Apakah yang dimaksud hukum perdata internasional menurut doktrin?

JAKARTA - Prof. J.G. Sauveplanne mengungkapkan pendapat bahwa Hukum Perdata Internasional atau Internationale Privaat Recht [Nederlandse] merupakan keseluruhan aturan-aturan yang mengatur hubungan-hubungan hukum perdata yang mengandung elemen-elemen internasional dan hubungan-hubungan hukum yang memiliki kaitan dengan negara-negara asing.

Sementara itu, salah satu pakar hukum Sudargo Gautama menjelaskan Hukum Perdata Internasional sebagai suatu keseluruhan peraturan dan keputusan hukum yang menunjukkan stelsel hukum manakah yang berlaku atau apakah yang merupakan hukum, jika hubungan-hubungan atau peristiwa antara warga [warga] negara pada suatu waktu tertentu memperlihatkan titik-titik pertalian dengan stelsel dan kaidah-kaidah hukum dari dua atau lebih negara yang berbeda dalam lingkungan kuasa tempat, pribadi, dan soal-soal.

Karena inti dari Hukum Perdata Internasional adalah pergaulan hidup masyarakat internasional, maka HPI dapat juga dikatakan sebagai Hukum Pergaulan Internasional.

Jadi yang dikatakan internasional itu adalah hubungan-hubungannya, sedangkan kaidah-kaidah HPI tetap berupa hukum perdata nasional. Dengan demikian, masing-masing negara di seluruh dunia memiliki HPI tersendiri, sehingga kita akan mengenal HPI Indonesia, HPI Jerman, HPI Inggris, HPI Belanda, dan lain-lain.

Dalam HPI Indonesia sendiri telah terjadi pertentangan istilah [Contraditio in Termins], dengan kata lain seolah-olah terdapat hukum perdata yang berlaku di semua negara padahal hukum perdata tersebut [HPI] berlaku di Indonesia.

Padahal HPI merupakan hukum nasional, sedangkan yang internasional adalah hubungan-hubungan atau peristiwa-peristiwanya. Disebut internasional karena dalam hubungan/peristiwa hukum tersebut mengandung unsur asing [foreign element].

Fungsi HPI beserta peranannya

Perkembangan Hukum Perdata Internasional berdasarkan pada kenyataan adanya koeksistensi dari berbagai sistem hukum di dunia yang sederajat. Setiap pembuat dan pelaksana hukum di sebuah negara pada dasarnya membentuk hukum sesuai dengan situasi atau konteks yang berlaku di negaranya.

Namun kadang kala terjadi peristiwa-peristiwa hukum yang menunjukkan kaitan atau relevansi dengan lebih dari satu sistem hukum negara-negara. Bila kenyataan tersebut dikaitkan dengan materi HPI, maka permasalahan-permasalahan tertentu akan timbul menjadi masalah pokok dalam mempelajari HPI, antara lain:

a. Hakim atau badan peradilan manakah yang memiliki hak untuk mengatasi persoalan-persoalan yuridis yang mengandung unsur asing;

b. Hukum manakah yang harus diberlakukan untuk mengatur dan/atau menyelesaikan persoalan-persoalan yuridis yang mengandung unsur-unsur asing; dan

c. Bilamana atau sejauh mana suatu pengadilan harus memperhatikan dan mengakui hak-hak atau kewajiban-kewajiban hukum yang terbit berdasarkan hukum atau putusan hakim asing.

Ruang Lingkup Hukum Perdata Internasional

a. HPI  sebagai Rechtstoepassingsrecht [yang tersempit]

Hukum Perdata Internasional hanya terbatas pada masalah hukum yang diberlakukan [rechtstoepassingrecht]. Pembahasan di sini terbatas pada masalah-masalah yang berkenaan dengan hukum yang harus laksanakan. Hal-hal lain yang berkenaan dengan kompetensi hakim, status orang asing, dan kewarganegaraan tidak termasuk bidang HPI. Sistem semacam ini dianut oleh HPI Jerman dan Belanda.

b. HPI sebagai Choice of Law + Choice of Jurisdiction [yang lebih luas]

Menurut sistem ini, HPI tidak hanya terbatas pada persoalan-persoalan conflict of law [tepatnya choice of law], tetapi termasuk pula persoalan conflict of jurisdiction [tepatnya choice of jurisdiction], yakni persoalan yang berkaitan dengan kompetensi atau wewenang hakim. Jadi HPI tidak hanya menyangkut masalah hukum yang diberlakukan, tetapi juga tentang kewenangan hakim yang dipilih. Sistem HPI yang lebih luas ini dikenal di Inggris, Amerika Serikat, dan negara-negara Anglo Saxon lainnya.

c. HPI sebagai Choice of Law + Choice of Jurisdiction + Condition des Etrangers [yang lebih luas lagi]

Dalam sistem ini, HPI tidak hanya mengenai persoalan pilihan hukum dan pilihan forum atau hakim, tapi juga menyangkut status orang asing [condition des etrangers = statuutlingen = statuut]. Sistem semacam ini dikenal di negara-negara latin, antara lain Italia, Spanyol, dan negara-negara Amerika Selatan.

d. HPI sebagai Choice of Law + Choice Jurisdiction + Condition des Etrangers + Nationalite [yang terluas]

Menurut sistem ini, HPI menyangkut persoalan pilihan hukum, pilihan forum atau hakim, status orang asing, dan kewarganegaraan [nasionalite]. Masalah kewarganegaraan ini menyangkut persoalan tentang cara memperoleh dan hilangnya kewarganegaraan. Sistem yang sangat luas ini dikenal dalam HPI Perancis, dan juga dianut kebanyakan penulis HPI.

Contoh hukum perdata internasional tentang benda

Hukum Perdata Internasional mengenai benda dapat diilustrasikan dengan contoh kasus berikut:

Sebuah kontrak jual beli terjadi antara sebuah perusahaan ekspor dari Indonesia dengan sebuah perusahaan importir di negara bagian Florida Amerika Serikat. Kontrak tersebut mengharuskan barang-barang yang telah dipesan diangkut dari pelabuhan Tanjung Perak Surabaya menuju Miami Florida. Perjanjian tersebut dibuat di Jakarta. Ketika barang siap untuk dikirimkan, ternyata importir tidak melaksanakan janjinya untuk melakukan pembayaran pada waktu yang ditentukan. Selanjutnya, eksportir Indonesia berniat untuk mengajukan gugatan wanprestasi dan menuntut ganti rugi melalui pengadilan di kota Miami, Florida.

Ikuti berita dalam dan luar negeri lainnya hanya di VOI, Waktunya Merevolusi Pemberitaan!

Tag: nasional nusantara internasional kasus hukum pengadilan

  • 1. Definisi dan Istilah Hukum Perdata Internasional

    Untuk mempelajari Hukum Perdata Internasional ada baiknya kita mengetahui istilah-istilah yang ada di beberapa negara. Istilah Hukum Perdata Internasional [HPI] yang digunakan di Indonesia sekarang ini merupakan terjemahan dari istilah :

    1. Private International Law

    2. International Private Law

    3. Internationales Privaatrecht

    4. Droit International Prive

    5. Diritto Internazionale Privato

    Ada beberapa pendapat sarjana yang memberikan pandangan dan definisi dari beberapa istilah di atas antara lain pendapat dari Prof. G.C. Cheshire [Inggris] beranggapan bahwa : “...Private International Law comes into operation whenever the court is faced with a claim that contains a foreign element. It functions only when this element is present and...”. Dalam tulisan yang sama Prof. Cheshire menyimpulkan bahwa : Private International Law, then is that part of law which comes into play when the issue before the court affects some fact, event, or transaction that is so closely connected with a foreign system of law as to necessitate recourseto that system.

    Prof. R.H. Graveson berpendapat bahwa “The Conflict of Laws, or Private Internasional Law, is that branch of law which deals with cases in which some relevant fact has a connection with another system of law on either territorial or personal grounds, and may, on that account, raise a question as to the application of one’s own or the appropriate alternative [ussually foreign] law to the determination of the issue, or as to the exercise of jurisdiction by one’s own or foreign courts”.

    Pandangan Prof. Graveson ini kurang lebih dapat diterjemahkan sebagai berikut: Conflict of Laws atau Hukum Perdata Internasional adalah bidang hukum yang berkenaan dengan perkara-perkara yang didalamnya mengandung fakta relevan yang menunjukkan perkaitan dengan suatu sistem hukum lain, baik karena aspek territorial maupun aspek subjek hukumnya, dan karena itu menimbulkan pertanyaan tentang penerapan hukum sendiri atau hukum lain [yang biasanya asing] atau masalah pelaksanaan yurisdiksi badan pengadilan sendiri atau badang pengadilan asing Prof. J.G. Sauveplanne berpendapat bahwa Hukum Perdata Internasional atau Internationale Privaat Recht [Nederlandse] adalah keseluruhan aturan-aturan yang mengatur hubungan-hubungan hukum perdata yang mengandung elemen-elemen internasional dan hubungan-hubungan hukum yang memiliki kaitan dengan negaranegara asing, sehingga dapat pertanyaan apakah penundukan langsung ke arah hukum asing itu tanpa harus menundukkan diri pada hukum intern [hukum Belanda].

    Sudargo Gautama mendefinisikan Hukum Perdata Internasional sebagai suatu keseluruhan peraturan dan keputusan hukum yang menunjukkan stelsel hukum manakah yang berlaku atau apakah yang merupakan hukum, jika hubungan-hubungan atau peristiwa antara warga [warga] negara pada suatu waktu tertentu memperlihatkan titik-titik pertalian dengan stelsel dan kaidah-kaidah hukum dari dua atau lebih negara yang berbeda dalam lingkungan kuasa tempat, pribadi, dan soal-soal.

    Kemudian Prof. Mochtar Kusumaatmadja berpendapat bahwa Hukum Perdata Internasional ialah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi batas negara. Dengan perkataan lain, hukum yang mengatur hubungan hukum perdata antara para pelaku hukum yang masing-masing tunduk pada hukum perdata [nasional] yang berlainan

    Sedangkan Prof. Sunaryati Hartono berpandangan bahwa Hukum Perdata Internasional mengatur setiap peristiwa/hubungan hukum yang mengandung unsur asing, baik di bidang hukum publik maupun hukum privat. Karena inti dari Hukum Perdata Internasional adalah pergaulan hidup masyarakat internasional, maka HPI sebenarnya dapat disebut sebagai Hukum Pergaulan Internasional.

    Jadi yang internasional itu adalah hubungan-hubungannya, sedangkan kaidahkaidah HPI adalah hukum perdata nasional. Dengan demikian, masing-masing negara yang ada di dunia ini memiliki HPI sendiri, sehingga akan dikenal HPI Indonesia, HPI Jerman, HPI Inggris, HPI Belanda, dan sebagainya.

    Dalam HPI Indonesia telah terjadi pertentangan istilah [Contraditio in Termins], maksudnya bahwa seolah-olah ada hukum perdata yang berlaku di semua negara padahal hukum perdata tersebut [HPI] berlaku di Indonesia. Padahal HPI adalah hukum nasional dan yang internasional adalah hubungan-hubungan atau peristiwaperistiwanya. Yang dimaksud dengan “internasional” adalah karena dalam hubungan /peristiwa hukum tersebut mengandung unsur asingnya [foreign element].

    Beberapa contoh sederhana di bawah ini dapat mengilustrasikan pendapat dari para sarjana di atas antara lain:

    - Seorang warga negara Indonesia menikah dengan seorang warga negara Jepang. Pernikahan dilangsungkan di Tokyo, dan karena salah satu pihak ternyata masih terikat pada suatu perkawinan lain yang sudah ada, maka pihak itu dianggap telah melakukan poligami, dan pihak yang lain mengajukan gugatan perceraian di Pengadilan Indonesia di Jakarta;

    - Sebuah kontrak jual beli antara sebuah perusahaan ekspor dari Indonesia dengan sebuah perusahaan importir di negara bagian Florida Amerika Serikat mengenai barang-barang yang harus diangkut dari pelabuhan Tanjung Perak Surabaya ke Miami Florida. Perjanjian dibuat di Jakarta. Ketika barang siap dikirimkan, ternyata importir tidak memenuhi janjinya untuk melakukan pembayaran pada waktunya.

    Eksportir Indonesia kemudian berniat untuk mengajukan gugatan wanprestasi dan menuntut ganti rugi melalui Pengadilan di kota Miami, Florida.

    Bahkan agak berbeda dari contoh-contoh di atas, orang dapat pula menghadapi peristiwa-peristiwa hukum yang walaupun menunjukkan ciri yang sama, tetapi bersifat agak khusus, seperti misalnya dalam rangka pemasaran sejumlah bahan produk-produk  elektronik dari Indonesia ke Korea Selatan, eksportir dari Indonesia dan importir dari Korea Selatan telah membuat sebuah kontrak yang siap untuk dilaksanakan. Namun demikian, dalam pelaksanaannya ternyata para pihak menghadapi hambatan karena adanya pembatasan-pembatasan impor [bea masuk atau standar mutu] yang ditetapkan oleh pemerintah Korea Selatan untuk impor barang-barang elektronik. Timbul persoalan tentang sejauhmana kaidah-kaidah hukum administrasi negara asing itu mengikat dan berlaku terhadap perjanjian-perjanjian semacam itu.

    2. Peranan dan Manfaat HPI

    Perkembangan Hukum Perdata Internasional di dasarkan pada kenyataan adanya koeksistensi dari berbagai sistem hukum di dunia yang sederajad. Setiap pembuat hukum di suatu negara pada dasarnya membentuk hukum sesuai dengan kebutuhan atau situasi yang ada di negaranya. Namun adakalanya terjadi peristiwaperistiwa hukum yang menunjukkan adanya kaitan atau relevansi dengan lebih dari satu sistem hukum negara-negara. Bila kenyataan yang ada dikaitkan dengan materi HPI maka akan selalu timbul permasalahan-permasalahan tertentu yang menjadi masalah pokok dalam mempelajari HPI, yaitu:

    a. Hakim atau badan peradilan manakah yang berwenang untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yuridis yang mengandung unsur asing;

    b. Hukum manakah yang harus diberlakukan untuk mengatur dan atau menyelesaikan persoalan-persoalan yuridis yang mengandung unsur-unsur asing; dan

    c. Bilamana atau sejauhmana suatu pengadilan harus memperhatikan dan mengakui hak-hak atau kewajiban-kewajiban hukum yang terbit berdasarkan hukum atau putusan hakim asing.

    Dengan adanya unsur masalah-masalah pokok dalam HPI ini maka dapat mempermudah para pembaca, baik mahasiswa, dosen, maupun stakeholder lainnya agar lebih mudah dalam mempelajari dan memahami apa itu HPI, perbedaan antara  HPI dengan Hukum Internasional [publi] baik dari subyek hukum, sumber hukum maupun permasalahan yang diatur.

    Manfaat dan peranan ilmu begitu besar bagi para pembaca dan orang-orang yang menekuni profesi di bidang hukum dalam menerapkan teori-teori maupun kaidah dan asas hukum yang terkait dengan peristiwa HPI untuk memecahkan permasalahan yang ada dalam praktek di setiap negara.

    3. Ruang Lingkup Hukum Perdata Internasional

    a. HPI = Rechtstoepassingsrecht [yang tersempit]

    Hukum Perdata Internasional hanya terbatas pada masalah hukum yang diberlakukan [rechtstoepassingrecht]. Di sini yang dibahas hanyalah masalahmasalah yang berkenaan dengan hukum yang harus diberlakukan. Hal-hal lain yang berkenaan dengan kompetensi hakim, status orang asing, dan kewarganegaraan tidak termasuk bidang HPI. Sistem semacam ini dianut oleh HPI Jerman dan Belanda.

    b. HPI = Choice of Law + Choice of Jurisdiction [yang lebih luas]

    Menurut sistem ini, HPI tidak hanya terbatas pada persoalan-persoalan conflict of law [tepatnya choice of law], tetapi termasuk pula persoalan conflict of jurisdiction [tepatnya choice of jurisdiction], yakni persoalan yang bertalian dengan kompetensi atau wewenang hakim. Jadi HPI tidak hanya menyangkut masalah hukum yang diberlakukan, tetapi juga hakim manakah yang berwenang. Sistem HPI yang lebih luas ini dikenal di Inggris, Amerika Serikat, dan negara-negara Anglo Saxon lainnya.

    c. HPI = Choice of Law + Choice of Jurisdiction + Condition des Etrangers [yang lebih luas lagi]

    Dalam sistem ini HPI tidak hanya menyangkut persoalan pilihan hukum dan pilihan forum atau hakim, tapi juga menyangkut status orang asing [condition des etrangers = statuutlingen = statuut]. Sistem semacam ini dikenal di negaranegara latin, yaitu Italia, Spanyol, dan negara-negara Amerika Selatan.

    d. HPI = Choice of Law + Choice Jurisdiction + Condition des Etrangers + Nationalite [yang terluas]

    Menurut sistem ini HPI menyangkut persoalan pilihan hukum, pilihan forum atau hakim, status orang asing, dan kewarganegaraan [nasionalite]. Masalah kewarganegaraan ini menyangkut persoalan tentang cara memperoleh dan hilangnya kewarganegaraan. Sistem yang sangat luas ini dikenal dalam HPI Perancis, dan juga dianut kebanyakan penulis HPI.

    .

  • SEJARAH HUKUM PERDATA INTERNASIONAL

    I. Masa Kekaisaran Romawi [Abad ke 2-6 sesudah Masehi]

    Masa ini adalah masa awal perkembangan hukum perdata internasional. Wujud nyatanya adalah dengan tampaknya hubungan antara warga romawi dengan penduduk provinsi atau municipia, dan penduduk provinsi atau orang asing dengan satu sama lain didalam wilayah kekaisaran romawi. Dalam hubungan hukum tersebut tentu memiliki sengketa, dan untuk menyelesaikan sengketa dibentuklah peradilan khusus yang disebut preator peregrines

    Hukum yang digunakan adalah Ius Civile, yaitu hukum yang berlaku bagi warga Romawi, yang sudah disesuaikan untuk kepentingan orang luar..

    Asas HPI yang berkembang pada masa ini:

    a.       Asas Lex Rei Sitae [ Lex Situs ] yang berarti perkara-perkara yang menyangkut benda-benda tidak bergerak tunduk pada hukum dari tempat di mana benda itu berada/terletak.

    b.      Asas Lex Domicilii yang berarti hak dan kewajiban perorangan harus diatur oleh hukum dari tempat seseorang berkediaman tetap.

    c.       Asas Lex Loci Contractus yang berarti bahwa terhadap perjanjian-perjanjian [ yang melibatkan para pihak-pihak warga dari provinsi yang berbeda ] berlaku hukum dari tempat pembuatan perjanjian

    II. MASA PERTUMBUHAN ASAS PERSONAL HUKUM PERDATA INTERNASIONAL [ABAD KE-6 SAMPAI 10]

    Pada masa ini kekaisaran romawi ditaklukan oleh orang “barbar” dan wilayah bekas provinsi-provinsi jajahan romawi, dan akibatnya ius civile pada masa kekaisaran romawi tidak berguna.

    Pada masa iini tumbuh dan berkembang beberapa prinsip atau asas genealogis, yaitu :

    1.   Asas umum yang menetapkan bahwa dalam setiap proses penyelesaian sengketa hokum menggunakan hukum dari pihak tergugat.

    2.   Penetapan kemampuan untuk membuat perjanjian bagi seseorang harus dilakukan berdasarkan hukum personal dari masing-masing pihak.

    3.   Proses pewarisan harus dilangsungkan berdasarkan hukum personal dari pihak pewaris.

    4.   Peralihan hak milik atas benda harus dilaksanakan sesuai dengan hukum personal pihak transferor [pihak yang mengalihkan].

    5.   Penyelesaian perkara tentang perbuatan melanggar hukum harus dilakukan berdasarkan hukum personal dari pihak pelaku perbuatan yang melanggar hukum.

    6.   Pengesahan suatu perkawinan harus dilakukan berdasarkan hukum dari piahak suami.

    III. PERTUMBUHAN ASAS TERITORIAL [ABAD KE 11-12 DI ITALIA]

    Pertumbuhan asas genealogis sulit untuk dipertahankan  diakibatkan struktur masyarakat yang semakin condong ke arah masyarakat teritorialistik di seluruh wilayah eropa.

    Keanekaragaman sistem-sistem hukum lokal kota-kota ini didukung dengan intensitas perdagangan antar kota yang tinggi yang sering menimbulkan persoalan mengenai pengakuan terhadap hak asing diwilayah suatu kota. Dalam hal menyelesaikan masalah inilah untuk menjawab perselisihan tersebut dapat dianggap sebagai pemicu tumbuhnya teori Hukum Perdata Internasional yang dikenal dengan sebutan teori statuta diabad ke 13 sampai abad 15.

    IV.             TAHAP KEEMPAT PERKEMBANGAN TEORI STATUTA

    1.   Perkembangan Teori Statuta di Prancis [ Abad ke-16]

    Struktur kenegaraan Prancis pada abad ini, mendorong untuk mempelajari hubuungan perselisihan secara intensif. Para ahli hukum Prancis berusaha menjalani dan memodifikasi teori Statuta Italia dan menerapkannya dalam konflik antar propinsi di Prancis.

    2.   Perkembangan Teori Statuta di Italia [Abad ke 13-15]

    Lahirnya teori statuta italia dipicu oleh gagasan seorang tokoh post glassator yang bernama Accurcius yaitu  “Bila seorang yang berasal dari suatu kota tertentu di Italia di gugat disebuah kota lain, maka ia tidak dapat dituntut berdasarkan hukum dari kota lain it karena ia bukan subjek hukum dari kota lain itu.”

    3.   Perkembangan Teori Statuta di Belanda [Abad ke 17-18]

    Prinsip dasar yang dijadikan titik tolak dalam teori Statuta Belanda ini adalah kedaulatan ekslusif negara yang berlaku didalam teritorial suatu negara.

    Penyelesaian perkara hukum perdata internasional harus bertitik tolak dari 3 prinsip dasar, yaitu :

    a.       Hukum suatu negara hanya berlaku dalam batas-batas teritorial negara itu

    b.      Semua orang atau subjek hukum secara tetap atau sementara berada didalam teritorial wilayah suatu negara berdaulat.

    c.       Berdasarkan prinsip sopan santun antarnegara, hukum yang belaku dinegara asalnya tetap memilikikekuatan berlaku dimana-mana, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan subjek hukum dari negara pemberin pengakuan.

    V. TEORI HUKUM PERDATA INTERNASIONAL UNIVERSAL [ABAD KE-19]

    Tokoh yang mencetuskan teori ini adalah Friedrich Carl V. Savigny yang berasal dari Jerman. Pemikiran Savigny ini juga berkembang setelah didahului oleh pemikiran tokoh lain yang juga berasal dari Jerman yaitu C.G. Von Wacher yang mengkritik bahwa teori statuta italia dianggap menimbulkan ketidakpastian hukum.

                Watcher berasumsi bahwa Hukum intern forum hanya dibuat untuk dan hanya diterapkan pada kasus-kasus hukum lokal saja. Karena itu kaidah perkara Hukum perdata internasional, forumlah yang harus menyediakan kaidah hukum perdata internasional

    Pandangan F.C Von Savigny adalah bahwa :

    ·         Jika orang hendak menetukan aturan hukum apa yang seharusnya berlaku dalam suatu perkara yang terbit dari suatu hubungan hukum

    ·         Savigny beranggapan bahwa legal seat itu harus ditetapkan terlebih dahulu dan caranya adalah dengan melokalisasi tempat kedudukan hukum dari hubungan hukum itu melalui bantuanm titik-titik taut.

    ·         Jika tempat kedudukan hukum dari suatu jenis hubungan hukum telah dapat ditentukan, sistem hukum dari tempat itulah yang akan digunakan sebagai lex causae.

    ·         Setelah tempat kedudukan hukum itu dapat selalu dilokalisasi, melalui penerapan titik-titik taut yang sama pada hubungan hukum yang sejenis.

    ·         Asas hukum itulah yang menjadi asas Hukum Perdata Internasional yang menurut pendekatan tradisional mengandung titik taut penentu yang harus digunakan dalam rangka menentukan lex causae.

    ·         Menggunakan sebuah asas HPI yang bersifat tetap untuk menyelesaikan berbagai perkara HPI .


  • Sumber Hukum Perdata Internasional

    HPI pada dasarnya merupakan bagian dari Hukum Nasional suatu negara. Artinya :

    ·         HPI merupakan salah satu subbidang hukum dalam sebuah sistem hukum nasional yang bersama-sama dengan sub-sub bidang hukum lain seperti hukum keperdataan, hukum dagang, hukum pidana, dan sebagainya, membentuk suatu sistem hukum nasional yang utuh; 

    ·         Suatu sistem hukum negara seharusnya diperlengkapi dengan suatu sistem HPI nasional yang bersumber pada sumber-sumber hukum nasional, tetapi yang khusus dikembangkan untuk memberi kemampuan pada sistem hukum itu untuk menyelesaikan perkara-perkara yang mengandung unsur asing. 

    Memang harus diakui bahwa dewasa ini terdapat kecenderungan kuat secara internasional untuk membangun dan menetapkan kaidah-kaidah atau asas-asas HPI melalui jalur dan mekanisme serta menuangkannya ke dalam sumber-sumber hukum internasional publik [misalnya melalui konvensi-konvensi hukum internasional]. Perkembangan ini menjadi penting artinya untuk mengusahakan adanya keseragaman, unifikasi dan harmonisasi kaidah-kaidah HPI secara internasional.

    Kaidah-kaidah atau asas-asas HPI yang dikembangkan melalui perjanjian-perjanjian internasional antar negara itu disebut “kaidah-kaidah HPI internasional”, yang tetap baru akan mengikat negara-negara apabila mereka meratifikasinya dan menjadikannya bagian dari sistem hukum nasional mereka. Jadi bahkan kaidah-kaidah HPI Internasional semacam ini pun tetap dapat dianggap sebagai sumber-sumber HPI nasional . Contohnya seperti aturan-aturan dalam ICC [International Chamber of Commerce], Incoterm [International Commercial Term] 2010, CISG [United Nations Convention on Contracts for the International Sale of Goods] 1980, ICSID [International Center For Settlement Of Investment Disputes] yang dapat digunakan / diterapkan oleh pelaku usaha atau pebisnis dari berbagai negara.

    Sumber HPI sama dengan sumber hukum nasional karena dia merupakan bagian dari sumber hukum nasional.

    Sumber Hukum Perdata Internasional:

    1.Undang-undang Nasional dan kebiasaan Nasional

    2.Traktat dan kebiasaan Internasional

    3.Yurisprudensi Internasional maupun Nasional

    4.Doktrin Internasional maupun Nasional

    Terkait dengan pengaturan HPI, saat ini Indonesia masih menggunakan tiga pasal lama warisan Belanda, yaitu:

    Pasal 16, Pasal 17, dan Pasal 18 Algemeene Bepalingen van Wetgeving voor Nederlands Indie [AB] Staatsblad 1847 No 23 of 1847.

    1. Pasal 16 A.B : Ketentuan –ketentuan perundang-undangan mengenai status dan wewenang subjek hukum tetap berlaku bagi WNI.

    2. Pasal 17.A.B : Menganai benda yang tidak bergerak berlaku undang-undang negara atau tempat dimana benda itu terletak.

    3. Pasal 18. A.B. : Bentuk tiap perbuatan ditentukan oleh UU Negeri atau tempat dimana perbuatan itu dilakukan/diadakan.


  • PENGERTIAN TITIK TAUT

                Titik taut adalah faktor-faktor yang menunjukkan kearah pemberlakuan suatu ketentuan hukum negara tertentu. Misalnya Kewarganegaraan, Tempat Letak Benda, Tempat Perbuatan Hukum, Domisili, dll.

    Titik taut terdiri dari 2 yaitu:

    1.Titik Taut Primer

    2.Titik Taut Sekunder

    Titik Taut Primer

    Fakta-fakta di dalam sebuah perkara atau peristiwa hukum, yang menunjukkan bahwa peristiwa tersebut mengandung unsur-unsur asing, karena itu peristiwa hukum yang dihadapi adalah peristiwa HPI.

    Contoh :

    -          Seorang WNI menikah dengan warga negara Perancis.

    -          Seorang WN Jerman melakukan jual beli dengan WN Jepang.

    Titik Taut Primer : Kewarganegaraan

    Titik Taut Sekunder

    Fakta-fakta dalam perkara HPI yang akan membantu penentuan hukum manakah yang harus diberlakukan dalam menyelesaikan persoalan HPI yang sedang dihadapi.

    Contoh :

    Keabsahan suatu perkawinan harus ditetapkan berdasarkan kaidah hukum dari tempat dimana perkawinan diresmikan / dilangsungkan.

    Lex Loci Selebrationis.

    Titik Taut Sekunder : tempat perkawinan dilangsungkan

    Titik Taut Primer terdiri dari :

    ·         Kewarganegaraan

    kewarganegaraan dari pada pihak yang menyebabkan timbulnya suatu persoalan HPI.

    Misalnya:  WNI melakukan jual beli dengan WN Jepang, maka terjadilah persoalan HPI.

    ·         Bendera Kapal

    Misalnya: sebuah kapal yang berbendera panama, para penumpangnya yang berlayar dikapal ada warga negara Indonesia. Kapal tersebut berlayar diperairan Indonesia. Maka timbul permasalahan HPI

    ·         Domisili

      Misalnya : seorang warga negara Inggris bernama A berdomisili dinegara Y dan melangsungkan perkawinan dengan warga negara Inggris yang bernama B yang berdomisili di Negara X. Keduanya A dan B adalah warga negara Inggris tetapi domisilinya berbeda. Karena warga negaranya sama maka tidak menimbulkan persoalan HPI, tetapi karena domisilinya berbeda maka timbullah  persoalan HPI.

    ·         Tempat Kediaman; Persoalan tempat kediaman seseorang juga dapat melahirkan masalah HPI. Misalnya : dua orang warga negara Malaysia yang berkediaman sementara di Indonesia melangsungkan pernikahan di Indonesia. 

    ·         Tempat Kedudukan Badan Hukum; Badan hukum sebagai subyek hukum juga memiliki kebangsaan dan tempat kedudukan [legal seat]. Umumnya kebangsaan badan hukum ditentukan berdasarkan tempat [atau negara] di mana pendirian badan hukum tersebut di daftarkan. Misalnya : PT. Indokohindo, sebuah perusahaan joint venture antara beberapa pengusaha Jepang dan Indonesia. PT tersebut didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di Jakarta [Indonesia]. Dengan demikian status hukum PT tersebut adalah badan hukum Indonesia. Contoh lain : Hong Ming Co. Ltd sebuah perusahaan joint venture antara pengusaha Indonesia dan Singapura, didirikan dan berkedudukan di Singapura, maka perusahaan yang bersangkutan berbadan hukum Singapura. Begitu juga perusahaan yang didirikan

    Titik Taut Sekunder

    ·         Tempat Letak Benda [Lex Situs]

    letaknya suatu benda merupakan titik taut yang menentukan hukum yang harus diberlakukan.

    Contoh : hasil bumi dari perkebunan Indonesia di ekspor ke luar negeri. Maka hukum yang berlaku adalah hukum Indonesia, karena bendanya ada di Indonesia.

    ·         Tempat dilangsungkannya perbuatan hukum [Lex Locus]

    Contoh : Seseorang WNI membuat kontrak di Jakarta dengan perusahaan Jepang, maka hukum Indonesia yang berlaku.

    ·         Tempat dilaksanakan Perjanjian [Lex Loci Contraktus]

    Contoh : seorang WNI mengadakan kontrak pemborongan dengan kontraktor asing tentang pembangunan hotel di Jakarta, maka hukum yang digunakan adalah hukum Indonesia, karena bangunan hotelnya berlangsung di Indonesia.

    ·         Tempat terjadinya Perbuatan melanggar Hukum

    Hukum yang berlaku adalah hukum dimana tempat terjadinya perbuatan melanggar hukum tersebut.


    1. Lex Rei Sitae

      Hukum yang berlaku atas suatu benda [tidak bergerak] adalah hukum dari tempat benda itu terletak/berada

    2. Lex Loci Contractus

      Terhadap perjanjian yang bersifat HPI berlaku kaidah hukum dari tempat perjanjian dibuat/ditandatangani.

    3. Lex Loci Solutionis

      Hukum yang berlaku adalah tempat dimana isi perjanjian dilaksanakan.

    4. Lex Loci Celebrationis

      Hukum yang berlaku bagi sebuah perkawinan adalah sesuai dengan hukum tempat perkawinan itu dilangsungkan.

    5.  Lex Domicile

      Hukum yang berlaku adalah tempat seseorang berkediaman tetap [permanent home].

    6.  Lex Patriae

      Hukum yang berlaku adalah sesuai dengan tempat seseorang berkewarganegaraan

    7.  Lex Loci Forum

      Hukum yang berlaku adalah tempat perbuatan resmi dilakukan. Perbuatan Resmi à Pendaftaran Tanah/Kapal, gugatan perkara

    8.  Lex Loci Delicti Commisi Tator

      Hukum yang berlaku adalah Hukum dari tempat dimana perbuatan melanggar hukum dilakukan.

    9. Choice of Law [Pilihan Hukum]

      Hukum yang berlaku adalah hukum yang dipilih oleh para pihak.

    Tahapan-tahapan dalam penyelesaian suatu perkara HPI yang dilakukan oleh titik-titik taut

    ·         Apakah peristiwa hukum yang dihadapi merupakan peristiwa HPI?

    ·         Melaksanakan kwalifikasi fakta berdasarkan Lex Fori, dalam rangka penetapan kategori yuridik dari perkara yang sedang dihadapi.

    ·         Penentuan kaidah HPI mana dari Lex Fori yang harus digunakan untuk menentukan Lex Causae

    ·         Setelah Lex Causae ditentukan, maka hakim berusaha menetapkan kaidah-kaidah hukum internal apa yang akan digunakan untuk menyelesaikan perkara.

    ·         Berdasarkan titik-titik taut dari Lex Causae, Hakim telah menentukan kaidah hukum internal/ materil yang harus diberlakukan, maka barulah pokok perkara dapat diputuskan.

    LATIHAN
    ASAS PENENTUAN TITIK TAUT SEKUNDER

    KASUS I

    Neymar, seorang warga negara Brazil mengadakan kontrak kerja dengan Samuel Eto’o, agen pemain sepakbola warga negara Kamerun yang berdomisili di London. Dalam kontrak tersebut, Neymar menyetujui isi kontrak untuk bermain di klub sepakbola PSMS Medan pada Liga Indonesia. Pada saat itu ia masih terikat kontrak dengan PSG [Prancis]. Neymar memilih untuk memenuhi isi kontrak tersebut dan bermain pada klub PSMS Medan. Tindakan Neymar ini menimbulkan gugatan dari PSG karena menganggap Neymar Wanprestasi.

    Hukum mana yang digunakan PSG untuk menggugat Neymar? tentukan titik taut sekundernya.


  • Status Personal

    Status personel adalah kondisi atau keadaan suatu pribadi dalam hukum yang diberikan/ diakui oleh negara untuk mengamankan dan melindungi masyarakat dan lembaga- lembaganya.

    Status personel ini meliputi hak dan kewajiban, kemampuan dan ketidak emampuan bersikap tindak di bidang hukum, yang unsur- unsurnya tidak dapat diubah atas kemauan pemiliknya.

    Terdapat 2 prinsip untuk menentukan status personel yaitu :

    1.      Aliran personalitas/kewarganegaraan [lexpatriae]
    Untuk status personel suatu pribadi berlaku hukum personelnya [negara- negara Eropa kontinental/Civi Law].

    2.      Aliran teritorialitas/domisili [lexdomocillie]
    Status personel suatu pribadi tunduk pada hukum dinegara mana ia berdomisilie [negara- negara Anglo Saxon/Common Law].

    A.Status Personal  Manusia

    Kewarganegaraan/Nationality 
    Pembatasan mengenai siapa yang merupakan warga negara dari suatu negara ditetapkan sendiri oleh negara yang bersangkutan. Untuk menentukan siapa warganegaranya dibatasi oleh prisip- prinsip umum hukum internasional mengenai kewarganegaraa.

    Pembatasan terhadap kebebasan dalam menentukan warganegara :

    1.Orang- orang yang tidak mempunyai hubungan apapun dengan suatu negara tidak boleh dimasukan sebagai warganegara, negara yang bersangkutan.

    2.Negara tidak boleh menentukan siapa- siapa yang merupakan warganegara suatu negara lainnya.

    Cara menentukan kewarganegaraan :

    1. Asas tempat kelahiran [ius soli]

    2. Asas keturunan [ius sanguinis]

     Status Personal Badan Hukum

    Badan hukum dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai organisasi atau perkumpulan yang didirikan dengan akta yang otentik dan dalam hukum diperlakukan sebagai orang yang memiliki hak dan kewajiban.

    Status Personal Badan Hukum berguna untuk:

    ·         Menentukan ada tidaknya badan hukum

    ·         Menentukan kemampuan untuk bertindak dalam hukum

    ·         Menentukan hukum yang mengatur organisasi intern dan hubungan-hubungan hukum dengan pihak ketiga

    ·         Menentukan cara-cara perubahan Anggaran dasar serta berhentinya badan hukum

    ·         Menentukan hak-hak dan kewenangan dari sejak ’lahir’ [diciptakan/berdiri] hingga ’meninggal’ [berhentinya sebagai badan hukum setelah dilikuidasi]

    BADAN HUKUM TERBAGI ATAS 2 YAITU:

    1. Badan Hukum Publik, didirikan menyangkut kepentingan publik, orang banyak atau negara pada umumnya.

     Contoh badan hukum publik :

    ·         Negara Republik Indonesia  yang menjadi dasarnya Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila yang menjalankan kekuasaan diberikan tugas kepada Presiden dan para menteri.

    ·         Pemda Tk. I, II / Pemprov & Pemkot / Pemkab

    ·         Bank Indonesia

    ·         Perusahaan Negara

    ·         Perusahaan Daerah

    2.  Badan Hukum Privat, didirikan menyangkut kepentingan pribadi didalam badan hukum tersebut.

    Contoh Badan Hukum Privat

    ·         Perseroan Terbatas [“PT”]

    ·         Yayasan

    ·         Koperasi

    Perbedaan Badan Hukum Publik dan Privat

    1.Cara didirikannya

      Badan Hukum Privat: individu-individu atau sekelompok masyarakat

      Badan Hukum  Publik didirikan oleh kekuasaan atau negara.

    2.Kekuasaanya

      Badan Hukum Publik memiliki kewenangan dapat membuat keputusan atau peraturan yang mengikat orang lain yang tidak tergabung dalam badan hukum tersebut.

    Asas Penetuan Status Badan Hukum

    1.Asas Kewarganegaraan/domicile pemegang saham, berdasarkan mayoritas pemegang saham lex patriae atau lex domicili. Sudah ketinggalan zaman.

    2.Asas Centre of Administration/Business, berdasarkan kaidah hukum pusat kegiatan administrasi badan hukum tersebut. Diterima di Eropa Kontinental.

    3.Asas Place of Incorporation, berdasarkan tempat badan hukum didirikan. Diterima di Indonesia.

    4.Asas Centre of Exploitation. Berdasarkan tempat perusahaan melakukan operasional, exploitasi, atau kegiatan produksi.

    Prinsip dalam Menentukan Status Personal Badan Hukum

    1.  Teori Inkorporasi

      Tempat Kedudukan Badan Hukum adalah di mana badan hukum tsb didirikan.

    2. Teori Statutair

      Berdasarkan AD/ART dari badan hukum

    3. Teori Manajemen Efektif

      Di negara tempat manajemen efektif badan hukum bersangkutan dijalankan.

    4. Remote Control Theory

      Menurut teori ini, meski suatu badan hukum didirikan dan/atau dijalankan dari Negara X, tetapi bilamana kata final untuk Operasionalnya diputuskan dari Negara Y, maka hukum dan tempat kedudukan dari badan hukum tersebut adalah Negara Y


  • KUALIFIKASI  adalah bagian dari proses dalam HPI untuk penataan sekumpulan fakta yang dihadapinya untuk selanjutnya dilakukan pendefenisian dan kemudian menempatkannya kedalam suatu katagori yuridis tertentu.

    JENIS JENIS KUALIFIKASI

    1.      Kualifikasi menurut lex fori

    Kualifikasi harus dilakukan menurut hukum materiil sang hakim.   Pengertian-pengertian yang dihadapi dalam kaidah-kaidah HPI harus   dikwalifikasikan menurut sistem hukum negara asing hakim sendiri.

    2.      Kualifikasi lex causae [Lex fori yang diperluas]

    Hakim negara X tiba-tiba pada kesimpulan bahwa hukum Y yang harus   diperlakukan, maka kaidah-kaidah HPI dipersoalkan harus dikualifisir   menurut hukum Y

    3.      Kualifikasi secara otonom

    Kualifikasi terhadap kumpulan fakta harus dilakukan secara terlepas   dari kaitannya pada suatu sistem hukum lokal/nasional tertentu [besifat   otonom]. Artinya, dalam HPI seharusnya dikembangkan konsep-konsep   hukum yang khas dan dapat berlaku secara umum serta mempunyai  makna yang sama dimanapun di dunia.

    4.      Kualifikasi primer dan sekunder

                Sesuai Titik Taut Primer dan Titik Taut Sekunder

    CONTOH : Sepasang suami istri kewarganegaraan Inggris berdomisili Inggris dan melangsungkan pernikahan mereka di Inggris. Setelah pernikahan, mereka pindah tetap dan berdomisili di Prancis dan memperoleh kewarganegaraan Prancis. Semasa hidupnya di Prancis, suami membeli sebidang tanah produktif di Prancis. Suami meninggal dunia dan setelah itu istrinya tidak memperoleh bagian hasil produksi tanah tersebut.

    Selanjutnya Istri menuntut ¼ bagian dari hasil produksi tanah yang dikelolah pihak lain ke Pengadilan Prancis.

    HARTA PERKAWINAN atau PEWARISAN TANAH?

    HAKIM HARUS DAPAT MELAKUKAN KUALIFIKASI DENGAN BENAR DENGAN MENGGUNAKAN KAIDAH HPI SECARA BENAR

    ·         Kaidah HPI pada Hukum Inggris dan Prancis yang pada dasarnya sama, yaitu :

    ·         Masalah pewarisan tanah harus tunduk pada hukum dimana tanah terletak, bedasarkan asas lex rei sitae.

    ·         Masalah tuntutan janda atas hak-haknya terhadap harta perkawinan [matrimonial right] harus diatur oleh hukum dimana para pihak berdomisili pada saat perkawinan diresmikan [lex loci celebrationis]

    Persoalan kualifikasi berdasarkan hukum Prancis [lex fori] atau berdasark hukum Inggris [hukum asing] akan membawa pengarus terhadap proses penyelesaian sengketa bahwa:

    A.  Jika perkara dikualifikasikan sebagai perkara PEWARISAN TANAH

    ·         Kaidah Hukum Prancis akan akan menunjukkan kearah hukum intern Prancis sebagai lex cause

    ·         HUkum Prancis menyatakan seorang janda tidak berhak mendapatkan bagian dari harta warisan

    ·         Tuntutan akan DITOLAK.

    B.   Jika perkara dikualifikasikan sebagai perkara Matrimonial Right

    ·         Kaidah hukum Prancis akan menunjuk ke arah Hukum Inggris sebagai lex cause

    ·         Hukum Inggris menyatakan seorang janda memiliki hak atas hasil tanah itu sebagai dari harta perkawinan

    ·         Tuntutan akan DIKABULKAN

    1. Kualifikasi menurut lex fori

      Pertimbangan : Kesederhanaan dan Kepastian

    Keunggulan: Perkara lebih mudah diselesaikan, mengingat digunakannya konsep-konsep hukum lex fori yang paling dikenal oleh hakim.

    Kelemahan: Ketidakadilan kerena kualifikasi adakalanya dijalankan dengan menggunakan ukuran-ukuran yang tidak selalu sesuai dengan sistem hukum asing seharusnya diberlakukan atau bahkan dengan menggunakan ukuran-ukuran yang tidak dikenal sama sekali oleh sistem hukum tersebut.

    CONTOH KASUS

    ·         Philip [warga negara Prancis] berdomisili di Prancis dan berusian 19 tahun menikah dengan Sarah [warga negara Inggris] dilangsungkan dan diresmikan di Inggris [tahun 1898].  Philip menikah dengan Sarah tanpa izin orang tua Philip dimana izin orang tua ini diwajibkan oleh hukum Prancis.

    ·         Pada tahun 1901 Philip pulang ke Prancis dan mengajukan permohonan di pengadilan Prancis untuk pembatalan perkawinannya dengan Sarah dengan alasan bahwa perkawinan itu dilangsungkan tanpa izin orang tua. Permohonan dikabulkan oleh pengadilan Prancis dan Philip kemudian menikah dengan seorang wanita Prancis di Prancis.

    ·         Sarah kemudian menggugat Philip di Inggris karena Philip dianggap melakukan perzinaan dan meninggalkan istrinya terlantar. Gugatan itu ditolak karena alasan yuridiksi

    ·         Pada tahun 1904, Sarah sudah merasa tidak terikat dalam perkawinan denga Philip, kemudian menikah kembali dengan Odgen dilangsungkan di Inggris.

    ·         Pada tahun 1906 Odgen menggangap bahwa Sarah masih terikat dengan perkawinan dengan Philip karena berdasarkan hukum Inggris perkawinan Philip dan Sarah belum dianggap batal karena keputusan pengadilan Prancis tidak diakui di Inggris. Odgen kemudian mengajukan pembatalan perkawinan dengan Sarah, dengan dasar hukum bahwa istrinya telah berpoligami. Permohoan diajukan di pengadiolan Inggris

    ·         Untuk menerima atau menolak Odgen, maka hakim harus menentukan  terlebih dahulu apakah perkawinan Philip dengan Sarah adalah sah atau tidak. Dalam hal titik-titik tau menunjuk ke arah hukum Inggris sebagai hukum dari tempat peresmian perkawinan dah hukum Prancis karena salah satu pihak [Philip] adalah pihak yang berdomisili di Prancis

    ·         Kaidah HPI Inggris menetapkan

    ·         Persyaratan esential untuk sahnya perkawinan, temasuk persoalan kemampuan hukum seseorang pria untuk menikah harus daiatur dalam lex domicili [ menunjuk pada hukum Prancis]

    ·         Persayaratan formal untuk sahnya perkawinan harus tunduk pada hukum dari tempat peresmian perkawinan [lex leci celebrationis]. Jadi dalam hal ini menunjuk hukum Inggris

    ·         Hakim pertama-tama menunjuk arah hukum Prancis sebagai lex cause, untuk menentukan kemampuan  hukum Philips untuk menikah, pada tahap ini didasari bahwa Hukum Prancis dapat disimpulkan laki-laki yang belum berusian 25 tahun tidak dapat menikah, apabila tidak diizinkan oleh orangtuanya. Dengan demikian berdasarkan hukum Prancis, tidak adanya izin orang tua harus menyebabkan batalnya perkawinan antara Philip dan Sarah.

    PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN:

    ·         Perkawinan antara Philip dan Sarah dinyatakan tetap sah karena “izin orang tua” dikualifikasikan berdasarkan hukum Inggris [lex fori].

    ·         Berdasarkan penyimpulan diatas, perkawinan antara Sarah dan Odgen dianggap tidak sah karena salah satu pihak Sarah dianggap masih terikat perkawinan dengan Philip dan karena itu dianggap poligami

    ·         Permohonan Odgen kemudian dikabulkan dan perkawinan Odgen dan Sarah dibatalkan oleh pengadilan Inggris.

    HAKIM MENGGUNAKAN KUALIFIKASI LEX FORI YAITU HUKUM YANG BERLAKU DI NEGARA HAKIM [PENYELESAIAN SENGKETA] DAN TIDAK MENGACU PADA KAIDAH HPI NEGARA LAIN


  • PENGERTIAN RENVOI

    RENVOI DALAM AKTA

    Pembetulan [perbaikan] tambahan dalam suatu akta autentik dengan memberikan tanda di pinggir dan harus diparaf.

    RENVOI DALAM KEPAILITAN:

    Pembatalan perbuatan hukum yang dilakukan oleh Debitur Pailit sebelum putusan pailit diucapkan.

    RENVOI DALAM HUKUM PERDATA INTERNASIONAL??

    RENVOI adalah penunjukan kembali  kaidah-kaidah HPI dari suatu sistem hukum yang ditunjuk oleh kaidah HPI lex fori. 

    Ada 2 Jenis Renvoi:

    1.      PENUNJUKAN KEMBALI

    Penunjukan oleh kaidah HPI asing kembali   ke arah lex fori.

    Misalnya: Hakim negara A memeriksa perkara yang menyatakan hukum yang berlaku adalah sistem hukum negara B. Menurut Sistem Hukum Negara B bahwa yang berlaku adalah Hukum Negara A.

    2.      PENUNJUKAN  LEBIH LANJUT

    Kaidah HPI asing yang telah ditunjuk oleh lex fori tidak menunjuk kembali ke lex fori, tetapi menunjuk ke arah sistem hukum negara lain.

    Misalnya: Hakim negara A memeriksa perkara yang menyatakan hukum berlaku adalah sistem hukum negara B. Menurut Sistem Hukum Negara B bahwa yang berlaku adalah Hukum Negara C.

    Contoh RENVOI :

                Seseorang warga negara Inggris berdomisili di Indonesia, dan dia hendak menikah atau dia ingin melakukan sesuatu tindakan hukum lain berkenaan dengan status personilnya, maka menurut  HPI indonesia berdasarkan Pasal 16 AB harus dipakai hukum Inggris. Dengan kata lain kaidah HPI Indonesia menunjuk kepada Hukum Inggris dan hukum Inggris menunjuk kembali kepada hukum Indonesia, karena menurut HPI Inggris yang harus dipakai untuk status personil seseorang yaitu domisili dari seseorang tersebut. Dalam hal ini domisili orang Inggris bersangkutan adalah di Indonesia, maka hukum Indonesialah yang harus diberlakukan.

    Contoh Kasus :

    1.      JASON seorang berwarganegara Jerman dan berdomisili di Prancis sejak ia berusia 5 tahun, dimana ia tidak pernah menjadi warga negara Prancis.

    2.      JASON merupakan anak luar kawin dari pasangan yang berwarganegara Prancis. JASON memiliki 5 orang saudara laki-laki yang berwarganegara Prancis.

    3.      Pada umur 25 tahun, kedua orangtua yang mengasuh meninggal dunia di Prancis.

    4.      Pada umur 40 tahun, JASON meninggal di Prancis tanpa meninggalkan testamen [wasiat]. JASON meninggalkan:

    ·         Uang yang disimpan di Bank di Prancis;

    ·         Tanah yang berlokasi di Inggris

    APAKAH SAUDARA JASON BERHAK ATAS WARIS DARI JASON BERUPA UANG DAN TANAH?

    Pernyelesaian Perkara :

      Untuk menyelesaikan perkara ini maka telebih dahulu diketahui tentang kaidah hukum dari negara masing-masing.

    1.Maka Hakim Prancis melakukan penunjukan kearah hukum Jerman karena Jason berkewarganegaraan Jerman.

    2.Menurut hukum Jerman, hukum yang harus digunakan mengenai pewarisan tersebut adalah hukum tempat tinggal si Pewaris. Sehingga hukum Jerman menunjuk kembali hukum Prancis.

    3.Maka hakim akan memberlakukan hukum waris Prancis untuk memutus perkara.

    Menurut hukum perdata Prancis bahwa Harta peninggalan dari seseorang anak luar kawin akan jatuh ke Tangan Negara.

    Contoh Kasus Penunjukan Lebih Lanjut :

    1.Jack dan Katty adalah sepasang suami istri WN Bolivia mengajukan permohonan perceraian.

    2.Pernikahan mereka dilakukan di Spanyol.

    3.Perceraian diajukan di pengadilan Prancis.

    Berdasarkan hukum manakah pemenuhan/penolakan atas permohonan perceraian tersebut?

     Maka berdasarkan lex loci Forum hakim Prancis akan melihat kaidah HPI Prancis. Hakim Prancis akan menunjuk Hukum Bolivia karna mereka berkewarganegaraan Bolivia. Hukum Bolivia akan menunjuk lebih lanjut ke hukum Spanyol.

Page 2

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề