Apa yang anda ketahui tentang yogya kembali

GERBANG kemerdekaan Republik Indonesia memang sudah dimasuki sejak 17 Agustus 1945. Tapi sejak itu belum juga Belanda mau angkat kaki dari bumi nusantara. Baru pada 29 Juni 1949, segenap rakyat Indonesia bisa mengawali kebebasan dari cengkeraman dan agresi Belanda.

Ya, hari ini, 29 Juni 66 tahun yang silam, Belanda menarik seluruh kekuatan militernya dari Yogyakarta, Ibu Kota RI saat itu dan pasukan TNI juga berangsur memasuki kota Yogyakarta hingga dikenal sebagai peristiwa bersejarah besar, “Yogya Kembali”.

Pemerintah RI dengan dipegang sementara oleh Menteri Koordinator Keamanan Sri Sultan Hamengku Buwono [HB] IX, dikembalikan sejak pemerintahan dipindah dari Jakarta ke Yogya, 4 Januari 1946.

Perjanjian Roem-Roijen, diperkuat dengan perundingan tiga pihak antara Bijeenkomst voor Federaal Overleg [BFO] atau Majelis Konsultatif Federal, Indonesia dan Belanda yang diawasi perwakilan PBB, mengharuskan Belanda menarik mundur pasukannya, sejak Agresi Militer II, 19 Desember 1948.

Peristiwa Serangan Oemoem 1 Maret 1949, ikut mendorong dunia internasional meyakini bahwa RI dan TNI masih ada, kendati Belanda mempropagandakan sebaliknya.

Tapi setelah sekian perundingan akhirnya sampai pada masa puncaknya pada 29 Juni 1949, di mana Kota Yogyakarta dikosongkan tentara Belanda. Berangsur-angsur pula para ‘pentolan’ negara kembali ke Yogya.

Tentunya peristiwa ini bukan hanya milik Yogya semata, tapi juga segenap bangsa Indonesia. Jalannya pemerintah baru resmi dikembalikan pada 1 Juli 1949, disusul kembalinya Presiden Soekano dan Wakil Presiden Mohammad Hatta.

Pemerintahan resmi dikembalikan setelah Menteri Luar Negeri ad interim Syafrudin Prawiranegara yang sebelumnya memimpin Pemerintahan Darurat Republik Indonesia [PDRI] di Bukittinggi, Sumatera Barat, mengembalikan mandatnya pada Wapres Hatta.

Di sisi lain, kendati TNI mulai memasuki Yogyakarta sejak akhir Juni, Panglima Besar Jenderal Soedirman baru memijak Yogyakarta lagi dari wilayah gerilyanya, selang beberapa hari setelah dipanggil Presiden Soekarno.

Tapi perjalanan RI mendapati pengakuan kedaulatan dari Belanda masih memakan waktu beberapa bulan ke depan, tepatnya pada 27 Desember 1949.

Demi mengenang peristiwa bersejarah “Yogya Kembali”, berkat gagasan Kolonel Soegiarto yang di kemudian hari menjadi Wali Kota Yogya pada 1983, dibangun Monumen Yogya Kembali pada 29 Juni 1985, diiringi upacara penanaman kepala kerbau dan peletakan batu pertama oleh Sri Sultan HB IX.

Peristiwa besar dalam sejarah Indonesia ini juga diabadikan dalam sebuah monument atau tetengger “Yogya Kembali” di depan Hotel Inna Garuda, Jalan Malioboro, Yogyakarta, di mana dalam bongkahan batu itu tertulis:

“Dengan jaminan tidak ada letusan senjata, Sri Sultan Hamengku Buwono IX memutuskan di sini lah garis batas penarikan tentara Belanda dari Yogyakarta sebagai Ibu Kota Republik Indonesia, tertanggal 29 Juni 1949”.

Home Nasional Nasional Lainnya

Tim | CNN Indonesia

Rabu, 07 Jul 2021 13:20 WIB

Peristiwa Jogja Kembali menandai mundurnya militer Belanda dari Yogyakarta, yang saat itu masih merupakan ibu kota Indonesia. [Foto Monumen Yogya Kembali: Crisco 1492 via Wikimedia Commons]

Jakarta, CNN Indonesia --

Sejarah Peristiwa Jogja Kembali merupakan kejadian pengembalian Ibu Kota Yogyakarta serta jajaran pemerintahan dan militer Republik Indonesia usai Agresi Militer Belanda II.

Menurut catatan sejarah yang dihimpun berbagai sumber, Agresi Militer Belanda II ini berdampak ke sejumlah pihak dan menuai kecaman dari PBB serta Amerika Serikat.

Dewan Keamanan PBB dan Amerika Serikat saat itu menuntut pembebasan kabinet Republik Indonesia. Pihak Belanda dan Indonesia pun menyetujuinya dengan sepakat mengadakan Perjanjian Roem Royen pada 14 April 1947 - 7 Mei 1949.


Sebutan Perjanjian Roem Royen ini diambil dari nama dua orang pimpinan delegasi negara yaitu Mohammad Roem dan Herman Van Roijen.

Perjanjian Roem Royen berlangsung di Hotel Indes Jakarta, dengan tujuan menghasilkan kesepakatan atas gencatan senjata antara Indonesia dan Belanda.

Selain itu, dalam perjanjiannya juga meminta pengembalian kekuasaan Ibu Kota Yogyakarta kepada Indonesia.

Sejarah Peristiwa Jogja Kembali merupakan kejadian mundurnya militer Belanda sekaligus pengembalian kekuasaan Ibu Kota Yogyakarta kepada Indonesia. [Foto: iStock/Graphiqa-Stock]


Kembalinya Ibu Kota Yogyakarta

Keputusan dari hasil Perjanjian Roem Royen ini dinilai sangat lamban, sampai akhirnya menghadirkan Bung Hatta dari pengasingan di Bangka dan Sri Sultan Hamengku Buwono IX.

Saat itu Sri Sultan Hamengku Buwono IX menegaskan dalam perundingan bahwa Yogyakarta adalah bagian dari Republik Indonesia yang siap membantu mempertahankan kemerdekaan.

Hal lain yang memperkuat Yogya bisa kembali ke Indonesia yaitu dari hasil perundingan tiga pihak antara BFO atau Majelis Konsultatif Federal, Indonesia-Belanda yang diawasi PBB.

Ketiganya menyatakan bahwa Belanda harus menarik mundur pasukannya sejak Agresi Militer II, 19 Desember 1948.

Kemudian ketika insiden Serangan Oemoem 1 Maret 1949, dunia internasional meyakini bahwa RI dan TNI masih ada, meskipun pihak Belanda mempropagandakan sebaliknya.

Setelah cukup lama berunding dan sampai pada puncaknya di 29 Juni 1949, kota Yogyakarta mulai bersih dari kawanan tentara Belanda yang berhasil dipulangkan.

Sejarah Peristiwa Jogja Kembali bukan hanya milik warga Yogyakarta melainkan diklaim bagi seluruh rakyat Indonesia.


Pasca-Peristiwa Jogja Kembali

Dikarenakan Yogya telah kembali resmi menjadi bagian wilayah Republik Indonesia, secara berangsur pula saat itu para pemimpin serta tokoh negara pun kembali ke Yogya.

Pemerintahan baru pun mulai ditata dan berjalan pada 1 Juli 1949, lalu disusul oleh kembalinya Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta.

Usai peristiwa bersejarah Jogja kembali, Kolonel Soegiarto selaku walikotamadya Yogyakarta saat itu menggagas untuk membangun sebuah monumen.

Peletakan batu pertama Monumen Yogya Kembali ini berlangsung pada 29 Juni 1985 oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX.

Sejarah peristiwa Jogja kembali juga diabadikan dalam Monumen Yogya Kembali yang terletak di depan Hotel Inna Garuda, Malioboro, dengan batu tulis yang berisi pesan sebagai berikut:

"Dengan jaminan tidak ada letusan senjata, Sri Sultan Hamengku Buwono IX memutuskan di sini lah garis batas penarikan tantara Belanda dari Yogyakarta sebagai Ibu Kota Republik Indonesia, tertanggal 29 Juni 1949."

[avd/fef]

Saksikan Video di Bawah Ini:

TOPIK TERKAIT

Selengkapnya

LAINNYA DARI DETIKNETWORK

Museum Monumen Yogya Kembali [bahasa Jawa: ꦩꦺꦴꦤꦸꦩꦺꦤ꧀​ꦪꦺꦴꦒꦾ​ꦏꦼꦩ꧀ꦧꦭꦶ, translit. Monumèn Yogya Kembali] biasa dikenal sebagai Monumen Jogja Kembali disingkat Monjali adalah sebuah museum sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta dan dikelola oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Museum yang berada di bagian utara kota ini banyak dikunjungi oleh para pelajar dalam acara darmawisata.

Museum Monumen Yogya Kembaliꦩꦺꦴꦤꦸꦩꦺꦤ꧀​ꦪꦺꦴꦒꦾ​ꦏꦼꦩ꧀ꦧꦭꦶ
Monumèn Yogya KembaliJenisMuseumLetak
Jl. Ring Road Utara, Kec. Ngaglik, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa YogyakartaKota terdekatKota YogyakartaKoordinat7°44′58″S 110°22′11″E / 7.749577°S 110.369599°E / -7.749577; 110.369599Koordinat: 7°44′58″S 110°22′11″E / 7.749577°S 110.369599°E / -7.749577; 110.369599Badan pengelolaKementerian Pariwisata dan Ekonomi KreatifSitus webmonjali-jogja.com

Lokasi di Daerah Istimewa Yogyakarta

Rana di pintu masuk museum

Museum monumen dengan bentuk kerucut ini terdiri dari 3 lantai dan dilengkapi dengan ruang perpustakaan serta ruang serbaguna. Pada rana pintu masuk dituliskan sejumlah 422 nama pahlawan yang gugur di daerah Wehrkreise III [RIS] antara tanggal 19 Desember 1948 sampai dengan 29 Juni 1949. Dalam 4 ruang museum di lantai 1 terdapat benda-benda koleksi: relief, replika, foto, dokumen, heraldika, berbagai jenis senjata, bentuk evokatif dapur umum dalam suasana perang kemerdekaan 1945-1949. Tandu dan dokar [kereta kuda] yang pernah dipergunakan oleh Panglima Besar Jenderal Soedirman juga disimpan di sini [di ruang museum nomor 2]. Monumen Yogya Kembali beralamat di Jl. Ring Road Utara, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

 

Relief dari tulisan tangan Bung Karno yang ada di dinding luar museum

 

Salah satu diorama [miniatur/replika] di dalam museum ini yang menggambarkan suasana Gedung Agung [istana Kepresidenan RI di Yogyakarta] pada saat itu [yang duduk dari kanan: M. Hatta, Soekarno, Jendral Soedirman, TB Simatupang, Soeharto].

Monumen Yogya Kembali dibangun pada tanggal 29 Juni 1985 dengan upacara tradisional penanaman kepala kerbau dan peletakan batu pertama oleh Sri Sultan Hamengkubuwana IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII. Gagasan untuk mendirikan monumen ini dilontarkan oleh kolonel Soegiarto, selaku walikota Yogyakarta pada tahun 1983. Nama Yogya Kembali dipilih dengan maksud sebagai tetenger [peringatan] dari peristiwa sejarah ditariknya tentara pendudukan Belanda dari ibu kota RI di Yogyakarta pada waktu itu, tanggal 29 Juni 1949. Hal ini merupakan tanda awal bebasnya bangsa Indonesia dari kekuasaan pemerintahan Belanda.

Pembangunan monumen ini dilakukan dengan memperhitungkan beberapa faktor penting. Titik pusat bangunan ini merupakan sebuah titik yang secara imajiner menghubungkan beberapa titik penting di Yogyakarta yaitu Keraton Yogyakarta, Tugu Yogyakarta, Gunung Merapi, Parangtritis Panggung Krapyak. Titik ini sendiri disebut sebagai Garis Imajiner Yogyakarta dan penanda dari titik imajiner ini sendiri berada pada lantai 3 bangunan monumen ini.

Pada tahun 2014 Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta menerbitkan buku berisi koleksi unggulan museum di Daerah Istimewa Yogyakarta, di antaranya adalah koleksi unggulan yang dimiliki oleh Museum Yogya Kembali. Koleksi unggulan Museum Yogya Kembali adalah sebagai berikut:

  1. Replika pakaian militer, berbagai jenis pakaian tentara, polisi istimewa, gerilyawan, tentara pelajar, heiho, laskar wilayah, pakaian cadet Vaadright sebelum bersatu menjadi Tentara Nasional Indonesia.
  2. Senjata api genggam, berbagai jenis senjata api hasil rampasan yang diperoleh dari para serdadu Belanda ketika masa perang kemerdekaan.
  3. Diorama Soeharto, diorama ini menampilkan situasi ketika Soeharto merencanakan taktik penyerangan Serangan Umum 1 Maret
  4. Tandu Jenderal Soedirman, tandu yang dipakai oleh Jenderal Soedirman ketika bergerilya melawan Belanda di Yogya, Madiun, sampai Kediri.

  1. ^ Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta. [2014]. Koleksi Unggulan Museum Yogyakarta. Yogyakarta, Indonesia: Penulis

  • Buku petunjuk singkat kunjungan Museum Monumen Yogya Kembali: Nuansa Wisata Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia 1945-1949.
  • Monumen Jogja Kembali Diarsipkan 2010-09-24 di Wayback Machine.
  • Panduan Pariwisata Yogyakarta dan sekitarnya[pranala nonaktif permanen]
  • Monjali Diarsipkan 2015-04-04 di Wayback Machine.

 

Artikel bertopik Indonesia ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

  • l
  • b
  • s

Diperoleh dari "//id.wikipedia.org/w/index.php?title=Museum_Monumen_Yogya_Kembali&oldid=20833842"

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề