmotic; M = molaritas larutan; R = tetapan gas [0,082]; T = suhu mutlak.

    Sifat Koligatif Larutan Elektrolit

    Pada konsentrasi yang sama, sifat koligatif larutan elektrolit memliki nilai yang lebih besar daripada sifat koligatif larutan non elektrolit.

    Banyaknya partikel zat terlarut hasil reaksi ionisasi larutan elektrolit dirumuskan dalam faktor Van't Hoff. Perhitungan sifat koligatif larutan elektrolit selalu dikalikan dengan faktor Van't Hoff: 

    i = 1 + [n - 1]α

    Dimana: i = faktor Van't Hoff; n = jumlah koefisien kation; α= derajat ionisasi

    • Penurunan Tekanan Uap Jenuh: ΔP = P0 × Xterlarut × i
    • Kenaikan Titik Didih: ΔTb = kb × m × i
    • Penurunan Titik Beku: ΔTf = kf × m × i
    • Tekanan Osmotik: Π = M × R × T × i

    Contoh Soal Sifat Koligatif Larutan

    1. Diketahui bahwa tekanan uap air murni sebesar 100 mmHg. Jika fraksi mol NaCl adalah 10%, maka besar penurunan tekanan uap adalah…

    Diketahui: P⁰ = 100 mmHg; Xt = 10% = 0,1; ∆P = … ?

    ∆P = Xt × P⁰ = 0,1 × 100 mmHg = 10 mmHg

    Jadi, tekanan uap turun sebesar 10 mmHg.

    1. Larutan yang isotonik dengan C6H12O6 0,3 M adalah:
      • KI 0,1 M
      • CaCl2 0,1 M
      • FeCl2 0,2 M

    Larutan isotonik adalah larutan yang memiliki tekanan osmotik sama. Maka kita cari terlebih dahulu besar tekanan osmotik [π] dari C6H12O6 0,3 M [larutan non elektrolit].

    π C6H12O6 = M × R × T = 0,3 × 0,082 × T = 0,0246 T

    Selanjutnya kita cari larutan yang memiliki π sama dengan π C6H12O6, yaitu sebesar 0,0246 T.

    KI 0,1 M [larutan elektrolit kuat, maka α = 1]: KI → K+ + I– [n = 2]

    π KI = M × R × T × I

    π KI = 0,1 × 0,082 × T × [1+[n-1]α

    π KI = 0,0082 T × [1+[2-1]1]

    π KI = 0,0164 T

    CaCl2 0,1 M [larutan elektrolit kuat, maka α=1]: CaCl2 → Ca2+ + 2Cl– [n = 3]

    π CaCl2 = M × R × T × i

    π CaCl2 = 0,1 × 0,082× T × [1+[n-1]α]

    π CaCl2 = 0,0082 T × [1+[3-1]1]

    π CaCl2 = 0,0246 T

    FeCl2 0,2 M [larutan elektrolit kuat, maka α=1]: FeCl2 → Fe2+ + 2Cl–[n = 3]

    π FeCl2 = M× R × T × i

    π FeCl2 = 0,2 × 0,082 × T × [1+[n-1]α]

    π FeCl2 = 0,0164 T × [1+[3-1]1]

    π FeCl2 = 0,0492 T

    Jadi, larutan yang isotonik dengan C6H12O6 0,3 M adalah larutan CaCl2 0,1 M.

    1. Tekanan uap jenuh air pada suhu 28⁰C adalah 100 mmHg. Apabila 30 gram urea [Mr=60] dilarutkan dalam 2 mol air tersebut, maka tekanan uap larutan pada suhu yang sama sebesar … mmHg.

    Diketahui: P⁰ air = 100 mmHg; Mr urea = 60 gram/mol; Massa urea = 30 gram; n. air = 2 mol; P = … ?

    P = Xp × P

    P = Xp × P⁰ = 0,8 × 100 mmHg = 80 mmHg

    Jadi, tekanan uap larutan urea tersebut sebesar 80 mmHg.

    Page 17

    Larutan didefinisikan sebagai campuran yang homogen antara 2 macam zat ataupun lebih. Larutan terdiri dari pelarut dan zat terlarut. Umumnya zat terlarut jumlahnya lebih sedikit dibanding pelarut. Sedangkan pelarut bisa berupa air ataupun cairan organik seperti metanol, etanol, aseton dan lain-lain.

    Pengertian Pengenceran

    Pengenceran Larutan adalah proses penurunan Konsentrasi larutan dengan penambahan zat pelarut seperti air ke dalam Larutan yang pekat untuk menurunkan Konsentrasi Larutan dari yang semula pekat menjadi lebih encer guna keperluan didalam Laboratorium. Pengenceran pada prinsipnya hanya menambahkan pelarut saja, sehingga jumlah mol zat terlarut sebelum pengenceran sama dengan jumlah mol zat terlarut sesudah pengenceran.

    Dengan kata lain jumlah mmol zat terlarut sebelum pengenceran sama dengan jumlah mmol zat terlarut sesudah penegenceran atau jumlah gr zat terlarut sebelum pengenceran sama dengan jumlah gr zat terlarut sesudah pengenceran.

    Apabila konsentrasi larutan dinyatakan dalam skala volumetrik, jumlah solute yang terdapat dalam larutan pada volume tertentu akan setara dengan hasil kali volume dan konsentrasi.

    Jumlah solute = Volume × Konsentrasi

    Rumus Pengenceran

    Jika suatu larutan diencerkan, volume akan meningkat dan konsentrasi akan berkurang nilainya, tetapi jumlah keseluruhan solute akan konstan. Jadi, dua buah larutan yang mempunyai konsentasi berbeda tetapi mengandung jumlah solute yang sama dapat dihubungkan dengan:

    V1 x K1 = V2 x K2

    Dengan demikian:

    V1 = [V2 x K2] ÷ K1

    K1 = [V2 × K2] ÷ V1

    V2 = [V1 × K1] ÷ K2

    K2 = [V1 × K1] ÷ V2

    Dimana: V1 = volume larutan asal yang akan diencerkan [mL]; K1 = konsentrasi larutan asal; V2 = volume larutan yang akan dibuat [mL]; K2 = konsentrasi larutan yang akan dibuat.

    Contoh Soal-1

    Jika kita akan membuat 500 ml HCl 2 M menggunakan HCl 4 M maka berapa volume larutan HCl 4 M yang harus diambil untuk diencerkan?

    Penyelesaian:

    Diketahui: V2 = 500 mL, K2 = 2 M, K1 = 4 M. V2 = …?

    V1 x K1 = V2 x K2  → V1 = [V2 x K2] ÷ K1

    V1 x K1 = V2 x K2  → V1 = [2 M x 500 ml] ÷ 4 M

    V1 x K1 = V2 x K2  → V1 = 250 mL

    Dengan demikian, volume larutan HCl 4 M [V1] yang harus diambil untuk diencerkan volume larutan asal = 250 mL. Selanjutnya 250 mL larutan tersebut diencerkan dengan menambahkan air sebanyak 250 mL [yaitu sebanyak V2 – V1] sampai volume menjadi 500 mL, sehingga dihasilkan larutan HCl 2 M.

    Contoh Soal-2

    Jika kita akan membuat 5 liter larutan AB-Mix dengan konsentrasi 1200 ppm menggunakan larutan Stok AB-Mix berkonsentrasi 20% maka berapa volume larutan larutan Stok AB-Mix 20% yang harus diambil untuk diencerkan?

    Penyelesaian:

    Diketahui: V2 = 5 L = 5000 mL, K2 = 1200 ppm M, K1 = 20% = 20 × 10000 = 200.000 ppm. V2 = …?

    V1 x K1 = V2 x K2  → V1 = [V2 x K2] ÷ K1

    V1 x K1 = V2 x K2  → V1 = [5000 mL × 1200 ppm] ÷ 200.000 ppm

    V1 x K1 = V2 x K2  → V1 = 60 ÷ 2

    V1 x K1 = V2 x K2  → V1 = 30 mL

    Dengan demikian, volume larutan stok AB-Mix 20% [V1] yang harus diambil untuk diencerkan = 30 mL. Selanjutnya 30 mL larutan tersebut diencerkan dengan menambahkan air sebanyak 4,97 liter atau 4970 mL [yaitu sebanyak V2 – V1] sampai volume menjadi 5000 mL, sehingga dihasilkan larutan AB-Mix siap aplikasi dengan konsentrasi 1200 ppm.

    Prinsip Pengenceran Larutan

    Tatacara Pengenceran

    1. Lakukan perhitungan pengenceran
    2. Masukan larutan pekat ke labu takar [dengan pemipetan] atau wadah dengan ukuran sesuai volume yang akan dibuat
    3. Tambahkan pelarut sampai ½ atau ¾ volume labu takar atau penampung
    4. Gojok atau aduk larutan atau aduk hingga homogen atau merata.
    5. Tambahkan air atau pelarut sampai batas volume dibuat pada labu takar atau penampung
    6. Gojok atau aduk lagi hingga merata lalu tutup dan simpan atau siap untuk digunakan. Catatan: untuk labu ukur, ditutup terlebih dahulu lalu digojok hingga merata.

    Gambar 1. Langkah Pengenceran Larutan dengan alat berupa labu ukur dan gelas ukur

    Peralatan Pengenceran di Laboratorium

    Khusus untuk kegiatan laboratorium: Cara pengenceran larutan menggunakan alat pipet dan labu takar. Penggunaan labu takar akan lebih tepat dalam penaraan volume. Bila menggunakan labu takar, rawat alat dengan cara mencuci dengan sabun lunak dan bilas dengan air kran diikuti akuades. Kemudian biarkan kering sebelum digunakan kembali. Pengeringan labu takar jangan didalam oven.

    Pembacaan Miniskus Alat Ukur Volume

    1. Letakkan labu takar pada tempat datar
    2. Posisi mata sejajar dengan tanda batas
    3. Untuk bentuk cekung, batas bawah cekungan tepat pada garis batas [misal air]
    4. Untuk cembung, batas atas cembungan tepat pada garis batas [misal Hg]

    Gambar 2. Pembacaan Misniskus volume larutan pada alat ukur volume

    Faktor Pengenceran [FP]

    Faktor pengenceran [juga dikenal sebagai rasio pengenceran] adalah rasio antara volume akhir dan volume awal dari solusi. Volume akhir adalah volume larutan setelah pengenceran. Volume awal adalah volume larutan sebelum encer, atau volume larutan asli yang digunakan untuk pengenceran. Hubungan ini juga dapat digunakan bersama dengan massa zat terlarut.

    Perhitungan Faktor Pengenceran

    Faktor pengenceran = V2 ÷ V1

    Dimana: V1 = volume larutan asal [mL]; V2 = volume larutan yang akan dibuat [mL].

    Misalnya: volume larutan asal [V1] = 25 mL dan volume akhir [volume larutan dibuat [V2] = 500 mL, maka:

    • Faktor Pengenceran = V2 ÷ V1
    • Faktor Pengenceran = 500 mL ÷ 25 mL
    • Faktor Pengenceran = 20

    Jadi, besarnya faktor pengenceran = 20 kali.

    Perbedaan Pengenceran dan Faktor Pengenceran

    Pengenceran Faktor Pengenceran
    Pengertian
    Pengenceran suatu larutan adalah penurunan konsentrasi zat terlarut dalam larutan tersebut. Faktor pengenceran [dilution ratio] adalah rasio antara volume akhir dan volume awal larutan.
     Konsep
    Pengenceran adalah penurunan konsentrasi. Faktor dilusi adalah ukuran dilusi.
    Penentuan
    Pengenceran ditentukan oleh persamaan V1.K1 = V2.K2. Faktor pengenceran ditentukan dengan membagi volume akhir larutan dari volume awal: V2 ÷ V1
    Satuan
    Pengenceran memberikan konsentrasi akhir dalam satuan mol/L. Faktor pengenceran adalah unitless.

    Page 18

    Pada umumnya suatu larutan terdiri satu jenis zat terlarut dan satu pelarut. Solvent [pelarut] dan Solut [zat yang terlarut] biasanya sudah sering didengar dan disebutkan. Solvent merupakan komponen yang dilihat secara fisik tidak berubah jika larutan terbentuk, sedangkan semua komponen yang ada pada solut akan larut dalam pelarut.

    Meskipun larutan berupa campuran homogen, komposisi yang ada pada setiap larutan bisa berbeda-beda. Misalnya: ada dua buah larutan yang dimana masing-masing pelarutnya berisi satu liter, tetapi jumlah garam yang terlarut berbeda. Dari dua larutan garam tadi, orang lain tidak bisa mengetahui berapa banyak garam yang terkandung didalamnya.

    Oleh karena itu, untuk mengetahui informasi mengenai jumlah relatif Solut dan Solvent yang ada pada larutan digunakan istilah konsentrasi larutan.

    Konsentrasi larutan adalah jumlah zat yang terlarut dalam setiap satuan larutan atau pelarut. Secara sederhana, konsentrasi larutan dapat memberikan gambaran atau sebuah informasi tentang perbandingan jumlah zat terlarut dan jumlah pelarutnya.

    Konsentrasi larutan dalam satuan kimia, yaitu:

    1. Molaritas
    2. Molalitas
    3. Normalitas
    4. Fraksi Mol.

    Berikut adalah pembahasan tentang konsentrasi larutan dalam satuan kimia.

    A. Molaritas [M]

    Molaritas dalam konsentrasi larutan dikenal dengan istilah konsentrasi molar atau molaritas dengan simbol yang dimiliki yaitu M. Molaritas digunakan untuk mendapatkan konsentrasi larutan secara kuantitatif.  Dinyatakan sebagai jumlah mol suatu Solut dalam larutan dibagi dengan volume larutan yang ditentukan dalam liter.

    Molaritas menyatakan banyaknya mol solute yang terdapat dalam 1 liter atau 1000 mL larutan

    Rumus Molaritas [M]

    Dengan demikian:

    Dari rumus diatas, didapatkan rumus-rumus sebagai berikut

    Massa zat = [M × Mr × Volume] ÷ 1000

    Volume = [massa zat × 1000] ÷ [M × Mr]

    Mr = [massa zat × 1000] ÷ [M × Volume]

    Dimana: Mr = massa molekul relatif

    Contoh Soal-1

    Berapa molaritas 7,25 gram Mg[OH]2 yang dilarutkan dalam 250 mL air? [Mr Mg[OH]2  = 58]

    Penyelesaian

    M Mg[OH]2  = [massa zat ÷ Mr] x [1000 ÷ Volume]

    M Mg[OH]2  = [7,25 ÷ 58] x [1000 ÷ 250]

    M Mg[OH]2  = 0,50 M

    Jadi Molaritas Mg[OH]2  = 0,50 M

    Contoh Soal-2

    Berapakah massa NaOH yang harus dilarutkan untuk membuat larutan NaOH 250 mL dengan konsentrasi 1 M? [Mr NaOH = 40].

    Penyelesaian

    Massa NaOH = [M x Mr x Volume] ÷ [1000]

    Massa NaOH = [1 x 40 x 250] ÷ [1000]

    Massa NaOH = 10 gram

    Jadi massa NaOH yang dilarutkan = 10 gram

    Contoh Soal-3

    Berapa volume air pelarut yang diperlukan untuk membuat larutan NaOH 0,5 M dari kristal NaOH yang massanya 10 gram? [Mr NaOH = 40]

    Penyelesaian

    Volume = [massa zat x 1000] ÷ [M x Mr]

    Volume = [10 x 1000] ÷ [0,5 x 40]

    Volume = 500 mL

    Jadi volume air pelarut = 500 mL

    Contoh Soal-4

    Berapa massa molekul relatif [Mr] HCl jika sebanyak 2,28 gram HCl dilarutkan dalam 250 mL air dengan konsentrasi 0,25 M?

    Penyelesaian

    Mr = [massa zat x 1000] ÷ [M x V]

    Mr = [2,28 x 1000] ÷ [0,25 x 250]

    Mr = 36,48 ≈ 38,50

    Jadi Mr [massa molar] HCl = 38,50

    Contoh Soal-5

    Berapakah jumlah mol zat dan massa zat yang terlarut dalam larutan NaCl 0,5 M sebanyak 1000 mL? [Mr NaOH = 40]

    Penyelesaian

    Jumlah mol = M x L

    Jumlah mol = 0,1 x [250 ÷ 1000]

    Jumlah mol = 0,5 mol

    Massa zat = [jumlah mol x Mr]

    Massa zat = 0,5 x 40 = 20 gram

    Massa zat = 20 gram

    Jadi jumlah mol NaOH = 0,5 dan massa NaOH = 20 gram

    B. Molalitas [m]

    Molalitas menyatakan banyaknya mol senyawa atau zat yang terlarut dalam setiap kilogram pelarut. Molalitas dapat dihitung dari nilai molaritas [M] jikalau kerapatan jenis diketahui. Bila diketahui HCl bermolalitas 1 m, artinya terdapat 1 mol HCl anhidrat dalam 1 kg atau 1000 gram pelarut.

    Rumus Molalitas [m]

    Dengan demikian:

    Dari rumus diatas, didapatkan rumus-rumus sebagai berikut

    Massa zat terlarut = [m × Mr × massa pelarut] ÷ 1000

    Massa pelarut = [massa zat terlarut × 1000] ÷ [m × Mr]

    Mr = [massa zat × 1000] ÷ [m × Volume]

    Dimana: Mr = massa molekul relatif

    Contoh Soal-1

    Berapa molalitas 7,25 gram Mg[OH]2 yang dilarutkan dalam 250 gram air? [Mr Mg[OH]2  = 58]

    Penyelesaian

    m Mg[OH]2  = [massa zat terlarut ÷ Mr] x [1000 ÷ massa pelarut]

    m Mg[OH]2  = [7,25 ÷ 58] x [1000 ÷ 250]

    m Mg[OH]2  = 0,50

    Jadi Molalitas Mg[OH]2  = 0,50 m

    Contoh Soal-2

    Berapakah massa NaOH yang terlarut dalam 250 gram air untuk membuat larutan NaOH dengan konsentrasi 1 m? [Mr NaOH = 40].

    Penyelesaian

    Massa NaOH = [m x Mr x massa pelarut] ÷ [1000]

    Massa NaOH = [1 x 40 x 250] ÷ [1000]

    Massa NaOH = 10 gram

    Jadi massa NaOH yang dilarutkan = 10 gram

    Contoh Soal-3

    Berapa gram air pelarut yang diperlukan untuk membuat larutan NaOH 0,5 m dari kristal NaOH yang massanya 10 gram? [Mr NaOH = 40]

    Penyelesaian

    Massa pelarut = [massa zat terlarut x 1000] ÷ [m x Mr]

    Massa pelarut = [10 x 1000] ÷ [0,5 x 40]

    Massa pelarut = 500 gram

    Jadi massa air pelarut = 500 gram

    Contoh Soal-4

    Berapa massa molekul relatif [Mr] HCl jika sebanyak 2,28 gram HCl dilarutkan dalam 250 gram air dengan konsentrasi 0,25 m?

    Penyelesaian

    Mr = [massa zat terlarut x 1000] ÷ [m × massa pelarut]

    Mr = [2,28 x 1000] ÷ [0,25 x 250]

    Mr = 36,48 ≈ 38,50

    Jadi Mr [massa molar] HCl = 38,50

    Contoh Soal-5

    Berapakah jumlah mol dan massa zat yang terlarut dalam larutan NaCl 0,5 m sebanyak 1000 mL? [Mr NaOH = 40]

    Penyelesaian

    Jumlah mol = m × kg

    Jumlah mol = 0,1 x [250 ÷ 1000]

    Jumlah mol = 0,5 mol

    Massa zat = [jumlah mol x Mr]

    Massa zat = 0,5 x 40

    Massa zat = 20 gram

    Jadi jumlah mol NaOH = 0,5 dan massa NaOH = 20 gram

    C. Normalitas [N]

    Normalitas dapat diartikan sebagai jumlah mol ekuivalen dari suatu zat per liter larutan.

    Normalitas adalah ukuran yang menunjukkan konsentrasi pada berat setara dalam gram per liter larutan. Berat ekivalen itu sendiri adalah ukuran kapasitas reaktif molekul yang dilarutkan dalam larutan. Dalam suatu reaksi, tugas zat terlarut adalah menentukan normalitas suatu larutan. Normalitas juga disebut satuan konsentrasi larutan ekivalen.

    Normalitas dapat disingkat dengan huruf “N”, yang merupakan salah satu opsi paling efektif dan berguna dalam proses laboratorium. Normalitas umumnya hampir sama dengan molaritas atau M. Ketika molaritas adalah unit konsentrasi yang mewakili konsentrasi ion terlarut atau senyawa terlarut dalam suatu larutan, normalitas memiliki fungsi yang lebih lengkap, dengan normalitas mewakili konsentrasi molar hanya dari komponen asam atau komponen dasar.

    Komponen asam umumnya jumlah ion H+ yang ada dalam larutan asam, sedangkan komponen basa adalah ion yang larut dalam OH– dalam larutan basa.

    Rumus Normalitas [N]

    Menurut pengertian diatas, normalitas dapat dirumuskan sebagai berat setara zat terlarut dalam satu liter larutan. Normalitas suatu larutan dapat dihitung dengan mengetahui massa dan volume larutan.

    N = [n × Ek] ÷ L  → Ek = jumlah mol ekivalen = n × jumlah mol 

    Jika Molaritas [M] zat diketahui, maka:

    Jika jumlah mol zat diketahui, maka:

    Jika massa zat diketahui, maka:

    Dimana: n = valensi ion H+ atau OH−, Mr = massa molar, M = molaritas, mol = jumlah mol, L = volume larutan

    Contoh Soal-1

    Berapa Normalitas 7,25 gram Mg[OH]2 yang dilarutkan dalam 250 gram air? [Mr Mg[OH]2  = 58]

    Penyelesaian

    Mg[OH]2  → Mg2+  +  2OH-, jadi jumlah valensi ion OH [n] = 2

    N Mg[OH]2  = n x [massa zat terlarut ÷ Mr] x [1000 ÷ volume]

    N Mg[OH]2  = 2 x [7,25 ÷ 58] x [1000 ÷ 250]

    N Mg[OH]2  = 1 N

    Jadi Normalitas Mg[OH]2  = 1 N

    Contoh Soal-2

    Berapa Normalitas H2SO4 dengan Molaritas = 0,25 M?

    Penyelesaian

    H2SO4  → 2H+  +  SO42-, jadi jumlah valensi ion H [n] = 2

    N = M x n

    N = 0,25 x 2

    N = 0,50 N

    Jadi Normalitas H2SO4  tersebut = 0,50 N

    Contoh Soal-3

    Carilah nilai massa [gram] larutan 0,25 N H2SO4 [Mr = 98] dalam 500 mL larutan?

    Penyelesaian

    H2SO4  → 2H+  +  SO42-, jadi jumlah valensi ion H [n] = 2

    Massa zat = [N × Mr × Volume] ÷ [n ×1000]

    Massa zat = [0,25 × 98 × 500] ÷ [2 ×1000]

    Massa zat = [12250] ÷ [2000]

    Massa zat = 6,125 gram

    Jadi massa H2SO4  = 6,125 gram

    D. Fraksi Mol [X]

    Merupakan perbandingan antara jumlah mol [n] suatu komponen dengan jumlah mol semua komponen dalam larutan tersebut, dilmabngkan dengan X.

    Rumus Fraksi Mol [X]

    Dimana: n = jumlah mol zat [massa zat ÷ Mr]. Nilai X biasa juga dinyatakan dalam bentuk persen [%].

    Contoh soal

    Tentukan fraksi mol kedua substansi dalam larutan yang mengandung 36 gram air dan 46 gram gliserin [C3H5[OH]3] jika diketahui Mr air = 18 dan Mr gliserin = 92.

    Penyelesaian:

    ngliserin = gram ÷ Mr  = 46 ÷ 92 = 0,5 mol gliserin

    nair = gram ÷ Mr  = 36 ÷ 18 = 2,0 mol air

    Xgliserin = ngliserin ÷ [ngliserin + nair] = 0,5 ÷ [0,5 + 2,0]= 0,2 → 0,2 × 100% = 20%

    Xair = nair ÷ [ngliserin + nair] = 2,0 ÷ [0,5 + 2,0] = 0,8 → 0,8  × 100% = 80%

    Jadi fraksi mol gliserin adalah 0,2 [20%] dan faksi mol air adalah 0,8 [80%].

    Page 19

    Larutan merupakan campuran yang homogen, yaitu campuran yang memiliki komposisi merata atau serba sama di seluruh bagian volumenya. Larutan [solution] sesungguhnya ditentukan oleh komponen-komponennya, yaitu:

    • Pelarut [solvent], yaitu subtansi yang melarutkan zat. Komponen ini menentukan wujud larutan sebagai gas, padatan atau sebagai zat cair.
    • Zat terlarut [solute], yaitu substansi yang terlarut dalam solvent.

    Misalnya tertulis:

    NaCl [agueous], artinya NaCl sebagai solute dan aqua atau H2O sebagai solvent.

    Untuk mengetahui informasi mengenai jumlah relatif Solut dan Solvent yang ada pada larutan digunakan istilah konsentrasi larutan.

    Konsentrasi larutan adalah jumlah zat yang terlarut dalam setiap satuan larutan atau pelarut. Secara sederhana, konsentrasi larutan dapat memberikan gambaran atau sebuah informasi tentang perbandingan jumlah zat terlarut dan jumlah pelarutnya.

    Konsentrasi larutan dalam satuan fisika, diantaranya adalah:

    1. Jumlah solute per satuan volume larutan,
    2. Persen komposisi,
    3. Part per million [ppm], dan
    4. Massa solute per massa solvent.

    A. Jumlah solute per satuan volume Larutan

    Menyatakan jumlah/banyaknya zat terlarut tiap satu satuan volume larutan. Misalnya pernyataan konsentrasi: 20 gram KCl/ℓ solution, artinya terdapat 20 gram KCl untuk setiap 1 liter larutan.

    Rumus: 

    Contoh soal-1

    Berapa massa AgNO3 diperlukan untuk membuat 60 mL larutan AgNO3 dengan kandungan 0,03 g AgNO3 per mL?

    Penyelesaian:

    Diketahui: Volume larutan AgNO3 = 60 mL, jumlah AgNO3 per volum = 0,03 gram/mL. Massa zat terlarut = …..?

    Massa zat terlarut = jumlah solute per volum × volume larutan

    Massa zat terlarut = [0,03 gram/mL] × [60 mL]

    Massa zat terlarut = 1,80 gram

    Jadi untuk membuat larutan AgNO3 sebanyak 60 mL dengan kandungan 0,03 AgNO3 per mL: membutuhkan AgNO3 sebanyak 1,80 gram

    Contoh soal-2

    Berapa untuk membuat nutrisi hidroponik, ke dalam 15 liter air dilarutkan 150 gram NPK padat. Berapakah kosentrasi atau kandungan NPK dalam larutan nutrisi tersebut?

    Penyelesaian

    Diketehui: volume larutan = 15 liter, massa NPK = 150 gram. Konsentrasi atau kandungan NPK dalam larutan = ….?

    Jumlah solute per volum =  [massa zat terlarut] ÷ [volume pelarut]

    Jumlah solute per volum =  150 gram ÷ 15 liter

    Jumlah solute per volum =  10 gram/liter

    Jadi kandungan NPK dalam larutan adalah: 10 gram NPK per liter air 

    B. Persentase Komposisi

    Menyatakan banyaknya solute dalam setiap 100 satuan larutan. Misalnya tertulis: 10% [v/v] NaCl, artinya dalam setiap 100 ml larutan NaCl terdapat 10 ml NaCl. Bila tertulis 10% [g/g] NaCl, artinya dalam setiap 100 gram larutan terdapat 10 gram NaCl.

    Dalam ilmu kimia, untuk menyatakan konsentrasi larutan sering digunakan istilah persen. Persen dalam konsentrasi larutan dapat dinyatakan menjadi tiga bentuk, yaitu:

    1. Persen berat [%W/W]
    2. Persen volume [%V/V]
    3. Persen berat volume [%W/V]

    Persen berat sering digunakan karena persen ini tidak bergantung pada temperatur suhu.

    B.1. Persen massa [% W/W]

    Persen Massa [% w/w], menyatakan jumlah massa [gram] zat terlarut dalam 100 gram larutan, dan dirumuskan sebagai berikut:

    Rumus:

    Contoh Soal

    Hitunglah berapa % 10 gram NaCl yang dilarutkan dalam 50 gram air.

    Penyelesaian

    Persen massa NaCl = [10 ÷ [10 + 50] × 100%

    Persen massa NaCl = [10 ÷ [10 + 50] × 100%

    Persen massa NaCl = [10 ÷ 60] × 100%

    Persen massa NaCl = 16,67%

    Jadi, persen massa 10 gram NaCl dalam 50 gram air = 16,67%

    B.2. Persen volume [%V/V]

    Persen Volume [%V/V], menyatakan jumlah volume [liter] zat terlarut dalam 100 liter larutan, dan dirumuskan sebagai berikut:

    Rumus:

    Contoh soal

    Hitung persen volume 50 mL alkohol yang dilarutkan dalam 70 mL air.

    Penyelesaian:

    Diketahui: volume zat terlarut = 50 mL; volume zat pelarut = 70 mL

    Volume larutan = Volume zat terlarut + Volume zat pelarut

    Volume larutan = 50 + 70

    Volume larutan = 120 mL

    % volume alkohol = [[Volume zat terlarut] ÷ [Volume larutan]] x 100%

    % volume alkohol = [50 ÷ 120] x 100%

    % volume alkohol = 41,67 %

    Jadi persen volume alcohol = 41,67%

    B.3. Persen massa-volume [%W/V]

    Persen Massa - Volume [%W/V] menyatakan jumlah massa [gram] zat terlarut dalam 100 mL larutan, dan dirumuskan sebagai berikut:

    Rumus: 

    Contoh Soal

    Hitung persen massa-volume 0,25 gram CH3COOH dalam 10 mL larutan cuka dapur ?

    Penyelesaian:

    Diketahui: massa zat terlarut = 0,25 gram; volume larutan = 10 mL

    % massa-volume CH3COOH = [Massa zat terlarut] ÷ [Volume larutan] × 100%

    % massa-volume CH3COOH = [0,25 ÷ 10] ×100%

    % massa-volume CH3COOH = 2,5%

    Jadi persen massa-volume CH3COOH = 2,5%

    C. Parts per million [ppm]

    Satuan konsentrasi ppm [parts per million, "bagian per sejuta"] adalah satuan yang dipakai sebagai satuan nirdimensi yang berasal dari pecahan yang sangat kecil, misalnya konsentrasi larutan atau kelimpahan partikel yang sangat kecil. Misalnya larutan dengan konsentrasi 21 ppm berarti: "Setiap 1.000.000 bagian larutan hanya ada 21 bagian zat terlarut [jika dinyatakan dalam pecahan, konsentrasi ini adalah 21/1000000 atau 0.000021]".

    Rumus Konsentrasi Larutan PPM

    1 ppm = 1 mg/kg atau 1 ppm = 1 mL/L, sehingga diperoleh bentuk rumus sbb:

    ppm = [massa zat terlarut [mg]] ÷ [volume larutan [L]]

    Massa zat terlarut [mg] = ppm × volume larutan [L]

    Volume larutan = [massa zat terlarut [mg]] ÷ ppm

    Contoh Soal-1

    Hitunglah besar ppm 60 gram NPK yang dilarutkan dalam 50 liter air.

    Penyelesaian:

    Diketahui: NPK = 60 gram = 60 x 1000 = 60.000 mg; Volume larutan = 50 L. Konsentrasi NPK = …. ppm?

    ppm NPK = [massa NPK [mg]] ÷ [volume larutan [L]]

    ppm NPK = [60.000 mg] ÷ [50 L]

    ppm NPK= 1200 mg/L, atau

    ppm NPK= 1200 ppm

    Contoh Soal-2

    Diketahui konsentrasi urea sebagai pupuk hidroponik adalah sebesar 1200 ppm pada air sebanyak 25 liter. Hitunglah berapa gram urea yang dilarutkan!

    Penyelesaian:

    Diketahui: konsentrasi urea = 1200 ppm; volume larutan = 25 liter. Massa Urea = … gram?

    Massa Urea terlarut = ppm × volume larutan

    Massa Urea terlarut = 1200 × 25

    Massa Urea terlarut = 30.000 mg

    Massa Urea terlarut = 30 gram

    Contoh Soal-3

    Hitunglah banyak air pelarut jika dilarutkan 25 gram NPK konsentrasi 500 ppm!

    Penyelesaian:

    Diketahui: massa NPK terlarut = 25 gram = 25 x 1000 = 25.000 mg, konsentrasi larutan NPK = 500 ppm. Volume air pelarut = … liter?

    Volume air pelarut = [massa zat terlarut [mg]] ÷ ppm

    Volume air pelarut = [25.000 ] ÷ 500

    Volume air pelarut = 50 L

    Konversi ppm ke persen [%]

    Part per million [ppm atau disebut juga bpj [bagian per juta], tapi kita lebih terbiasa dengan sebutan ppm daripada bpj. Satuan ppm  adalah mg/kg atau mg/L.

    • 1000 ppm = 1 gram/Liter = 1000 mg/L = 1 mg/mL
    • 1 ppm = 1 mg/L = 1 mg/kg = [1 mg /1000000 mg] x 100% = 0,0001%

    Dengan demikian, dirumuskan sebagai berikut:

    Persen = [ppm ] ÷ 10000

    ppm = persen [%]  × 10000

    Contoh Soal

    1. Larutan NPK 1200 ppm = [1200 : 10000]% = 0,12%
    2. Larutan Gandasil-D 0,10%  = [0,10 x 10000] = 1000 ppm

    Soal Latihan

    BAINGAO memiliki tanaman selada yang dibudidayakan secara hidroponik. Tanaman tersebut telah berumur 3 MST. Nutrisi hidroponik yang digunakan adalah pupuk AB-Mix. Sesuai umur tanaman tersebut, kadar atau konsentrasi nutrisi yang direkomendasikan adalah 800 ppm. Jumlah kebutuhan larutan nutrisi tersebut sebanyak 70 liter.

    Pertanyaan

    • Berapa gram pupuk AB-Mix yang harus dilarutkan untuk mendapatkan larutan nutrisi AB-Mix 800 ppm?
    • Berapa persen kadar larutan nutrisi AB-Mix tersebut?
    • Tuliskan langkah-langkah menyediakan larutan nutrisi AB-Mix tersebut.

    Page 20

    Larutan dalam ilmu kimia merupakan campuran dua atau lebih zat yang berbeda secara kimia yang dikatakan homogen pada skala molekuler, larutan memiliki komposisi yang sama pada satu titik dengan komposisi pada titik lainnya dalam campuran. Ketika satu zat dilarutkan ke dalam zat lain, larutan terbentuk. 

    "Larutan merupakan campuran yang homogen, yaitu campuran dua zat atau lebih yang memiliki komposisi merata atau serba sama di seluruh bagian volumenya."

    Larutan [solution] sesungguhnya ditentukan oleh komponen-komponennya, yaitu:

    • Pelarut [solvent] - Merupakan subtansi yang melarutkan zat. Komponen ini menentukan wujud larutan sebagai gas, padatan atau sebagai zat cair.
    • Zat terlarut [solute] - Merupakan substansi yang terlarut dalam solvent.

    Berdasarkan kejenuhannya larutan dibagi kedalam larutan tidak jenuh, larutan jenuh dan larutan lewat jenuh.

    1. Larutan Jenuh. Larutan jenuh adalah larutan yang mengandung jumlah maksimum zat terlarut pada zat tterlarut tertentu pada suhu spesifik.
    2. Larutan Tidak Jenuh. Larutan tak jenuh adalah larutan yang mengandung kurang dari jumlah maksimum zat terlarut dalam pelarut pada temperatur spesifik.
    3. Larutan Lewat Jenuh. Larutan lewat jenuh adalah larutan memiliki jumlah zat terlarut lebih banyak dibanding larutan jenuh pada temperatur spesifik. Seperti dicontohkan penambahan kristal CH3COONa sangat mudah terbentuk pada larutan lewat jenuh.

    Berdasarkan daya hantar listriknya larutan dikelompokkan ke dalam:

    1. Larutan elektrolit lemah. Merupakan larutan yang dalam konsentrasi sama menghantarkan listrik dengan tidak baik, karena zat yang terlarut dalam air terdisosiasi tidak sempurna

    Contohnya larutan asam asetat: CH3COOH [aq] → H+ [aq]   +   CH3COO- [aq]

    1. Larutan elektrolit kuat. Merupakan larutan yang dalam konsentrasi sama dapat menghantarkan listrik dengan baik, karena zat yang terlarut dalam air terdisosiasi sempurna

    Contohnya garam yang dilarutkan dalam air: NaCl [aq] → Na+ [aq]   +   Cl- [aq]

    1. Larutan non-elektrolit. Merupakan larutan yang dalam konsentrasi sama tidak dapat menghantarkan listrik, karena zat yang terlarut dalam air tidak terdisosiasi.

    Contohnya: C12H22O11 [s] → C12H22O11 [aq]

    Tabel 1. Perbedaan antara larutan elektrolit kuat, elektrolit lemah, dan non elektrolit.

    Larutan Elektrolit Kuat

    Larutan Elektrolit Lemah

    Larutan Non Elektrolit

    Merupakan larutan yang dalam konsentrasi  sama dapat menghantarkan listrik dengan baik, karena zat yang terlarut dalam air terdisosiasi sempurna, contohnya garam yang dilarutkan dalam air

    Merupakan larutan yang dalam konsentrasi sama menghantarkan listrik dengan tidak baik, karena zat yang terlarut dalam air terdisosiasi tidak sempurna, contohnya larutan asam asetat

    Merupakan larutan yang dalam konsentrasi sama tidak dapat menghantarkan listrik, karena zat yang terlarut dalam air tidak terdisosiasi, contohnya gula yang dilarutkan dalam air

    NaCl → Na+  + Cl-

    CH3COOH → H+  + CH3COO-

    C12H22O11 → C12H22O11

    Disosiasi sempurna, lampu terang

    Disosiasi Sebagian, lampu redup

    Tidak ada ion, Lampu tidak nyala

    Campuran

    Dalam kehidupan sehari-hari campuran mudah ditemukan, bahkan siapapun mampu membentuk campuran karena campuran dibentuk tanpa melalui reaksi kimia. Contoh campuran adalah tanah, air laut, udara, larutan obat, larutan garam dan lain-lain.

    Konsep yang banyak dipahami Konsep yang Benar
    Pada pelarutan garam, komponen yang terdapat dalam larutan tersebut adalah: Na+, Cl- Pada pelarutan garam, komponen yang terdapat dalam larutan tersebut adalah: Na+, Cl-, H2O, Hidrasi Ion Na+ dan Cl-.

     

    Gambar 1 merupakan ilustrasi proses pelarutan campuran antara garam dan air, dalam larutan tersebut terurai ion Na+, Cl-, NaCl, H2O, Hidrasi ion Na+ dan ion Cl-. Setelah dicampurkan dan diaduk maka garam terlarut dalam air dan terbentuk larutan garam yang berasa asin.

    Gambar 1. Pembentukan Larutan Garam Campuran Antara Garam dan Air

    Berdasarkan reaksi tersebut dapat dikatakan bahwa garam terlarut dan tersebar secara merata di air sehingga membentuk larutan homogen. Dapat disimpulkan bahwa: Campuran adalah penggabungan dua atau lebih zat yang dalam penggabungan ini zat-zat tersebut mempertahankan identitas kimianya masing-masing, dengan kata lain, masih memiliki sifat dari penyusun campuran tersebut dan berbeda dengan senyawa yang memiliki sifat berbeda dengan penyusunnya.

    Contohnya: Proses pencampuran belerang [S] dengan besi [Fe]. Saat sebuk belerang dan besi dicampurkan maka kedua serbuk tersebut dapat dipisahkan dengan cara meletakkan magnet sehingga sebuk besi tertarik oleh magnet. Namun saat campuran serbuk belerang dengan besi tersebut dipanaskan ternyata tidak ada satupun yang tertarik oleh magnet karena campuran magnet dan besi yang dipanaskan membentuk senyawa baru yaitu FeS.

    Campuran tidak selalu berbentuk cair seperti larutan, tetapi campuran dapat ditemukan dalam bentuk padat, cair dan gas. Campuran dapat dibedakan menjadi campuran homogen dan heterogen.

    A. Campuran Homogen

    Campuran homogen adalah campuran yang memiliki komposisi yang sama dan seragam serta tidak ada batas di setiap bagian. Campuran homogen biasa disebut juga dengan larutan. Beberapa contoh dalam kehidupan sehari-hari mengenai zat campuran homogen sebagai berikut:

    • Udara yang dihirup manusia saat melakukan proses penarikan pernafasan mengandung beberapa gas seperti nitrogen, oksigen, karbondioksida, dan uap air dalam keadaan dingin.
    • Minuman sirup terdiri atas beberapa penyusunnya seperti gula buatan, perasa buah, dan pewarna makanan
    • Perunggu dalam benda-benda rumah tangga dalam susunan pembuatnya terdiri atas tembaga dan timah.

    B. Campuran Heterogen

    Campuran heterogen adalah campuran yang memiliki komposisi masing-masing zat yang tidak sama di setiap tempat dalam campuran tersebut. Contohnya: campuran serbuk besi dengan belerang. Saat diaduk campuran tersebut tidak menyatu dan masih dapat dipisahkan menggunakan magnet. Contoh campuran heterogen adalah koloid dan suspensi.

    1. Koloid. Koloid memiliki sifat antara larutan dan suspensi. Secara kasat mata terlihat mirip seperti larutan namun komponen penyusunnya masih dapat dilihat dengan mikroskop. Biasanya terlihat keruh. Contohnya air dan susu.
    2. Suspensi. Suspensi adalah campuran heterogen dimana ukuran partikel yang terdispersi besar dan tersebar merata pada medium pendispersinya. Contoh suspense dalan dunia farmasi adalah obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang terdispersi harus halus dan tidak boleh cepat mengendap. Jika dikocok perlahan-lahan endapan harus segera terdispersi kembali, dapat mengandung zat tambahan untuk menjamin stabilitas suspensi. Salah satu alasan pembuatan suspensi oral adalah karena obat-obat tertentu tidak stabil secara kimia bila ada dalam larutan tetapi stabil bila disuspensi. Perbedaan larutan, loloid, dan suspense dapat dilihat pada Tabel 2.

    Tabel 2. Perbedaan Larutan, Koloid, dan Suspensi

       Larutan  Koloid  Suspensi
     Bentuk  Homogen, tidak dapat dibedakan  heterogen jika diamati dengan mikropskop ultra  heterogen
     
     
     
    Ukuran < 1 nm 1 - 100 nm > 100 nm
    Fase 1 fase 2 fase 2 fase
    Kestabilan stabil umumnya stabil tidak stabil
    Penyaringan tidak dapat disaring tidak dapat disaring kecuali dengan penyaring ultra dapat disaring
    Didiamkan tidak memisah dan tidak mengendap tidak memisah [tahan lama] dan sukar mengendap memisah dan mengendap

    Tabel 3. Perbedaan Campuran dengan Senyawa

    No Senyawa Campuran
    1 Terbentuk melalui reaksi kimia Terbentuk tanpa melalui reaksi kimia
    2 Perbandingan massa unsur tetap Perbandingan massa unsur dan senyawa berubah
    3 Disusun oleh beberapa unsur Disusun oleh beberapa unsur atau beberapa senyawa
    4 Memiliki sifat yang berbeda dengan unsur penyusunnya Masih memiliki sifat penyusunnya
    5 Dapat dipisahkan dengan reaksi kimia Dapat dipisahkan dengan cara fisika

    Rangkuman

    1. Larutan adalah campuran dua zat atau lebih yang terdiri dari zat terlarut dan pelarut. Ukuran partikel larutan sangat kecil, kurang dari 1 mm, sehingga tidak dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop ultra sekalipun dan tidak dapat dibedakan antara zat terlarut dan medium pelarutnya. Contoh larutan gula, kita tidak bisa membedakan mana gula mana air dalam larutan gula.
    2. Campuran adalah materi yang terdiri atas dua macam zat atau lebih dan masih memiliki sifat sifat zat aslinya. Jika kita mencapur minyak dengan air, terlihat ada batas di antara kedua cairan tersebut. Jika kita mencampur dengan alkohol, batas antara keduanya tidak terlihat. Minyak dan air membentuk campuran heterogen.
    3. Campuran heterogen adalah campuran yang tidak serbasama, membentuk dua fasa atau lebih, dan terdapat batas yang jelas di antara fasa-fasa tersebut. Alkohol dan air membentuk campuran homogen. Contoh campuran heterogen: campuran tepung beras dengan air, campuran kapur dengan pasir, dan campuran serbuk besi dengan karbon
    4. Campuran homogen adalah campuran yang serbasama di seluruh bagiannya dan membentuk satu fasa. Contoh campuran homogen: campuran gula atau garam dapur dengan air, air teh yang sudah disaring, dan campuran gas di udara
    5. Campuran homogen biasa disebut larutan. Dan yang membedakan antara campuran dan larutan adalah kalau campuran menimbulkan endapan, atau zat terlarut dan pelarutnya bisa di bedakan dan dapat terlihat. Kalau larutan zat terlarut dan pelarutnya melebur menjadi satu sehingga tidak bisa terlihat mana zat pelarut dan mana zat terlarut dan tidak menimbulkan endapan.

    Ditayangkan: 23 April 2022 Diperbarui: 17 Agustus 2022

    Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề