Apa yang dimaksud dengan risiko investasi

Risiko investasi adalah potensi kerugian investor dari kegiatan investasi

Selasa , 16 Nov 2021, 05:26 WIB

Risiko Investasi

Rep: cermati.com Red: cermati.com

Investasi adalah salah satu kegiatan mengelola keuangan yang harus tetap dilakukan dalam situasi apapun, termasuk di masa pandemi seperti sekarang ini. Tujuan investasi untuk melipatgandakan uang dan meningkatkan kekayaan.

Jenis investasi saat ini beragam. Di antaranya investasi saham, investasi properti, investasi emas, investasi reksadana, investasi obligasi, deposito, dan lainnya.

Apapun bentuk investasi yang dipilih, kamu perlu tahu bahwa investasi memiliki keuntungan dan risiko masing-masing. Risiko investasi dapat terjadi pada investasi apapun dengan tingkat yang berbeda.

Baca Juga: Bagaimana Cara Menghitung dan Mengelola Risiko Investasi Saham yang Tepat? Ini Jawabannya

Pengertian Risiko Investasi

Risiko investasi

Risiko investasi adalah potensi kerugian yang dapat dialami investor dari kegiatan investasi. Artinya imbal hasil atau keuntungan investasi tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Return dan risiko investasi selalu berbanding lurus. Bila return atau keuntungan investasi besar, akan diikuti risiko yang tinggi pula. Sebaliknya, jika keuntungan investasi kecil, biasanya risiko investasinya rendah.

Buat kamu yang ingin terjun investasi, penting untuk mengenai profil risiko masing-masing. Hal ini berguna untuk dapat memilih instrument investasi paling sesuai dengan kebutuhan dan profil risiko tersebut.

Contoh risiko investasi saham adalah capital loss. Bila harga jual lebih rendah daripada harga beli. Investasi saham dikenal sebagai investasi high return. Itu artinya, tergolong investasi yang high risk. Cocok bagi investor dengan profil risiko agresif.

Baca Juga: Reksadana Saham, Investasi Risiko Tinggi tapi Cuannya Paling Juara

Jenis Profil Risiko Investasi

Profil risiko investasi

Langkah pertama yang harus kamu lakukan untuk menentukan pilihan investasi adalah memahami profil risiko dirimu. Ada tiga jenis profil risiko investasi, yaitu:

Profil risiko investasi ini tidak begitu menyukai volatilitas tinggi. Cukup nyaman dengan potensi keuntungan tidak terlalu besar. Bagi investor tipe konservatif yang penting investasi aman, dan pasti memperoleh keuntungan meski minim.

Cocok mendekap instrumen investasi obligasi, investasi surat utang pemerintah, investasi emas. Sedangkan untuk investasi saham, investor ini mungkin tidak akan mengalokasikan dana sama sekali atau hanya sebagian kecil karena takut rugi.

Profil risiko investasi moderat termasuk berani mengambil risiko. Namun tetap berhati-hati dalam pemilihan jenis instrumen investasi.

Investor tipe ini masih membatasi jumlah investasi pada instrumen investasi berisiko seperti saham. Mereka dapat memilih investasi reksadana campuran, atau reksadana pendapatan tetap, investasi obligasi.

Profil risiko investasi agresif cenderung berani mengambil risiko lebih tinggi. Sebab, mereka menginginkan keuntungan investasi yang besar.

Mereka berani menempatkan dana lebih banyak pada instrumen investasi saham, reksadana saham yang memberikan return tinggi dan risiko yang tinggi pula.

Baca Juga: 4 Risiko dalam Investasi Obligasi dan Tips Mengatasinya

Cara Mengurangi Risiko Investasi

Manajemen risiko investasi

Begitu sudah memilih instrumen investasi yang sesuai profil risiko, maka langkah selanjutnya adalah melakukan manajemen risiko investasi. Artinya, kamu perlu melakukan diversifikasi investasi.

Tidak menaruh semua dana pada satu instrumen investasi saja, namun memiliki berbagai portofolio. Misalnya kamu tipe agresif, berinvestasi saham. Alokasikan uang 60% pada saham-saham murah dan bagus, kemudian 40% uang untuk investasi di instrumen dengan risiko lebih rendah, seperti deposito atau reksadana pasar uang.

Seandainya di masa pandemi ini, investasi saham turun, ada investasi lain yang tetap memberi keuntungan. Modal kamu tidak habis semua di saham, tetapi sebagian berkembang melalui diversifikasi.

Selain itu, tetap tenang dalam menghadapi risiko yang terjadi. Ketika pasar saham anjlok misalnya, kamu tidak lantas panik. Bahkan ikut-ikutan langsung menjual saham-saham yang mengalami penurunan tajam demi menghindari kerugian terlalu besar.

Asal kamu tahu, penurunan harga saham pasti ada ujungnya. Akan kembali naik atau rebound, dari merah ke hijau. Jadi hindari panik, karena kepanikan akan membawa kamu pada kesalahan dalam mengambil keputusan, seperti melakukan aksi jual besar-besaran

Kelola Risiko Investasi Kamu

Risiko investasi akan selalu ada. Pastikan kamu terus mempelajari, mengukur, dan mengelola risiko investasi dengan benar serta tepat.

Dengan begitu, kamu akan ‘selamat’ dari risiko investasi yang muncul, dan memperoleh hasil investasi maksimal. Jangan pernah percaya dengan iming-iming keuntungan investasi besar, namun risikonya kecil.

Kamu bisa terjerat investasi ilegal yang akan membawamu pada kerugian lebih besar. Pahami tingkat risiko instrumen investasi yang kamu pilih dengan baik.

Baca Juga: Tips Cespleng Investasi Risiko Kecil, Tapi Tetap Cuan Berlimpah

  • cermati.com
  • risiko investasi
  • investasi

Lihat Artikel Asli

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan Cermati.com. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab Cermati.com.

Apakah risiko itu? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia [KBBI], risiko adalah akibat yang kurang menyenangkan [merugikan, membahayakan] dari suatu perbuatan atau tindakan. Investasi tidak luput dari risiko, dan dalam investasi risiko berbanding lurus dengan potensi imbal hasil, atau dikenal dengan istilah “high risk, high return.” Artinya, jika Anda ingin potensi imbal hasil atau keuntungan investasi yang besar, Anda harus siap menanggung risiko yang tinggi. 

Berikut adalah 7 jenis risiko yang pasti ada dalam investasi:

1. Risiko suku bunga

Risiko suku bunga adalah risiko yang timbul karena nilai relatif aset berbunga, seperti pinjaman atau obligasi, akan memburuk karena peningkatan suku bunga. Risiko ini bisa diartikan sebagai risiko yang diakibatkan adanya perubahan suku bunga yang ada di pasar sehingga akan mempengaruhi pendapatan investasi. Secara umum, jika suku bunga meningkat, harga obligasi akan turun, demikian juga sebaliknya.

2. Risiko pasar

Risko pasar ini adalah risiko fluktuasi atau naik turunnya nilai aset yang disebabkan oleh perubahan sentimen pasar keuangan [seperti saham dan obligasi] yang sering disebut juga dengan risiko sistematik [ systematic risk], artinya risiko ini tidak bisa dihindari dan pasti akan selalu dialami oleh investor.

Hal ini bahkan bisa membuat investor mengalami penurunan atas pokok investasinya [capital loss]. Perubahan ini bisa dikarenakan beberapa hal seperti adanya resesi ekonomi, isu, kerusuhan, spekulasi termasuk juga perubahan politik. Meski demikian, Anda tidak perlu panik dan langsung mencairkan dana investasi saat menghadapi fluktuasi pasar. Sebab, penurunan atau peningkatan aset seperti ini tidak terjadi secara terus-menerus.

Strategi investasi Raiz adalah berinvestasi dalam jumlah kecil secara teratur untuk mengelola risiko ini. Meskipun kami tidak dapat memprediksi ketidakpastian pasar, strategi ini dapat membantu mengelolanya, dan pada saat yang sama dapat membantu kamu belajar tentang pasar, membangun kepercayaan terhadap finansial atau hanya untuk menabung dan berinvestasi.” Android / IOS

Risiko inflasi atau risiko daya beli, adalah peluang bahwa arus kas dari investasi tidak akan bernilai sebanyak di masa depan karena perubahan daya beli yang tergerus inflasi. Risiko ini memiliki potensi yang merugikan daya beli masyarakat dikarenakan adanya kenaikan rata-rata dari harga konsumsi.

Risiko inflasi adalah risiko yang diambil oleh investor saat memegang uang tunai atau berinvestasi dalam aset yang tidak terkait dengan inflasi. Risikonya adalah bahwa nilai tunai akan berkurang oleh inflasi. Sebagai contoh, jika seorang investor memegang dana tunai sebesar Rp10 juta dan inflasi tahunan adalah sebesar 5%, maka dana investor akan tergerus inflasi sebesar Rp 500 ribu per tahun [Rp10 juta x 5%].

4. Risiko likuiditas

Risiko likuiditas adalah risiko yang muncul akibat kesulitan menyediakan uang tunai dalam jangka waktu tertentu. Hal ini bisa terjadi jika pihak pengutang tidak dapat menjual hartanya karena tidak adanya pihak lain di pasar yang berminat membelinya. Sebagai contoh, suatu pihak tidak dapat membayar kewajibannya yang jatuh tempo secara tunai, meskipun pihak tersebut memiliki aset yang cukup bernilai untuk melunasi kewajibannya, tetapi ketika aset tersebut tidak bisa dikonversikan segera menjadi uang tunai, maka aset tersebut dikatakan tidak likuid.

Hal ini berbeda dengan penurunan drastis harga aset, karena pada kasus penurunan harga, pasar berpendapat bahwa aset tersebut tak bernilai. Tidak adanya pihak yang berminat menukar [membeli] aktiva kemungkinan hanya disebabkan karena kesulitan mempertemukan pihak pembeli dan penjual. Oleh karena itu, risiko likuiditas biasanya lebih besar kemungkinan terjadi pada pasar yang baru tumbuh atau bervolume kecil.

5. Risiko valuta asing atau nilai tukar mata uang

Risiko valuta asing adalah risiko yang disebabkan oleh perubahan kurs valuta asing di pasaran yang tidak sesuai lagi dengan yang diharapkan terutama pada saat dikonversikan ke mata uang domestik. Risiko jenis ini berkaitan dengan fluktuasi nilai tukar uang suatu negara terhadap mata uang negara lain. Pada umumnya, risiko jenis ini juga disebut sebagai currency risk atau dengan exchange rate risk.

Contoh: investor ingin menanamkan investasi berdenominasi US$. Di saat yang sama nilai tukar rupiah terhadap US$ melemah, sehingga investor harus mengeluarkan jumlah rupiah yang lebih banyak dari pada ketika nilai rupiah terhadap US$ menguat.

Oleh sebab itu, menguatnya dolar terhadap rupiah bisa memberikan kerugian.

6. Risiko negara

Risiko ini dikenal dengan istilah sovereign risk, dan berkaitan dengan kondisi perpolitikan negara. Dari risiko ini juga berkaitan dengan perubahan ketentuan perundang-undangan yang berimbas pada perekonomian suatu negara, yang pada gilirannya berpengaruh terhadap iklim investasi.

7. Risiko reinvestasi

Risiko reinvestasi adalah kemungkinan bahwa arus kas investasi akan menghasilkan imbal hasil yang lebih rendah setelah diinvestasikan kembali ke instrumen investasi yang baru.

Misalkan seorang investor memiliki portofolio obligasi dengan bunga kupon 5% untuk periode 5 tahun. Setelah lima tahun, imbal hasil obligasi ini turun menjadi 3%. Kabar baiknya adalah pada saat jatuh tempo, investor menerima semua pembayaran bunga sebesar 5% dan pokok investasinya sesuai kesepakatan. Masalahnya, jika kemudian investor menginvestasikan kembali uangnya dengan membeli obligasi lain di kelas yang sama, dia tidak akan lagi menerima bunga kupon 5%, melainkan hanya 3%.

“Bagaimana Raiz membantu mengelola risiko investasi kamu?
Strategi investasi Raiz untuk berinvestasi dalam jumlah kecil secara otomatis, ini melindungi investasi dan uang kamu dari risiko dan emosi.
Jika harga naik, kamu membeli lebih sedikit dan jika harga turun, kamu membeli lebih banyak dari biasanya. Studi menunjukkan bahwa kerugian dua kali lebih kuat, secara psikologis, daripada keuntungan, membuat jenis pola pikir investasi ini lebih mungkin untuk membuat kesalahan dengan menjual kepemilikan yang tidak perlu dan beralih ke uang tunai di pasar bawah.”

Video yang berhubungan

Bài Viết Liên Quan

Bài mới nhất

Chủ Đề