Tata urutan peraturan perundang undangan yang kedua adalah

Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran keempat dari artikel dengan judul Hierarki Peraturan Perundang-undangan [2] yang dibuat oleh Ali Salmande, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Selasa, 22 Maret 2011, kemudian dimutakhirkan pertama kali pada Jumat, 4 Mei 2018, kedua kali pada Rabu, 18 Maret 2020, dan ketiga kali pada Rabu, 15 April 2020.

Konsep Hierarki Peraturan Perundang-undangan

Konsep hierarki peraturan perundang-undangan tidak dapat dilepaskan dari teori Hans Kelsen dan Hans Nawiasku. Kami akan menjelaskan teori keduanya sebagaimana dikutip oleh Nisrina Irbah Sati dalam Ketetapan MPR dalam Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia [hal. 837–838].

Menurut Hans Kelsen, pada dasarnya terdapat dua golongan norma dalam hukum, yakni norma yang bersifat inferior dan norma yang bersifat superior. Terkait kedua norma tersebut, validitas dari norma yang lebih rendah dapat diuji terhadap norma yang secara hierarkis berada di atasnya.

Berangkat dari teori Hans Kelsen tersebut, Hans Nawiasky kemudian merincikan bahwa susunan norma hukum tersusun dalam bangunan hukum berbentuk stupa [stufenformig] yang terdiri dari bagian-bagian tertentu [zwischenstufe]. Adapun hierarki bagian tersebut adalah staatsfundamentalnorm [norma dasar], staatsgrundgesetz [norma yang sifatnya dasar dan luas, dapat tersebar dalam beberapa peraturan], formellgesetz [sifatnya konkret dan terperinci], verordnungsatzung [peraturan pelaksana], dan autonome satzung [peraturan otonom].

Hierarki Peraturan Perundang-undangan Indonesia

Peraturan perundang-undangan di Indonesia juga mengenal hierarki. Ketentuan Pasal 7 ayat [1] UU 12/2011 menerangkan bahwa jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia terdiri atas:

  1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
  3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
  4. Peraturan Pemerintah;
  5. Peraturan Presiden;
  6. Peraturan Daerah Provinsi; dan
  7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Berdasarkan ketentuan tersebut, dapat diketahui bahwa hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia yang paling tinggi adalah UUD 1945. Kemudian, penting untuk diketahui bahwa kekuatan hukum peraturan perundang-undangan yang disebutkan berlaku sesuai dengan hierarkinya dan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.[1]

Jenis dan hierarki peraturan perundang undangan selain yang dimaksud di atas mencakup peraturan yang ditetapkan oleh:[2]

  1. Majelis Permusyawaratan Rakyat [“MPR”];
  2. Dewan Perwakilan Rakyat [“DPR”];
  3. Dewan Perwakilan Daerah [“DPD”];
  4. Mahkamah Agung;
  5. Mahkamah Konstitusi [“MK”];
  6. Badan Pemeriksa Keuangan;
  7. Komisi Yudisial;
  8. Bank Indonesia;
  9. Menteri;
  10. Badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang [“UU”] atau pemerintah atas perintah UU;
  11. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah [“DPRD”] Provinsi dan DPRD kabupaten/kota; dan
  12. Gubernur, bupati/walikota, kepala desa atau yang setingkat.

Peraturan perundang-undangan tersebut di atas diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.[3]

Perlu juga diketahui bahwa dari hierarki dan jenis-jenis peraturan perundang-undangan tersebut, materi muatan mengenai ketentuan pidana hanya dapat dimuat dalam UU, Perda Provinsi, atau Perda Kabupaten/Kota.[4]

Sebagai tambahan informasi, setiap peraturan perundang-undangan memiliki Bagian Menimbang [konsiderans] dan Bagian Mengingat yang masing-masing memiliki muatan tersendiri. Apakah itu? Anda dapat simak Arti ‘Menimbang’ dan ‘Mengingat’ dalam Peraturan Perundang-Undangan.

Prinsip-prinsip dalam Hierarki Peraturan Perundang-undangan

Selanjutnya, menjawab pertanyaan Anda, terdapat empat prinsip dalam hierarki peraturan perundang-undangan, yaitu:

  1. Lex superiori derogat legi inferiori: peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Asas ini berlaku pada dua peraturan yang hierarkinya tidak sederajat dan saling bertentangan.
  2. Lex specialis derogat legi generali: peraturan yang lebih khusus mengesampingkan peraturan yang lebih umum. Asas ini berlaku pada dua peraturan yang hierarkinya sederajat dengan materi yang sama.
  3. Lex posteriori derogat legi priori: peraturan yang baru mengesampingkan peraturan lama. Asas ini berlaku saat ada dua peraturan yang hierarkinya sederajat dengan tujuan mencegah ketidakpastian hukum.
  4. Peraturan hanya bisa dihapus dengan peraturan yang kedudukannya sederajat atau lebih tinggi.

Baca juga: 3 Asas Hukum: Lex Superior, Lex Specialis, dan Lex Posterior Beserta Contohnya

Selain hierarki peraturan perundang-undangan, masih banyak topik bahasan yang berkenaan dengan peraturan. Beberapa pembahasan yang menarik untuk disimak yang dapat Anda temukan dalam artikel-artikel berikut:

Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum [lihat Pernyataan Penyangkalan Selengkapnya]. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

Demikian jawaban dari kami tentang hierarki peraturan perundang-undangan, semoga bermanfaat.

Dasar Hukum:

Referensi:

Nisrina Irbah Sati. Ketetapan MPR dalam Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia, Jurnal Hukum & Pembangunan 49 No. 4, 2019.

[1] Pasal 7 ayat [2] UU 12/2011 dan penjelasannya

[2] Pasal 8 ayat [1] UU 12/2011

[3] Pasal 8 ayat [2] UU 12/2011

[4] Pasal 15 ayat [1] UU 12/2011

hak yang di padatkan oleh seorang siswa setelah ia menyelesaikan seuruh pogram pendidikan di suatu sekolah adalah....

contoh kerja sama siswa di kelas​

teks ptoklamasi dibuat di kediaman perwira tinggi jepang yang bernama yang bener nanti ku follow ig​

1. Mengamalkan ideologi nasional 2. Menjaga keamanan lingkungan 3. Membersihkan lingkungan sekitar 4. Meningkatkan wawasan kebangsaan 5. Membuang samp … ah pada tempatnya Dari pernyataan di atas, tanggung jawab sebagai warga masyarakat ditunjukkan oleh nomor .... A. 1,2, dan 3 C. 2,3, dan 5 B. 1, 3, dan 4 D. 2,4, dan 5​

penjelasan resmi dalam uud 1945 disusun olehyang bener nanti ku follow ig​

tokoh yang berpendapat bahwa manusia 200n​

Potensi fisik di daerah bali adalah... HELPP KAKAK"

siapa wakil jepang dalam perjanjian kalijati​

akibat jika mengajak atau mengolok-olok kan teman adalah​

kita harus mengutamakan kepentingan bersama daripada​

JAKARTA - Tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia perlu diperhatikan. Pasalnya, tata urutan peraturan perundang-undangan diatur dalam UU No. 10 Tahun 2004.

Tata urutan peraturan perundang-undangan sendiri merupakan pedoman untuk pembentukan peraturan di bawahnya. Sehingga, setiap peraturan yang dibentuk dan dibuat tidak boleh bertentangan dengan peraturan di atasnya.

UU No. 10 Tahun 2004 yang mengatur tata urutan peraturan perundang-undangan itu sekaligus merupakan koreksi terhadap pengaturan hirarki peraturan perundang-undangan yang selama ini pernah berlaku yaitu TAP MPR No. XX Tahun 1966 dan TAP MPR No. III Tahun 2000.

Lantas, bagaimana tata urutan peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia? Untuk lebih jelasnya, simak berikut ini.

TAP MPR No. XX Tahun 1966

UUD RI 1945

TAP MPR

UU/Perpu

Peraturan Pemerintah

Keputusan Presiden

Peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya, seperti : Peraturan Menteri dan Instruksi Menteri

TAP MPR No. III Tahun 2000

UUD RI 1945

TAP MPR RI

UU

Perpu

Peraturan Pemerintah

Keputusan Presiden

Peraturan Daerah

Undang-Undang No. 10 Tahun 2004

UUD RI 1945

UU/Perpu

Peraturan Pemerintah

Peraturan Daerah, seperti: pertama, Perda Provinsi dibuat DPRD Provinsi dengan Gubernur; kedua, Perda Kabupaten/ Kota dibuat oleh DPRD Kabupaten/ Kota bersama Bupati/Walikota dan Peraturan Desa/ Peraturan yang setingkat dibuat oleh BPD atau nama lainnya bersama dengan Kepala Desa atau nama lainnya.

Undang-undang No. 12 Tahun 2011

UUD RI 1945

TAP MPR

UU/Perpu

Peraturan Pemerintah

Peraturan Presiden

Peraturan Daerah

Perlu diketahui, adanya Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 ini, maka TAP MPR Nomor XX Tahun 1966 dan TAP MPR No. III Tahun 2000 dicabut dan tidak berlaku lagi. Hal ini karena tidak sesuai dengan prinsip demokrasi dan prinsip-prinsip negara hukum, antara lain : 

Pertama, Soal Ketetapan MPR/ MPRS, karena Ketetapan MPR/ MPRS tidak tepat dikategorikan sebagai peraturan perundang-undangan.

Kedua, Soal Perppu, karena kedudukannya dibawah Undang-Undang, menurut TAP MPR No. III Tahun 2000, soal ini tidak tepat dan menempatkan kedudukannya sama dengan Undang-Undang dalam UU No. 10 Tahun 2004.

Ketiga, Keputusan Menteri yang diatur dalam TAP MPRS No. XX Tahun 1966. Keputusan Menteri tersebut tidak mempunyai dasar yuridis.

Keempat, Kata “dan lain-lain“ yang tersebut dalam dalam TAP MPRS No. XX Tahun 1966 sempat membingungkan karena dapat menimbulkan berbagai penafsiran.

Kelima, Soal “Instruksi“ yang dimasukkan dalam golongan peraturan perundang-undangan adalah soal yang tidak tepat. Lantaran UUD 1945 merupakan norma dasar atau kaidah-kaidah dasar bagi pengaturan Negara dan merupakan landasan filosofis dari Negara yang memuat aturan-aturan pokok Negara, sedangkan yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan adalah dimulai dari Undang-Undang ke bawah sampai dengan Perda yang merupakan peraturan-peraturan pelaksanaan.

Demikianlah tata aturan yang perlu diketahui dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề