Apa kata ahli tentang problematika pendidikan agama islam

Para pakar pendidikan Islam menyoroti permasalahan pendidikan Islam, yaitu: [1] dikotomi ilmu pengetahuan hingga memunculkan masalah islamisasi ilmu pengetahuan [pendidikan]; [2] kualitas pendidikan; [3] upaya pendidikan Islam secara terpadu untuk mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya; [4] penggalian konsep pemikiran tokoh-tokoh pendidikan Islam.

Selain itu, pendidikan dihadapkan pada persoalan-persoalan yang begitu pelik, pendidikan Islam yang berperan untuk menumbuhkan nilai-nilai positif manusia tentang kecerdasan, daya kreatif, dan keluhuran budi, hingga saat ini masih dipertanyakan banyak orang.

Tidak jauh berbeda dengan kegagalan pendidikan Islam menurut Ma’arif karena, pertama, sistem pendidikan Islam masih ideologis-otoriter. Kedua, pendidikan Islam masih diajarkan secara literer formalistik sehingga wawasan pluralisme yang menjadi realitas masyarakat kita tidak tampak sekali. Ketiga, materi ajarnya diajarkan secara terpisah-pisah, tidak memenuhi sifat-sifat integrality, holistic, wholistic, continuity, dan costintency sehingga materi ajar lepas dari nilai-nilai agama dan hanya mampu mengembangkan kecerdasan akal dan tidak menyentuh pengembangan kecerdasan emosi dan spiritual.

Menurut pendapat lain, bahwa persoalan utama pendidikan Islam adalah: pertama, adanya dichotomic antara ilmu umum dan agama, kedua, to general knowledge [pembelajaran yang bersifat umum], ketiga, lack of spirit of inquiry [rendahnya semangat melakukan penelitian], keempat, memorisasi [fasilitas perpustakaan, buku, dan sebagainya], kelima, certicate oriented bukan knowledge oriented.

Diluar itu, politik juga memberikan akses yang besar terhadap permasalahan pendidikan. Walaupun 20% APBN dialokasikan untuk pendidikan, tetapi kenyataannya masih jauh panggang daripada api, walaupun ada usaha untuk membenahinya. Sehingga perlu adanya kesadaran politik dan langkah konstruktif agar pendidikan mempunyai peranan penting tidak dihegemoni oleh politik yang ada namun dapat berjalan beriringan.

Referensi Makalah®

Kepustakaan:

Syamsul Ma’arif, Pendidikan Pluralisme di Indonesia, [Yogyakarta: Logung Pustaka, 2005]. Abdul Wahid, Pendidikan Islam Kontemporer: Problem, Tantangan dan Prospek, dalam Ismail SM [Eds.], Paradigma Pendidikan Islam, [Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001].

Secara etimologi kata problematika berasal dari kata problem [masalah, perkara sulit, persoalan]. Problema [perkara sulit], problematika [merupakan sulit, ragu-ragu, tak menentukan, tak tertentu] dan problematika [berbagai permasalahan]. Banyak para “pakar pendidikan” telah berusaha dengan segala cara untuk ikut andil dan terlibat aktif memikirkan atau menyelesaikan beberapa problema yang “menggerogoti” sistem pendidikan agama Islam dewasa ini.

Pendidikan saat ini, sungguh masih dalam kondisi yang sangat mengenaskan dan memprihatinkan. Karena pendidikan agama Islam mengalami keterpurukan akibat adanya pengaruh global dari dunia Barat dan juga adanya dikotomi system pembelajaran antara mata pelajaran Islam dan mata pelajaran umum. Melihat realitas yang terjadi sekarang bahwa pendidikan agama Islam tidak bisa kembali seperti pada zaman keemasan [Andalusia dan Baghdad] yang bisa menjadi pusat peradaban Islam, yang terjadi sekarang justru sebaliknya, pendidikan agama Islam sekarang mengekor dan berkiblat pada Barat.11

Lebih lanjut dikatakan oleh Samsul Ma’arif akibat pendidikan Islam masih sangat jauh tertinggal pendidikan Barat, karena disebabkan beberapa hal, adalah sebagai berikut:12

a. Orientasi pendidikan masih terlantar tak tahu arah dan tujuan yang mana mestinya sesuai dengan orientasi Islam. Pendidikan agama Islam masih berorientasi atau menitik beratkan pada pembentukkan abd’ [hamba Allah]. Akhirnya di sini, tentu saja adalah segala-galanya, sementara urusan dunia belakang. Dan masih bersifat devinitive artinya menyelamatkan kaum muslim dari segala pencemaran dan pengrusakan akibat ditimbulkan oleh gagasan Barat yang datang dari berbagai disiplin ilmu yang dapat mengancam standar-standar moralitas tradisional Islam.

b. Praktek pendidikan agama Islam masih memelihara warisan lama, sehingga ilmu yang dipelajari adalah ilmu klasik dan ilmu modern yang tidak tersentuh.

11 Samsul Ma’arif , 2007, Revitalisasi Pendidikan Islam, [Yogyakarta: Graha Ilmu], hlm. 1 12 Ibid. Hlm. 2-3

c. Umat Islam masih sibuk terbuai dengan ”romantisme” masa lalu hingga bisanya mengandalkan kebesaran masa lampau. Akibatnya kebanyakan ummat islam sendiri tidak melakukan pembaharuan terhadap pendidikan agama Islam.

d. Model pembelajaran pendidikan agama Islam masih menekan pada pendekatan intelektual verbalistik dan menegasi interakasi edukatif dan komunikasi humastik antara guru dan murid. Sehingga sistem pendidikan masih mandul, terbelakang dan mematikan daya kritis anak, atau belum mencerdaskan dan memerdekakan.

Persoalan tersebut masih ada tantangan internal yaitu, umat Islam masih terbelenggu dan terjebak dengan adanya dikotomisasi pendidikan agama Islam, kurangnya pemahaman tentang ajaran Islam, format kurikulum yang tidak jelas orientasinya dan minimnya kualitas sumber daya manusia [SDM], sistem dan strategi yang dikembangkannya, metodologi dan evaluasinya, serta pelaksanaan dan penyelenggaraan pendidikan agama Islam itu sendiri yang masih bersikap ekslusif dan belum mampu berinteraksi dan bersinkrinisasi dengan lainnya.

Terkait dengan problematika terdapat tiga faktor yang menjadi dasar pembahasan ini ialah sebagai berikut:

a. Faktor Internal 1] Anak Didik

Sebagai peserta didik adalah pihak yang hendak disiapkan untuk mencapai tujuan, dalam arti yang dibimbing, diajari dan atau dilatih dalam peningkatan keyakinan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan terhadap

ajaran agama Islam. Diantara komponen terpenting dalam pendidikan Islam adalah peserta didik, dalam perspektif pendidikan Islam, peserta didik merupakan subyek dan obyek. Oleh karena itu aktivitas kependidikan tidak akan terlaksanakan tanpa keterlibatan peserta didik di dalamnya.

Dalam paradigma pendidikan Islam, peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi [kemampuan] dasar yang masih perlu dikembangkan.13 Disisi lain, pendidikan itu berfungsi membentuk kepribadian anak, mengembangkan agar mereka percaya diri dan menggapai kemerdekaan kepribadian, pendidikan itu bergerak untuk mewujudkan perkembangan yang sempurna dan mempersiapkannya dalam kehidupan, membantu untuk berinteraksi sosial yang positif di masyarakat, menumbuhkan kekuatan dan kemampuan dan memberikan sesuatu yang dimilikinya semaksimal mungkin. Juga menimbulkan kekuatan atau ruh kreativitas, pencerahan dan transparansi serta pembahasan atau analisis di dalamnya.

Maka dari itu problem yang ada pada anak didik perlu diperhatikan untuk ditindaklanjuti dalam mengatasinya, sehingga tujuan dalam pendidikan itu dapat terealisasi dengan baik.

Adapun problem yang ada pada anak didik adalah segala yang mengakibatkan adanya kelambanan dalam belajar. Dan hal tersebut problem dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, antara lain:

13 Samsul Nizar, 2002, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Histories, Teoritis Dan Praktis, [Jakarta: Ciputat Pers], hlm.47

a] Karakteristik Kelainan Psikologi.

Fairuz Stone menjelaskan bahwa keseimbangan perkembangan anak yng tertinggal dalam belajarnya itu lebih sedikit dibandingkan teman-temanya secara umum. Misalnya, mereka dikenal sebagai anak yang kurang pengindraannya, khususnya lemah pendengaran dan penglihatannya.

b] Karakter Kelainan Daya Pikir

Kelainan yang satu ini dianggap yang paling banyak yang menimpa anak berkaitan dengan kegiatan belajar. Banyak teori para pakar yang menjelaskan adanya keterkaitan erat antara kecerdasan umumnya bagi anak dan tingkat keberhasilannya dalam belajar.

Bila kita mengamati tingkat kecerdasan dari sisi lain, maka kita jumpai adanya perilaku yang menyebabkan adanya keterkaitan antara daya pikir dan anak yang lamban belajarnya, seperti lemahnya daya ingat hingga mudah melupakan materi yang baru dipelajari, lemah kemampuan berfikir jerni, tidak adanya kemampuan beradaptasi dengan temannya, rendah dalam bidang kebahasaannya, anak yang mempunyai kategori karakteristik seperti ini mereka juga tidak bisa berkonsentrasi dalam waktu lama. Sehingga kemampuan dalam penerapan suatu ilmu, pemilihan, dan analisisnya rendah. Terkadang mereka sulit berpikir secara rasional dan cenderung berdasarkan perkiraan. Istilah-istilah tersebut besar pengaruhnya terhadap proses kegiatan belajar anak.14

14 Abdul Aziz As - Asykhs, 2001, Kelambanan Dalam Belajar Dan Cara Penanganannya [Jakarta: Gema Insani], hlm. 25

2] Pendidik [Guru]

Kelambanan dalam belajar kadang disebabkan oleh tidak mencukupinya kegiatan belajar mengajar, buruknya pengajaran, guru yang tidak memadai, materi pelajaran yang sulit sehingga tidak dapat diikuti anak, atau tidak ada kesesuaian antara pelajaran-pelajaran yang ditetapkan dan bakat anak.15

Dalam proses pendidikan khususnya pendidikan di sekolah, pendidikan memegang peranan yang paling utama. Sebagaimana dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat: 151





































Artinya: “Sebagaimana [kami telah menyempurnakan nikmat Kami

kepadamu] Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui”.[ Al-Baqarah ayat: 151]16

Ayat ini menjelaskan bahwa seorang pendidik [guru] adalah pewaris Nabi yang mempunyai perana penting dalam merubah dinamika kehidupan primitif menuju kehidupan madani. Pendidikan dalam Islam

15 Ibid. Hlm. 30

16

Departemen Agama RI. Al-Quran dan Terjemahannya, Al-Jumanatul Ali. [Bandung: Art. 2005], hlm. 24

juga dikatakan sebagai siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik.17

Muhammad Fadhli Al-Djamali menyatakan bahwa pendidikan adalah orang yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baik sehingga terangkat derajat kemampuannya sesuai dengan kemampuan dasar yang dimiliki oleh manusia.

Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an surat At- Tahrim ayat 6 yang berbunyi:















































Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan

keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. [At- Tahrim ayat: 6]18

Dari ayat tersebut sudah jelas bahwsanya pendidikan merupakan kewajiban setiap manusia. Pendidikan dalam pendidikan agama islam dituntut untuk berkomitmen terhadap profesionalisme dalam mengemban tugasnya. Seseorang dikatakan profesional bilamana pada dirinya melekat sikap dedikatif yang tinggi terhadap tugasnya, sikap komitmen terhadap

17

Ahmad Tafsir, 2005, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, [Bandung: Remaja Rosdakarya], hlm.74

18

Departemen Agama RI. Al-Quran dan Terjemahannya, Al-Jumanatul Ali. [Bandung: Art. 2005], hlm. 561

mutu proses dan hasil kerja, serta sikap continous improvement, yaitu selalu berusaha memperbaiki dan pembaharui model-model yang sesuai dengan tuntutan zamannya, yang dilandasi oleh kesadaran tinggi bahwa tugas mendidik adalah tugas menyiapkan generasi penerus yang akan hidup pada masa zamannya.19

Pendidik dalam proses belajar mengajar harus menguasai serta menerapkan prinsip-prinsip didaktikan dan metodik agar usahanya dapat berhasil dengan baik dan dapat dipertanggung jawabkan. Pengertian didaktikan adalah ilmu mengajar yang memberikan prinsip-prinsip tentang cara-cara menyampaikan bahan pelajaran sehingga dikuasai dan dimiliki peserta didik.

b. Faktor institusional 1] Kurikulum

Kurikulum merupakan salah satu komponen yang sangat menentukan dalam suatu sistem pendidikan. Karena kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan sekaligus sebagai pedoman dalam pelaksanaan pengajaran pada semua jenis dan tingkat pendidikan.

Dalam pengertian yang sempit, kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang isi dan bahan pengajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelanggaraan kegiatan belajar mengajar di sekolah. Pengertian ini digaris bawahi ada empat komponen pokok dalam kurikulum, yaitu: tujuan, isi atau bahan, organisasi dan strategi.

19 Muhamin, Op, Cit., hlm. 4

Sedangkan pengertian yang luas, kurikulum merupakan segala kegiatan yang dirancang oleh lembaga pendidikan untuk disajikan kepada peserta didik guna mencapai tujuan pendidikan [institusional, kurikuler dan intruksional]. Pengertian ini menggambarkan segala bentuk aktivitas sekolah yang sekiranya mempunyai efek bagi pengembangan peserta didik, adalah termasuk kurikulum dan bukan terbatas pada kegiatan belajar mengajar saja.20

Dari sini dapat diketahui bahwa kurikulum sangat berperan penting dalam dunia pendidikan, yang dapat mengantarkan pendidikan dalam dunia modern karena bentuknya telah tersusun secara sistematis dan terperinci.

Menurut Rasdianah ada beberapa kelemahan dalam pemahaman kurikulum pendidikan agama Islam maupun pelaksanaanya, yaitu:

a] Terlalu padatnya program yang berakibat tidak terlaksananya tujuan dari program yang direncanakan.

b] Kurangnya jam pelajaran yang digunakan untuk menyelesaikan materi Pendidikan Agama Islam.

c] Kurikulum yang tidak terorganisir dengan baik, sehingga sering terjadi pengulangan pokok bahasan [materi].

Sedangkan pendapat pakar pendidikan non tarbiyah yaitu Amin Abdullah yang telah menyoroti kurikulum dan kegiatan pendidikan Islam yang selama ini terjung langsung di sekolah, antara lain:

a] Pendidikan Islam lebih banyak terkonsentrasi pada persoalanpersoalan teoritis keagamaan yang bersifat kognitif.

20 Muhaimin, 2003, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam [Pemberdayaan, Pengembangan,

b] Pendidikan Islam kurang concer terhadap persoalan bagaimana mengubah pengetahuan agama yang kognitif menjadi ”makna” dan nilai yang perlu diinternalisasikan dalam diri peserta didik lewat berbagai cara dan media. c] Pendidikan Islam lebih menitik beratkan pada aspek korenspondensi

tekstual, yang lebih menitik beratkan pada hafalan teks keagamaan yang sudah ada.

d] Sistem evaluasi, bentuk-bentuk soal ujian agama Islam menunjukkan prioritas utama pada aspek kognitif, dan jarang pertanyaan tersebut mempunyai bobot muatan ”nilai” dan ”spritual keagamaan yang fungsional dalam kehidupan sehari-hari.21

2] Manajemen

Manajemen merupakan terjemahan dari kata management yang berarti pengelolaan, ketatalaksanaan. Management berakar dari kata to

manage yang baik tujuan jangka pendek, menengah, maupun jangka

panjang.22

Manajemen atau pengelolaan merupakan komponen integral yang tidak dapat dipisahkan dari proses pendidikan secara keseluruhan. Alasanya tanpa manajemen tidak mungkin tujuan pendidikan dapat direalisasikan secara optimal, efektif dan efisien.

Manajemen pendidikan Islam mengandung arti sebagai suatu proses kerja sama yang sistematik, dan komprehensif dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan. Dari kerangka inilah tumbuh kesadaran

21 Muhaimin, Op, Cit.,hlm. 264

untuk melakukan upaya perbaikan dan peningkatan kualitas manajemen pendidikan, baik yang dilakukan pemerintah maupun lembaga pendidikan.

Manajemen pendidikan agama Islam merupakan tanggung jawab departemen agama, sehingga hal ini mempunyai dampak pada pendanaan pendidikan. Artinya anggaran belanja negara bidang pendidikan hanya dialokasikan kepada lembaga-lembaga pendidikan umum yang berada di bawah departemen pendidikan nasional, sedangkan pendidikan Islam tidak diambil dari anggara negara bidang pendidikan, tetapi dari anggaran bidang agama, sehingga anggaran pembiayaan pemerintah untuk pendidikan Islam jauh lebih kecil dibanding untuk pendidikan umum. Inilah realitas yang dihadapai, sehingga menjadikan pendidikan Islam secara umum kurang diminati dan kurang mendapat perhatian. Hal ini didukung dengan materi kurikulum dan manajemen pendidikan yang kurang memadai, kurang releven dengan kebutuhan masyarakat dan dunia kerja. Lulusannya kurang memiliki keterampilan untuk bersaing dalam dunia kerja. Melihat kenyataan ini, maka reformasi manajemen pendidikan Islam menjadi suatu keharusan. Sebab dengan langkah-langkah berusaha pembenahan dan peningkatan profesionalisme penyelenggaraan pendidikan akan mampu menjawab berbagai tantangan dan dapat memberdayakan pendidikan Islam di masa depan. Dalam hal ini pendidikan agama Islam menerapkan manajemen berbasis sekolah artinya pengelolaan pendidikan mengarah kepada pengelolaan manajemen berbasi sekolah.

Penerapan manajemen berbasis sekolah juga perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan minat peserta didik, pendidik, serta kebutuhan masyarakat setempat.

Bank dunia telah mengkaji beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam penerapan manajemen berbais sekolah. Faktor tersebut berkaitan dengan kewajiban sekolah yang menawarkan keluasan pengelolaan masyarakat, kebijakan dan prioritas pemerintah sebagai penanggung jawab pendidikan berhak merumuskan kebijakan yang menjadi prioritas terutama yang berkaitan dengan program peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan, perana orang tua dan masyarakat perlu dihimpun dalam satu badan sekolah yang dapat berpartisipasi dalam pembuatan keputusan sekolah, peranan profesioanlisme kepala sekolah, pendidik, administrasi dalam mengoperasikan sekolah.23

3] Sarana dan Prasarana

Masih banyak persoalan-persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia kaitannya dengan keberhasilan pendidikan agama ini, sebab pendidikan agama dalam pelaksanaannya terkait dengan berbagai komponen yang melingkupnya, salah satunya adalah sarana dan prasarana pendidikan agama Islam.

Sarana pendidikan agama Islam adalah peralatan dan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan dalam menunjang proses pendidikan khususnya proses belajar mangajar seperti gedung, ruang kelas, meja, kursi

23 Hujair, 2003, Paradigma Pendidikan Islam [Membangun Masyarakat Madani Indonesia], [Yogyakarta: Tiara Wacana], hlm. 220

serta peralatan dan media pengajaran yang lain. Adapun yang dimaksud dengan prasarana pendidikan adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalanya proses pendidikan atau pengajaran seperti kebun, halaman, taman sekolah, jalan menuju sekolah.24

Sarana pendidikan agama Islam diharapkan dapat memberikan konstribusi secara optimal dan berarti pada jalannya proses pendidikan. Dengan demikian apabila pendidikan Islam memanfaatkan dan menggunakan sarana pendidikan, maka peserta didik akan memiliki pemahaman yang bagus tentang materi yang diperoleh, dan juga diharapkan akan memiliki moral yang baik.

Sarana dan prasrana pendidikan agama Islam yang baik, diharapkan dapat menciptakan sekolah yang bersih, rapi dan indah sehingga menciptakan sekolah yang menyenangkan bagi pendidikan maupun peserta didik yang berada di sekolah.25

c. Faktor Eksternal

Pendidikan tidak hanya terpacu pada lingkup sekolah saja, akan tetapi lingkungan selain sekolah seringkali mengambil peran penting dalam pendidikan tersebut, begitu juga dengan pendidikan agama Islam. Berhasil atau tidaknya pendidikan agama Islam, lingkungan sosial berperan penting terhadap keberhasilan pendidikan agama Islam, karena perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan melalui lingkungan dapat ditemukan pengaruh yang baik dan pengaruh buruk. Dalam problem lingkungan meliputi:

24 Muhammad Surya, 2003, Psikologi Pembelajaran Dan Pengajaran, [Jakarta: Mahaputra Adidaya] hlm. 118

1] lingkungan masyarakat yang kurang agamis, akan mengganggu perjalanan proses belajar mengajar.26

2] Lingkungan keluarga yang mempunyai berbagai macam faktor yaitu, anak yang dibesarkan dalam keluarga yang bermasalah, terlalu keras dalam mendidik anak, orang tua tidak mendidik anak dengan kedisiplinan waktu pada anak, terlalu sibuk dengan pekerjaan rumah.

3] Lingkungan sekolah, dalam lingkungan sekolah sering terjadi beberapa problem yaitu, kerasnya guru dalam mempengaruhi pada anak, anak kurang minat dengan materi pembelajaran, guru terlalu sering mengancam anak, tidak ada hubungan timbal balik yang baik antara guru dan anak didik, rendahnya tingkat persiapan guru.

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề