Apa syarat orang yang boleh shalat dengan duduk

Kapanlagi.com - Dalam kondisi sakit, umat Islam pun harus melaksanakan sholat karena sholat merupakan suatu kewajiban yang ditempuh untuk mendapat ridha Allah SWT. Oleh karena itu, tata cara sholat duduk juga perlu kalian ketahui sebagai umat Islam. Tentu kalian selalu berdoa untuk dilimpahkan kesehatan, tapi yang namanya musibah berupa sakit tak pernah kalian ketahui kapan datangnya.

Dengan mengetahui tata cara sholat duduk, kalian juga akan mengetahui betapa Islam memberi keringanan bagi setiap pemeluknya dalam menjalankan perintah. Penjelasan mengenai hal tersebut bisa dilihat dalam firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 286 berikut ini,

"Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai batas kemampuannya."

Terdapat pula penjelasan mengenai tata cara sholat duduk sesuai petunjuk Nabi Muhammad SAW berikut ini,

"Diriwayatkan dari Ibnu Buraidah, dari Imran bin Hushain RA, ia berkata, 'Aku menderita penyakit wasir, lalu aku bertanya tentang sholat [dalam kondisi sakit] kepada Nabi SAW, kemudian beliau menjawab, 'Sholatlah dengan berdiri, bila tidak mampu maka dengan duduk, dan bila tidak mampu maka dengan tidur miring,'" [HR Al-Bukhari Jamius Shahih Bukhari, [Kairo, Mathba'ah Al-Amiriyyah: 1286 H], 4/377].

Nah, untuk mengetahui tata cara sholat duduk beserta penjelasannya, langsung saja simak informasi yang dilansir dari berbagai sumber berikut ini.

 

Ilustrasi [Credit: Freepik]

Allah SWT telah berfirman bahwa tidak akan membebani seseorang kecuali sesuai batas kemampuannya, itu berarti Allah akan selalu memberi kesempatan kepada hamba-Nya saat ingin mendekatkan diri pada-Nya. Sholat tetap wajib dilakukan sepanjang kesadaran masih sehat, maka seseorang yang tidak mampu melakukannya sebagaimana mestinya tidak berarti boleh meninggalkan sholat. Oleh karena itu, terdapat ketentuan atau tata cara sholat duduk bagi orang yang sakit.

Berdasarkan informasi yang dilansir dari nu.or id, para fuqaha [ulama ahli fiqih] telah merumuskanya secara detail mengenai tata cara sholat duduk ini. Siapapun yang sholat dengan posisi duduk tentu harus mengikuti rumusan para ulama ahli fiqih sehingga dengan demikian ibadah kita terbimbing oleh ahlinya.

Batasan kebolehan berdasarkan tata cara sholat duduk didasarkan pada masyaqqat syadidah [kesulitan berat] yang dirasakan yaitu kesulitan yang pada umumnya seseorang tidak sanggup menanggung/menahan, walau kesulitan itu belum mencapai batas uzur kerbolehan bertayammum. Mengenai masyaqqat syadidah para ulama berbeda pendapat:

1. Menurut Ibnu Hajar tidak sekadar masyaqqat yang menghilangkan kekhusyukan bahkan harus lebih dari itu.

2. Menurut Muhammad Ramli adalah masyaqqat yang sudah sampai menghilangkan kekhusyukan.

3. Menurut As-Syarqawi adalah masyaqqat yang menghilangkan kesempurnaan khusyuk.

"Lalu apabila seseorang tidak kuasa berdiri dengan gambaran sampai timbul masyaqqat syadidah atau zhahirah [kesulitan berat atau yang jelas]-dua ungkapan yang berbeda tetapi maksudnya sama-, yaitu kesulitan yang pada umumnya tidak dapat ditahan walaupun tidak sampai -uzur-membolehkan tayamum seperti rasa berputar-putar pada kepala [kliyeng-kliyeng, mumet]. Apakah maksud masyaqqat syadidah itu adalah yang menghilangkan kekhusyukan? Ibnu Hajar berkata, 'bukan' Muhammad Ramli berkata, 'iya' bahkan As-Syarqawi berkata, masyaqqat yang menghilangkan kesempurnaan khusyu, maka seseorang boleh sholat duduk dengan cara apa saja yang ia inginkan dan tidak mengurangi pahala berdiri," [Busyra al-Karim bi Syarh Masail al-Ta'lim, halaman 200].

Adapun khusyuk memiliki keragaman definisi, antara lain sebagaimana dijelaskan di bawah ini:

"Khusyu dalam sholat yaitu memusatkan perhatian, berpaling dari selain Allah, dan merenung terhadap apa yang dibaca oleh lisannya baik bacaan [Al-Quran] dan zikir," [Al-Husain bin Mas'ud Al-Baghowi, Tafsir Al-Baghowi, [Dar Thaibah, 1417 H/1997 M], juz V, halaman 409].

Ulama tidak memberikan ketentuan perihal posisi duduk pengganti rukun berdiri sehingga seseorang boleh duduk di kursi, namun yang utama adalah duduk iftirasy [duduk sebagaimana tasyahhud awwal]. Harus dimengerti bahwa duduk adalah pengganti rukun berdiri sehingga posisi duduk hanya boleh dilakukan di saat benar-benar merasakan masyaqqat jika sholat dengan posisi berdiri.

Ilustrasi [Credit: Freepik]

Suci merupakan salah satu syarat sah sholat yang berarti tetap harus dijalani bagi umat islam yang akan beribadah walau dalam keadaan sakit. Menjalankan sholat dengan mengikuti tata cara sholat duduk berarti juga bisa mengikuti tata cara bersuci bagi orang sakit berikut ini.

1. Wajib bagi orang yang sakit untuk mandi, sebagai bentuk membersihkan diri dari hadas besar lalu berwudhu untuk menghilangkan hadas kecil.

2. Jika tidak mampu mengambil air wudhu karena suatu halangan atau khawatir sakitnya akan bertambah parah, maka diperbolehkan tayamum.

3. Tata cara tayamum: membaca niat tayamum, lalu menepuk kedua tangan pada area yang suci. Kemudian mengusap wajah serta tepukan kedua untuk mengusap tangan.

4. Apabila orang yang sakit tidak mampu melakukan tayamum dan wudhu, dapat dibantu ditayamumkan oleh orang lain. Seseorang yang menepukkan dan mengusapkan pada orang yang sakit. Begitu pula dengan cara mewudhukannya.

5. Apabila orang yang sakit memiliki luka atau di gips, maka usapkan air cukup sekali saja sebagai ganti membasuhnya.

6. Pastikan orang yang sakit menggunakan pakaian yang bersih ketika akan menunaikan sholat. Tidak terkena najis atau kotoran yang bisa membatalkan. Jika tidak memungkinkan, maka bisa sholat seadanya.

7. Sholat di tempat yang suci juga, jika ada najis sebaiknya diganti atau dibersihkan. Bisa juga menghamparkan kain bersih untuk alas sholatnya.

Ilustrasi [Credit: Freepik]

Sebaiknya sholat tepat pada waktunya, karena sudah dipermudah dengan cara wudhu yang diganti tayamum serta gerakan sholat yang lebih ringan. Selanjutnya, silakan simak tata cara sholat duduk yang dilansir dari merdeka.com berikut ini.

Sholat Posisi Duduk

1. Kalau tidak sanggup berdiri, boleh mengerjakan sambil duduk sambil menghadap kiblat. Bisa duduk layaknya duduk di antara dua sujud atau duduk sambil meluruskan kaki. Tergantung pada sakit yang di derita.

2. Cara mengerjakan gerakan ruku ialah dengan duduk membungkuk sedikit. Gerakan tangan sama layaknya sholat biasanya.

3. Cara mengerjakan sujud, bisa dengan cara sujud biasanya. Kecuali bagi yang sholat dengan meluruskan kaki, gerakan ruku bungkuknya lebih sedikit daripada bungkuk dalam sujud.

Telah dikatakan bahwa orang sakit mendapat keringanan dalam melaksanakan ibadah. Jika seorang muslim yang sakit tidak mampu mengikuti tata cara sholat duduk, ia bisa sholat dengan posisi tidur.

Sholat Posisi Tidur

1. Jika orang sakit tidak dapat mengerjakan sholat dengan duduk, boleh menunaikannya dengan posisi tidur terlentang wajah menghadap kiblat, dan posisi bantal lebih tinggi.

2. Cara mengerjakan ruku cukup menggerakkan kepala ke muka atau sedikit menekuk.

3. Cara mengerjakan sujud dengan menggerakkan kepala lebih dalam ke muka atau lebih ditundukkan. Jikalau ada sakit yang menghalangi kedua gerakan tersebut, semisal leher di gips. Orang sakit bisa melakukan dengan isyarat mata yang dibuka dan ditutup sebagai ganti gerakan.

4. Posisi tidur juga bisa dengan cara badan miring ke kanan atau ke arah kiblat. Gerakan ruku dan sujud pun sama.

5. Jika semua cara di atas tidak memungkinkan sama sekali, orang sakit bisa menunaikan sholat dalam hati, selama akal dan jiwa masih ada.

Jika orang sakit merasa kesulitan akan hal tersebut, diperbolehkan pula untuk mengerjakan sholat dengan jama taqdim. Seperti menggabungkan sholat Zuhur dan Ashar di waktu tanda adzan Zuhur.

Selanjutnya tata cara sholat bagi orang sakit sedang dalam perawatan di luar negeri, diperbolehkan pula untuk menunaikan dengan cara menqashar sholat. Sehingga bisa melakukan sholat Zuhur, Ashar, dan Isya cukup 2 rakaat.

Itulah penjelasan mengenai tata cara sholat duduk bagi orang sakit, semoga bisa mencerahkan dan memantapkan hati kalian untuk tetap berusaha mendekatkan diri kepada Allah SWT walaupun dalam keadaan sakit.

Yuk, lihat juga

Shalat sembari duduk mempunyai sejumlah batasan.

Sabtu , 07 Dec 2019, 05:30 WIB

EPA/Ben Hajan

Pelaksanaan shalat sembari duduk mempunyai tata cara dan catatan tersendiri. Foto ilustrasi Muslimah shalat.

Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID,  

Baca Juga

عَنِ ابْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: كَانَتْ بِي بَوَاسِيرُ، فَسَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الصَّلاَةِ، فَقَالَ: صَلِّ قَائِمًا، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ

“Diriwayatkan dari Ibn Buraidah, dari Imran bin Hushain Ra, ia berkata: “Aku menderita penyakit wasir, lalu Aku bertanya tentang shalat [dalam kondisi sakit] kepada Nabi Saw. Kemudian beliau menjawab: “Shalatlah dengan berdiri, bila tidak mampu maka dengan duduk, dan bila tidak mampu maka dengan tidur miring.” [HR al-Bukhari]  

Berkaitan dengan hadis ini, sering kita jumpai di masjid-masjid sebagian jamaah yang menderita sakit kemudian shalat dengan duduk di atas kursi. 

Praktik shalat duduk mereka bervariasi, ada yang menjadikan duduk sebagai pengganti posisi berdiri, sehingga rukuk dan sujudnya dilakukan sebagaimana mestinya. 

Ada yang duduknya itu dilakukan ketika saat menjalankan rukuk, i’tidal, dua sujud dan duduk akhir, ada yang sepanjang shalatnya dengan tetap duduk di kursi. 

Ada pula yang shalat dengan berdiri, sedangkan rukuk dan sujudnya dilakukan sebagaimana lazimnya, namun duduk pemisah antara dua sujud dengan cara mengalaskan dua lutut dan dua tangannya di atas lantai [tanpa mengalaskan pantatnya di atas lantai]. Itu hanya sebagian contoh praktik shalat bagi orang yang tidak mampu shalat sebagaimana mestinya.  

Batasan kondisinya adalah saat seseorang melaksanakan shalat dengan berdiri akan terdapat masaqqoh sampai pada taraf yang tidak bisa ditanggung secara adatnya [masyaqqoh la tuhtamalu ‘adatan], [masyaqqah tudzhibu al-khusyu’] atau masyaqqoh yang diperbolehkan melakukan tayamum [masyaqqoh mubihut tayamum]. 

Sedangkan jika sampai pada taraf yang menghilangkan kekhusyuan maka ulama berbeda pendapat: 

1. Menurut Imam Ibn Hajar tidak diperbolehkan duduk.

2. Menurut Imam ar-Ramli diperbolehkan duduk.

3. Sedangkan menurut Imam as-Syarqawi cukup taraf menghilangkan kesempurnaan kekhusu’an [izhab kamal al-khusyu’] seseorang sudah diperbolehkan shalat fardhu dengan posisi duduk.

Akan tetapi, meskipun seseorang telah memenuhi ketentuan diperbolehkan shalat dengan duduk sebagaimana di atas, namun hal itu tidak serta-merta memperbolehkannya shalat dengan cara duduk sepenuhnya. 

Ia hanya boleh duduk pada saat sudah tidak dapat lagi berdiri, sesuai khilaf di atas. Lebih jelasnya perlu diketahui ketentuan sebagai berikut:

1] Bila ia tidak dapat mengerjakan shalat dengan berdiri di sepanjang pelaksanaannya meskipun dengan bantuan orang atau alat bantu, maka dalam kondisi seperti ini ia boleh mengerjakan shalat dengan duduk sepenuhnya.

2] Bila ia tidak dapat mengerjakan shalat dengan berdiri di sepanjang pelaksanaannya kecuali dengan bantuan orang atau alat bantu, maka dalam kondisi seperti ini ulama berbeda pendapat. Sejumlah ulama di antaranya Ibn Hajar, menyatakan ia tetap harus shalat berdiri; sementara menurut sejumlah ulama lain termasuk al-Ramli, ia boleh sepenuhnya duduk. [Membedakan masyaqqah antara al-Mu’in dan al-‘Ukazah]

3] Bila ia dapat mengerjakan shalat dengan berdiri, namun pada saat bangkit berdiri dari sujud selalu membutuhkan bantuan orang atau alat bantu, maka dalam kondisi seperti ini ia belum diperbolehkan shalat dengan duduk.

4] Bila ia dapat mengerjakan shalat dengan berdiri namun dalam batas/tempo tertentu, maka dalam kondisi seperti ini, ia hanya boleh duduk ketika sudah tidak mampu lagi berdiri. Misalnya, ia sanggup berdiri hanya sebatas pembacaan surah al-Fatihah saja, maka ia wajib berdiri sepanjang pembacaan surat tersebut. 

Selanjutnya ia boleh duduk untuk membaca surat lainnya. Namun demikian ia harus berdiri lagi [jika mampu walaupun dengan bantuan orang lain atau alat bantu] untuk keperluan pelaksanaan ruku’ dan yang seterusnya. 

Penjelasan di atas mengutip sejumlah kitab antara lain: 

1. بشرى الكريم بشرح مسائل التعليم صـ 200

2. التقريرات السديدة فى المسائل المفيدة صـ 213-214

3. تحفة المحتاج في شرح المنهاج وحاشية الشرواني، جـ 2 صـ 24

4. حاشية الجمل على المنهج لشيخ الإسلام زكريا الأنصاري، جـ 2 صـ 200

5. حاشيتا قليوبي 1 ص 145

6. تحفة المحتاج في شرح المنهاج - [ج 5 / ص 321]

Disarikan dari hasil Bahtsul Masail Waqi’iyah Musyawarah Kerja Wilayah I Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur pada  3 Rabiuts Tsani 1441 H/30 November 2019 M di Probolinggo

  • shalat
  • shalat sembari duduk
  • hukum shalat duduk
  • tata cara shalat

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề