Tokoh pergerakan kemerdekaan yang juga dikenal sebagai penyair angkatan pujangga baru adalah

      Amir Hamzah lahir di Tanjung Pura, Langkat, Sumatra Timur, 28 Februari 1911. Beliau adalah sastrawan Indonesia Angkatan Pujangga Baru. Ia lahir dalam lingkungan keluarga banqsawan Melayu dan banyak berkecimpung dalam kegiatan sastra dan kebudayaan Melayu. Amir Hamzah bersekolah dan tinggal di Pulau Jawa pada saat pergerakan kemerdekaan. Ia memperkaya dirinya dengan kebudayaan modern, kebudayaan Jawa, dan kebudayaan Asia yang lain. Amir Hamzah dalam kumpulan sajak Buah Rindu [1941] yang ditulis antara tahun 1928 dan tahun 1935 terlihat jelas perubahan perlahan saat lirik pantun dan syair Melayu menjadi sajak yang lebih modern. Hamzah tidak hanya menjadi penyair besar pada zaman Pujangga Baru, tetapi juga menjadi penyair yang diakui kemampuannya dalam bahasa Melayu-lndonesia hingga sekarang. Di tangannya, bahasa Melayu mendapat penghargaan hingga zaman sekarang.

Hal yang dapat diteladani dari Amir Hamzah adalah ...

  1. Karya-karyanya digemari masyarakat

  2. Menjadi penyair besar pada zaman Pujangga Baru

  3. Mampu membuat puisi dalam bahasa Melayu-Indonesia.

  4. Memperkaya dirinya dengan kebudayaan lain.

  5. Mendapat berbagai penghargaan hingga sekarang

klik- Biografi

Ia dikenal sebagai sastrawan, budayawan, dan cendekiawan. Ia pun sangat dikenal sebagai pelopor dan tokoh "Pujangga Baru''. Nama Poejangga Baroe merupakan nama majalah yang didirikan oleh Sutan Takdir Alisjahbana bersama kawan­kawannya. Begitu berpengaruhnya majalah itu sehingga mampu membawa corak pembaharuan dalam kesusasteraan di Indonesia. Nama majalah itu dijadikan tercatat sebagai suatu periode dalam sejarah sastra Indonesia, yaitu angkatan Pujangga Baru. Sutan Takdir Alisjahbana lahir di Natal, Surnatera Utara, tanggal 11 Februari 1908, meninggal di Jakarta, 17 Juli 1994 Dalam pendidikan, ia menamatkan HKS di Bandung [1928]. meraih Mr. dari Sekolah Hakim Tinggi di Jakarta [1942], dan menerima Dr. Honoris Causa dari UI [1979] dan Universiti Sains, Penang, Malaysia [1987]. Pernah menjadi redaktur Panji Pustaka dan Balai Pustaka [ 1930-1933], kemudian mendirikan dan memimpin majalah Pujangga Baru [1933-1942 dan 1948-1953], Pembina Bahasa Indonesia [1947-1952], dan Konfrontasi [1954-1962]. Pernah menjadi guru HKS di Palembang [1928-1929] dosen Bahasa Indonesia, Sejarah dan Kebudayaan di UI [1946-1948], guru besar Bahasa Indonesia, Filsafat Kesusastraan dan Kebudayaan di Universitas Nasional, Jakarta [1950-1958], guru besar Tata Bahasa Indonesia di Universitas Andalas, Padang [1956-1958], dan Ketua Departemen Studi Melayu Universitas Malaya, Kuala Lumpur [1963-1968]. Sebagai anggota Partai Sosial Indonesia, STA pernah menjadi anggota parlemen [1945-1949]. anggota Kornite Nasional Indonesia, dan anggota Konstituante [1950-1960]. Selain itu, STA adalah anggota Societe de linguistique de Paris [sejak 1951], anggota Commite of Directors of the International Federation of Philosophical Sociaties [1954-1959], anggota Board of Directors of the Study Mankind, AS [sejak 1968], anggota World Futures Studies Federation, Roma [sejak 1974], dan anggota kehormatan Kininklijk Institute voor Taal, Land en Volkenkunde, Belanda [sejak 1976]. Selain itu, STA pernah menjadi Rektor Universitas Nasional, Jakarta, Ketua Akaderni Jakarta [1970-1994], pemimpin umum majalah llmu dan Budaya [1979-1994], dan Direktur Balai Seni Toyabungkah, Bali [-1994]. Karyanya: Tak Putus Dirundung Malang [novel, 1929], Dian yang Tok Kunjung Padam [novel, 1932], Tebaran Mega [kumpulan sajak, 1935], Tatabahasa Baro Bahasa Indonesia [1936], Layar Turkembang [novel, 1936], Anak Perawan di Sarang Penyamun [novel, 1940], Puisi Lama [bunga rampai, 1941], Puisi Baru [bunga rampai, 1946], Pelangi [bunga rampai, 1946], Pembimbing ke Filsafat [1946], Dari Perjuangan dan Pertumbuhan Bahasa Indonesia [1957], The Indonesia Language and Literature [1962], Revolusi Masyarakat dan Kebudayaan di Indonesia [1966], Kebangkitan Puisi Baru Indonesia [kumpulan esai, 1969], Grotta Azzura [novel tiga jilid, 1970 & 1971]. Values as Integrating Forces in Personality, Society and Culture [1974], The Failure of Modem Linguistics [1976], Perjuangan dan Tanggung Jawab dalam Kesusastraan [kumpulan esai, 1977], Dari Perjuangan dan Pertumbuhan Bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia sebagai Bahasa Moderen [kumpulan esai, 1977], Perkembangan Sejarah Kebudayaan Indonesia Dilihat dari Segi Nilai-Nilai [1977], Lagu Pemacu Ombak [kumpulan sajak, 1978], Amir Hamzah Penyair Besar antara Dua Zaman dan Uraian Nyanyi Sunyi [studi/kajian, 1978], Kalah dan Menang [novel, 1978], Menuju Seni Lukis Lebih Berisi dan Bertanggungjawab [1982], Kelakuan Manusia di Tengah-Tongah Alam Semesta [1982], Sociocultural Creativity In the Converging and Retructuring Process of the New Emerging World [1983], Kebangkitan: Suatu Drama Mitos Tentang Bangkitnya Dunia Baro [1984], Perempuan di Persimpangan Zaman [kumpulan sajak, 1985], Seni dan Sastra di Tungah-Tongah Pergolakan Masyarakat dan Kebudayaan [1985], dan Sajak-sajak dan Renungan [1987]. Buku yang dieditori Sutan Takdir Alisjahbana: Kreativitas [kumpulan esai, 1984] dan Dasar-Dasar Krisis Semesta dan Tanggung Jawab Kita [kumpulan esai, 1984]. Terjemahannya Sutan Takdir Alisjahbana: Nelayan di Laut Utara [karya Pierre Loti, 1944] dan Niku dan Korban Manusia [karya Tadayoshi Sakurai; terjemahan bersama Soebadio Sastrosatomo, 1944]. Buku mengenai Sutan Takdir Alisjahbana: Muhammad Fauzi, S. Takdir Alisjahbana Perjuangan Kebudayaan· Indonesia 1908-1994 [1994]. Tahun 1970 Sutan Takdir Alisjahbana menerima Satyalencana Kebudayaan dari Pemerintah RI. Sumber :

Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin

Mohammad Yamin

Mohammad Yamin merupakan salah satu dari para founding fathers Indonesia selain Bung Karno, Bung Hatta dan beberapa Pahlawan Indonesia lainnya. Ia memiliki peran yang sangat besar dalam pergerakan kemerdekaan negara Indonesia.

Mohammad Yamin berawal dari seorang penulis, beliau juga merupakan penyair angkatan pujangga baru. Karyanya banyak ia tulis pada dekade 1920 yang sebagian besar menggunakan  bahasa Melayu.

Karya M. Yamin diterbitkan dalam jurnal Jong Sumatra. Beberapa karyanya bahkan masih dikenal sampai sekarang, di antaranya Ken Arok dan Ken Dedes [1934], Gajah Mada [1945], Sejarah Peperangan Diponegoro, Tan Malaka [1945], dan Revolusi Amerika [1951]

Selain aktif di bidang sastra, M. Yamin juga aktif di dunia politik. Karir beliau dimulai ketika ia diangkat sebagai ketua Jong Sumatera Bond pada 1926 sampai 1928. Setelah Jong Sumatera Bond bubar, ia bergabung dengan Partai Indonesia pada 1931.

Namun, Partai Indonesia juga berakhir. M. Yamin melanjutkan karir politiknya dengan mendirikan partai Gerakan Rakyat Indonesia bersama Adam Malik, Wilipo, dan Amir Syarifudin.

M. Yamin yang berasal dari dunia sastra, membuat dirinya menjadi seorang pencetus pentingnya penggunaan bahasa kesatuan. Beliau juga ditunjuk sebagai perumus teks Sumpah Pemuda, yang salah satunya merumuskan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan

Mohammad Yamin pun dipercaya oleh Presiden Soekarno menjadi penasihat delegasi Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar. Beliau bersama Bung Hatta juga membuat konsep pasal-pasal yang memuat Hak Asasi Manusia, dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Mohammad Yamin juga ikut merumuskan hal yang sampai saat ini selalu kita ingat, yaitu dasar negara kita, Pancasila.

Beliau dianugerahi gelar pahlawanan nasional pada tahun 1973 sesuai dengan SK Presiden RI No. 088/TK/1973, dan namanya diabadikan sebagai nama jalan di kawasan Menteng, Jakarta Pusat.

#RememberTheHeroes

Muhamad Nurdin Fathurrohman 7:37:00 AM

Roestam Effendi adalah seorang sastrawan Indonesia asal Minangkabau dan tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia, ia dikenal sebagai sastrawan angkatan pujangga baru. Keberadaannya dalam khasanah sastra Indonesia cukuplah penting. Semangat perlawanan terhadap pemerintah penjajahan dituangkan dalam penulisan sajak dan drama yang bersifat metaforik, dan menjadi pembaharu dalam gaya. Ia adalah orang Hindia Belanda pertama yang menjadi anggota parlemen Belanda [Tweede Kamer].

Riwayat

Roestam Effendi lahir di Padang, Sumatera Barat, 13 Mei 1903 dari pasangan Soelaiman Effendi dan Siti Sawiah. Ayahnya merupakan seorang fotografer, yang kemudian pindah ke Jakarta dan mendirikan Effendi Bank. Roestam tamatan Sekolah Raja [Kweekschool] Bukittinggi yang kemudian melanjutkan sekolahnya di Hogere Kweekschool voor Indlanse Onderwijzers [Sekolah Guru Tinggi untuk Guru Bumiputra] di Bandung. Pada tahun 1926 ia pergi ke Belanda untuk melanjutkan pendidikan Hoofdakte. Sejak masih duduk di bangku sekolah, Roestam sudah banyak menaruh minat pada soal-soal kebudayaan dan pernah bercita-cita hendak memperbaharui dunia sandiwara yang saat itu lebih bersifat komedi stambul.

Karier

Sebelum pergi ke Belanda, Roestam sempat beberapa lama menjadi kepala sekolah di Adabiah, Padang. Sebelum di Adabiah, ia pernah diangkat menjadi Waarnemend hoofd pada sekolah tingkatan HIS di Siak Sri Indrapura. Namun pengangkatan tersebut ditolaknya. Ia kemudian mendirikan sekolah partikelir yang diberi nama "Adabiah". Sebagai kepala sekolah, ia merasa memiliki kemerdekaan untuk berbuat. Sehingga ketika ia mengepalai sekolah, ia juga terjun ke dunia politik dan aktif menulis. Selama 19 tahun [1928-1947] ia menetap di Belanda, dan bergabung dengan Partai Komunis Belanda [Communistische Party Nederland, CPN] dan selama 14 tahun [1933-1946] Roestam merupakan satu-satunya orang Hindia Belanda yang pernah menjadi anggota Majelis Rendah [Tweede Kamer] mewakili partai tersebut. Di dunia sastra, keseriusannya untuk mengembangkan sastra Melayu diperlihatkan dengan kegigihannya mempelajari hasil-hasil kesusastraan Melayu seperti hikayat, syair, dan pantun. Pada masa awal kepengarangannya, Roestam sering menggunakan nama-nama samaran seperti Rantai Emas, Rahasia Emas, dan Rangkayo Elok.

Naskah Drama

Karya Roestam yang cukup terkenal ialah Bebasari, yaitu naskah drama yang ditulisnya pada tahun 1920-an. Naskah ini sempat dilarang oleh pemerintah Belanda ketika ingin dipentaskan oleh siswa MULO Padang dan para mahasiswa kedokteran di Batavia [Jakarta]. Pelarangan itu disebabkan karena karya ini dianggap sindiran terhadap pemerintah Hindia Belanda.

Cuplikan teks Bebasari :

Harapan beta p3r4w4n pada Bujangga hati pahlawan


Lepaskan beta oh kakanda, lepaskan
Dengarlah peluk asmara hamba
Kilatkan jaya kekasih hati Isi cerita Bebasari ialah, putri seorang bangsawan yang terkurung di antara kawat berduri, setelah ayahnya dibunuh. Bebasari diculik. Barangkali dia yakin kekasihnya, Bujangga, terus membawa dendam kesumat pada penjahat Rahwana. Bagaimana tak sakit hati Bujangga, kekasih diculik, kerajaan porak-poranda, bapak mati berkubang kesedihan. Hatinya geram dan bersiap menuntut balas. Jiwa kebangsaan, dendam patriotik hingga cinta asmara menjadi senjata pamungkas menghadapi penjajah durjana.

Keluarga

Roestam Effendi memiliki empat adik laki-laki, diantaranya Bachtiar Effendi, salah seorang aktor dan sutradara; Boes Effendi, politisi Partai Nasional Indonesia; serta Deibel Effendi, pemimpin pasukan pemuda Surabaya dan tewas dalam pertempuran dengan militer Belanda di Jawa Timur. Putranya Tammy Effendi, pernah menjabat sebagai direktur Taman Ismail Marzuki. Dia juga merupakan datuk [kakek] dari aktor sekaligus wakil gubernur Jawa Barat, Dede Yusuf.

Karya-karyanya


  • Revolusi Nasional [Juli, 1947]
  • Sedikit Penjelasan Tentang Soal-Soal Trotskysme [April, 1947]
  • Soal-Soal di Sekitar Krisis Kapitalis [Mei, 1947]
  • Soal-Soal Mengenai Sistem Kapitalis [December 1947]
  • Pidato-Pidato Tentang Soal-Soal Negara Demokrasi dan Diktatur Proletar [April, 1948]
  • Demokrasi dan Demokrasi [December, 1949]
  • Strategi dan Taktik [Juni, 1950]
  • Percikan Permenungan, kumpulan puisi yang pernah dimuat majalah Asjraq, Padang [1926]
  • Bebasari, naskah drama tiga babak [1926]
  • Van Moskow naar Tiflis: mijn reis door de nationale Sowjet-republieken van de Kaukasus [Amsterdam, 1937, ditulis dalam bahasa Belanda]
  • Indonesia Vrij [Amsterdam, 1940, ditulis dalam bahasa Belanda]
  • Recht voor Indonesië!: een beroep op democratisch Nederland [1937, ditulis dalam bahasa Belanda]
  • Quo vadis Nederland? [Blaricum: Alcoholstichting Blaricum, 1945, ditulis dalam bahasa Belanda]

Meninggal dunia  Roestam Effendi meninggal di Jakarta, pada 24 Mei 1979 pada umur 76 tahun.

Sumber: //id.wikipedia.org/wiki/Roestam_Effendi

Rekomendasi Untuk Anda :

Video yang berhubungan

Bài Viết Liên Quan

Bài mới nhất

Chủ Đề