Tokoh ilmuwan Pertama yang menulis ensiklopedia kesehatan adalah

KOMPAS.com - Kemajuan peradaban Islam membawa dampak luas di berbagai bidang.

Tidak hanya bagi muslim, tetapi kemajuan itu juga dapat dirasakan oleh masyarakat dunia secara umum.

Salah satu sumbangsih umat Islam adalah melahirkan ilmuwan-ilmuwan yang pemikirannya memperkaya khazanah ilmu pengetahuan.

Di bidang ilmu pengobatan misalnya, ada Ibnu Sina yang menelurkan beragam karya di bidang kedokteran, yang bahkan masih relevan hingga masa sekarang.

Bukunya yang berjudul Al-Qanun fi At-Thibb atau The Canon of Medicine [Kitab Pengobatan], menjadi buku rujukan utama dunia kedokteran Eropa hingga pertengahan abad ke XVII.

Baca juga: Daftar 50 Tokoh Muslim Paling Berpengaruh Dunia 2021

Jenius sedari belia

Melansir Britannica, Ibnu Sina atau yang dikenal sebagai Avicenna di Barat, lahir pada 980 Masehi di Bukhara, Iran [sekarang Uzbekistan].

Ibnu Sina telah memperlihatkan kecerdasannya sejak masih anak-anak. Pada usia 10 tahun dia telah membaca dan menghapalkan seluruh isi Al Quran.

Menginjak usia remaja, dia belajar ilmu penalaran dasar dari seorang guru, dan kemudian mempelajari pemikiran-pemikiran filsuf era Hellenistik secara otodidak.

Baca juga: Sejak 2009, Ini Tokoh Indonesia yang Masuk Daftar Tokoh Muslim Berpengaruh di Dunia

Pada usia 16 tahun, Ibnu Sina mulai mempelajari ilmu pengobatan.

Ketika itu pula, Sultan Bukhara jatuh sakit dan tidak ada satu pun tabib istana yang mampu mengobati.

Ibnu Sina kemudian dipanggil untuk menyembuhkan sang raja. Di luar dugaan, dia berhasil melaksanakan tugasnya.

Baca juga: Jokowi Masuk Daftar Tokoh Muslim Berpengaruh, Apa Itu The Muslim 500?

Sebagai bentuk terima kasih, Sultan kemudian mengizinkan Ibnu Sina mengakses perpustakaan Samanid, yang kemudian memperluas cakrawala pemikiran dan pengetahuannya.

Memasuki usia 21 tahun, Ibnu Sina mulai aktif menuliskan pemikirannya.

Tidak kurang dari 240 karya mencakup berbagai bidang, mulai dari matematika, fisika, astronomi, musik, dan puisi telah dia hasilkan.

Baca juga: Selain Jokowi, Berikut Daftar 50 Tokoh Muslim Berpengaruh di Dunia

Karya-karya terkenal Ibnu Sina

Karya-karya Ibnu Sina merupakan kombinasi dari pemikiran Neoplatonik dan filsafat Aristoteles dengan teologi Islam, yang dipadukan secara komprehensif.

Terjemahan Latin dari karya Ibnu Sina membuat cendekiawan-cendekiawan Barat abad XIII mampu mendapat gambaran yang lebih baik tentang filsafat Aristoteles.

Hal tersebut terutama terlihat dari tulisan-tulisan karya pemikir Barat saat itu, seperti Albertus Magnus dan Thomas Aquinas.

Baca juga: Sisi Lain Tri Mumpuni, Ilmuwan sekaligus Ibu yang Menjadi Tokoh Muslim Berpengaruh di Dunia

Karya penting Ibnu Sina, seperti Kitab al-Shifa atau Buku tentang Penyembuhan, merupakan ensiklopedia yang mencakup empat bagian, yaitu penalaran, fisika, matematika, dan metafisika.

Dalam karyanya itu, Ibnu Sina membagi ilmu pengetahuan ke dalam beberapa klasifikasi.

Misalnya di bidang fisika, dia mendiskusikan alam menurut delapan prinsip dasar sains, yaitu sains secara umum, benda langit dan objek geografis, unsur-unsur utama, meteorologi, minearologi, botani, zoologi, dan psikologi [ilmu tentang jiwa].

Karya penting lain Ibnu Sina adalah Al-Qanun fi At-Thibb atau Kitab Pengobatan, yang terdiri dari lima buku.

Baca juga: INFOGRAFIK: 6 Tokoh Indonesia di Daftar 500 Muslim Berpengaruh 2021

Dalam buku pertama, Ibnu Sina membahas metode pengobatan berdasarkan pengamatan terhadap empat unsur, yaitu tanah, udara, api, dan air.

Buku kedua membahas materia medica atau pengetahuan tentang efek terapeutik yang terjadi pada tubuh dari setiap zat yang digunakan untuk penyembuhan.

Di buku ketiga, Ibnu Sina mengulas tentang penyakit-penyakit pada tubuh manusia, mulai dari ujung kepala hingga ujung kaki.

Baca juga: 10 Tokoh yang Kepergiannya Banyak Dicari di Google Indonesia, Siapa Saja Mereka?

Kemudian pada buku keempat, dia menyajikan pengamatan penyakit yang tidak spesifik pada organ tertentu, seperti demam.

Lalu pada buku kelima, Ibnu Sina membahas tentang obat-obatan majemuk.

Di buku kedua dan kelima, dia menyajikan sekitar 760 contoh obat-obatan majemuk.

Kitab Pengobatan menjadi salah satu warisan penting Ibnu Sina, karena dipakai sebagai buku rujukan utama di Eropa hingga pertengahan abad XVII.

Baca juga: 71 Tokoh Terima Bintang Mahaputera dan Bintang Jasa, Apa Itu?

Ibnu Sina wafat pada 1057 M.

Kendati demikian, warisan pemikirannya masih relevan hingga era modern, termasuk dalam menghadapi pandemi Covid-19.

Diberitakan Kompas.com, 2 Juni 2020, hal tersebut disampaikan oleh Prof Dr Endang Turmudi, selaku Peneliti Ahli Utama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia [LIPI].

Baca juga: Simak 3 Gejala Baru Covid-19, dari Anosmia hingga Parosmia

Endang bercerita, pada suatu ketika Ibnu Sina berkunjung ke tempat koleganya, seorang ahi matematika bernama Al-Biruni.

Pada saat itu, sedang terjadi wabah penyakit di tempat Al-Biruni tinggal.

Ketika bertemu dengan Al-Biruni, Ibnu Sina tidak langsung menjabat tangan kawannya itu. Sebaliknya, dia memberikan sejumlah saran untuk menghadapi wabah penyakit itu.

Baca juga: Berkaca dari Temuan Kasus Covid-19 pada Siswa SMK di Jateng, Apa Itu Anosmia?

1. Tetap tenang

Pada saat awal kemunculan pandemi Covid-19 yang disebabkan virus corona SARS-CoV-2, ahli kesehatan selalu menekankan masyarakat untuk tidak panik.

Hal serupa juga disampaikan Ibnu Sina pada waktu itu.

Dia meminta orang-orang yang tinggal di tempat wabah terjadi untuk tetap tenang dan tidak panik.

2. Menghindari sentuhan fisik

Pada waktu itu, wabah yang melanda tempat tinggal Al-Biruni adalah penularan antar-manusia yang disebabkan oleh organisme kecil layaknya virus.

Ibnu Sina saat itu menekankan bahwa penyakit bisa menular atau menginfeksi seseorang jika saling bersentuhan, termasuk dari rambut dan pakaian.

Baca juga: Penumpang KRL Kini Wajib Pakai Baju Lengan Panjang, Memangnya Efektif?

3. Menjauhi orang sakit

Ibnu Sina juga menegaskan untuk menjaga jarak dengan menjauhi orang yang sakit.

Hal tersebut dilakukan untuk menghindarkan diri dari penularan penyakit, juga mencegah penderita penyakit itu bertambah.

Diharapkan, dengan menjauhi orang yang sedang sakit, wabah dapat segera diakhiri.

4. Menutup pasar dan tempat ibadah

Untuk mencegah penularan penyakit di tempat tinggal Al-Biruni semakin meluas, Ibnu Sina merekomendasikan warga setempat untuk menutup pasar dan juga tempat ibadah.

Penutupan tempat ibadah bukan berarti larangan untuk beribadah, tetapi untuk menghindari risiko transmisi penyakit di antara masyarakat.

Baca juga: 6 Tokoh Paling Dicari di Google Sepanjang 2019, dari Nadiem hingga Wiranto

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: 6 Tokoh Indonesia dalam Daftar 500 Muslim Berpengaruh 2021

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link //t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

KOMPAS.com - Abu Ali Al Hussain Ibnu Abdullah Ibnu Sina, adalah seorang dokter Persia terkemuka, yang menjadi filsuf muslim serta perintis Ilmu kedokteran dunia.

Lahir pada 980 di Bukhara, di Uzbekistan, Ibnu Sina mendapatkan dukungan dari kerajaan setelah mengobati Raja Bukhara dan Hamadan [Iran saat ini].

Ahli diagnosis, dengan nama Latin Avicenna ini, mengasah keterampilannya yang luar biasa, di bidang-bidang yang diabaikan oleh orang lain.

Dia menggabungkan pengetahuan ilmiahnya dengan pertanyaan filosofis, yang dirinci dalam studinya, "Al Qanun fil-Tibb" [The Canon of Medicine] dan "Kitab Al Shifa ”[Kitab Penyembuhan].

Penyelidikan filosofisnya kompleks, menggabungkan perspektif Aristotelian dan Platonis, dengan teologi Muslim.

Paradigmanya canggih, membagi semua pengetahuan menjadi teori [matematika, fisika, kimia, astronomi dan metafisika] dan ilmu praktis [filsafat, etika, ekonomi dan politik].

Sementara pandangan rasionalnya tentang hakikat Tuhan dan Kehidupan, membuatnya menyimpulkan bahwa ada tempat untuk dunia jasmani dan roh.

Karya pemikirannya, dikagumi di seluruh dunia. Paling mencolok salah satunya penghormatan untuknya terlihat di aula utama Fakultas Kedokteran Universitas Paris. Sementara makamnya, di Hamadan, tempat dia meninggal pada 1037, menjadi obyek wisata yang populer.

Baca juga: [Biografi Tokoh Dunia] Ratu Amina, Pendekar Wanita dari Benua Hitam

Dokter muda

Ibnu Sina berusia 13 tahun ketika dia memulai mempelajari ilmu medis, dan dengan cepat mendapatkan reputasi yang baik.

Tiga tahun kemudian dia mendedikasikan semua usahanya untuk belajar kedokteran. Status sebagai seorang dokter terkenal kemudian sudah diraihnya saat berusia 18 tahun.

Dalam periode itu dia berhasil menyembuhkan Nuh Ibnu Mansour, Penguasa Samanids. Padahal semua tabib terkemuka saat itu sudah putus asa menangani penyakit Sultan Nuh II.

Atas usahanya yang besar, tabib muda ini diperbolehkan mengakses perpustakaan sultan yang luas berisi manuskrip langka. Itulah yang memfasilitasi kegiatan penelitiannya.

Saat menginjak usia 22 tahun ayahnya wafat. Dia memutuskan pindah ke Jurjan dekat Laut Kaspia dan mengajar tentang logika serta astronomi.

Kemudian dia pergi ke Rey dam Hamadan [keduanya di Iran sekarang]. Menulis dan mengajar karya-karyanya jadi kegiatan utama dalam perjalanan ini. Dari Hamadan, dia pindah ke Isfahan [sekarang di Iran tengah], dan menyelesaikan tulisan-tulisan epiknya.

Namun akibat terus melakukan perjalanan, terlalu banyak mengerahkan tenaga mental, dan diperburuk oleh kekacauan politik, kesehatannya ambruk.

Dekade terakhir dalam hidupnya, Ibnu Sina menghabiskan waktu untuk melayani seorang komandan militer Ala al-Dawla Muhammad. Selain sebagai dokter, sastrawan umum, dan konsultan ilmiah, dia juga membantu selama komandan itu ikut dalam kampanye.

Ibnu Sina meninggal pada Juni 1037, pada usia 58 tahun dan dimakamkan di Hamedan, Iran.

Baca juga: [Biografi Tokoh Dunia] Osama bin Laden, Ekstremis Pendiri Al-Qaeda

Kontribusi Avicenna yang paling penting bagi ilmu kedokteran adalah bukunya yang terkenal Al Qanun Fi Al-Tibb [The Canon of Medicine], yang dikenal sebagai "Kanon" di Barat.

Buku ini adalah ensiklopedia kedokteran lima jilid besar. Isinya mencakup lebih dari satu juta kata. Di dalamnya terdiri dari pengetahuan medis yang tersedia dari sumber kuno dan Muslim.

Buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada abad kedua belas dan digunakan sebagai teks kedokteran standar di universitas-universitas Eropa hingga pertengahan abad 17.

Karya besarnya yang lain adalah "The Book of Healing", ensiklopedia ilmiah dan filosofis. Buku ini dimaksudkan untuk 'menyembuhkan' jiwa. Itu dibagi menjadi empat bagian: logika, ilmu alam, matematika dan metafisika.

Dalam teks medisnya, Ibnu Sina juga mengidentifikasi penyakit menular seperti TBC. Beberapa abad sebelum Louis Pasteur, dia juga menemukan kemungkinan penyakit menyebar melalui air dan tanah.

Dia bahkan menyelidiki kesehatan emosional seseorang, jauh sebelum teknik biofeedback diperkenalkan. Kontribusi lainnya antara lain deskripsi meningitis, berbagai bagian mata dan katup jantung, dan bagaimana saraf berkontribusi pada nyeri otot.

Kemajuan yang dibuat dalam bidang anatomi, ginekologi, dan pediatri begitu canggih. Alhasil, bukunya segera menjadi buku teks utama yang digunakan di sekolah kedokteran Eropa hingga abad ke-17.

Dalam bukunya, ia mengembangkan sistem logikanya sendiri, logika Avicennian. Dalam matematika, Ibnu Sina menjelaskan tentang konsep aritmatika.

Sementara dalam astronomi, dia mengusulkan bahwa Venus lebih dekat ke Matahari daripada Bumi. Dia juga menemukan alat untuk mengamati koordinat bintang, dan menyatakan bintang-bintang itu bercahaya sendiri.

Secara total, Avicenna menulis lebih dari 400 karya, dan sekitar 240 di antaranya masih bertahan.

Baca juga: [Biografi Tokoh Dunia] Ernesto Che Guevara, Simbol Pemberontakan Tanpa Akhir dari Amerika Latin

Akal dan realitas

Pencapaian Ibnu Sina menemukan kebenaran tertinggi ilmu, pantas mendapat perhatian. Konsepsi tentang realitas dan penalaran yang dia miliki berputar di sekitar Tuhan.

Sebagai prinsip dari semua eksistensi, dia berpandangan bahwa Tuhan adalah intelek murni, dan sumber dari segala sesuatu. Namun, karena “kebutuhan”, manusia dipanggil untuk menggunakan konsep nyata yang sekarang disebut ilmu pengetahuan.

Dengan demikian, manusia dipanggil untuk mengembangkan dan menggunakan aturan logika untuk memenuhi kebutuhannya.

Konsep dasar logika yang Ibnu Sina andalkan dikembangkan dari gurunya, Aristoteles. Dari konsep sang guru, dia menambahkan pandangannya tentang pentingnya kebutuhan manusia untuk mendapatkan pengetahuan untuk kemajuan hidupnya.

Meskipun semua kecerdasan berasal dari Tuhan, menurutnya, kemampuan seseorang untuk memperoleh pengetahuan menentukan cara pandangnya.

Untuk mencapai itu, manusia perlu meningkatkan kehidupan mereka dengan mengembangkan keseimbangan antara kebutuhan fisik dan spiritual, dengan iman menjadi salah satu dari beberapa bahan utama yang menopang kehidupan.

Menurutnya Tuhan sebagai titik tertinggi di atas intelek murni, tidak bertentangan dengan upaya manusia untuk mencari ilmu pengetahuan. Sebab dengan ilmu pengetahuan itu, manusia justru dapat lebih memahami keagungan Tuhan.

Baca juga: [Biografi Tokoh Dunia] Fatima al-Fihri, Wanita Pendiri Universitas Tertua di Dunia

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link //t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề