Tunjukan dua alasan yang menyebabkan peradaban pada masa dinasti abbasiyah

Kamis , 09 Feb 2017, 16:02 WIB

bbc.co.uk

Kota Baghdad pada masa Abbasiyah berbentuk bundar.

Rep: Syahruddin el-Fikri Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID,

JAKARTA -- Sejarah Kota Baghdad memang mengagumkan. Kota ini dihuni oleh umat manusia sejak 4000 SM. Dahulu, kota tersebut menjadi bagian dari Babylonia kuno. Dan, sejak tahun 600 hingga 500 SM, secara bergantian dikuasai oleh Persia, Yunani, dan Romawi. Kata "baghdad" itu sendiri berarti "taman keadilan". Konon, ada taman tempat istirahat Kisra Anusyirwan. Kini, taman itu sudah lenyap, tapi namanya masih abadi. Pentingnya Kota Baghdad menarik perhatian khalifah kedua, Umar bin Khatthab RA. Maka, diutuslah seorang sahabat bernama Sa'ad bin Abi Waqqas untuk menaklukkan kota itu. Singkat cerita, penduduk setempat menerima agama Islam dengan sangat baik hingga agama yang dibawa Nabi Muhammad SAW ini dipeluk oleh mayoritas masyarakat Baghdad. Dinasti Abbasiyah-lah yang kemudian membangun Kota Baghdad menjadi salah satu kota metropolitan di era keemasan Islam. Pembangunannya diprakarsai oleh Khalifah Abu Ja'far Al-Mansur [754-755 M], yang memindahkan pusat pemerintahan Islam dari Damaskus ke Baghdad. Khalifah kedua dari Dinasti Abbasiyah itu, pada 762 M, menyulap kota kecil Baghdad menjadi sebuah kota baru yang megah. Pemilihan Baghdad sebagai pusat pemerintahan Dinasti Abbasiyah didasarkan pada berbagai pertimbangan, seperti politik, keamanan, sosial, serta geografis. Damaskus, Kufah, dan Basrah yang lebih dulu berkembang tak dijadikan pilihan lantaran di kota-kota itu masih banyak berkeliaran lawan politik Dinasti Abbasiyah, yakni Dinasti Umayyah yang baru dikalahkan. Sebelum membangun Kota Baghdad, Al-Mansur mengutus banyak ahli untuk tinggal beberapa lama di kota itu. Mereka diperintahkan untuk meneliti keadaan tanah, cuaca, dan kondisi geografisnya. Hasilnya, mereka menyimpulkan bahwa Baghdad yang terletak di tepian Sungai Tigris sangat strategis dijadikan pusat pemerintahan Islam.

  • peradaban islam
  • dinasti abbadsiyah

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...

Nunzairina Nunzairina



Dalam literatur sejarah Islam, Baghdad dikenal sebagai pusat peradaban Islam, baik dalam bidang sains, budaya dan sastra. Kemajuan peradaban ini menghadirkan Baghdad sebagai kota para intelektual, tidak hanya orang arab yang hadir, bangsa Eropa, Persia, Cina, India serta Afrika turut hadir mengisi atmosfer pengetahuan disini. Masa kekhalifahan Abbasiyah ini lah yang dikenal berkembang pesatnya pengetahuan. Pada masa ini banyak sekali bermunculan intelektual-intelektual muslim baik dalam bidang ilmu pengetahuan maupun ilmu agama. Dalam masa kekhalifahan Abbasiyah keadaaan sosial ekonomi pun berkembang dengan baik. Seperti halnya dalam bidang pertanian maupun perdagangan. Masyarakat pada masa itu mampu mengatur tatanan kehidupannya dengan baik, hingga dikenal sebagai negeri masyhur dan makmur. Pada masa kerajaan Abbasiyah kekuasaan Islam bertambah luas. Masyarakat dibagi atas dua kelompok yaitu kelompok khusus dan kelompok umum, kelompok umum terdiri dari Seniman, ulama, fuqoha, pujangga, saudagar, pengusaha kaum buruh, dan para petani sedangkan kelompok khusus terdiri dari khalifah, keluarga khalifah, para bangsawan, dan petugas-petugas Negara. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan, para khalifah banyak mendukung perkembangan tersebut, terlihat dari banyaknya buku-buku bahasa asing yang diterjemahkan kedalam bahasa arab, dan lahirnya para kaum intelektual.

 Kata Kunci: Dinasti Abbasiyah, Baghdad, Kaum Intelektual.



Abdurrahman, D. [2003]. Sejarah Peradaban Islam: Masa Klasik Hingga Modern. Yogyakarta: LESFI.

Arkoun, L. G. M. [1997]. Islam Kemarin dan Hari Esok. [A. Mohammad, Trans.]. Bandung: Pustaka.

Hasan, I. [1989]. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Yogyakarta: Kota Kembang.

Hitti, P. K. [2002]. History of The Arabs. [R. C. L. Y. & D. S. Riyadi, Trans.]. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta.

Karim, M. A. [2009]. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.

Nata, A. [2011]. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.

Nizar, S. [2009]. Sejarah Pendidikan Islam, Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah sampai Indonesia. [S. Nizar, Ed.]. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.

Suwito. [2008]. Sejarah Sosial Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.

Syukur, F. [2009]. Sejarah Peradaban Islam. Semarang: PT Pustaka Rizki Putra.

Yatim, B. [2008]. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Zuhairini, M. K. [1985]. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Departemen Agama.

Majalah As-Sunnah Edisi 7 Tahun XV 1432 H/2011 M. Diakses pada 20/04/2019.


DOI: //dx.doi.org/10.30829/juspi.v3i2.4382

  • There are currently no refbacks.
Copyright [c] 2020 JUSPI [Jurnal Sejarah Peradaban Islam]

tolong dong kakak kakak..​

Jelaskan autobiografi Abu Ayub​

Sebutkan strategi yang diterapkan masyarakat Mekkah Untuk menghentikan penyebaran ajaran Islam​

konsep manusia, ruang dan waktu dalam sejarah menurut para ahli adalah..tolong dijawab kak​

sebutan untuk pengikut kelompok az-zanadiqah adalah​

KOMPAS.com - Dinasti Abbasiyah adalah kekhalifahan ketiga yang berdiri setelah wafatnya Nabi Muhammad.

Kekhalifahan ini didirikan oleh dinasti keturunan dari paman Nabi Muhammad, Abbas bin Abdul-Muttalib.

Kekhalifahan Abbasiyah resmi memerintah sebagai khalifah setelah menggulingkan Bani Umayyah pada 750 masehi.

Kekuasaan dinasti ini berlangsung selama lima abad, yakni dari tahun 750 hingga 1258 M.

Selama masa pemerintahannya, Kekhalifahan Abbasiyah menerapkan pola pemerintahan yang berbeda-beda, sesuai perubahan politik, sosial, dan budaya.

Salah satu pencapaian terbesarnya adalah berhasil menjadikan dunia Islam sebagai pusat pengetahuan dunia.

Baca juga: Kekhalifahan Abbasiyah: Sejarah, Masa Keemasan, dan Akhir Kekuasaan

Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Bani Abbasiyah

Pada masa Bani Abbasiyah umat Islam mencapai puncak kejayaan di berbagai bidang.

Ini terjadi karena perhatian yang besar dari pemerintah terhadap kemajuan ilmu pengetahuan.

Khalifah Al-Ma’mun melakukan penerjemahan buku-buku asing dan mendirikan baitul hikmah yang menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan.

Kemudian muncul para ilmuwan yang memiliki akidah kuat dan menguasai ilmu agama dan sains.

Seperti Al-Khawarizmi menemukan angka nol, Al- Farazi penemu astrolabe, Imam Bukhari dan Imam Muslim yang menyusun hadis shahih yang menjadi panduan umat islam hingga saat ini.

Berdasarkan bukti sejarah tersebut, nilai keteladanan untuk memajukan ilmu pengetahuan masa kini adalah pemerintah harus berperan aktif dalam memberi penghargaan terhadap jasa para ilmuwan.

Pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah, pemerintah membangun berbagai infrastruktur dan lembaga, termasuk lembaga pendidikan.

Semangat mengembangkan ilmu pengetahuan yang ditunjukkan para khalifah pun terlihat jelas.

Para khalifah yang memimpin turut mendukung perkembangan ilmu pengetahuan dengan kebijakan-kebijakannya.

Alhasil, penduduk berduyun-duyun mendatangi tempat-tempat menuntut ilmu, sementara para ilmuwan memiliki kedudukan penting dan derajat yang tinggi.

Baca juga: Sejarah Singkat Khulafaur Rasyidin

Kebijakan para khalifah dalam bidang ilmu pengetahuan

Beberapa langkah atau kebijakan yang dikeluarkan khalifah pada masa pemerintahan Daulah Abbasiyah adalah sebagai berikut.

Menggalang penyusunan buku

Penyusunan buku pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah dilakukan secara besar-besaran.

Hasil penelitian para ulama kemudian disusun dalam sebuah buku sehingga dapat dengan mudah dipelajari oleh generasi penerus.

Menggalang penerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan dari bahasa asing

Khalifah Bani Abbasiyah mendukung dan mendanai penerjemahan ilmu-ilmu pengetahuan dari bahasa asing ke Bahasa Arab.

Dengan demikian, ilmu pengetahuan yang dimiliki umat Islam semakin luas dan berkembang.

Menghidupkan kegiatan-kegiatan ilmiah

Kegiatan ilmiah menjadi salah satu kebutuhan primer bagi penduduk Daulah Abbasiyah.

Hampir di setiap majelis hingga tempat-tempat umum seperti pasar, para ilmuwan menyampaikan pengetahuan mereka miliki.

Mengembangkan pusat-pusat kegiatan ilmu pengetahuan

Kekhalifahan Abbasiyah gencar membangun Baitul Hikmah, atau pusat ilmu pengetahuan yang sekaligus menjadi perpustakaan.

Pada periode ini, perpustakaan telah berfungsi layaknya sebuah universitas di masa sekarang.

Perkembangan lembaga pendidikan ini menjadi salah satu cermin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan pada masa tersebut.

Baca juga: Kekhalifahan Bani Umayyah: Masa Keemasan dan Akhir Kekuasaan

Faktor yang mempengaruhi perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Abbasiyah

Terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dan bangsa-bangsa lain

Terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dan bangsa-bangsa lain yang lebih dulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan.

Pada masa pemerintahan Kekhalifahan Abbasiyah, banyak bangsa non-Arab yang masuk Islam dan memberi warna baru dalam perkembangan ilmu pengetahuan.

Contohnya bangsa Persia berjasa dalam perkembangan ilmu filsafat dan sastra serta pengaruh budaya India yang terlihat pada bidang kedokteran, matematika, dan astronomi.

Gerakan penerjemahan yang berlangsung dalam tiga fase

Fase pertama pada masa Khalifah al-Mansur hingga Harun ar-Rasyid. Pada periode ini yang diterjemahkan adalah karya-karya dalam bidang astronomi dan mantik [logika].

Fase kedua berlangsung sejak masa Khalifah al-Ma'mun hingga tahun 300 H. Buku-buku yang diterjemahkan adalah buku dalam bidang filsafat dan kedokteran.

Fase ketiga berlangsung setelah tahun 300 H, terutama setelah adanya pembuatan kertas. Bidang-bidang ilmu yang diterjemahkan pun semakin beragam, mengikuti perkembangan.

Baca juga: Khulafaur Rasyidin: Tugas dan Kebijakannya

Ilmu yang berkembang pada masa Kekhalifahan Dinasti Abbasiyah

Ilmuwan-ilmuwan muslim beserta ilmu yang berkembang pada masa Dinasti Abbasiyah adalah sebagai berikut.

Ilmu Tafsir

Pada masa Dinasti Abbasiyah, berkembang dua aliran ilmu tafsir yang terus digunakan hingga sekarang, yaitu tafsir bi al-ma’tsur yang menekankan pada penafsiran ayat-ayat Al-Quran dengan hadis dan pendapat para sahabat, dan tafsir bi ar-ra’yi yang berpijak pada logika daripada nas syariat.

Sementara tokoh ilmuwan dalam bidang tasfir adalah Ibnu Jarir at-Tabary, Ibnu Atiyah al-Andalusy, As-Suda, Mupatil bin Sulaiman, dan Muhammad bin Ishak.

Filsafat Islam

Perkembangan filsafat Islam dimulai saat penerjemahan filsafat Yunani dalam Bahasa Arab sekaligus diadakan penyesuaian dengan ajaran Islam.

Beberapa ilmuwan muslim dalam ilmu filsafat Islam adalah Al-Kindi, Ibnu Sina, Al-Farabi, Ibnu Rusyd, Abu Bakar Ibnu Tufail, Al-Ghazali, dan Abu Bakar Muhammad bin as-Sayig [Ibnu Bajjah].

Ilmu Hadis

Beberapa karya para ilmuwan muslim terkenal dalam bidang ilmu hadis adalah sebagai berikut.

  • Sahih Bukhari, disusun oleh Imam Bukhari
  • Sahih Muslim, disusun oleh Imam Muslim
  • Sunan Abu Daud, disusun oleh Imam Abu Daud
  • Sunan at-Tirmizi, disusun oleh Imam at-Tirmizi
  • Surat an-Nasa'i, disusun oleh Imam an-Nasa'i

Baca juga: Sifat 4 Khulafaur Rasyidin

Ilmu Fikih

Setelah Nabi Muhammad wafat, muncul para ulama ahli fikih yang menjadi andalan bagi umat Islam dalam menjelaskan persoalan fikih.

Beberapa di antaranya adalah Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi'i, dan Imam Hanbali.

Ilmu Kalam

Ilmu Kalam adalah ilmu yang membahas tentang ketuhanan. Ilmuwan termasyur dalam bidang ini adalah Wasil bin Ata', Abu Hasan al-Asy'ari, Imam al-Ghazali, Abu Huzail al-Allaf, dan Ad-Dhaam.

Ilmu Tasawuf

Tasawuf adalah ilmu yang membahas tentang cara ber-taqarub dengan benar kepada Allah SWT.

Beberapa ilmuwan muslim dalam bidang ini adalah Al Gazali, Al-Qusyairy, dan Syahabbudin.

Ilmu Tarikh [Sejarah]

Sejarah termasuk cabang ilmu yang mengalami perkembangan terus-menerus.

Para ilmuwan muslim dalam bidang ilmu tarikh adalah Ibnu Jarir at-Tabary, Khatib Bagdadi, Ibnu Hayyan, Ibnu Batutah, dan Ibnu Khaldun.

Ilmu Kedokteran

Ilmu kedokteran dalam Islam dikenal dengan nama at-Tib. Orang-orang Barat bahkan juga menuntut ilmu di universitas milik umat Islam.

Para dokter muslim yang terkenal adalah sebagai berikut.

  • Ibnu Sina, dikenal sebagai bapak dokter Islam
  • Jabir bin Hayyan dikenal sebagai bapak kimia
  • Ar-Razi, karyanya berjudul al-Hawi yang membahas tentang campak dan cacar

Baca juga: Faktor Kemunduran Peradaban Islam

Ilmu Geografi

Ilmu Geografi berkembang seiring dengan semakin luasnya daerah kekuasaan Islam serta perdagangan.

Pada saat itu, sering diadakan perjalanan ilmiah juga perjalanan untuk pesiar, dan pengetahuan yang diperoleh akan dituangkan ke dalam kitab.

Beberapa ilmuwan dalam bidang geografi adalah Al-Muqaddasy, Yaqut al-Hamawy, dan Ibnu Khardazabah.

Ilmu Bahasa

Pada masa pemerintahan Kekhalifahan Abbasiyah, Bahasa Arab ditetapkan sebagai bahasa resmi negara.

Ilmu bahasa yang berkembang meliputi ilmu nahwu, saraf, ma'ani, bayan, dan badi.

Beberapa ilmuwan muslim dalam bidang ini adalah Sibawaihi, Muaz al-Harra', dan Al-Kisai.

Ilmu Astronomi

Ilmu Astronomi atau falak adalah ilmu yang memelajari tentang matahari, bulan, bintang, dan planet-planet.

Beberapa contoh ilmuwan dari bidang ini adalah sebagai berikut.

  • Ibnu Haitam, ilmuwan muslim pertama yang mengubah konfigurasi Ptolomeus
  • Abu Ishaq az-Zarqali, menemukan bahwa orbit planet adalah edaran eliptik, bukan sirkular
  • Ibnu Rusyid, ilmuwan yang menentang paham astronomi oleh Ptolomeus
  • Ibnu Bajjah, yang mengemukakan gagasan adanya galaksi Bimasakti
Ilmu Matematika

Ilmu matematika juga berkembang pesat dan melahirkan tokoh-tokoh sebagai berikut.

  • Al-Khawarizmi, penemu angka nol dan dikenal sebagai Bapak Aljabar
  • Umar bin Farukhan
  • Banu Musa

Referensi:

  • Al Aziiz, Arief Nur Rahman. [2019]. Pertumbuhan Ilmu Pengetahuan Masa Daulah Abbasiyah. Klaten: Cempaka Putih.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link //t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề