Tokoh yang terlibat dalam pertempuran 10 november di surabaya adalah

Avisena Ashari Minggu, 10 November 2019 | 14:02 WIB

Pertempuran Surabaya November 1945 [Berita Film Indonesia/Wikimedia Commons]

Bobo.id – Tanggal 10 November ditetapkan sebagai hari pahlawan untuk memperingati salah satu pertempuran terbesar dalam sejarah bangsa Indonesia, yaitu Pertempuran 10 November.

Salah satu tokoh pertempuran 10 November yang terkenal adalah Sutomo, yang lebih dikenal sebagai Bung Tomo.

Bung Tomo dikenal dengan pidatonya menyemangati para pejuang sebelum Pertempuran 10 November. Salah satu perkataan beliau yang paling dikenal adalah “Merdeka atau mati!”.

Namun, selain Bung Tomo, ada juga tokoh lain yang memiliki peran penting dalam Pertempuran 10 November yang juga dikenal sebagai Battle of Surabaya. Kita cari tahu beberapa di antaranya, yuk!

1. Moestopo

Bapak Moestopo merupakan tokoh yang dikenal sebagai sosok yang berjasa dalam Pertempuran 10 November di Surabaya.

Beliau awalnya merupakan dokter gigi, teman-teman.

Kemudian, saat masa kependudukan Jepang, Bapak Moestopo menjadi Daidanco atau komandan batalion tentara Pembela Tanah Air [PETA] di Gresik, Jawa Timur.

Setelah PETA dibubarkan, Bapak Moestopo membentuk Badan Keamanan Rakyat di Jawa Timur.

Baca Juga: Ada Enam Tokoh yang Jadi Pahlawan Nasional Baru! Yuk, Cari Tahu!

Page 2

Page 3

Berita Film Indonesia/Wikimedia Commons

Pertempuran Surabaya November 1945

Bobo.id – Tanggal 10 November ditetapkan sebagai hari pahlawan untuk memperingati salah satu pertempuran terbesar dalam sejarah bangsa Indonesia, yaitu Pertempuran 10 November.

Salah satu tokoh pertempuran 10 November yang terkenal adalah Sutomo, yang lebih dikenal sebagai Bung Tomo.

Bung Tomo dikenal dengan pidatonya menyemangati para pejuang sebelum Pertempuran 10 November. Salah satu perkataan beliau yang paling dikenal adalah “Merdeka atau mati!”.

Namun, selain Bung Tomo, ada juga tokoh lain yang memiliki peran penting dalam Pertempuran 10 November yang juga dikenal sebagai Battle of Surabaya. Kita cari tahu beberapa di antaranya, yuk!

1. Moestopo

Bapak Moestopo merupakan tokoh yang dikenal sebagai sosok yang berjasa dalam Pertempuran 10 November di Surabaya.

Beliau awalnya merupakan dokter gigi, teman-teman.

Kemudian, saat masa kependudukan Jepang, Bapak Moestopo menjadi Daidanco atau komandan batalion tentara Pembela Tanah Air [PETA] di Gresik, Jawa Timur.

Setelah PETA dibubarkan, Bapak Moestopo membentuk Badan Keamanan Rakyat di Jawa Timur.

Baca Juga: Ada Enam Tokoh yang Jadi Pahlawan Nasional Baru! Yuk, Cari Tahu!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Illustrasi Hari Pahlawan. Foto: Freepik

Masyarakat Indonesia memperingati Hari Pahlawan setiap 10 November. Penetapan Hari Pahlawan ini tertuang dalam Surat Keputusan Presiden [Keppres] Nomor 316 Tahun 1959 oleh Presiden Pertama RI, Ir. Soekarno.

Tujuan ditetapkannya Hari Pahlawan adalah untuk menghormati para pahlawan yang gugur saat pertempuran 10 November 1945 di Surabaya, Jawa Timur. Tahun ini, Hari Pahlawan jatuh pada Rabu [10/11].

Ada banyak tokoh penting yang turut memperjuangkan Tanah Air dan membakar semangat para pejuang di Surabaya. Agar lebih mengenalnya, berikut adalah 6 tokoh pelopor Hari Pahlawan.

Illustrasi Hari Pahlawan. Foto: Freepik

Daftar beberapa tokoh Hari Pahlawan 10 November 1945 di Surabaya berikut ini dikutip dari buku Surabaya 1945: Sakral Tanahku karya Frank Palmos.

Bung Tomo atau Sutomo merupakan seorang jurnalis, penyiar radio, sekaligus Kepala Departemen Penerangan di Organisasi Pemuda Indonesia. Pria kelahiran 3 Oktober 1920 ini punya peran besar dalam Pertempuran Surabaya.

Dia yang membakar semangat para pejuang lewat orasinya. Kalimat yang dilontarkannya saat itu adalah: “Lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka. Semboyan kita tetap merdeka atau mati!

Pria kelahiran 1913 ini juga menjadi tokoh penting dalam pertempuran Surabaya. Dirinya menjadi sosok pembentuk Badan Keamanan Rakyat [BKR] yang berfungsi mengadang pasukan Inggris sebelum terlibat dalam perlawanan di Surabaya.

Mayjen Sungkono merupakan Panglima Angkatan Perang Surabaya saat itu. Dalam pertempuran, Mayjen Sungkono memimpin dengan sangat berani. Ia membakar semangat para pejuang untuk mempertahankan kemerdekaan dari bangsa asing meski hanya bermodalkan bambu runcing.

HR Mohammad Mangoendiprodjo

HR Mohammad Mangoendiprodjo merupakan salah satu tokoh dalam Pertempuran Surabaya. Beliau mempimpin perlawanan terhadap pasukan sekutu sebelum gencatan senjata bersama dengan Bung Tomo, Doel Arnowo, Abdul Wahab, dan Moestopo.

Abdul Wahab menjadi sosok yang mengabadikan momen perobekan bendera di atap gedung Hotel Yamato Surabaya. Tak hanya itu, fotografer ini juga sempat mengambil gambar ketika pemuda Surabaya berangkat ke hotel sambil membawa bambu runcing.

Sebelum pertempuran 10 November meletus, Bung Tomo datang mengunjungi KH Hasyim Asyari. Ia meminta izin untuk membacakan pidato yang terinspirasi dari resolusi jihad. Pidato Bung Tomo inilah yang kemudian membakar semangat para pejuang Surabaya.

Artinya, semangat pertempuran 10 November 1945 tidak dapat dipisahkan dari resolusi jihad yang dicetuskan oleh KH Hasyim Asyari dan ulama-ulama lainnya. Karena jasa-jasanya, KH Hasyim Asyari mendapat gelar Pahlawan Nasional pada 17 November 1964.

Bendera Merah Putih. Foto: Freepik

Merujuk laman Kabupaten Bone Sulawesi Selatan, pertempuran Surabaya ini bermula setelah pemerintah mengeluarkan maklumat pada 1 September 1945 untuk mengibarkan bendera Merah Putih di seluruh wilayah Indonesia. Gerakan pengibaran bendera tersebut meluas ke seluruh daerah, termasuk di Surabaya.

Pada 25 September 1945, tentara Inggris datang ke Indonesia yang mendarat di Jakarta dan Surabaya. Mereka merupakan bagian dari AFNEI [Allied Forces Netherlands East Indies] yang datang bersama tentara NICA [Netherlands Indies Civil Administration].

Tujuan mereka ke Indonesia adalah untuk melucuti tentara Jepang serta memulangkan ke negaranya, membebaskan tawanan perang yang ditahan oleh Jepang, sekaligus mengembalikan Indonesia kepada pemerintahan Belanda sebagai negara jajahan.

Hal ini memicu kemarahan warga Surabaya. Mereka menganggap Belanda menghina kemerdekaan Indonesia dan melecehkan bendera Merah Putih. Warga Surabaya pun menggelar aksi protes dengan berkumpul di depan Hotel Yamato. Mereka meminta bendera Belanda diturunkan, lalu menggantinya dengan bendera Indonesia.

Pada 27 Oktober 1945, Residen Soedirman bersama Sidik dan Hariyono sebagai perwakilan Indonesia berunding dengan tentara Belanda WVC Ploegman terkait penurunan bendera Belanda tersebut. Namun, Ploegman menolak hingga mengancam dan mengeluarkan pistol.

Akibatnya, terjadi perkelahian yang tak terelakkan. Ploegman tewas dicekik Sidik, lalu Sidik pun tewas di tangan tentara Belanda lainnya. Sedangkan Soedirman dan Hariyono berhasil keluar Hotel Yamato.

Setelah itu, Hariyono pun memutuskan untuk memanjat ke puncak Hotel Yamato dan merobek warna biru di bendera Belanda sehingga menjadi tersisa warna merah dan putih.

Kemudian pada 29 Oktober, pihak Indonesia dan Inggris sepakat menandatangani gencatan senjata. Namun keesokan harinya, kedua pihak justru bentrok dan menyebabkan Brigadir Jenderal Mallaby, pimpinan tentara Inggris, tewas tertembak.

Melalui Mayor Jenderal Robert Mansergh, pengganti Mallaby, ia mengeluarkan ultimatum yang menyebutkan bahwa semua pimpinan dan orang Indonesia bersenjata harus melapor serta menyerahkan senjatanya di tempat yang ditentukan.

Tak hanya itu, mereka juga meminta orang Indonesia menyerahkan diri sambil mengangkat tangan di atas dengan batas ultimatum pada 10 November 1945 pukul 06.00. Ultimatum tersebut membuat rakyat Surabaya marah hingga terjadi pertempuran 10 November. Peperangan pun terjadi selama tiga minggu.

Page 2

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề