Siapakah khalifah Abbasiyah yang meletakkan dasar dasar yang kuat untuk ekonomi dan keuangan negara?

Bani Abbasiyah Golden Age Peradaban Islam

Oleh Ade Priangani

Sejarah telah mengukir pada masa Dinasti Abbasiyah, umat Islam benar-benar berada di pucak kejayaan dan memimpin peradaban dunia saat itu.

Masa pemerintahan ini merupakan golden age dalam perjalanan sejarah peradaban Islam.

Daulat Abbasiyah berkuasa kurang lebih selama lima abad [750-1258 M].

Pemerintahan yang panjang tersebut dapat dibagi dalam tiga periode. Pembagian periodisasi ini diasumsikan bahwa pada periode pertama, perkembangan di bidang tata kelola pemerintahan masih menunjukan grafik vertikal, stabil dan dinamis.

Periode II, kejayaan terus merosot sampai datangnya pasukan Tartar yang berhasil menghancurkan Dinasti Abbasiyah, dan Periode Ketiga, tidak memiliki wilayah kekuasaan dan hanya berperan sebagai simbol pemersatu dunia Islam.

Periode I adalah masa antara tahun 750-945 M, yaitu mulai pemerintahan Abu Abbas sampai Al-Mustakfi termasuk Al Mansur sebagai khalifah kedua.

Dengan urutan khalifah sebagai berikut : ‘Abdullah As-Saffah [750-754], ‘Abdullah Al-Manshur [754-775], Muhammad Al-Mahdi [775-785], Musa Al-Hadi [785-786], Harun Ar-Rasyid [786-809], Muhammad Al-Amin [809-813], ‘Abdullah Al-Ma’mun [813-833], Muhammad Al-Mu’tashim Billah [833-842], Harun Al-Watsiq Billah [842-847], Ja’far Al-Mutawakkil ‘Alallah [847-861], Muhammad Al-Muntashir Billah [861-862], Ahmad Al-Musta’in Billah [862-866], Muhammad Al-Mu’tazz Billah [866-869], Muhammad Al-Muhtadi Billah [869-870], Ahmad Al-Mu’tamid ‘Alallah [870-892], Ahmad Al-Mu’tadhid Billah [892-902], ‘Ali Al-Muktafi Billah [902-908], Ja’far Al-Muqtadir Billah [908-932], Muhammad Al-Qahir Billah [932-934], Muhammad Ar-Radhi Billah [934-940], Ibrahim Al-Muttaqi Lillah [940-944], ‘Abdullah Al-Mustakfi Billah [944-946].

Dalam masa permulaan pemerintah Abbasiyah, pertumbuhan ekonomi dapat dikatakan cukup stabil dan menunjukkan angka vertikal. Devisa negara penuh berlimpah.

Khalifah Al-Mansur merupakan tokoh ekonom Abbasiyah yang telah mampu meletakkan dasar-dasar yang kuat dalam bidang ekonomi dan keuangan negara.

Di sektor pertanian, daerah-daerah pertanian diperluas di segenap wilayah negara, bendungan-bendungan dan digali kanal-kanal sehingga tidak ada daerah pertanian yang tidak terjangkau oleh irigasi.

Di sektor perdagangan, kota Bagdad di samping sebagai kota politik, agama dan kebudayaan,juga merupakan kota perdagangan yang terbesar di dunia pada saat itu. Sedangkan kota Damaskus merupakan kota kedua.

Sungai Tigris dan Efrat menjadi pelabuhan transmisi bagi kapal-kapal dagang dari berbagai penjuru dunia.

Terjadinya kontak perdagangan tingkat internasional ini semenjak khalifah Al-Mansur.

Selain al-Mansur, khalifah lain yang populer adalah Harun Ar-Rasyid. Dia adalah raja agung pada zamannya. Konon, kehebatannya hanya dapat dibandingkan dengan Karel Agung [742 M-814 M] di Eropa.

Pada masa kekuasaannya, Baghdad ibu kota Abbasiyah, menjelma menjadi metropolitan dunia. Jasanya dalam bidang ilmu pengetahuan dan peradaban hingga abad ke-21 masih dirasakan dan dinikmati masyarakat dunia.

Harun Ar-Rasyid yang lahir pada 17 Maret 763 M di Rayy, Teheran, Iran, berayah Khalifah Al-Mahdi bin Abu Ja’far Al-Mansur dan Ibun Khaizuran dari Yaman, memerintah antara tahun 786 hingga 803.

Pada masa pemerintahannya mampu mewujudkan keamanan, kedamaian serta kesejahteraan rakyat; Membangun kota Baghdad yang terletak di antara sungai eufrat dan tigris dengan bangunan-bangunan megah;

Membangun tempat-tempat peribadatan; Membangun sarana pendidikan, kesenian, kesehatan, dan perdagangan; Mendirikan Baitul Hikmah, sebagai lembaga penerjemah yang berfungsi sebagai perguruan tinggi, perpustakaan, dan penelitian; Membangun majelis Al-Muzakarah, yakni lembaga pengkajian masalah-masalah keagamaan yang diselenggarakan di rumah-rumah, masjid-masjid, dan istana.

Ia memiliki seorang kadi [penasihat kerajaan] yang sangat cerdas yang dikenal dengan nama Abu Nawas, sebagai salah satu tokoh dalam kitab 1001 malam yang amat populer.

Namanya diabadikan sebagai pemimpin yang baik dan dikenang sepanjang masa. Ar-Rasyid dikatakan sebagai bapak khalifah Abbasiah, karena 3 [tiga] orang anaknya menjadi khalifah.

Figur lain yang cukup populer adalah putra kedua dari Harun ar-Rasyid, yaitu al-Makmun. Masa pemerintahannya dipandang sebagai masa keemasan yang melanjutkan kebesaran yang dicapai ayahnya.
Pada masanya, al-Makmun berhasil menyelesaikan apa yang telah dimulai oleh kakeknya, Al-Manshur, yaitu menerjemahkan buku-buku ilmu pengetahuan dan filsafat, serta karya orang-orang terdahulu ke dalam bahasa Arab.

Untuk mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan saat itu, Khalifah Al-Makmun memperluas Baitul Hikmah [Darul Hikmah] yang didirikan ayahnya, Harun Ar-Rasyid, sebagai Akademi Ilmu Pengetahuan pertama di dunia.

Baitul Hikmah diperluas menjadi lembaga perguruan tinggi, perpustakaan, dan tempat penelitian.
Lembaga ini memiliki ribuan buku ilmu pengetahuan.

Lembaga lain yang didirikan pada masa Al-Makmun adalah Majalis Al-Munazharah sebagai lembaga pengkajian keagamaan yang diselenggarakan di rumah-rumah, masjid-masjid, dan istana khalifah.
Lembaga ini menjadi tanda kekuatan penuh kebangkitan Timur, di mana Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan ilmu pengetahuan dan puncak keemasan Islam.

Pengorbanan beliau dalam memajukan Islam sangat besar sehingga al- Ma’mun mampu mewujudkan keamanan, kedamaian serta kesejahteraan rakyat; Membangun kota Baghdad dengan bangunan-bangunan megah.

Khalifah terkenal lainnya adalah Al-Mu’tasim atau juga disebut dengan Mu’tasim Billah adalah seorang pemimpin bani Abbasiyah yang terkenal kuat fisiknya dan sangat pemberani.

Nama aslinya adalah Abu Ishaq Muhamad bin Ar-Rasyid bin Al-Mahdi bin Al-Manshur, yang merupakan adik dari al-makmun.

Periode II adalah masa antara tahun 945-1258 M, yaitu masa Al-Mu’ti sampai Al-Mu’tasim, dengan urutan sebagai berikut : Fadhl Al-Muthi’ Lillah [946-974], ‘Abdul Karim Ath-Tha’i Lillah [974-991], Ahmad Al-Qadir Billah [991-1031], Abdullah Al-Qa’im Bi Amrillah [1031-1075], ‘Abdullah Al-Muqtadi Bi Amrillah [1075-1094], Ahmad Al-Mustazh’hir Billah [1094-1118], Al-Fadhl Al-Mustarsyid Billah [1118-1135], Manshur Ar-Rasyid Billah [1135-1136], Muhammad Al-Muqtafi Li Amrillah [1136-1160], Yusuf Al-Mustanjid Billah [1160-1170], Hasan Al-Mustadhi’ Bi Amrillah [1170-1180], Ahmad An-Nashir Li Dinillah [1180-1225], Muhammad Azh-Zhahir Bi Amrillah [1225-1226], Manshur Al-Mustanshir Billah [1226-1242], ‘Abdullah Al-Musta’shim Billah [1242-1258].

Pada periode kedua ini ke-khalifahan Islam mengalami penurunan kekuatan, dikarenakan mulai masa pemerintahan Fadhl Al-Muthi’ Lillah, khalifah tidak lagi memiliki kekuasaan yang besar, melainkan hanya sebagai lambang kekuasaan semata.

Sedangkan kekuasaan sepenuhnya berada di tangan Muiz Ad-Daulah dari Bani Buwaih. Khalifah hanya didampingi oleh seorang sekretaris yang bertugas mencatat dan mengurus anggaran belanja sang Khalifah.

lihat foto

Istimewa

Slamet Tuharie - Slamet Tuharie - Manajer Program NUCARE-LAZISNU 

Oleh: Slamet Tuharie

Di masa kekuasaan Bani Abbasiyah, Baitul Maal memiliki fungsi yang semakin luas. Pada kepemimpinan Abdullah al-Saffah [750-754 M] dana Baitul Maal lebih banyak diberikan kepada para sahabat dan tentara.

Karena hal tersebut, maka ketika khalifah al-Mansyur [754 – 775 M] yang menggantikan al-Saffah berkuasa, perbendaharaan negara sangatlah minim.

Oleh karena itu, al-Mansyur bersikap keras dalam peneguhan kedudukan keuangan Negara.

Kebijakan al-Mansyur yang sangat menghemat dana Baitul Maal menjadikan kekayaan kas Negara sampai 810 juta dirham ketika ia wafat.

Ramadan berbagi bersama NU Care-LAZISNU [NU Care-LAZISNU/Istimewa]

Dana tersebut selain berasal dari zakat, juga dari kharj, ghanimah, fa’i, wakaf dan lainnya. Dengan kemampuan intelektualnya sebagai seorang ekonom yang handal, Khalifah al-Mansyur telah banyak berperan dalam sektor perekonomian Bani Abbasiyah dan mampu meletakkan dasar-dasar yang kuat dalam bidang ekonomi dan keuangan negara.

Peneguhan fungsi Baitul Maal kemudian kembali diperkuat di zaman Khalifah Harun al-Rasyid [786 – 803 M] dan putranya al-Ma’mun [813 – 833 M].

Baitul Maal diperluas tidak hanya pada penciptaan kesejahteraan sosial yang meliputi kesehatan dan pendidikan, namun juga pada pengembangan riset-riset ilmiah.

Termasuk pengembangan ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusatraan.

Salah satunya adalah untuk pembiayaan penerjemahan buku-buku Yunani ke bahasa Arab dengan cara mengirimkan orang-orang ke Kerajaan Romawi, Eropa untuk membeli “Manuscript”.

Pada mulanya buku-buku mengenai kedokteran, kemudian meningkat mengenai ilmu pengetahuan lain dan filsafat.

Di samping itu, pada masa ini pula, didirikan Baitul al-Hikmah, yaitu pusat penerjemah yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar.

Bahkan, Harun al-Rasyid menunjuk seorang Wazir yang mengepalai beberapa Diwan untuk mengurusi keuangan Negara.

Pendapatan Baitul Maal, selain digunakan untuk riset ilmiah dan penerjemah buku Yunani, sebagaimana dijelaskan diatas, juga untuk biaya pertahanan dalam hal penyediaan bahan makanan, pakaian musim panas, dingin dan gaji para pegawai.

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề