Tanaman berikut yang dapat dijadikan sebagai bahan baku tekstil

Keberadaan tekstil tidak dapat dipisahkan keberadaannya dalam kehidupan manusia. Tidak hanya pakaian saja tetapi tekstil banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia seperti untuk membuat perabotan atau barang-barang rumah tangga, pelengkap untuk berbagai bagian dari interior kendaraan dan lain sebagainya. Menjawab kebutuhan tekstil yang kita meningkat, industri tekstil pun tumbuh secara signifikan termasuk industri tekstil di Indonesia. Apa saja sih macam jenis tekstil yang banyak diproduksi dan digunakan?

Secara umum ada tekstil yang kita gunakan sehari-hari berasal dari 5 jenis serat berikut:

Banyak serat tekstil yang dibuat dari komponen tubuh hewan seperti kain sutra yang dipintal dari kempompong ulat sutera, woll dari bulu domba, alpaca, cashmere, kelinci, bahkan yak. Biasanya yang dijadikan bahan baku untuk serat tekstil hewani adalah rambut atau bulu hewan yang tebal. Hewan-hewan ini memiliki bulu tebal karena biasanya hidup di daerah beriklim sedang hingga dingin.

Rambut Alpaca. Sumber: Wikimedia Common

Di Indonesia kita banyak memproduksi bahan tekstil yang terbuat dari serat hewani seperti dari kepompong ulat sutera. Namun untuk serah hewani lain kurang begitu populer dan lebih banyak didominasi oleh tekstil impor karena secara alami hewan yang hidup di daerah tropis tidak memiliki bulu atau rambut yang tebal. Namun di Indonesia banyak dikembangkan menggunakan kulit hewan seperti sapi, kambing maupun kuda dengan yang diawetkan cara disamak.

Benang dari kepompong ulat sutra. Sumber: Wikimedia Common

Serat Katun. Sumber: Wikimedia Common

Tekstil yang dibuat dari tumbuh-tumbuhan adalah adalah tekstil dengan serat nabati, seperti katun, rami, bamboo, raffia, rayon, bahkan pohon buah-buahan seperti pohon pisang atau limbah kedelai dapat diolah menjadi serat tekstil. Katun, rami, rayon dan bambu telah menjadi sumber serat tekstil yang sangat masif digunakan selama ribuan tahun.

Contoh serat dari pohon kelapa yang dipajang di Textielmuseum, Tilburg. Sumber: Wikimedia Common.

Di Indonesia sendiri penggunaan serat nabati banyak dikembangkan terutama untuk serat-serat nabati yang berasal dari bahan-bahan yang dinilai sebagai limbah seperti batang dan pelepah pohon pisang dan ampas kedelai dari industri pengolahan tempe dan tahu. Dengan memanfaatkan bahan limbah sebagai bahan baku pembuatan serat, kain atau tekstil yang dihasilkan merupakan sebuah nilai tambah yang tentunya turut mendukung usaha menjaga kelestarian lingkungan. Disamping itu jika menggunakan metode produksi yang tepat dan proses yang tidak mengikutsertakan bahan berbahaya, tekstil serat tumbuhan yang dihasilkan merupakan tekstil yang ramah lingkungan dan ramah terhadap kulit.

Anyaman serat yang terbuat dari pelepah pohon pisang. Sumber: Wikimedia Common

Tekstil yang dibuat dengan mencampur bahan mineral atau galian seperti asbestos, silica, basalt, perunggu, besi atau bahkan emas adalah tekstil dengan serat mineral. Meskipun pada dasarnya serat mineral ini bukan merupakan komponen utama, aka nada serat yang berasal dari bahan lain sebagai campuran. Dengan campuran bahan-bahan galian ini tekstil yang dihasilkan memiliki efek berkerlip, yakni memantulkan atau membiaskan cahaya yang mengenai bahan tekstil tersebut.

Tekstil yang terbuat cari campuran serat mineral memiliki nilai jual yang tinggi karena pada dasarnya bahan galian atau mineral merupakan bahan bernilai tinggi.

Syal yang dibuat dengan manggunakan serat emas. Sumber: WIkimedia Common

Serat sintetis atau serat buatan merupakan jenis serat yang saat ini paling banyak digunakan dalam industri tekstil sebagai bahan utama ataupun bahan campuran. Serat sintetis yang dikenal dalam industri tekstil seperti serat Aramid, Acrylic, Cationic Dyeable Polyester, Polyester, Polyamide atau Nylon, dan Spandex. Serat-serat sintetis ini memiliki karakteristik yang beragam dan bervariasi berdasarkan karakteristik unsur pembentuknya. Namun pada umumnya sifat yang menonjol dari serat sintetis sehingga banyak digunakan adalah kuat, memiliki elastisitas tinggi dan tahan terhadap gesekan.

Penggunaan serat sintetis yang sangat luas dalam berbagai bidang juga dikarenakan sifat serat sintetis yang fleksibel yakni dapat dengan "sengaja" dimodifikasi sesuai kebutuhan. Sehingga untuk memenuhi spesifikasi tertentu untuk membuat objek tertentu, kita dapat mengubah struktur sehingga mendapatkan karakter yang diinginkan.

Serat Aramid. Sumber: Wikimedia Common

Seperti yang mungkin dapat disimpulkan dari namanya, serat campuran adalah serat yang dibuat dari campuran berbagai bahan berbeda. Sebagian besar tekstil yang digunakan di dunia ini merupakan hasil pencampuran serat berbeda sehingga menghasilkan jenis dan kualitas bahan tertentu yang diinginkan. Contoh dari serat ini adalah campuran katun dan polyester.

Sayuran dan buah-buahan merupakan makanan berserat tinggi yang sangat baik bagi sistem pencernaan makanan. Serat juga digunakan sebagai bahan baku tekstil. Serat sebagai bahan  baku  tekstil adalah serat-serat yang digunakan untuk aplikasi tekstil. Serat merupakan bahan baku yang digunakan  dalam  pembuatan  benang  dan kain. Sebagai bahan baku dalam pembuatan benang  dan  kain, serat memegang peranan penting. Sifat serat akan mempengaruhi sifat benang atau kain yang dihasilkan, baik dari pengolahan secara mekanik maupun pengolahan secara kimia. Bahan baku tekstil ini merupakan bahan pembuat pakaian dan kebutuhan lain. Pembahasan kita kali ini adalah tentang bahan serat sebagai bahan baku kerajinan tekstil.

Bahan serat alam dikenal orang sejak ribuan tahun sebelum Masehi. Beberapa bukti sejarah mencatat bahwa bahan serat alam sudah dipergunakan sejak tahun 2640 SM. Negara yang pertama kali mengolah bahan serat alam adalah Cina. Cina sejak dahulu sudah menghasilkan serat sutera

Serat yang berasal dari tumbuhan dapat dilihat berdasarkan bagian-bagian tumbuhan. Tidak semua tumbuhan memiliki kandungan yang dapat diolah menjadi serat alam. Hal ini disebabkan serat yang diinginkan sebagai bahan baku produk tesktil memiliki persyaratan. Diantara persyaratan tersebut adalah kuat, tahan lama, bentuknya tetap [tidak susut], permukaan yang halus ataupun bertekstur sesuai persyaratan produk.

Adapun serat yang berasal dari tumbuhan dapat diklasiÄkasi menjadi  empat  sebagai berikut

Tumbuhan memiliki biji yang beraneka ragam. Beberapa biji telah memenuhi persyaratan untuk diolah sebagai bahan serat. Contohnya biji dari pohon kapas dan kapuk.  Meskipun  begitu,  saat ini kapas dan kapuk sudah jarang dipergunakan untuk bahan baku produk tekstil. Hal ini disebabkan peminat kapas dan kapuk

Setiap tumbuhan memiliki batang. Struktur batang yang dihasilkan tumbuhan tentunya tidak sama satu dengan lainnya. Jenis batang yang menghasilkan serat alam dapat berupa jenis batang yang berkambium ataupun tidak berkambium. Contohnya batang pohon anggrek, melinjo/ganemon, mahkota dewa, beringin, yonkori, flax, jute, rosella, henep, rami, urena, kenaf, dan   sunn

Tumbuhan yang dapat diolah sebagai bahan serat dari daunnya tidaklah banyak. Namun, banyak orang memanfaatkan serat dari daun sebagai bahan baku produk tekstil. Contohnya serat daun mendong [purun tikus], daun nanas, daun pandan berduri, daun eceng gondok, daun abaka, daun sisal, dan daun henequen

Tumbuhan yang memiliki buah sangat banyak dan beragam. Namun yang menghasilkan buah yang dapat diolah menjadi bahan serat alam tidaklah banyak. Buah yang sudah dimanfaatkan sebagai bahan serat adalah kelapa. Buah kelapa memiliki sabut yang melapisi buah. Sabut tersebut telah banyak digunakan sebagai bahan serat.

Serat yang berasal dari hewan banyak disukai oleh negara-negara Eropa. Serat tersebut memiliki tekstur yang lembut dan halus, Sifat serat hewan menghangatkan sehingga orang-orang yang tinggal di daerah musim dingin sangat memanfaatkan serat ini. Bagian hewan yang dimanfaatkan seratnya adalah bulu. Bulu hewan yang paling banyak diolah sebagai bahan baku serat produk tekstil di antaranya stapel dan Älamen. Di bawah ini dijelaskan    penggolongannya.

Stapel merupakan serat yang berbentuk rambut hewan yang disebut dengan wol. Contohnya domba, alpaca, unta, cashmer, mohair, kelinci, dan vicuna. Rambut hewan yang paling banyak digunakan adalah wol dari bulu    domba.

Filamen merupakan serat yang berbentuk jaringan. Contohnya adalah serat yang berasal dari larva ulat sutera yang digunakan untuk membentuk kepompong. Kepompong inilah yang merupakan serat lalu dipintal menjadi   benang.

Note: Diambil dari buku siswa kelas 7 

Abse buka tautan berikut : //bit.ly/HasilPrakarya

Tanaman serat batang dan daun yang meliputi kenaf dan sejenisnya, rami, abaca, sisal dan mendong merupakan komoditas potensial dengan beraneka ragam produk diversifikasinya dan dimasa yang akan datang mempunyai prospek yang cukup baik sebagai bahan baku industri pulp dan kertas. Selain itu, Untuk mengantisipasi berlanjutnya kerusakan lingkungan telah disarankan untuk memanfaatkan pengembangan komoditas yang mampu mengurangi polusi udara, misalnya tanaman kenaf [Hibiscus cannabinus L.] mampu menyerap karbondioksida [C02] dalam jumlah besar setara dengan produksi seratnya. Kebutuhan serat kenaf tahun 2006 sebesar 10.000 ton, produksi dalam negeri pada 2005 diperkirakan 8.000 ton. Rami mempunyai peluang sebagai suplemen serat alam bagi industri TPT dengan memberikan sumbangan sekitar 10%.

Rami semula dikembangkan di daerah dataran tinggi walaupun sebenarnya rami juga dapat dikembangkan di dataran rendah terutama yang memiliki fasilitas pengairan. Kendala pengembangan rami adalah panjangnya rantai proses penyeratan sampai menjadi serat siap pintal. Proses yang panjang ini menyebabkan rami bukan sebagai “cash crop”, walaupun harga serat rami lebih tinggi dari harga serat kapas. Sebagai salah satu penghasil serat alami, rami merupakan komoditas yang perlu dikembangkan. Komoditas ini, selain menghasilkan serat alami yang bermutu tinggi, juga mempunyai hasil samping yang bernilai ekonomi, seperti kompos limbah dekortikasi dan daun rami untuk campuran pakan ternak.

Varietas baru Ramindo 1, dengan nama lama Pujon 10, sudah sejak lama dikembangkan petani/pengusaha dan sudah terbukti keunggulannya baik di masyarakat maupun hasil penelitian. Ramindo 1 memberikan produktivitas serat yang tinggi [2–2,7 ton/ha/tahun] dengan kualitas serat yang cukup baik, serta memiliki daya adaptasi yang luas, sehingga klon ini sesuai untuk dikembangkan di dataran rendah, sedang hingga tinggi.

Limbah dekortikasi [penyeratan] dapat diolah menjadi pupuk organik yang sangat halus dengan kandungan: Organik 20,13%; N total 2,15%; C/N ratio 3,01%; bahan organik 34,83%; P2O5 1,47%; K2O 2,76%; CaO 3,73%; MgO 2,22%; S 0,13%; dan KTK 65,56 me/100 g pupuk organik. Teknik pengomposan dapat dilakukan secara sederhana, yaitu dengan mencampurkan dedak, sedikit gula pasir, EM-4, dan disiram air secukupnya. Selain itu, sisa dekortikasi banyak mengandung kayu, dan seratnya baik untuk bahan baku pulp/kertas.

Daun rami [40% dari bobot brangkasan segar] mengandung protein sekitar 24%, sangat baik untuk sumber protein ternak dan unggas. Setelah diproses menjadi tepung dapat dimanfaatkan untuk campuran konsentrat berbagai pakan ternak. Pakan ternak dari daun rami mengandung sekitar: 10% air; 1,05–1,75% lisin; 0,14–0,73% methionin; dan 0,18–0,31% triptophan. Selain itu mengandung karotin [provitamin A] dan riboflavin [vitamin B2] masing-masing 13,3 dan 0,74 mg tiap 100 g bahan keringnya.

Penggunaan varietas unggul Ramindo 1 dengan pemberian paket pupuk lengkap [orga-nik, N, P, K dan ZPT+ PPC] dapat meningkatkan hasil serat sampai dengan 58-60%.

Kenaf [Hibiscus cannabinus L] sudah lama dibudidayakan di Indonesia dan pada tahun 1986/1987 mencapai luas 26.000 ha yang tersebar di Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Kalimantan Selatan. Kenaf memiliki keunggulan beradaptasi luas pada berbagai kondisi lahan dan memiliki toleransi yang tinggi terhadap kondisi cekaman abiotik seperti: genangan air, kekeringan, dan pH tanah yang rendah [masam]. Kenaf merupakan tanaman hari pendek berumur 100–140 hari, dikembangkan dengan benih.

Hampir semua bagian tanaman dapat digunakan untuk bahan baku berbagai industri. Daun kenaf mengandung protein kasar 24% sangat baik untuk pakan ternak unggas dan ruminansia. Biji kenaf mengandung lemak 20% bagus untuk minyak goreng karena banyak mengandung asam lemak tidak jenuh [Oleat dan Linoleat]. Kayu kenaf sangat baik sebagai bahan baku industri particle board untuk berbagai keperluan seperti furnitur, pintu, jendela, kusen, pelapis dinding rumah, dll. Serat kenaf banyak digunakan sebagai bahan baku berbagai industri seperti: fibre board, geo-textile, soil remediation, pulp dan kertas, tekstil, karpet, kerajinan tangan, dll. Fibre board dari serat kenaf saat ini digunakan sebagai bahan untuk interior mobil seperti langit-langit, pintu, dushboard, dll. Selain itu, fibre board juga banyak digunakan pada industri eletronik untuk casing TV, radio, tape, dll. Juga untuk perumahan sebagai pelapis dinding rumah, peredam suara, dll. Geotextile, fibredrain banyak digunakan oleh para kontraktor pada pembangunan bandara, jembatan, pertambangan, dll. sebagai ba-han untuk pencegahan longsornya tanah dan penyerapan air tanah. Soil remediation menggu-nakan serat kenaf adalah untuk memperbaiki kondisi kesuburan tanah terutama pada bekas pertambangan sebagai usaha reklamasi. Serat kenaf juga digunakan sebagai bahan suplemen dalam pembuatan tekstil yang diblending dengan serat kapas dan poliester. Pulp dari kenaf digunakan untuk industri kertas.

Pengembangan tanaman kenaf diprioritaskan pada lahan bonorowo [lahan banjir] yang tidak sesuai untuk tanaman lain pada waktu banjir. Dengan menyempitnya areal bonorowo [akibat dari perbaikan jaringan irigasi], tanaman kenaf mulai dikembangkan pada daerah lahan masam di daerah Kalimantan Timur dan lahan kering di Jawa. Pengembangan tanaman kenaf diprioritaskan pada lahan sawah irigasi terbatas dan lahan podsolik merah kuning [PMK]. Kendala yang dihadapi untuk pengembangan komoditas tersebut adalah masih rendahnya produktivitas di tingkat petani, dan sulitnya proses penyeratan.

Varietas unggul kenaf yang telah dihasilkan Balittas adalah KR 11 untuk lahan bonorowo; KR 14 dan KR 15 untuk lahan podsolik merah kuning [PMK]; dan KR 9 dan KR 12 untuk lahan kering. Varietas–varietas tersebut dapat ditanam sembarang waktu karena kurang terpengaruh oleh fotoperiodisitas. Pengembangan kenaf adalah di Jawa [Barat, Tengah, Timur], Lampung, Riau, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan [Selatan, Timur, Tengah, dan Barat].

Penggunaan varietas unggul kenaf dapat meningkatkan pendapatan petani hingga 25– 35%. Selain itu, tanaman kenaf dapat digunakan untuk memberdayakan lahan kritis, seperti lahan masam [PMK dan gambut]. Kenaf dapat ditanam secara tumpang sari dengan jagung lokal atau P7. Penggunaan varietas unggul kenaf di daerah yang berpotensi untuk pengembangan akan menghasilkan produksi 2–3 ton serat/tahun dan meningkatkan pendapatan petani sebesar Rp2.000.000,00 per musim.

Tanaman abaka [Musa textilis Nee] termasuk salah satu jenis tanaman pisang yang buahnya tidak dimanfaatkan, tetapi diambil seratnya dari batang semu. Pada awal abad ke-16 penduduk asli daerah Cebu, Filipina memanfaatkan serat abaka untuk bahan pakaina. Oleh sebab itu,tanaman abaka dinamakan Musa textilis.

Sejak dahulu serat abka populer secara komersial dalam bentuk produksi tali dan jaring ikan. Saat ini, serat diolah untuk bahan baku kertas, seperti kertas cologne, kertas sering, kertas teh celup, kertas stensil, kertas rokok, serta kertas yang memerlukan ketahanan dan daya simpan yang tinggi seperti kertas uang, kertas surat berharga, kertas dokumen, kertas peta, dan produk komersial lainnya.

Masyrakat Filipina sejak lama memanfaatkan serat abaa untuk pembuatan bahan pakaian nasional. Sementara Pemerintah Amerika Seerikat memanfaatkan serat abakauntuk pembuatan uang kertas dolarnya karena serat abkamemang memiliki sejumlah keunggulan jika dibandingkan dengan jenis serat alam lainnya dan serat sintesis.Keunggulannya antara lain memiliki kekuatan tidak getas dan tidak mudah putus, memiliki tekstur yang sangat baik, mengilap seperti memantulkan cahaya,awet,lentur,serta tahan salinitas.

Karakter-karakter unggul ini yang menyebabkan serat abaka populer sebagai tali kapal dan jaring nelayan. Nilon memang lebih tahan terhadap air laut, tetapi kelemahannya tidak tahan panas dan mudah kusut. Serat abaka dapat dipintal tunggal, bisa dicampur kapas,rami,canabis,rayon,dan polyster.

Abaka penghasil ligno-selulosa potensial yang menyebabkan kekuatan serat sangat tinggi, sehingga memungkinkan untuk menghasilkan pulp dan kertas berkekuatan tinggi sperti kertas uang. Selain itu, abaka merupakan tanaman yang mudah dibudidayakan dalam wkatu relatif singkat dibandingkan dengan tanaman kayu.

Tanaman abakka dapat tumbuh pada lahan tanpa pengolahan tanah dan tidak memerlukan persiapan lahan yang intensif. Abaka adalah tanaman naungan yang tumbuh baik di bawah kanopi pohjon hutan, sehingga pengembangan abaka tidak merusak ekosistem.

Di Indonesia, perusahaan yang menangani budi daya dan industri abaka, sangat terbatas. Perusahaan yang mulai memanfaatkan abaka, antar lain Abaka Crafts dalam bentuk usaha industri kerajinan kertas serat dan PT Kertas Leces Probolinggo untuk industri pulp dna kertas.

Produk utama abaka adalah serat, yang diolah melalui proses penyeratan dan pengeringan. Selain serat,dari abaka dapat dihasilkan minyak biji abaka yang dapat dimanfaatkan sebagai produk kesehatan dan perawatan kulit, limbah dari sisa penyeratan dan daun abaka dapat digunakan sebagai pupuk organik.

Orientasi pemanfaatan abaka saat ini dominan ke produk serat, sehingga pengembangan produk dari biji berupa minyak abaka dan pendayagunaan limbah sebagai pupuk organik kurang mendapat perhatian. Peluang ini patut dikembangkan untuk lebih meningkatkan nilai tambah bagi pengembangan abaka dan aneka produknuya. Kebutuhan abaka dalam bentuk pulp dan kertas meningkat seiring dengan perkembangan kepeduliaan terhadap keamanan lingkungan dan konservasi hutan serta peningkatan kebutuhan dunia akan pulp kertas bermutu tinggi.

Di Filipina, produktivitas abaka rendah disebabkan usaha budi daya tidak intensif, adanya penyakit virus abaka yakni Bunchy-top dan Mosaic, serta sebagian besar penanaman abaka sudah tua dan rusak pada areal pertanaman abaka di Filipina dan menjadi penyakit utama yang menyerang abaka. Saat ini, belum dijumpai varietas abaka yang resisten terhadap virus. Untuk itu , setidaknya satu varietas abaka perlu dikembangkan melalui teknik rekayasa genetik [genetic engineering] untuk mengidentifikasi varietas yang terus menerus memproduksi dan menguntungkan,walaupun diserang penyakit tersebut. Untuk mencegah dampak negatif berkembangnya kedua penyakit tersebut, maka penggunaan benih abaka yang berasal dari Filipina harus dihindari.

Produk serat abaka saat ini dapat memenuhi kebutuhan, baik untuk pasar Filipina maupun internasional. Diperkirakan 69,2% dari total serat abaka yang dihasilkan oleh Filipina dikonsumsi secara lokal dan sisantya diekspor ke inggris [53,3%], Jepang [34%], dan Amerika Serikat [6%]. Untuk pulp, abaka diekspor ke Jerman, Inggris, Jepang, Perancis, Amerika Serikat, Inggris, dan Singapura.

Selama ini , kebutuhan kapas untuk industri tekstil dalam negeri 95% bergantung impor dari Amerika Serikat. Kapas memang tidak mungkin dibudidayakan di kawasan tropis dengan hasil sebaik di kawasan subtropis. Alternatifnya adalah meningkatkan budi daya rami [Bohemeria nivea], jute [Corchorus capsularis dan Corchorus olitorius], kenaf [hibiscus cannabinus], dan abaka [Mus textilis] yang merupakan tanaman asli kawasan tropis.

Budi daya abaka relatif sederhana dibandingkan dengan rami,jute,kenaf, dan cannabis. Budi daya rami yang bisa mencapai lebih dari 10 tahun hanya cocok pada ketinggian di atas 500 m dpl. Jute, Kenaf, dan cannabis merupakan tanaman semusim dan sekali tanam harus dibongkar. Sementar abaka cocok dibudidayakan mulai dataran rendah sampai ketinggian 1.500 m dpl, maka pada iklim basah, untuk sekali tanam, dan terus-menerus dipanen selama 10 tahun. Budi daya dan pengolahan abaka juga menyerap banyak tenaga kerja.

Bank Indonesia dan Direktorat Jendral Industri Agro, kementerian Perindustrian tahun 2012 melaporkan bahwa potensi pasar internasional serat abaka sebesar 600.000 ton/tahun dan meningkat 5% tahun.Saat ini potensi pasar serat abaka disuplai produsen utama sebesar 80%. Keadaan ini merupakan peluang untuk pengembangan abaka bagi daerah yang berpotensi, seperti Lampung dan Kabupaten Kepulauan Talaud Sulawesi Utara.

Abaka [Musa textilis Nee] dan Prospek Pengembangannya di Kabupaten Kepulauan Talaud Sulawesi Utara]

 

Bài mới nhất

Chủ Đề