Rumusan Ekasila yang disampaikan oleh Ir. Soekarno adalah

Sarah Nafisah Sabtu, 28 Agustus 2021 | 09:05 WIB

Rumusan dasar negara menurut Soekarno [Freepik.com]

Bobo.id - Apakah teman-teman tahu rumusan dasar negara menurut Soekarno?

Membuat dasar negara adalah salah satu agenda sidang BPUPKI. Para anggotanya diminta untuk menyampaikan rumusan dasar negara.

Ada tiga tokoh yang memberikan rumusan dasar negara, termasuk Ir. Soekarno. Dua tokoh perumus lainnya adalah Mohammad Yamin dan Prof. Dr. Supomo.

Baca Juga: 7 Fungsi dan Peranan Pancasila bagi Bangsa Indonesia

Rumusan dari ketiga tokoh inilah yang menjadi asal usul lahirnya pancasila sebagai dasar negara Indonesia.

Sekarang, kita cari tahu terlebih dahulu apa saja rumusan dasar negara menurut Soekarno, yuk!

Rumusan Dasar Negara Menurut Soekarno

Soekarno saat itu mengusulkan tiga rumusan dasar negara, yaitu ekasila, trisila, dan pancasila. Berikut adalah isi rumusannya.

Ekasila

1. Gotong royong

Page 2

Page 3

Freepik.com

Rumusan dasar negara menurut Soekarno

Bobo.id - Apakah teman-teman tahu rumusan dasar negara menurut Soekarno?

Membuat dasar negara adalah salah satu agenda sidang BPUPKI. Para anggotanya diminta untuk menyampaikan rumusan dasar negara.

Ada tiga tokoh yang memberikan rumusan dasar negara, termasuk Ir. Soekarno. Dua tokoh perumus lainnya adalah Mohammad Yamin dan Prof. Dr. Supomo.

Baca Juga: 7 Fungsi dan Peranan Pancasila bagi Bangsa Indonesia

Rumusan dari ketiga tokoh inilah yang menjadi asal usul lahirnya pancasila sebagai dasar negara Indonesia.

Sekarang, kita cari tahu terlebih dahulu apa saja rumusan dasar negara menurut Soekarno, yuk!

Rumusan Dasar Negara Menurut Soekarno

Soekarno saat itu mengusulkan tiga rumusan dasar negara, yaitu ekasila, trisila, dan pancasila. Berikut adalah isi rumusannya.

Ekasila

1. Gotong royong

Ada kekhawatiran diantara masyarakat dengan dikembalikannya peringatan Hari Lahir Pancasila kepada tanggal 1 Juni akan mengganti Pancasila dari lima dasar menjadi trisila [tiga dasar] dan ekasila [satu dasar]. Menanggapi isu tersebut, Kepala Pusat Studi Pancasila UGM, Agus Wahyudi, menegaskan bahwa dikembalikannya peringatan Hari Lahir Pancasila kepada tanggal 1 Juni tidak akan menggantikan lima dasar Pancasila tersebut. Agus mengatakan bahwa narasi yang menggiring adanya penggantian Pancasila itu merupakan sebuah narasi yang keliru. 

“Kita tidak tahu persis mengapa narasi ini berkembang dan bagaimana kejadiannya, tapi saya kira ini narasi yang tidak produktif dan salah arah,” tutur Agus, Selasa [1/6] 

Apalagi menurut Agus, Pancasila dengan lima dasar negara telah termaktub dalam Pembukaan UUD 1945. Sebagaimana yang diketahui, UUD 1945 berkedudukan sebagai hukum dasar atau hukum tertinggi di Indonesia.  Semua hal dalam kenegaraan Republik Indonesia kemudian harus mengacu kepada UUD 1945 ini.

“Setiap saat kita berbicara Pancasila sebagai dasar negara, rujukan kita adalah Pancasila yang ada dalam pembukaan UUD 1945 sebagaimana disahkan  sidang PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Jadi, kekhawatiran tentang penghapusan Pancasila menjadi eka sila atau trisila itu tidak perlu terjadi,” tambah Agus. 

Untuk itu, Agus berharap masyarakat dapat mempelajari kembali dan memahami fakta-fakta sejarah pada tanggal 1 Juni dengan lebih matang.  

Peringatan Hari Lahir Pancasila pada tangal 1 Juni mengacu kepada sejarah dicetuskannya Pancasila oleh Ir. Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945, lebih tepatnya dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia [BPUPKI] yang pertama. Sebelumnya, Indonesia tidak memperingati hari kelahiran Pancasila tanggal 1 Juni ini. Ditetapkannya tanggal 1 Juni sebagai hari lahir Pancasila seperti sekarang ada setelah Presiden Joko Widodo mengeluarkan Keputusan Presiden [Kepres] No. 24 tentang Hari Lahir Pancasila.  

Namun, apakah peringatan hari lahir Pancasila baru ada setelah tahun 2016? Jawabannya adalah tidak. Agus menjelaskan bahwa peringatan Pancasila 1 Juni telah ada dan dilakukan pada awal-awal pemerintahan Orde Baru. Namun, setelah pemerintahan Orde Baru berhasil mengonsolidasikan kekuasaannya, Agus mengatakan bahwa fakta sejarah dimana Pancasila dicetuskan pada tanggal 1 Juni kemudian diubah atau dikesampingkan. Pada saat itu, 1 Juni hanya dianggap ketika Presiden Soekarno berpidato. Untuk memperingati Pancasila, Pemerintahan Orde Baru kemudian menetapkan 1 Oktober sebagai Hari Kesaktian Pancasila.  

“Jangan lupa, di masa awal Orde Baru Soeharto, Peringatan Pancasila 1 Juni juga pernah dilakukan, hanya setelah pemerintahan Orde Baru Suharto yang otoritarian berhasil mengonsolidasikan kekuasaannya, kenyataan sejarah bahwa Pancasila dicetuskan pada 1 Juni ini kemudian diganti atau diubah,” kata Agus. 

Lalu, terkait kekeliruan dalam memahami Trisila dan Ekasila, Agus menuturkan bahwa gagasan Ir. Soekarno dalam pidato 1 Juni 1945, terkait Trisila dan Ekasila, sebenarnya tidak terpisahkan dan menjadi penting dalam sejarah Pancasila. Diketahui, pada sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945 tersebut, Ir. Soekarno mengusulkan lima dasar negara, yakni [1] Kebangsaaan Indonesia, [2] Internasionalisme atau perikemanusiaan, [3] Mufakat atau Demokrasi, [4] Kesejahteraan sosial, dan [5] Ketuhanan yang Maha Esa. Disamping itu, Ir. Soekarno juga diketahui menawarkan dua alternatif lain, yakni trisila dan ekasila. Keduanya dimaksudkan merupakan ringkasan dari lima sila yang diusulkan di atas untuk mengisi kemungkinan jika ada pihak dalam forum BPUPKI yang menginginkan dasar negara dalam jumlah bilangan lain, selain lima. 

Dalam Trisila, Ir. Soekarno mengusulkan socio-nationalism, socio democratie, dan Ketuhanan. Sedangkan peringkasan menjadi Ekasila, Ir. Soekarno mengusulkan menjadi gotong royong. Namun, sebagaimana yang telah diketahui, sidang pertama BPUPKI yang berakhir tanggal 1 Juni 1945 menetapkan Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia. 

Penulis: Muhammad Aji Maulana

Lihat Foto

DOK KOMPAS/HANDINING

Ilustrasi Pancasila

KOMPAS.com - Dalam beberapa hari terakhir, pemberitaan Tanah Air tengah diramaikan dengan isu Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila [RUU HIP].

Di dalam Pasal 7 draf RUU tersebut tertulis adanya konsep Trisila sebagai ciri pokok Pancasila, dan Ekasila sebagai bentuk kristalisasi Trisila.

Hal ini yang kemudian mendatangkan kontroversi, karena dianggap mengubah Pancasila sekaligus nilai-nilai di dalamnya.

Berikut ini bunyi Pasal 7 ayat [2] RUU HIP:

[2] Ciri Pokok Pancasila berupa trisila, yaitu: sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan.

[3] Trisila sebagaimana dimaksud pada ayat [2] terkristalisasi dalam ekasila, yaitu gotong-royong.

Lalu, apa sebenarnya Trisila dan Ekasila itu?

Baca juga: PDI-P Usul Nama RUU HIP Diubah Jadi RUU Pembinaan Ideologi Pancasila

Konsep Trisila dan Ekasila

Merunut sejarah pembentukan Pancasila di masa menjelang kemerdekaan Indonesia 1945, konsep Trisila dan Ekasila disampaikan oleh Presiden Soekarno sebagai alternatif Pancasila yang ditawarkannya.

Saat itu, lima dasar negara yang disampaikan Soekarno dalam sidang BPUPKI 1 Juni 1945 adalah:

1. Kebangsaan Indonesia2. Internasionalisme atau perikemanusiaan3. Mufakat atau demokrasi4. Kesejahteraan sosial

5. Ketuhanan yang Maha Esa

Dikutip dari Magdalena [2019], dalam kesempatan sidang itu, Soekarno juga menawarkan alternatif lain sebagai dasar negara Indonesia, yakni Trisila dan Ekasila.

Baca juga: Soal RUU HIP, Pimpinan Baleg Jamin DPR Perhatikan Aspirasi Publik

Alternatif itu disampaikan barangkali ada yang tidak setuju dengan bilangan 5 dan menginginkan bilangan yang lain.

Tidak hanya itu, dua alternatif Trisila dan Ekasila disampaikan sebagai dasar dari segala dasar lima sila yang disebutkan sebelumnya.

"Alternatifnya bisa diperas menjadi Trisila, bahkan bisa dikerucutkan lagi menjadi Ekasila," tulis Magdalena.

Dasar negara yang diusulkan Soekarno melalui Trisila adalah socio-nationalisme, socio democratie, dan Ketuhanan. Sementara Ekasila berisi satu hal, gotong-royong.

Menurut Ir Soekarno, negara Indonesia yang kita dirikan haruslah berdasarkan asas gotong royong tersebut.

Namun, di akhir sidang, konsep Trisila dan Ekasila tidak terpilih oleh forum, dasar negara disepakati adalah Pancasila.

"Ini bukan kelemahan Ir Soekarno, melainkan merefleksikan keluasan wawasan dan kesiapan berdialog dari seorang negarawan besar," sebut Magdalena.

Baca juga: Tanggapi Penolakan RUU HIP, Anggota Fraksi PDI-P: Tak Usah Dipolitisasi, Nanti Habis Energi

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link //t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề