Apa tujuan utama dibentuknya pers pada awal kemerdekaan

Apa itu Pers?

Pers adalah badan yang membuat penerbitan media massa secara berkala. Secara etimologis, kata Pers [Belanda], atau Press [inggris], atau presse [prancis], berasal dari bahasa latin, perssare dari kata premere, yang berarti “Tekan” atau “Cetak”, definisi terminologisnya adalah “media massa cetak” atau “media cetak”. Media massa, menurut Gamle & Gamle adalah bagian komunikasi antara manusia [human communication], dalam arti, media merupakan saluran atau sarana untuk memperluas dan memperjauh jangkauan proses penyampaian pesan antar manusia. Dalam UU pers no 40 tahun 1999, Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan meyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia. Secara umum, fungsi dan peranan pers adalah sebagai media informasi, media pendidikan, media hiburan, sebagai lembaga ekonomi, dan sebagai media kontrol sosial.

Menurut Harold D. Lasswell dan Charles R. Wright [ahli komunikasi media massa], ada tiga fungsi pers, pertama sebagai Alat Pengamat Sosial [Social Surveillance]: Pers atau media massa merupakan lembaga yang mengumpulkan dan menyebarkan berbagai informasi dan pemahaman yang objektif terhadap berbagai peristiwa yang terjadi di sekitar mereka. Kedua, sebagai Alat Sosialisasi [Sosialization] Pers atau media massa dapat berfungsi sebagai alat sosialisasi mengenai nilai-nilai sosial dan mewariskannya dari satu generasi ke genarasi  berikutnya. Kegita,sebagai Alat Korelasi Sosial [Social Correlation] Pers juga dapat berfungsi sebagai alat pemersatu berbagai kelompok sosial yang ada di masyarakat. Hal ini bisa tercapai dengan cara   menyebarkan berbagai pandangan yang ada sehingga tercapai suatu konsensus.

Kenapa Peringatan Pers diperingati tiap 9 Februari?

Hari Pers Nasional diselenggarakan setiap tahun pada tanggal 9 Februari bertepatan dengan Hari Ulang Tahun PWI, ditetapkan dengan Keputusan Presiden RI No. 5 tahun 1985 yang ditandatangani oleh Presiden Soeharto pada tanggal 23 Januari 1985. Dewan Pers kemudian menetapkan Hari Pers Nasional dilaksanakan setiap tahun secara bergantian di ibukota provinsi se-Indonesia. Penyelenggaraannya dilaksanakan secara bersama antara komponen pers, masyarakat, dan pemerintah khususnya pemerintah daerah yang menjadi tempat penyelenggaraan. Kebijakan ini diputuskan dalam sidang Dewan Pers ke-26 di Ambon pada 11-13 Oktober 1985.Hari Pers Nasional menjadi ajang silahturahmi dan penyatuan pemikiran untuk kemajuan pers khususnya dan bangsa Indonesia umumnya. Kegiatan ini merupakan agenda tahunan terbesar dan paling bergengsi bagi komponen pers Indonesia. Landasan ideal HPN ialah sinergi. Sinergi antar komponen pers, antara komponen pers, masyarakat dan pemerintah, seperti tergambar pada untaian pita [umbulumbul] yang membentuk huruf HPN. Hari Pers Nasional menjadi ajang silahturahmi dan penyatuan pemikiran untuk kemajuan pers khususnya dan bangsa Indonesia umumnya. Kegiatan ini merupakan agenda tahunan terbesar dan paling bergengsi bagi komponen pers Indonesia. Landasan ideal HPN ialah sinergi. Sinergi antar komponen pers, antara komponen pers, masyarakat dan pemerintah, seperti tergambar pada untaian pita [umbulumbul] yang membentuk huruf HPN.

Lebih jauh, HPN tidak bisa dilepaskan dari fakta sejarah mengenai peran  penting wartawan sebagai aktivis pers dan aktivis politik. Sebagai akivis pers, wartawan bertugas dalam pemberitaan dan penerangan guna  membangkitkan kesadaran nasional serta sebagai aktivis politik yang  menyulut perlawanan rakyat terhadap kemerdekaan. Peran ganda tersebut tetap dilakukan wartawan hingga setelah proklamasi  kemerdekaan, 17 Agustus 1945. Bahkan, pers kemudian mempunyai peran  strategis dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan. Pada 1946, aspirasi perjuangan wartawan dan pers Indonesia kemudian  beroleh wadah dan wahana yang berlingkup nasional pada 9 Februari 1946  dengan terbentuknya organisasi Persatuan Wartawan Indonesia [PWI]. Lahirnya PWI di tengah situasi perjuangan mempertahankan Republik  Indonesia dari ancaman kembalinya penjajahan, melambangkan kebersamaan  dan kesatuan wartawan Indonesia dalam tekad dan semangat patriotiknya  untuk membela kedaulatan, kehormatan, serta integritas bangsa dan  negara. Kehadiran PWI juga diharapkan mampu menjadi tombak perjuangan nasional  menentang kembalinya konolialisme dan dalam menggagalkan negara-negara  boneka yang hendak meruntuhkan Republik Indonesia.

Sejarah lahirnya surat kabar dan pers itu berkaitan dan tidak dapat  dipisahkan dari sejarah lahirnya idealisme perjuangan bangsa mencapai  kemerdekaan. Hadir dari kesadaran itu, pada 6 Juni 1946 di Yogyakarta,  tokoh-tokoh surat kabar dan  tokoh-tokoh pers nasional berkumpul untuk  mengikrarkan berdirinya Serikat Penerbit Surat Kabar [SPS]. SPS menyerukan agar barisan pers nasional perlu segera ditata dan  dikelola baik dalam segi ide serta komersialnya. Hal itu mengingat bahwa  pada kala itu pers penjajah dan pers asing masih hidup dan tetap berusaha mempertahankan pengaruhnya. Jika ditilik lebih jauh, sebetulnya SPS telah lahir jauh sebelum tanggal  6 Juni 1946, yaitu tepatnya telah ada empat bulan sebelumnya bersamaan dengan lahirnya PWI di Surakarta pada tanggal 9 Februari 1946. Karena  kesamaan itulah, banyak orang yang kemudian menjuluki SPS dan PWI  sebagai “kembar siam”. Pada 9-10 Februari itulah, wartawan dari seluruh  Indonesia berkumpul dan bertemu. Mereka datang dari beragam kalangan  wartawan, seperti pemimpin surat kabar, majalah, wartawan pejuang dan  pejuang wartawan.

Kegiatan-Kegiatan Hari Pers Nasional

Berbagai kegiatan diselenggarakan untuk menyemarakkan Hari Pers Nasional antara lain:

1. Pameran Pers dan Media yang diikuti oleh seluruh komponen pers nasional, media, serta pendukung lainnya. 

2. Konvensi Nasional Media Massa

3. Penyerahan Anugerah Jurnalistik dan Pers

4. Bakti Sosial, dan hiburan rakyat. 

Tantangan Pers di Era Milineal

Pers kini mendapat tantang baru akibat dari derasnya arus globalisasi. Kemajuan teknologi pada abad 21 ini, menjadi kekhawatiran bagi peran pers yang selalu bersentuhan dengan publik setiap harinya. Hadirnya media sosial seperti, Facebook, Instagram, Twitter serta Youtube membuat semua orang bisa melakukan pekerjaan seperti wartawan yang bertugas mencari dan menyuguhkan informasi pada publik. Kecepatan informasi yang muncul di media sosial, pun mampu merubah struktur peradaban manusia setiap waktunya. Oleh karena itu, pers kini mendapat ujian terberat, karena harus berhadapan dengan informasi yang datang begitu cepat melalui jejaring media sosial. 

Salah satu tantanganya yaitu validasi data informasi yang didapatkan dari media sosial diprediksi akan menggantikan peran wartawan. Media harus memberikan ruang kepada generasi milenial agar mampu membedakan berita yang benar dan hoaks. Jangan sampai mereka menganggap seluruh berita yang ada di media sosial benar. Fenomena ini pun membuat berbagai spekulasi yang memprediksi tidak akan ada lagi wartawan yang melakukan peliputan setiap peristiwa.  Menjamurnya media elektronik online yang tak bisa lagi terbendung selalu mengisi labirin-labirin akun media sosial. Sehingga Dewan Pers dengan tegas mengeluarkan regulasi untuk perusahaan pers dan wartawanya segera melakukan verifikasi faktual sebagai langkah pembenahan pers berkredibel dan sehat. Dengan demikian, tantangan pers di zaman millennial ini bukan lagi berada pada kepentingan bisnis dan kecepatan akses berita yang disajikan, melainkan memberikan kontribusi besar dengan menyajikan informasi yang berdampak pada peradaban manusia berlandaskan pada moral bangsa Indonesia.

Apa pertimbangan lahirnya Undang-undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers 

Dari sudut hukum formal, pertimbangan lahirnya UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dapat dilihat dari unsur “menimbang“ dan penjelasan umum undang-undang tersebut. Dari dua hal itu, setidaknya ada lima pertimbangan lahirnya UU tentang Pers.
Pertama, karena kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis, sehingga kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapat sebagaimana tercantum dalam pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 harus dijamin.  Pasal 28 UUD 1945 menjamin kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan. Pers, yang meliputi media cetak, media elektronik dan media lainnya merupakan salah satu sarana untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan tersebut.  Agar pers berfungsi secara maksimal sebagaimana diamanatkan pasal 28 UUD 1945 maka perlu dibentuk UU tentang Pers. Fungsi maksimal itu diperlukan karena kemerdekaan pers adalah satu perwujudan kedaulatan rakyat dan merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis. Dalam kehidupan yang demokratis itu pertanggungjawaban kepada rakyat terjamin, sistem penyelenggaraan negara yang transparan berfungsi, serta keadilan dan kebenaran terwujud.
Kedua, dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang demokratis, kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani dan hak memperoleh informasi, merupakan hak asasi manusia yang hakiki, yang diperlukan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Pers yang memiliki kemerdekaan untuk mencari dan menyampaikan informasi juga sangat penting untuk mewujudkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat [MPR] No. XVIII/ MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia antara lain yang menyatakan bahwa setiap orang berkomunikasi sejalan dengan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa [PBB] tentang Hak Asasi Manusia pasal 19 yang berbunyi, ”Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat, dalam hal ini termasuk kebebasan memiliki pendapat tanpa gangguan, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media apa saja dan dengan tidak memandang batas-batas wilayah.
Ketiga, pers nasional sebagai wahana komunikasi massa, penyebar informasi, dan pembentuk opini harus dapat melaksanakan asas, fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya dengan sebaik-baiknya berdasarkan kemerdekaan pers yang profesional, sehingga harus mendapat jaminan dan perlindungan hukum, serta bebas dari campur tangan dan paksaan dari manapun. Pers juga melaksanakan kontrol sosial sangat penting pula untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan baik korupsi, kolusi, nepotisme maupun penyelewengan dan penyimpangan lainnya. Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu dituntut pers yang profesional dan terbuka dikontrol oleh masyarakat. Kontrol masyarakat dimaksud antara lain, oleh setiap orang dengan dijaminnya hak jawab dan hak koreksi, oleh lembaga-lembaga kemasyarakatan seperti pemantau media [media watch] dan oleh Dewan Pers dengan berbagai cara dan bentuk.
Keempat, pers nasional berperan ikut menjaga ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Kelima, UU Pers No. 21 Tahun 1982 sudah tidak sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman.

Video yang berhubungan

Bài Viết Liên Quan

Bài mới nhất

Chủ Đề