Contoh, daftar subyek murni adalah buku ekslopedia [Encyclopaedia Britanica], atau daftar subyek Sears List yang seringkali dipakai di perpustakaan. Daftar subyek berkode, yakni daftar klasifikasi subyek yang dikembangkan oleh DDC, UDC dan LC. Demikian juga untuk daftar subyek klasifikasi buatan sendiri, terdiri atas daftar klasifikasi subyek murni dan daftar klasifikasi subyek berkode.
B. Daftar Klasifikasi Subyek Murni
Daftar subyek murni adalah daftar yang berisikan istilah-istilah subyek tanpa disertai kode [notasi] dan disusun menurut urutan Subyek. Daftar tersebut dapat disusun menurut dua cara urutan Subyek, yakni urutan Subyek kamus dan urutan Subyek Ensiklopedis. Urutan Subyek kamus adalah urutan Subyek dari istilah-istilah yang disusun secara sendiri-sendiri, seperti pada susunan kamus, tanpa melihat hubungan-hubungan istilah dan tingkatan-tingkatannya. Urutan Subyek ensiklopedia adalah urutan Subyek berdasarkan istilah dari kelompok yang jenjangnya setingkat, setingkat dengan tingkatantingkatan masing-masinh kelompok seperti yang biasa digunakan pada susunan eksiklopedia. Contoh urutan Subyek kamus dan contoh Subyek ensiklopedia sebagaimana dijabarkan pada Tabel 1 di bawah ini.Urutan Subyek Kamus dan Urutan Subyek Ensiklopedia
1. Pengertian Sistem Subjek
Sistem subjek adalah sistem penyimpanan dan penemuan kembali arsip yang disusunberdasarkan pengelompokan nama masalah/subjek pada isi surat.
Dalam mengelola arsip pribadi kita juga dapat menerapkan sistem subjek, misalnya di rumah tangga. Ada arsip tentang pembayaran rekening listrik, rekening telepon, arsip tentang ijazah, akte kelahiran, dan lain-lain.
2. Kelebihan sistem subjek dan Kelemahan sistem subjek
Kelebihan sistem subjek
mudah mencari keterangan bila perihalnya saja yang ingin diketahui. dapat dikembangkan dengan tidak terbatasnya judul dan susunannya. Kelemahan sistem subjek
sulit mengklasifikasikan apabila terdapat aneka ragam perihal yang hampir sama padahal berbeda satu sama lain.kurang cocok untuk bermacam jenis surat.
3. Daftar Klasifikasi Subjek
Daftar klasifikasi arsip ini adalah daftar yang berisi tentang pengelompokan arsip berdasarkanmasalah-masalah, secara sistematis dan logis, serta disusun berjenjang dengan tanda-tanda khusus yang berfungsi sebagai kode.
Tujuan pembuatan daftar klasifikasi subjek adalah sebagai berikut:
1. Agar istilah yang digunakan untuk pengelompokan dokumen dapat dibuat tetap dan seragam
2. Semua arsip yang bersubjek sama akan dapat berkumpul di tempat yang sama, dan arsip yang subjeknya saling berkaitan akan diletakkan berdekatan.
3. Mengusahakan agar arsip secara mudah, cepat, dan tepat, ditentukan kembali dan dikembalikan ke tempat semula.
Dalam menyusun daftar klasifikasi subjek, masalah-masalah yang ada dibagi menjadi beberapa tingkatan, yaitu sebagai berikut. Tingkat I : masalah utama [masalah yang paling luas] Tingkat II : sub masalah [masalah yang lebih kecil dari masalah utama]
Tingkat III : sub-sub masalah [masalah yang lebih kecil dari sub masalah]
Masalah Utama | Masalah | Sub Masalah |
Kp : Kepegawaian | Cuti | a. Cuti Melahirkan b. Cuti Sakit c. Cuti Tahunan |
Mutasi | a. Kenaikan golongan b. Masa kerja c. Tunjangan keluarga d. Alih tugas e. Jabatan |
Masalah Utama Masalah Sub Masalah
Kp : Kepegawaian Cuti
1. Cuti Melahirkan
2. Cuti Sakit
3. Cuti Tahunan
Mutasi
1. Kenaikan golongan
2. Masa kerja
3. Tunjangan keluarga
4. Alih tugas
5. Jabatan
untuk instansi yang ruang lingkupnya luas, dapat menggunakan daftar klasifikasi subjek sampai 3 tingkatan atau lebih, sedangkan instansi yang bidang kerjanya kecil cukup menggunakan satu atau dua tingkatan saja.
Adapun daftar klasifikasi subjek dibagi menjadi 2, yaitu sebagai berikut :
1.
Daftar Klasifikasi Subjek Standar Daftar subjek ini disebut standar karena daftar ini sudah merupakan standar umum di tingkat internasional. Daftar standar ini banyak dipergunakan untuk mengelompokkan buku-buku di perpustakaan dan penggolongan penyimpanan arsip. Arsip-arsip yang memiliki masalah [subjek] yang banyak dan luas memerlukan notasi terperinci agar lokasi penyimpanan arsipnya jelas. Misalnya, di nasional arsip suatu Negara. Alasan pemakaian daftar standar penggunaan daftar standar ini sangat sesuai dengan keperluan. Tetapi untuk suatu instansi yang mempergunakansistem subjek, penggunaan daftar standar ini kurang tepat karena setiap instansi memiliki kegiatan di bidang tertentu dan terbatas. Ada beberapa daftar klasifikasi subjek standar yang cukup banyak digunakan secara internasional, yaitu DDC [Dewey Decimal Clasification]; UDC [Universal Decimal Clasification]; LC [Library of Congress Clasification]. DDC membagi subjeknya ke dalam 10 kelas utama, sama seperti UDC, sedangkan LC membagi subjeknya ke dalam 20 kelas utama. Ketiga jenis klasifikasi itu membagi subjeknya berdasarkan pembagian ilmu pengetahuan. Oleh karena itu ketiganya cocok dipergunakan untuk mengelompokkan koleksi buku di perpustakaan. Sebagai contoh, diambilkan pembagian kelas dari DDC yang sebenarnya sama dengan pembagian UDC. Semua ilmu pengetahuan oleh pendiri DDC, yaitu Melvil Dewey diklasifikasikan menjadi sepuluh kelas utama seperti berikut. 000 Umum 100 Filsafat 200 Agama 300 Ilmu Sosial 400 Bahasa 500 Ilmu Murni 600 Ilmu Terapan 700 Kesenian 800 Kesusastraan
900 Sejarah dan Ilmu Bumi.
Notasi DDC adalah angka decimal, misalnya untuk Filsafat berkisar antara
100--199. Kelas utama dibagi lagi ke dalam 10 kelas kedua [devisi]. Kelas kedua
dibagi lagi dalam 10 kelas ketiga [seksi]. Misalnya, 600 adalah Ilmu Terapan,
630 adalah Pertanian, 631 adalah Teknik dan Alat Pertanian, 631.3 adalah Alat
Pertanian, 631,31 adalah Mesin Pengerjaan Tanah, 631,312 adalah Bajak. Notasi
atau nomor klasifikasi untuk menentukan letak bahan di tempat penyimpanan.
Perpustakaan atau arsip nasional yang memiliki koleksi dalam jumlah besar dan
mencakup 10 bidang ilmu pengetahuan, niscaya tepat untuk
menggunakan sistem subjek DDC atau UDC. Jika 10 kelas utama
tersebut masih kurang terperinci, maka bagan LC yang terdiri atas 20 kelas
utama dapat digunakan. Untuk arsip kantor pemerintah daerah penggunaan UDC
tampaknya tidak cocok karena tiga hal berikut:
1. Arsip pemerintah daerah hanya mencakup subjek-subjek administrasi negara yang di dalam DDC atau UDC hanya mencakup nomor 350 sehingga nomor yang dipakai akan terdiri atas digit yang banyak.
2. Notasi UDC sukar digunakan sebagai tanda pengenal arsip dan lokasinya.
3. Petugas arsip harus memperoleh pendidikan khusus, padahal jumlah petugas arsip relatif banyak.
Untuk pengelolaan arsip, bagan subjek yang sangat cocok dipergunakan adalah bagan klasifikasisubjek buatan sendiri. Jika untuk pengelolaan arsip nasional sesuatu negara yang mencakup semua bidang kegiatan negara bagan klasifikasi standar seperti DDC, UDC dan LC bisa digunakan.
4.
Daftar
Klasifikasi Subjek Buatan Sendiri
Cara yang terbaik dalam penyimpanan arsip yang
mempergunakan sistem subjek adalah mempergunakan daftar
klasifikasi subjek buatan sendiri. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan,
fungsi, dan tugas setiap kantor tidaklah sama. Daftar buatan sendiri lebih
cocok dengan kebutuhan dan tujuan kantor masing-masing. Ada beberapa cara
membuat daftar klasifikasi adalah sebagai berikut :
1. mencatat setiap isi [perihal] surat yang diterima secara satu per satu di dalam satu buku tulis. Daftar itu kemudian disusun menurut abjad. Beberapa istilah yang sama cukup diambil satu untuk dimasukkan dalam daftar. Istilah subjek yang dipilih untuk daftar subjek hendaklah memenuhi persyaratan:
1. kata benda atau yang dibendakan
2. sedapat mungkin terdiri atas satu kata
3. pengertiannya jelas satu masalah atau subjek.
4. mengumpulkan semua masalah yang ada pada seluruh instansi. Fungsi dan tugas masing-masing unit kerja sudah jelas maka istilah subjek dapat diambil dari fungsi dan tugas tersebut yang disesuaikan dengan kebutuhan suatu daftar subjek. Misalnya, Personalia sebagaisubjek pertama, kemudian Kesejahteraan sebagai subjek kedua, dan Cuti sebagai subjek ketiga, dan seterusnya.
Penulisan daftar klasifikasi subjek dapat dilakukan dengan 2 cara, antara lain sebagai berikut :
1.
Daftar
Klasifikasi Subjek Murni
Daftar subjek murni adalah daftar yang berisikan
istilah-istilah subjek tanpa disertai kode [notasi] dan disusun
menurut urutan abjad. Daftar tersebut dapat disusun menurut dua cara urutan
abjad, yakni urutan abjad kamus dan urutan abjad ensiklopedia:
1. Urutan abjad kamus adalah urutan abjad dari istilah-istilah yang disusun secara terpisah, seperti pada susunan kamus, tanpa melihat hubunganhubungan istilah dan tingkatan-tingkatannya.
2. Urutan abjad ensiklopedia adalah urutan abjad berdasarkan istilah dari kelompok yang jenjangnya setingkat, yakni setingkat dengan tingkatantingkatan masing-masing kelompok seperti yang biasa digunakan pada susunan eksiklopedia.
Contoh urutan abjad kamus: Bonus Cuti Gaji Hukuman Kesehatan Kesejahteraan Keuangan Koperasi Kredit Lamaran Mutasi Pajak Pangkat Pendidikan Pengadaan Pegawai Pengangkatan Pensiun Percobaan Personalia Seleksi Abjad Ensiklopedis adalah urutan abjad berdasarkan istilah dari kelompok yang jenjangnya setingkat, sesuai dengan tingkatan masing-masing kelompok istilah seperti yang biasa dipergunakan pada susunan ensiklopedis. Contoh Abjad ensiklopedis: Keuangan Kredit Pajak Personalia Kesejahteraan Bonus Cuti Gaji Kesehatan Koperasi Pensiun Mutasi Hukuman Pangkat Pengangkatan Pendidikan Pengadaan Pegawai Lamaran Percobaan Seleksi
3.
Daftar
Klasifikasi Subjek Berkode
Daftar subjek berkode adalah daftar yang berisikan
istilah-istilah subjek yang dilengkapi dengan kode dari
istilah subjek bersangkutan. Kode atau biasa juga disebut notasi
adalah tanda pengenal [identitas] dari sesuatu istilah subjek.
Kegunaan kode ini sesungguhnya adalah:
1. untuk memudahkan mengetahui kelompok dari sesuatu subjek
2. untuk memudahkan penentuan lokasi dan urutan-urutan penyimpanan bahan-bahan dari subjekbersangkutan.
Kegunaan kode yang terakhir lebih ditujukan kepada penggunaan koleksi perpustakaan, rakberdasarkan kode yang ditempelkan pada punggung buku. Untuk arsip yang banyak, seperti Arsip Nasional atau Sentral Arsip suatu instansi, kode memang sangat diperlukan untuk menentukan lokasi dan urut-urutan penyimpanan. Sementara itu, untuk arsip-arsip di bagian atau unit suatu instansi penyertaan kode pada istilah subjek agaknya tidaklah diperlukan benar, bahkan dapat menyulitkan petugas dalam mengingat kode untuk mengetahui lokasi arsip.
Persyaratan bagi model kode yang dipilih adalah:
1. singkat dan jelas
2. mudah dipahami dan diingat
3. mudah dibaca
4. sederhana dalam penulisan.
Penulisan kode dapat dilakukan dengan cara :
1. Kode angka
1. angka Arab, misalnya 1,2,3
2. angka Romawi misalnya I, II, III
3. angka desimal misalnya 00, 11, 12.31
4. angka Duplex misalnya 1-3, 7-10, 11-13.
5. Kode huruf
1. huruf besar seperti A, B, C
2. huruf kecil seperti a, b, c, d
3. gabungan huruf AA, AB, ac, ad, Ac
4. kependekakan seperti KU [keuangan], KP [kepegawaian], PL [perlengkapan].
5.
Kode gabungan angka dan huruf atau huruf dan angka, misalnya KP.001, 2.a., a.21, 23.a.b. Salah satu contoh dari daftar subjek berkode dicantumkan berikut ini, yang diambil sebagian dari Daftar Klasifikasi Kearsipan Dep. Dalam Negeri RI. 000 Umum 020 Peralatan 021 Alat Tulis 022 Mesin kantor 100 Pemerintahan 110 Pemerintahan Pusat 111 Presiden 112 Wakil Presiden 190 Hubungan Luar Negeri 191 Perwakilan asing 195 PBB 200 Politik 200 Politik 202 Orde Baru Kode yang mewakili kelas masalah sebenarnya sudah cukup memadai bagi penyimpanan dan penemuan kembali arsip. Jika untuk keperluan khusus terutama untuk kecermatan dan ketepatan lebih lanjut, masalah atau subjek dapat diteruskan dengan tambahan kode seperti bentuk penyajian, wilayah, dan komponen. Bentuk penyajian mendapat tambahan kode sebagaimana contoh berikut ini. --01 Laporan --02 Statistik --03 Seminar, Lokakarya --04 Peraturan Perundang-undangan --05 Penelitian --06 Pendidikan --07 Perencanaan --08 Panitia
--09 Ceramah
Contoh kode subjek yang mempergunakan tambahan bentuk penyajian. 480 Media Massa --03 Lokakarya 480.03 Lokakarya Media Massa Untuk melengkapi masalah dengan wilayah maka kode masalah dapat ditambah dengan kode wilayah sebagai berikut. --1 Pusat --2 Sumatra --21 Aceh --22 Sumatra Utara --23-- --3 Jawa --31 DKI Jakarta --32 Jawa Barat --33 -- --4 Kalimantan --41 Kalimantan Barat --42 Kalimantan Tengah --43 -- --5 Sulawesi --51 Sulawesi Utara --52 Sulawesi tengah
--53 –
Kode masalah dapat juga ditambah dengan kode singkatan nama instansi sebagaimana contoh berikut. --IJ Inspektorat Jenderal --SJ Sekretaris Jenderal
--SP Direktorat Jenderal Sosial Politik dan seterusnya.
Contoh kode subjek yang disertai oleh kode singkatan nama instansi. 700 Pengawasan --SJ Sekretariat Jenderal
700-SJ Pengawasan di Sekretariat Jenderal
Dari pembehasan di atas, jelas bahwa pola klasifikasi dan kode yang akan
diterapkan sebaiknya adalah buatan sendiri sehingga akan sesuai dengan
kebutuhan arsip instansi bersangkutan
6. Jenis-jenis peralatan dan perlengkapan dalam sistem subjek
1. Filling Cabinet
2. Guide
Jika satu laci memuat satu masalah utama, maka jumlah guide yang dibutuhkan sebanyak jumlah sub masalah, ditambah dengan sub-sub masalah. Jika satu laci memuat satu sub masalah, maka jumlah guide yang digunakan sebanyak jumlah sub-sub masalah.
3. Hanging folder
Hanging folder yang dibutuhkan sebanyak jumlah sub-sub masalah, atau sebanyak jumlah masalah yang ada pada tingkatan terakhir.
4. Kartu indeks
Setiap satu jenis surat [hal surat] dibuatkan satu kartu indeksnya. Jadi, semua surat yang disimpan mempunyai kartu indeks.
5. Kartu tunjuk silang
Tidak semua surat yang disimpan dibuat kartu tunjuk silang. Tetapi hanya surat surat yang berisikan lebih dari satu masalah, baru dibuatkan tunjuk silang.
6. Rak Sortir
Diperlukan untuk menyortir surat berdasarkan subjek. Jumlah subjek yang ada dapat dijadikan dasar untuk menentukan berapa banyak alat sortir yang digunakan.
7. Cardex
Digunakan untuk menyimpan kartu indeks, yang penyusunan kartu indeksnya berdasarkan abjad.
8.
Prosedur penyimpanan arsip
Langkah-langkah menyimpan arsip sistem subjek pada dasarnya sama
dengan sistem-sistemyang lain, yaitu sebagai berikut.
1.
memeriksa tanda pelepas Berkas atau surat yang disimpan diperiksa untuk memastikan apakah arsip sudah selesai diproses atau belum, dengan melihat tanda-tanda perintah surat disimpan. Pada saat memeriksa petugas sekaligus menentukan subjek surat tersebut.
Contoh: Bagas akan menyimpan surat dari ibu Arliani tentang cuti sakit. Berarti surat tersebut subjeknya adalah Cuti Sakit.
2.
mengindeks
Mengindeks dalam sistem subjek artinya menentukan permasalahan
surat dengan mencocokan dengan daftar klasifikasi yang sudah dibuat.
3.
mengode
Menuliskan kode pada surat tersebut sesuai dengan daftar
klasifikasi subjek. Jika daftar klasifikasi subjek menggunakan
kode beberapa huruf atau angka, maka kode yang ditulis pada surat adalah kode
huruf atau angka tersebut. Tetapi jika daftar klasifikasi tidak menggunakan
kode, maka yang ditulis adalah nama subjeknya. Kode subjek yang
ditulis adalah nama/nomorsubjek pada daftar klasifikasi yang tingkatannya
paling kecil.
4.
menyortir
Surat-surat yang mempunyai kode yang sama dikelompokan menjadi satu. Apabila
surat hanya satu, maka tidak perlu disortir.
5.
menempatkan Surat-surat ditempatkan sesuai dengan kode sura dan kode tempat penyimpanan. contoh: surat sakit dari ibu Arliani ditempatkan dalam laci berkode Kepegawaian, dibelakang guide cuti dan di dalam hangin folder Cuti sakit.
Catatan: sebelum surat ditempatkan secara permanen pada tempat penyimpanan, jangan lupa untuk membuat kartu indeks terlebih dahulu.
6. Prosedur penemuan kembali
Langkah-lanhkah menemukan arsip dalam sistem subjek adalah sebagai berikut :
1. tentukan subjek surat yang dicari
contoh :
bapak anwar ingin mencari arsip tentang SPT [ surat pemberitahuan pajak ] tahun 2008. Oleh karena itu, afifah sebagai arsiparis menentukan subjek surat tersebut, yaitu SPT
2. menentukan indeks subjek surat kemudian diindeks dengan cara mencocokan subjek surat dengan daftar klasifikasi subjek
contoh :
kepegawaian
cuti
cuti melahirkan
cuti sakit
cuti tahunan
keuangan
kredit
pajak
PBB
PPh
PPn
Berati surat tersebut indeksnya PPh – Pajak – Keuangan.
3. menentukan kode surat
contoh : surat tersebut kodenya PPh
4. mencari arsip pada tempat penyimpanan
contoh: arsip tersebut dicari pada laci beerkode keuangan, di belakang guide berkode pajak, di dalam hanging folder berkode PPh
5. mengambil arsip pada tempat penyimpanan
ambillaharsip tersebut dan tukar dengan lembar pinjam arsip [ lembar 1 ]
6. mengambil arsip jika memang benar arsip yang dicari
arsip selanjutnya diberikan kepada peminjam disertai lembar pinjam arsip [ lembar 2 ]
7. memberikan arsip pada peminjam
jika tidak mengetahui permasalahan surat, namun hanya diketahui nama orang / perusahaan sebagai identitas surat yang dicari. Untuk demikian, maka arsip tersebut dapat ditemukan tetapi dalam hal ini perlu alat bantu, yaitu kartu indeks.
Berikut langkah yang dapat dilakukan jika arsip yang dicari tidak diketahui subjeknya :
1. tentukan nama orang/badan/perusahaan sebagai identitas surat
contoh:
andika ingin mencari arsip atas nama gunawan wubisono, tetapi dia tidak mengetahui subjek ssratnya. Dengan demikian identitas surat tersebut adalah gunawan wibisono.
2. indekslah nama tersebut
contoh :
indeks nama dari gunawan wibisono adalah, wibisono, gunawan
3. tentukan kodenya, yaitu Wi
4. carilah kartu indeks pada laci cardex yang berkode W, dibelakang guide Wi.
5. Lihatlah kode surat yang tertera pada kartu indeks.
6. Cocokkan kode tersebut dengan daftar klasifikasi subjek
7. Cari arsip tersebut pada laci yang berkode kepegawaian, di belakang guide cuti.
8. Ambil arsip tersebut jika memang benar arsip yang dicari dan tukar dengan lembar pinjam arsip [ lembar 1 ]
9. Serahkan arsip pada peminjam beerikut lembar pinjam arsip [ lembar 2 ]
10. Simpan lembar pinjam arsip [ lembar 3
] pada tickler file.
SEMOGA BERMANFAAT;]