Apa nama PLTA yang berasal dari Jawa Tengah?



JAKARTA. Musim kering menyebabkan sejumlah Pembangkit Listrik Tenaga Air [PLTA] di pulau Jawa berhenti beroperasi. Namun begitu, PLN menyatakan kondisi tersebut tidak mengganggu pasokan listrik untuk kebutuhan sistem kelistrikan Jawa-Bali. "Kontribusi PLTA pada sistem Jawa Bali hanya 5%. PLTA yang berhenti beroperasi di Jawa Tengah itu kecil-kecil, sehingga secara sistem tidak terpengaruh" ujar Direktur Operasi PLN untuk Jawa Bali, Ngurah Adnyana kepada KONTAN, Selasa [4/9]. Pada Sistem kelistrikan Jawa Bali, PLTA yang memiliki kapasitas besar terletak di Jawa Barat seperti PLTA Saguling [4x175 MW], PLTA Cirata [8x126 MW], PLTA Jatiluhur [7x25 MW]. Total daya mampu atau produksi listrik dari pembangkit-pembangkit yang ada di sistem kelistrikan Jawa Bali mencapai 27.670 MW. Beban puncak sistem Jawa Bali pada siang hari mencapai 19.135 MW dan pada malam hari mencapai 20.424 MW. Sebanyak 6 dari 12 PLTA di Jawa Tengah dikabarkan berhenti beroperasi akibat musim kering berkepanjangan yang melanda wilayah itu. Kekeringan menyebabkan pasokan air berkurang sehingga tidak cukup menggerakkan turbin. Keenam PLTA yang berhenti beroperasi tersebut, tiga diantaranya terdapat di Kabupaten Kebumen, yaitu PLTA Wadas Lintang [2x8 MW], PLTA Sempor [1,4MW], dan PLTA Pajengkolan [1,1 MW]. Tiga PLTA lainnya yaitu PLTA Kedungombo [22,5 MW] dan PLTA Klambu [1 MW] di Grobogan dan PLTA Sidorejo di Boyolali [ 1 MW]. Adnyana mengatakan, PLTA yang berhenti beroperasi ini bisa kembali aktif saat pasokan air kembali normal. "Tidak bisa digantikan oleh BBM," ujarnya Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News Editor: Asnil Amri


Senin, 2 Maret 2015 | 15:01 WIB | Ferial

EBTKE--Pemanfaatan sumber daya alam berupa air di Jawa Tengah sudah cukup besar. Banyak PLTA berkapasitas besar yang sudah dibangun di Jawa Tengah.

Salah satu contohnya adalah pembangkit listrik tenaga air [PLTA] Mrica yang ada di Kabupaten Banjarnegara dapat menghasilkan daya sebesar 180,93 megawatt [MW] yang cukup besar untuk memasok listrik di kawasan Jawa Tengah.

Ada juga PLTA Wadaslintang yang ada di Kabupaten Kebumen yang dapat memproduksi daya sebesar 16 MW dan PLTA Tulis yang memiliki 2 unit yang masing-masing unit memproduksi sekitar 12,40 MW. Serta masih banyak PLTA yang berkapasitas menengah yang ada di Jawa Tengah.

Menurut penelitian yang dilakukan Tim Casindo, Provinsi Jawa Tengah sendiri memiliki potensi energi air yang cukup besar. Potensi energi air tersebut dapat dimanfaatkan untuk pembangkit listrik mikro hidro [PLTMH] sebesar 28,9 MW yang tersebar di daerah seperti Banjarnegara, Banyumas, Brebes, Pemalang, Pekalongan, Kendal, Kebumen, Wonosobo dan Temanggung.

Sedangkan untuk potensi PLTA yang dapat dikembangkan di Jawa Tengah sebesar 386,42 MW, yang terdapat pada sungai Serayu yang berpotensi menghasilkan daya 74,95MW, sungai Citanduy sebesar 47,49 MW, sungai Bogowonto 45,17 MW, sungai Telomoyo 40,98 MW dan sungai-sungai lainnya di daerah Jawa Tengah.

Kapasitas terpasang Pembangkit Interkoneksi di Provinsi Jawa Tengah adalah sebesar 5.779,97 MW, akan tetapi daya mampunya hanya sekitar 87,32 persen dari daya terpasang yaitu 5.046,86 MW.

Sistem kelistrikan di Provinsi Jawa Tengah saat ini masih dipasok dari PLTPB Dieng, PLTA Mrica, PLTU Cilacap, PLTU Tanjung Jati B, PLTU Rembang maupun pusat pembangkit lainnya melalui Sistem Transimisi 500 kilovolt [kV] dan 150 kV, didukung pula oleh beberapa pusat pembangkit hydro [PLTA] dengan kapasitas kecil melalui saluran distribusi 20 kV.

Sumber : Dinas Pertambangan dan Energi Jawa Tengah

Pembangkit Listrik Tenaga Air [PLTA] Ketenger adalah salah satu pembangkit listrik peninggalan Belanda di Indonesia. PLTA Ketenger terletak di Melung, Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah.[1]

Mesin pembangkitan listrik dan gedung pengelolaan PLTA Ketenger terletak di Desa Melung, Kabupaten Banyumas. Ketenger adalah nama dari lokasi pembangunan waduk PLTA Ketenger. Ketenger adalah nama dari sebuah desa yang berada di Kecamatan Baturaden, Kota Purwokerto.[2]

PLTA Ketenger dibangun untuk memenuhi kebutuhan energi listrik bagi rumah-rumah penduduk di Kota Purwokerto, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Kebumen, dan Kabupaten Karanganyar. Selain itu, energi listrik yang dihasilkan dari PLTA Ketenger digunakan untuk menggerakkan pompa air untuk keperluan irigasi di daerah Gambasari dan Pesanggrahan. Penyaluran energi listrik menggunakan saluran transmisi dengan tegangan nominal 30 kiloVolt.[2]

Pemerintah Hindia Belanda melakukan survei kelayakan pembangunan pembangkit pada tahun 1932. Pembangunan PLTA Ketenger dimulai pada tahun 1935. Pembangunan PLTA Ketenger rampung pada tahun 1939.Pembangunan PLTA Ketenger sepenuhnya dikerjakan oleh perusahaan kontraktor bernama N.V. Algemeene Nederlandsch Indische Electriciteit Maatchappy [N.V. ANIEM] 9. PLTA Ketenger hanya mempunyai 2 unit generator pada awal pembangunannya. Masing-masing generator dapat membangkitkan energi listrik sebesar 3,52 MegaWatt.[2]

PT. Dirga Bratasena Engineering Medan melakukan penambahan unit pembangkit pada tahun 1998-1999. Unit 3 dari PLTA Ketenger mampu menghasilkan energi listrik sebesar 1,05 MegaWatt. Tim Pusat Studi Kependudukan dan Lingkungan Hidup dari Universitas Diponegoro menjadi tim yang melakukan Analisis Dampak Lingkungan.[2] Penambahan unit 4 dilakukan pada tahun 2008. Unit 4 berkapasitas 0,5 MegaWatt.[3]

Aliran Sungai Banjaran untuk menggerakkan turbin generator. Waduk penampungan air Sungai Banjaran terletak di Desa Ketenger, Kecamatan Baturaden, Kota Purwokerto. Luas waduk mencapai 4 hektar.[3] Sungai Surobadak juga menjadi penyumbang sumber air penggerak bagi PLTA Ketenger. Air yang berasal dari Sungai Banjaran dan Sungai Surobadak ditampung di sebuah kolam tando. Setelah ketinggian air tercukupi, air dialirkan ke turbin menggunakan pipa penyaluran air. Curah hujan dan debit air yang baik merupakan potensi utama dari PLTA Ketenger. [2]

PLTA Ketenger merupakan pembangkit listrik yang ramah lingkungan. PLTA Ketenger memanfaatkan ketinggian jatuh air untuk menggerakkan turbin generator. PLTA Ketenger tidak menghasilkan emisi gas pembakaran, abu, maupun limbah. Biaya operasi dan perawatan sangat murah, sehingga efisiensi PLTA Ketenger sangat tinggi.[3] Adanya PLTA Ketenger memberi beberapa manfaat bagi lingkungannya, yaitu:[2]

  1. menghasilkan listrik dengan harga murah dan berkualitas
  2. proses operasional yang tidak memengaruhi ekosistem di sekitarnya
  3. tidak mengurangi sumber daya alam alami maupun sumber daya alam buatan
  4. meningkatkan potensi pengembangan usaha lokal
  5. memperluas lapangan kerja bagi masyarakat di sekitarnya.

PLTA Ketenger adalah salah satu dari 16 unit pembangkit listrik yang tergabung dalam Unit Pembangkitan Mrica [UP Mrica]. UP Mrica berada di sektor kelistrikan Jawa Tengah. PT. Indonesia Power [Persero] merupakan pengelola dari UP Mrica. Sistem Jawa, Madura, dan Bali menerima suplai dari UP Mrica.[3]

PT. Indonesia Power melakukan konservasi Daerah Aliran Sungai [DAS] dalam bentuk program pemberdayaan masyarakat. Program ini bernama Sekolah Lapangan. Program ini diadakn untuk menjaga jumlah debit air sungai tetap konstan. Dengan program ini, erosi di hulu sungai Banjaran dan Sungai Surobadak dapat dikurangi. Pengurangan erosi turut menurunkan peluang terjadinya sedimentasi di DAS yang menjadi sumber utama penggerak turbin PLTA Ketenger.[3]

  1. ^ "Melihat Kegagahan PLTA Ketenger Banyumas yang Telah Beroperasi sejak Zaman Belanda". Tribun Jateng. Diakses tanggal 2020-03-04. 
  2. ^ a b c d e f "Sejarah PLTA Ketenger di Desa Melung | Melung". Diakses tanggal 2020-03-04. [pranala nonaktif permanen]
  3. ^ a b c d e Supriyadi [25 September 2018]. "PLTA KETENGER WARISAN HEBAT UNTUK INDONESIA". indonesiapower.co.id. Diakses tanggal 04-03-2020.  Periksa nilai tanggal di: |access-date= [bantuan]

Diperoleh dari "//id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pembangkit_Listrik_Tenaga_Air_Ketenger&oldid=18384927"

Video yang berhubungan

Bài Viết Liên Quan

Bài mới nhất

Chủ Đề