Yang bukan unsur-unsur yang terkandung dalam kearifan lokal adalah

Istilah kearifan lokal dapat ditemui dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam undang-undang tersebut, kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat untuk antara lain melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari.

Menurut Robert Sibarani dalam Kearifan Lokal: Hakikat, Peran, dan Metode Tradisi Lisan, kearifan lokal adalah kebijaksanaan atau pengetahuan asli suatu masyarakat yang berasal dari nilai luhur tradisi budaya untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat.

Kearifan lokal juga dapat didefinisikan sebagai nilai budaya lokal yang dapat dimanfaatkan untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat secara arif atau bijaksana.

Pengertian Kearifan Lokal

Prabandani [2011] menyimpulkan, kearifan lokal adalah nilai-nilai, norma, hukum-hukum dan pengetahuan yang dibentuk oleh ajaran agama, kepercayaan-kepercayaan, tata nilai tradisional dan pengalaman-pengalaman yang diwariskan oleh leluhur yang akhirnya membentuk sistem pengetahuan lokal yang digunakan untuk memecahkan permasalahan-permasalahan sehari-hari oleh masyarakat.

Baca Juga

Menurut Saini, [2005], kearifan lokal adalah sikap, pandangan, dan kemampuan suatu komunitas di dalam mengelola lingkungan rohani dan jasmaninya, yang memberikan kepada komunitas tersebut daya tahan dan daya tumbuh di dalam wilayah di mana komunitas itu berada. Dengan kata lain, kearifan lokal adalah jawaban kreatif terhadap situasi geografis-geopolitis, historis, dan situasional yang bersifat lokal.

Sehubungan dengan itu, Wagiran [2012] mengemukakan bahwa kearifan lokal adalah bagian dari budaya yang menjadi modal dasar dalam peningkatan karakter, khususnya bagi peserta didik.

Advertising

Advertising

Sedangkan I Ketut Gobyah [Sartini, 2004] menjelaskan bahwa kearifan lokal [local genius] adalah kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah. Kearifan lokal merupakan perpaduan antara nilai-nilai suci firman Tuhan dan berbagai nilai yang ada.

Baca Juga

Terdapat sejumlah ciri-ciri kearifan lokal, yaitu:

1. Dapat bertahan terhadap budaya asing

Kearifan lokal berasal dari nilai-nilai budaya setempat yang telah bertahan secara turun temurun diwariskan dan menjadi bagian dari kehidupan suatu masyarakat dan bangsa. Hal ini membuat budaya asing yang masuk melalui berbagai media tidak akan membuat kearifan lokal menjadi hilang dari masyarakat, kecuali memang dirasakan tidak dibutuhkan lagi.

2. Memiliki kemampuan untuk mengakomodasi unsur budaya asing terhadap budaya asli

Kearifan lokal adalah sesuatu yang luwes dan fleksibel, sehingga adanya unsur budaya asing dapat diakomodir tanpa merusak kearifan lokal yang ada di masyarakat tersebut.

3. Memiliki kemampuan mengintegrasi unsur budaya asing ke dalam budaya asli

Kearifan lokal selain mengakomodir juga mampu mengintegrasikan budaya asing dalam karakteristik kearifan lokal yang ada menjadi satu kesatuan. Misalnya, dalam pembangunan gedung, bentuk desain dan arsitektur memadukan budaya lokal tetapi cara dan prosesnya mengikuti pembangunan modern.

Baca Juga

Kearifan lokal adalah suatu warisan adat istiadat dan budaya yang telah turun temurun. Hal ini menyebabkannya sulit dihilangkan dalam waktu yang cepat. Dengan demikian, kearifan lokal mampu mengendalikan salah satu dampak negatif globalisasi, yaitu masuknya budaya asing.

5. Memiliki kemampuan untuk memberi arah pada perkembangan budaya

Kearifan lokal merupakan nilai-nilai yang dianut oleh suatu masyarakat yang menjadi pedoman untuk bersikap dan bertindak. Melalui kearifan lokal, masyarakat akan mampu mengembangkan budaya secara terarah.

Ciri-ciri tersebut dijelaskan dalam buku Pemimpin Perubahan Lintas Budaya oleh Wustari L. H. Mangundjaya.

Fungsi dan Manfaat Kearifan Lokal

Wustari L. H. Mangundjaya dalam bukunya menjelaskan beberapa macam fungsi kearifan lokal, yaitu:

1. Konservasi dan pelestarian sumber daya alam

Sumber daya alam termasuk dalam kategori kearifan lokal. Dengan demikian, adanya kearifan lokal dapat membantu masyarakat dalam melakukan konservasi dan pelestarian sumber daya alam berlandaskan nilai dan tradisi masyarakat. Contohnya, pelestarian hutan dan tanaman.

Baca Juga

Kearifan lokal mencakup nilai-nilai yang menjadi acuan sikap dan perilaku seseorang. Hal ini berhubungan dengan proses pengembangan sumber daya manusia [SDM]. Oleh sebab itu, berbagai kegiatan pengembangan SDM sebaiknya berlandaskan kearifan lokal. Misalnya, kegiatan yang berkaitan dengan upacara daur hidup.

3. Pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan

Nilai budaya yang melekat di masyarakat dalam suatu daerah tidak akan lepas dari kearifan lokal. Oleh karena itu, ilmu pengetahuan dan kebudayaan dapat berkembang baik jika berlandaskan kearifan lokal.

4. Sebagai petuah, kepercayaan, sastra, dan pantangan

Seseorang dapat bersikap dan berperilaku dengan landasan kearifan lokal sebagai penuntun karena mengandung nilai, tradisi, dan adat istiadat. Hal ini ditampilkan dalam norma-norma masyarakat yang berisi acuan serta pantangan untuk bertindak.

Baca Juga

Kearifan lokal memiliki makna sosial yang melibatkan masyarakat sekitarnya. Dengan adanya kearifan lokal, suatu bangsa atau masyarakat memiliki ciri tertentu.

6. Berhubungan dengan etika dan moral

Dalam berbagai upacara keagamaan yang berhubungan dengan tata nilai, etika maupun moral, kearifan lokal dapat diwujudkan. Misalnya, upacara ngaben di Bali mengandung nilai-nilai etika dan moral yang baik untuk dipelajari.

Baca Juga

Contoh kearifan lokal yang menggambarkan keadaan sosial salah satunya adalah kearifan lokal pantang larang masyarakat Suku Melayu Sambas yang berada di Kalimantan, sebagaimana dijelaskan dalam buku Nilai-Nilai Kearifan Lokal dan Implementasinya dalam Pendidikan Sekolah Dasar.

Pantang larang adalah pantangan dan larangan yang dijadikan patokan dalam kehidupan Suku Melayu Sambas. Pantang larang mencakup:

  • Adat sebagai kebiasaan untuk menghormati yang lebih tua.
  • Adat yang dikhususkan pada pelaksanaan upacara.
  • Adat yang berkaitan dengan lingkungan yang harus dihormati.
  • Adat sebagai hukuman kepada masyarakat.
  • Adat istiadat yang berkaitan dengan berbagai perilaku ritual yang bersifat magis.
  • Adat sebagai sistem kelembagaan.

Kearifan lokal tersebut merupakan aturan yang tidak tertulis, tetapi disepakati dan dilaksanakan bersama.

Assalammualaikum, Selamat datang di Kelas IPS. Disini Ibu Guru akan membahas tentang pelajaran Sosiologi yaitu Tentang “Kearifan Lokal“. Berikut dibawah ini penjelasannya:

Kearifan lokal [local wisdom] dalam dekade belakangan ini sangat banyak diperbincangkan. Perbincangan tentang kearifan lokal sering dikaitkan dengan masyarakat lokal dan dengan pengertian yang bervariasi.

kearifan lokal merupakan pandangan dan pengetahuan tradisional yang menjadi acuan dalam berperilaku dan telah dipraktikkan secara turun-temurun untuk memenuhi kebutuhan dan tantangan dalam kehidupan suatu masyarakat. Kearifan lokal berfungsi dan bermakna dalam masyarakat baik dalam pelestarian sumber daya alam dan manusia, pemertahanan adat dan budaya, serta bermanfaat untuk kehidupan.

Pengertian Kearifan Lokal Menurut Para Ahli

Berikut ini terdapat beberapa pendapat daru para ahli mengenai kearifan lokal, yaitu sebagai berikut:

Lokal berarti setempat, sedangkan wisdom [kearifan] sama dengan kebijaksanaan. Secara umum maka local wisdom [kearifan setempat] dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat [local] yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Dalam disiplin antropologi dikenal istilah local genius.

Mengatakan bahwa kearifan lokal [local genius] adalah kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah. Kearifan lokal merupakan perpaduan antara nilai-nilai suci firman Tuhan dan berbagai nilai yang ada. Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan pegangan hidup. Meskipun bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung didalamnya dianggap sangat universal.

Kearifan lokal adalah sumber pengetahuan yang diselenggarakan dinamis, berkembang dan diteruskan oleh populasi tertentu yang terintegrasi dengan pemahaman mereka terhadap alam dan budaya sekitarnya.

Kearifan lokal merupakan unsur bagian dari tradisi-budaya masyarakat suatu bangsa, yang muncul menjadi bagian-bagian yang ditempatkan pada tatanan fisik bangunan [arsitektur] dan kawasan [perkotaan] dalam geografi kenusantaraan sebuah bangsa.

Ciri-Ciri Kearifan Lokal

Berikut ini terdapat beberapa ciri-ciri kearifan lokal, yaitu sebagai berikut:

  • Mampu bertahan terhadap budaya luar,
  • Memiliki kemampuan mengakomodasi budaya luar,
  • Memiliki kemampuan mengendalikan,
  • Mempunyai kemampuan mengintegrasi unsure budaya luar ke dalam budaya asli,
  • Mampu member arah pada perkembangan budaya.

Dimensi Kearifan Lokal

Jim Ife [2002] menyatakan bahwa kearifan lokal terdiri dari lima dimensi yaitu:

Setiap masyarakat dimanapun berada baik di pedesaan maupun pedalaman selalu memiliki pengetahuan lokal yang terkait dengan lingkungan hidupnya. Pengetahuan lokal terkait dengan perubahan dan siklus iklim kemarau dan penghujan, jenis-jenis fauna dan flora, dan kondisi geografi, demografi, dan sosiografi. Hal ini terjadi karena masyarakat mendiami suatu daerah itu cukup lama dan telah mengalami perubahan sosial yang bervariasi menyebabkan mereka mampu beradaptasi dengan lingkungannnya. Kemampuan adaptasi ini menjadi bagian dari pengetahuan lokal mereka dalam menaklukkan alam.

Untuk mengatur kehidupan bersama antara warga masyarakat, maka setiap masyarakat memiliki aturan atau nilai-nilai lokal yang ditaati dan disepakati bersama oleh seluruh anggotannya. Nilai-nilai ini biasanya mengatur hubungan antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam dan manusia dengan Tuhannnya. Nilai-nilai ini memiliki dimensi waktu, nilai masa lalu, masa kini dan masa datang, dan nilai ini akan mengalami perubahan sesuai dengan kemajuan masyarakatnya.

Kemampuan bertahan hidup [survival] dari setiap masyarakat dapat dipenuhi apabila masyarakat itu memiliki keterampilan lokal. Keterampilan lokal dari yang paling sederhana seperti berburu, meramu, bercocok tanam sampai membuat industri rumah tangga. Keterampilan lokal ini biasanya hanya cukup dan mampu memenuhi kebutuhan keluargannya masing-masing atau disebut dengan ekonomi subsisten. Keterampilan lokal ini juga bersifat keterampilan hidup [life skill], sehingga keterampilan ini sangat tergantung kepada kondisi geografi tempat dimana masyarakat itu bertempat tinggal.

Sumber daya lokal ini pada umumnya adalah sumber daya alam yaitu sumber daya yang tak terbarui dan yang dapat diperbarui. Masyarakat akan menggunakan sumber daya lokal sesuai dengan kebutuhannya dan tidak akan mengekpoitasi secara besar-besar atau dikomersilkan. Sumber daya lokal ini sudah dibagi peruntukannnya seperti hutan, kebun, sumber air, lahan pertanian, dan permukiman, Kepemilikan sumber daya lokal ini biasanya bersifat kolektif atau communitarian.

Menurut ahli adat dan budaya sebenarnya setiap masyarakat itu memiliki pemerintahan lokal sendiri atau disebut pemerintahan kesukuan. Suku merupakan kesatuan hukum yang memerintah warganya untuk bertindak sebagai warga masyarakat. Masing masing masyarakat mempunyai mekanisme pengambilan keputusan yang berbeda-beda. Ada masyarakat yang melakukan secara demokratis atau “duduk sama rendah berdiri sama tinggi”. Ada juga masyarakat yang melakukan secara bertingkat atau berjenjang naik dan bertangga turun.

Artikel Terkait:  Bentuk-Bentuk Akomodasi dan Contohnya

Tipe Kearifan Lokal

Berikut ini terdapat beberapa tipe kearifan loka, yaitu sebagai berikut:

  • Kearifan lokal dalam hubungan dengan makanan: khusus berhubungan dengan lingkungan setempat, dicocokkan dengan iklim dan bahan makanan pokok setempat. [Contoh: Sasi laut di Maluku dan beberapa tempat lain sebagai bagian dari kearifan lokal dengan tujuan agar sumber pangan masyarakat dapat tetap terjaga].
  • Kearifan lokal dalam hubungan dengan pengobatan: untuk pencegahan dan pengobatan. [Contoh: Masing-masing daerah memiliki tanaman obat tradisional dengan khasiat yang berbeda-beda].
  • Kearifan lokal dalam hubungan dengan sistem produksi: Tentu saja berkaitan dengan sistem produksi lokal yang tradisional, sebagai bagian upaya pemenuhan kebutuhan dan manajemen tenaga kerja. [Contoh: Subak di Bali; di Maluku ada Masohi untuk membuka lahan pertanian, dll.].
  • Kearifan lokal dalam hubungan dengan perumahan: disesuaikan dengan iklim dan bahan baku yang tersedia di wilayah tersebut [Contoh: Rumah orang Eskimo; Rumah yang terbuat dari gaba-gaba di Ambon, dll.].
  • Kearifan lokal dalam hubungan dengan pakaian: disesuaikan dengan iklim dan bahan baku yang tersedia di wilayah itu.
  • Kearifan lokal dalam hubungan sesama manusia: sistem pengetahuan lokal sebagai hasil interaksi terus menerus yang terbangun karena kebutuhan-kebutuhan di atas. [Contoh: Hubungan Pela di Maluku juga berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan pangan, perumahan, sistem produksi dan lain sebagainya].

Fungsi Kearifan Lokal

Sirtha [2003] sebagaimana dikutip oleh Sartini [2004], menjelaskan bahwa bentuk-bentuk kearifan lokal yang ada dalam masyarakat dapat berupa: nilai, norma, kepercayaan, dan aturan-aturan khusus. Bentuk yang bermacam-macam ini mengakibatkan fungsi kearifan lokal menjadi bermacam-macam pula. Fungsi tersebut antara lain adalah:

  1.    Kearifan lokal berfungsi untuk konservasi dan pelestarian sumberdaya alam.
  2.    Kearifan lokal berfungsi untuk mengembangkan sumber daya manusia.
  3.    Berfungsi sebagai pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
  4.    Berfungsi sebagai petuah, kepercayaan, sastra dan pantangan.

Aspek Kearifan Lokal

Bentuk kearifan lokal dapat dikategorikan ke dalam dua aspek, yaitu:

Bentuk kearifan lokal yang berwujud nyata meliputi beberapa aspek berikut:

Beberapa jenis kearifan lokal seperti sistem nilai, tata cara, ketentuan khusus yang dituangkan ke dalam bentuk catatan tertulis seperti yang ditemui dalam kitab tradisional primbon, kalender dan prasi [budaya tulis di atas lembaran daun lontar]. Sebagai contoh, prasi, secara fisik, terdiri atas bagian tulisan [naskah cerita] dan gambar [gambar ilustrasi].

Banyak bangunan-bangunan tradisional yang merupakan cerminan dari bentuk kearifan lokal, seperti bangunan rumah rakyat di Bengkulu. Bangunan rumah rakyat ini merupakan bangunan rumah tinggal yang dibangun dan digunakan oleh sebagian besar masyarakat dengan mengacu pada rumah ketua adat. Bangunan vernakular ini mempunyai keunikan karena proses pembangunan yang mengikuti para leluhur, baik dari segi pengetahuan maupun metodenya [Triyadi dkk., 2010]. Bangunan vernacular ini terlihat tidak sepenuhnya didukung oleh prinsip dan teori bangunan yang memadai, namun secara teori terbukti mempunyai potensi-potensi lokal karena dibangun melalui proses trial & error, termasuk dalam menyikapi kondisi lingkungannya.

  • Benda Cagar Budaya/Tradisional [Karya Seni]

Banyak benda-benda cagar budaya yang merupakan salah satu bentuk kearifan lokal, contohnya, keris. Keris merupakan salah satu bentuk warisan budaya yang sangat penting. Meskipun pada saat ini keris sedang menghadapi berbagai dilemma dalam pengembangan serta dalam menyumbangkan kebaikan-kebaikan yang terkandung di dalamnya kepada nilai-nilai kemanusiaan di muka Bumi ini, organisasi bidang pendidikan dan kebudayaan atau UNESCO Badan Perserikatan Bangsa Bangsa, mengukuhkan keris Indonesia sebagai karya agung warisan kebudayaan milik seluruh bangsa di dunia. Setidaknya sejak abad ke-9, sebagai sebuah dimensi budaya, Keris tidak hanya berfungsi sebagai alat beladiri, namun sering kali merupakan media ekspresi berkesenian dalam hal konsep, bentuk, dekorasi hingga makna yang terkandung dalam aspek seni dan tradisi teknologi arkeometalurgi. Keris memiliki fungsi sebagai seni simbol jika dilihat dari aspek seni dan merupakan perlambang dari pesan sang empu penciptanya.

Ilustrasi lainnya adalah batik, sebagai salah satu kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia [khususnya Jawa] sejak lama. Terdapat berbagai macam motif batik yang setiap motif tersebut mempunyai makna tersendiri. Sentuhan seni budaya yang terlukiskan pada batik tersebut bukan hanya lukisan gambar semata, namun memiliki makna dari leluhur terdahulu, seperti pencerminan agama [Hindu atau Budha], nilai-nilai sosial dan budaya yang melekat pada kehidupan masyarakat.

Selain bentuk kearifan lokal yang berwujud, ada juga bentuk kearifan lokal yang tidak berwujud seperti petuah yang disampaikan secara verbal dan turun temurun yang dapat berupa nyanyian dan kidung yang mengandung nilai-nilai ajaran tradisional. Melalui petuah atau bentuk kearifan lokal yang tidak berwujud lainnya, nilai sosial disampaikan secara oral/verbal dari generasi ke generasi.

Artikel Terkait:  Materi Stratifikasi Sosial

Cara Meredam Pengaruh Globalisasi terhadap Kearifan Lokal

Dari uraian di halaman-halaman sebelumnya, maka jelas betapa besar pengaruh globalisasi terhadap berbagai aspek kehidupan, termasuk kearifan lokal. Olehnya itu, yang perlu kita pikirkan adalah cara-caya yang dapat dilakukan untuk meredam pengaruh globalisasi terhadap kearifan lokal:

Mengembalikan  martabat manusia di era globalisasi sebaiknya disesuaikan dengan kemampuan adaptasi populasi yang bersangkutan. Perkembangan nilai-nilai agama, etika, hukum, dan kebijakan lebih lambat jika dibandingkan dengan perkembangan informasi dan tekhnologi. Olehnya itu masalah tersebut harus segera ditangani. Artinya lebih jauh manusia harus dipandang secara utuh baik lahir maupun batin, sehingga pembangunan selalu harus mengarah kepada terwujudnya peningkatan kesejahteraan manusia seutuhnya antara lahiriah dan batinia. Apabila ini tidak diperhatikan maka laju kehancuran peradaban manusia tidak akan dapat diimbangi oleh laju rehumanisasi oleh karena semuanya pihak harus mengambil bagian dan kontribusi positif.

Dengan semakin banyaknya pilihan di era globalisasi,maka akibat yang timbul adalah kesulitan dalam memilih. Pendidikan pada umumnya diarahkan pada cara produksi bukan pada cara konsumsi. Ini menyebabkan nilai-nilai kearifan lokal terkikis dan berefek pada menurunnya antara yang mungkin dan yang terjadi, bahkan mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk sudah sangat susah untuk dibedakan.

Segala yang teknis mungkin akan dikerjakan, tidak dipertentangkan dan disaring berdasarkan nilai-nilai kamanusiaan. Artinya yang didukung oleh aspek moral keagamaan, sosial, dan aspek-aspek yang terkait seharusnya menentukan apa yang mungkin diteliti dan dikembangkan kemudian tidak dilakukan jika tidak sesuai dengan kearifan lokal yang berlaku.

Perlunya upaya positif untuk mencegah distorsi biokultural yang berkelanjutan. Pembuangunan akan menuju ke suatu kebudayaan baru di masa depan, sehingga dipersiapkan persiapan-persiapan menyeluruh. Usaha-usaha revitalisasi akan banyak dipengaruhi baik secara positif mauoun negatif oleh faktor-faktor dalam maupun luar negeri.

Contoh Kearifan Lokal

Berikut ini terdapat beberapa contoh kearifan lokal, yaitu sebagai berikut:

Upacara Tingkeban adalah salah satu tradisi masyarakat di Wonoploso, upacara ini disebut juga mitoni berasal dari kata pitu yang arti nya tujuh, upacara ini dilaksanakan pada usia kehamilan tujuh bulan dan pada kehamilan pertama kali.Upacara ini bermakna bahwa pendidikan bukan saja setelah dewasa akan tetapi semenjak benih tertanam di dalam rahim ibu. Dalam upacara ini sang ibu yang sedang hamil di mandikan dengan air kembang setaman dan di sertai doa yang bertujuan untuk memohon kepada Tuhan YME agar selalu diberikan rahmat dan berkah sehingga bayi yang akan dilahirkan selamat dan sehat.

Tata Cara pelaksanaan Upacara Tingkeban :

Siraman yang di lakukan oleh para sesepuh sebanyak 7 orang termasuk ayah dan ibu wanita hamil serta suami dari calon ibu. Siraman ini bermakna memohon doa restu agar proses persalinan lancar dan anak yang akan dilahirkan selamat dan sehat jasmani dan rohani.

Setelah siraman selesai, dilanjutkan dengan upacara memasukan telur ayam dan cengkir gading. Calon ayah memasukan telur ayam mentah ke dalam sarung/kain yang di kenakan oleh calon ibu melalui perut sampai pecah kemudian menyusul kedua cengkir gading di teroboskan dari atas ke dalam kain yang di pakai calon ibu sambil di terima di bawah oleh calon nenek dan kelapa gading tersebut di gendong oleh calon nenek dan di letak kan sementara di kamar. Hal ini merupakan symbol harapan semoga bayi akan lahir dengan mudah tanpa ada halangan.

Kelapa gading yang tadi di bawa ke kamar, kembali di gendong oleh calon nenek untuk di bawa keluar dan di letak kan dalam posisi terbalik [gambar tidak terlihat] untuk di pecah, Kelapa gading nya berjumlah 2 dan masing masing di gambari tokoh Wayang Kamajaya dan Kamaratih. Calon ayah memilih salah satu dari kedua kelapa tersebut.

Apabila calon ayah memilih Kamajaya maka bayi akan lahir Laki laki, sedangkan jika memilih Kamaratih akan lahir perempuan [ hal ini hanya pengharapan saja, belum merupakan suatu kesungguhan].

Pada upacara ini, calon ibu membuat rujak di dampingi oleh calon ayah, para tamu yang hadir membeli nya dengan menggunakan kereweng sebagai mata uang. Makna dari upacara ini agar kelak anak yang di lahirkan mendapat banyak rejeki dan dapat menghidupi keluarganya.

Artikel Terkait:  Pengertian, Ciri, Fungsi, Jenis dan Tujuan Pranata Sosial

Selain itu ada makna lain yang tersirat dari upacara tingkeban yaitu mempererat tali silahturohmi sesama masyarakat dan juga mentradisikan budaya bangsa yang sudah ada sejak nenek moyang.

Di desa Wonoploso juga ter dapat tradisi ruwahan berisi kegiatan melaksanakan ritual yang dilakukan pada saat datangnya bulan Ruwah atau bulan Arwah. Bagi masyarakat desa Wonoploso khususnya bulan Arwah mempunyai makna penting sebagai momentum bagi semua yang masih hidup untuk mengingat jasa dan budi baik para leluhur, tidak hanya terbatas pada orang-orang yang telah menurunkan kita, namun juga termasuk orang-orang terdekat, para pahlawan, para perintis bangsa yang telah mendahului kita pindah ke dalam dimensi kehidupan yang sesungguhnya. Bulan Arwah juga merupakan saat di mana kita harus “sesirih” atau bersih-bersih diri meliputi bersih lahir dan bersih batin. Membersihkan hati dan pikiran sebagai bentuk pembersihan dimensi jagad kecil [mikrokosmos] yakni diri pribadi kita meliputi unsur wadag dan alus, raga dan jiwa.

Tidak  hanya sebatas pembersihan level mikrokosmos, selebihnya adalah bersih-bersih lingkungan alam di sekitar tempat tinggal kita, membersihkan desa, kampung, kuburan,  sungai, halaman dan pekarangan di sekeliling rumah, tak lupa membersihkan semua yang membuat kotor dan jorok dalam rumah tinggal kita. Bagi petani tak luput pula bersih-bersih sawah dan ladang. Semua itu sebagai bentuk pembersihan dimensi jagad besar [makrokosmos].

Selain makna tersebut, ritual ruwahan merupakan wujud bakti dan rasa penghormatan kita sebagai generasi penerus kepada para pendahulu yang kini telah disebut sebagai leluhur. Pelaksanaan ritual ruwahan bukan tanpa konsep dan prinsip yang jelas. Ruwahan didasari oleh kesadaran spiritual masyarakat kita secara turun-temurun, di mana kita hidup saat ini telah berhutang jasa, berhutang budi baik kepada alam dan para leluhur pendahulu yang telah mendahului kita.

Tak ada cara yang lebih tepat selain harus berbakti, setia dan berbakti kepada para leluhurnya yang telah mewariskan ilmu dan harta benda, termasuk bumi pertiwi, yang dapat dimanfaatkan oleh anak turunnya hingga saat ini.  Ritual tradisi Ruwahan sebagai bukti kesetiaan dan sikap berbakti kepada lingkungan alam yang telah memberikan berkah berupa rejeki, tempat berlindung, hasil bumi, oksigen dan sebagainya. Karenanya hanya dengan kesetiaan serta berbakti, kita menjadi generasi penerus yang tidak mengkhianati leluhur, bangsa dan bumi pertiwinya.

Berkhianat kepada para leluhurnya sendiri, maupun kepada bumi pertiwi di mana tempat kita menyandarkan hidup sudah pasti akan menyebabkan suatu akibat buruk. Pengkhianatan [ketidaksetiaan] dan kedurhakaan [tidak berbakti]  yang dilakukan generasi penerus, akan menimbulkan kesengsaraan pada diri pribadinya [mikrokosmos] dan sangat memungkinkan tertransformasi ke dimensi makrokosmos lingkungan alamnya.

Sebaliknya, kesetiaan pada bumi pertiwi  yakni bumi di mana nyawa kita berpijak, kita hirup udara, kita mencari makan, dan berbakti kepada para leluhur yang menurunkan kita, merupakan satu rangkaian berupa kunci meraih kesuksesan hidup secara hakiki. Ketenangan, ketentraman, kedamaian, kesejahteraan lahir dan batin akan berlimpah menghampiri kita setiap saat.

Penggunaan ruang dalam masyarakat Baduy secara umum dibagi kedalam tiga zona, yaitu: Zona Bawah sebagai pemukiman, Zona Tengah digunakan untuk bercocok tanam dan Zona Atas digunakan sebagai hutan belantara dan tempat pemujaan [Syarif Muis, 2010].

Menurut orang baduy atau orang Kanekes, sistem berladang mereka adalah dengan tidak melakukan perubahan besar-besaran terhadap alam, tetapi mengikuti alam yang ada. Sistem pengairan tidak menggunakan irigasi tetapi mengandalkan air hujan, karena dalam kepercayaan mereka ada larangan penggunaan air sungai untuk keperluan penanaman tanaman diladang. [Syarif Muis, 2010].

Hutan mangrove yang tumbuh dipinggiran pantai [laut] sangat bermanfaat untuk terus dikembangkan dan dilestarikan karena tanaman ini dapat menyimpan carbon dan juga dapat menahan ketinggian air laut.

Daftar Pustaka:

  • Johan Iskandar, “Mitigasi Bencana Lewat Kearifan Lokal”, Kompas, 6 Oktober 2009.

Demikian Penjelasan Pelajaran IPS-Sosiologi Tentang Dimensi Kearifan Lokal: Pengertian Menurut Para Ahli, Ciri, Tipe, Fungsi, Aspek Cara dan Contoh

Semoga Materi Pada Hari ini Bermanfaat Bagi Siswa-Siswi, Terima Kasih !!!

Baca Artikel Lainnya:

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề