Sebutkan 5 hasil kebudayaan megalitikum dan jelaskan masing masing kegunaannya

Megalitikum adalah kebudayaan yang menghasilkan bangunan-bangunan dari batu-batu besar. Kebudayaan ini kemungkinan berkembang setelah berkembangnya budaya logam. Hasil-hasil kebudayaan Megalitikum lebih difungsikan sebagai penunjang kehidupan religius. Peninggalan megalitik cukup bervariasi dalam tata rias. Nama-nama mereka sering [tetapi tidak selalu] mencerminkan bagian utama dari kompleks mereka, tetapi bukti arkeologi di banyak situs terus mengungkapkan kompleksitas yang tidak diketahui sebelumnya. Berikut ini adalah daftar hasil kebudayaan Megalitikum:

Menhir

Menhir adalah bangunan tugu batu yang didirikan sebagai penghormatan terhadap roh nenek moyang. Menhir juga menjadi tempat untuk memperingati kepala suku yang telah meninggal. Menhir dalam pembuatannya, ada yang didirikan tunggal, namun ada pula yang ditempatkan bersamaan dengan punden berundak. Menhir biasanya didirikan secara tunggal atau berkelompok sejajar di atas tanah, namun pada beberapa tradisi juga ada yang diletakkan terlentang di tanah. Menhir, bersama-sama dengan dolmen dan sarkofagus, adalah megalit. Sebagai salah satu penciri utama budaya megalitik, pembuatan menhir telah dikenal sejak periode Neolitikum [mulai 6000 Sebelum Masehi].

hasil kebudayaan Megalitikum

Dolmen

Dolmen adalah bangunan dari batu yang menyerupai meja yang biasanya berkaitan dengan menhir. Dolmen berfungsi sebagai tempat meletakan sesaji kepada nenek moyang. Dolmen yang merupakan tempat pemujaan misalnya ditemukan di Telagamukmin, Sumberjaya, Lampung Barat. Dolmen yang mempunyai panjang 325 cm, lebar 145 cm, tinggi 115 cm ini disangga oleh beberapa batu besar dan kecil. Hasil penggalian tidak menunjukkan adanya sisa-sisa penguburan. Benda-benda yang ditemukan pada umumnya dolmen banyak ditemukan di Jawa Timur dan Sumatera Selatan Dolmen merupakan hasil kebudayaan megalitikum, dimana pada zaman megalit bangunannya selalu berdasarkan kepercayaan akan adanya hubungan antara yang hidup dan yang mati terhadap kesejahtraan masyarakat dan kesuburan tanaman.

Punden Berundak

Punden Berundak adalah bangunan yang terbuat dari batu yang disusun bertingkat-tingkat. Punden berundak difungsikan sebagai tempat pemujaan terhadap roh nenek moyang yang telah meniggal. Struktur dasar punden berundak ditemukan pada situs-situs purbakala dari periode kebudayaan Megalit-Neolitikum pra-Hindu-Buddha masyarakat Austronesia, meskipun ternyata juga dipakai pada bangunan-bangunan dari periode selanjutnya, bahkan sampai periode Islam masuk di Nusantara. Persebarannya tercatat di kawasan Nusantara sampai Polinesia, meskipun di kawasan Polinesia tidak selalu berupa undakan, dalam struktur yang dikenal sebagai marae oleh orang Maori.

Sarkofagus

Sarkofagus berbentuk seperti lesung, namun mempunyai tutup. Umumnya terbuat dari batu utuh. Sarkofagus biasanya disertai dengan bekal kubur seperti periuk atau perhiasan. Benda ini banyak ditemukan di Pulau Bali. Sarkofagus sering disimpan di atas tanah oleh karena itu sarkofagus seringkali diukir, dihias dan dibuat dengan teliti. Beberapa dibuat untuk dapat berdiri sendiri, sebagai bagian dari sebuah makam atau beberapa makam sementara beberapa yang lain dimaksudkan untuk disimpan di ruang bawah tanah. Di Mesir kuno, sarkofagus merupakan lapisan perlindungan bagi mumi keluarga kerajaan dan kadang-kadang dipahat dengan alabaster

Waruga

Kubur batu ini berbentuk kubus atau bulat. Waruga banyak ditemukan di Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah. Mula-mula Suku Minahasa jika mengubur orang meninggal sebelum ditanam terlebih dulu dibungkus dengan daun woka [sejenis janur]. Lambat laun, terjadi perubahan dalam kebiasaan menggunakan daun woka. Kebiasaan dibungkus daun ini berubah dengan mengganti wadah rongga pohon kayu atau nibung kemudian orang meninggal dimasukkan ke dalam rongga pohon lalu ditanam dalam tanah. Baru sekitar abad IX Suku Minahasa mulai menggunakan waruga. Orang yang telah meninggal diletakkan pada posisi menghadap ke utara dan didudukkan dengan tumit kaki menempel pada pantat dan kepala mencium lutut. Tujuan dihadapkan ke bagian Utara yang menandakan bahwa nenek moyang Suku Minahasa berasal dari bagian Utara. Sekitar tahun 1860 mulai ada larangan dari Pemerintah Belanda menguburkan orang meninggal dalam waruga.

Tabel  Jenis Bangunan Megalitikum

Jenis Bentuk Fungsi Tempat Temuan
Dolmen Bangunan meja batu Umumnya dipakai sebagai tempat meletakan sesaji Bondowoso dan Jawa Timur
Menhir Tugu Batu Tanda peringatan suatu peristiwa atau sebagai tempat pemuajaan terhadap roh leluhur atau nenek moyang Sumatra Selatan, Sulawesi Tengah dan Kalimantan
Punden Berundak Bangunan dari batu yang bertingkat dilengkapi dengan menhir. Bangunan ini dikatakan sebagai proto tipe Candi Borobudur Pemujaan terhadap roh leluhur Lebak Sibedug, Banten
Sarkofagus Kubur batu yang berbentuk lesung dan memiliki tutup Sebagai peti mati Bali dan Jawa Barat
Arca Binatang dan Juga manusia Perwujudan nenek moyang Jawa dan Sumatra
Waruga Kubur batu yang terbuat dari batu yang utuh dan berbentuk bulat Peti kubur Sulawesi Tengah dan Utara

Salah satu zaman pada masa prasejarah terjadi pada zaman batu, diantaranya adalah zaman Megalitikum. Nama Megalitikum atau zaman batu besar berasal dari kata Mega yang artinya besar dan Lihikum/Lithos yang berarti batu. Dinamakan zaman batu besar karena dalam sejarah manusia purba, manusia yang hidup pada masa itu menggunakan batu berukuran besar sebagai peralatan kesehariannya. Zaman ini berkembang sejak akhir masa Neolithikum. Ciri – ciri zaman megalitikum terdapat pada fosil – fosil yang ditemukan, yang mengungkap bahwa manusia purba pada zaman itu sudah mengenal pembagian kerja, memiliki pemimpin atau kepala suku, juga telah mengenal dan memanfaatkan logam untuk peralatan sehari – hari, dan sudah menerapkan sistem cocok tanam, memiliki norma – norma dan sistem hukum rimba [primus interprecis] yaitu memilih pemimpin yang terkuat.

Manusia purba yang menghuni zaman ini dan membuat berbagai hasil karya untuk menunjang keperluan hidupnya adalah Meganthopus Paleojavanicus, Pithecanthropus Erectus, Pithecanthropus Mojokertensis, dan Pithecanthropus Soloensis. Bukti – bukti peninggalan prasejarah zaman Megalitikum yang masih dapat dijumpai sampai sekarang turut memberi penegasan mengenai keberadaan zaman ini dan penghuninya.

1. Dolmen

Dolmen adalah bangunan yang terbuat dari batu berbentuk besar, pipih dan horizontal digunakan sebagai tempat untuk sesaji dan tempat pemujaan terhadap nenek moyang  yang terkadang juga berfungsi sebagai penutup sarkofagus. Dolmen biasanya diletakkan di lokasi yang dianggap keramat atau di tempat dimana kerap dilakukan upacara pemujaan terhadap leluhur purba. Terkadang di bawah dolmen digunakan sebagai tempat untuk meletakkan mayat agar tidak dimakan oleh binatang buas. Penemuan dolmen sebagai peninggalan prasejarah zaman Megalitikum banyak ditemui di Besuki, Jawa Timur yang dikenal dengan nama pandhusa.

2. Kubur Batu

Peninggalan zaman Megalitikum ini adalah tempat menyimpan jenazah yang terbuat dari batu, biasanya digunakan sebagai tempat penguburan atau stonecists untuk para tetua di lingkungan masyarakat masa megalith. Bentuknya menyerupai bangunan kuburan yang bisa dilihat pada masa sekarang. Sebagian besar dari kubur batu yang ditemukan terletak membujur dari arah timur ke barat. Kubur batu banyak ditemukan di Bali, Pasemah [Sumsel], Wonosari [Yogyakarta], Cepu [Jawa Tengah] dan  Cirebon [Jawa Barat]. Ketahui juga mengenai kebudayaan zaman neolitikum, hewan prasejarah paling mengerikan, fosil di Indonesia dan zaman kuarter.

3. Sarkofagus

Sarkofagus merupakan peninggalan prasejarah zaman Megalitikum berupa peti jenazah mirip dengan alat kubur batu, hanya saja bentuknya lebih menyerupai palung atau lesung terbuat dari batu utuh dan memiliki penutup. Di dinding muka sarkofagus biasanya terdapat ukiran manusia atau binatang yang dianggap memiliki kekuatan magis pada waktu itu. Penemuan sarkofagus di Indonesia banyak ditemukan di Bali dan Bondowoso [Jawa Timur].

4. Punden Berundak

Bangunan yang disusun secara bertingkat ini dimaksudkan untuk melakukan pemujaan terhadap roh nenek moyang dan kemudian menjadi konsep dasar dari candi – candi pada masa Hindu – Budha. Struktur dasar dari punden berundak ditemukan pada situs – situs purbakala yang berasal dari periode kebudayaan Megalith – Neolitikum pada masa pra Hindu – Buddha masyarakat Astronesia. Juga ditemukan bahhwa punden berundak juga telah digunakan pada bangunan – bangunan dari periode selanjutnya hingga masuknya Islam ke Nusantara. Penyebaran punden berundak tercatat mulai Nusantara hingga Polinesia, walaupun pada kawasan Polinesia berupa struktur yang dikenal dengan nama Marae oleh orang Maori, tidak selalu berupa undakan. Contoh punden berundak digunakan pada Candi Borobudur, Candi Ceto dan kompleks pemakaman raja – raja Mataram di Imogiri.

5. Menhir

Menhir adalah salah satu peninggalan sejarah berupa tugu batu yang tegak dan sengaja ditempatkan di satu lokasi untuk memperingati orang yang sudah meninggal. Batu ini menjadi media penghormatan dan lambang untuk orang – orang yang meninggal tersebut. Batuan menhir serupa dengan dolmen dan cromlech, berasal dari periode Neolitikum yang banyak ditemukan di Perancis, Inggris, Irlandia, Spanyol dan Italia. Menhir juga disebut sebagai megalith atau batu besar karena ukurannya tersebut. Situs menhir dipercaya para ahli digunakan untuk tujuan religius dan bermakna simbolis untuk menyembah nenek moyang.

6. Arca Batu

Di beberapa area wilayah Indonesia banyak ditemukan arca batu, diantaranya di Pasemah, Sumatera Selatan dan Sulawesi Tenggara. Bentuknya dapat menyerupai binatang atau manusia yang berciri negrito. Di Pasemah terdapat arca yang dinamakan Batu Gajah, yaitu sebongkah batu besar bulat yang diatasnya ada pahatan wajah manusia. Kemungkinan pahatan tersebut adalah perwujudan dari nenek moyang yang kerap menjadi objek pemujaan. Arca dalam agama Hindu sama dengan Murti atau Murthi, merujuk pada citra yang menggambarkan roh atau jiwa Ketuhanan [Murta]. Murti adalah wujud dari aspek Ketuhanan atau dewa – dewi, yang fungsinya menjadi sarana untuk berkonsentrasi kepada Tuhan dalam kegiatan pemujaan.

7. Waruga

Peninggalan prasejarah zaman Megalitikum ini adalah kubur batu yang tidak bertutup dan banyak ditemukan pada situs di Gilimanuk, Bali. Waruga adalah kubur dari leluhur orang Minahasa yang terbuat dari batu dan terdiri dari dua bagian, yang atas berbentuk seperti segitiga mirip dengan bubungan atap rumah dan bagian bawahnya berbentuk kotak dengan ruang di tengahnya.

8. Batu Lumpang

Peninggalan ini adalah struktur batu yang di tengahnya terdapat cekungan dari hasil kebudayaan Megalitikum. Dikenal juga sebagai batu berlubang, fungsinya sebagai alat upacara untuk arwah para leluhur dan digunakan dalam pembuatan makanan untuk persembahan kepada leluhur. Lokasi penemuan batu lumpang berada di Situs Pasir Lulumpang di Garut dan Situs Patakan di Lamongan, Jawa Tengah.

9. Batu Dakon

Dikenal juga sebagai batu congklak, batu dakon adalah prasasti yang terbuat dari batu. Batu ini memiliki beberapa cekungan pada permukaan bagian atasnya. Batu dakon antara lain ditemukan di Bogor dan Purbalingga. Ketahui juga mengenai jenis – jenis manusia purba di Indonesia dan fungsi artefak.

10. Batu Kenong

Hasil dari kebudayaan Megalitik ini berupa batu berbentuk silinder atau bulat dan memiliki tonjolan di bagian atas. Bentuknya mirip dengan musik gamelan kenong, dan ditemukan di Bondowoso serta Kreongan Jember. Ketahui juga mengenai zaman logam besi.

Situs Megalitikum Indonesia

Beberapa peninggalan prasejarah zaman Megalitikum bisa dilihat dari berbagai situs yang ada di Indonesia, antara lain:

  • Situs Pasemah – Lokasi situs ini berada di kawasan Dataran Tinggi Pasemah, Pegunungan Bukit Barisan, Sumatera Selatan. Terdapat dua batu yang mencolok di situs ini, yaitu batu berbentuk manusia bertubuh tambun yang sedang membungkuk, kepalanya menghadap ke depan dengan posisi agak menengadah. Sedangkan batu satunya berbentuk gajah. Ada juga arca batu besar, alat – alat batu, tembikar, bilik batu dan menhir.
  • Situs Gunung Padang – Situs ini terletak di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat dan merupakan salah satu situs peninggalan prasejarah zaman Megalitikum terbesar di Asia Tenggara. Tinggi dan luas situs Gunung Padang yang pertama kali ditemukan pada 1914 oleh Belanda diperkirakan melebihi Candi Borobudur dan lebih tua daripada Piramida Giza. Konon dipercaya bahwa situs ini adalah salah satu dari tahta Prabu Siliwangi yang memerintah Pajajaran.
  • Situs Kampung Bena, NTT – Kampung Bena terletak di Kabupaten Benawa, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur adalah daerah permukiman yang sudah ada sejak zaman Megalitikum dan masih bertahan sampai sekarang. Masyarakatnya bahkan masih mempraktikkan tradisi dan budaya yang ada sejak 1200 tahun lalu di kampung yang dikelilingi Gunung Inerie ini. Penduduk yang tinggal di Kampung Bena terbagi menjadi 9 klan yaitu Dizi, Dizi Azi, Wahtu, Deru Lalulea, Deru Solamae, Ngada, Khopa, Ago dan Bena yang menjadi pendiri kampung. Setiap klan hidup di tingkat yang berbeda dengan klan Bena yang dianggap sebagai klan paling tua di tengah. Rumah tradisional penduduk berjumlah 40 buah mengelilingi sebuah struktur dari batu.

Megalitikumpeninggalan bersejarahpeninggalan megalitikumZaman Prasejarah

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề