Apa yang disebut sebagai antigen o

Jakarta, CNN Indonesia --

Studi genetik lebih dari 1.610 pasien Covid-19 di Italia dan Spanyol menemukan orang dengan darah tipe A memiliki peluang lebih tinggi untuk mengalami gagal napas berat dibandingkan orang dengan darah tipe O.

Temuan itu menambah informasi yang berkembang sejak awal pandemi global bahwa orang dengan darah tipe O lebih terlindung dari penyakit, sementara orang dengan tipe darah A lebih rentan.

Melansir Chemical & Engineering News, peneliti menemukan dua DNA yang variasi urutan secara signifikan terkait dengan seberapa parah orang sakit. Salah satu wilayah tersebut mengandung kode gen untuk golongan darah ABO seseorang.


Dalam temuan yang dipublikasikan medRxiv dan belum melewati penelitian mendalam itu, para peneliti mengurutkan genom pasien Covid-19 di Spanyol dan Italia yang telah dirawat dengan kegagalan pernafasan yang parah dan membandingkan variasi dalam urutan DNA mereka dengan 2.205 subyek sehat.

Pada 8 Juni, perusahaan genetika utama yang menggunakan genomik merilis hasil penelitian terhadap 750.000 orang. Perusahaan menemukan bahwa orang dengan golongan darah O 9-18 persen lebih kecil kemungkinannya untuk menderita Covid-19 dibandingkan orang dengan golongan darah lain.

Hasil penelitian itu selaras dengan beberapa laporan lain yang diterbitkan awal tahun ini, termasuk dua pracetak dari Wuhan [medRxiv 2020, DOI: 10.1101 / 2020.03.11.20031096], rumah sakit New York [medRxiv 2020, DOI : 10.1101 / 2020.04.08.20058073], dan studi peer-review dari Wuhan [Br. J. Hematol. 2020, DOI: 10.1111 / bjh.16797] dilansir Cen.Acs.

Imunohematologis di Josep Carreras Leukemia Research Institute Barcelona, Fumiichiro Yamamoto mengatakan bukti hubungan antara risiko penyakit Covid-19 golongan darah cukup solid.

Studi medRxiv baru-baru ini menjelaskan jauh lebih konklusif daripada sebelumnya karena para peneliti mencari melalui 8,5 juta gen dengan cara yang tidak bias untuk membuktikan teori ini.

Meski demikian, Yamamoto menyampaikan antibodi golongan darah bukan satu-satunya yang mempengaruhi respons tubuh terhadap infeksi SARS-CoV-2.

Sebab orang dengan darah tipe O diklaim memiliki kadar protein yang lebih rendah yang mendorong pembekuan darah.

"Ini juga memperkuat argumen bahwa individu dengan darah tipe O paling tidak mungkin sakit parah oleh penyakit ini [Covid-19]," kata Yamamoto.

Direktur imunohematologi di Universitas Michigan, Laura Cooling mengatakan kaitan antara golongan darah dengan Covid-19 bisa didasarkan pada penelitian yang dilakukan selama epidemi sindrom pernapasan akut [SARS] pada 2002-2003, yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-1.

Dalam penelitian itu, golongan darah ditentukan oleh molekul gula tertentu yang ditambahkan ke protein atau lipid pada sel darah manusia dan jenis sel lainnya. Orang dengan darah tipe A membawa apa yang disebut antigen gula.

Sedangkan orang yang memiliki darah tipe B memiliki antigen B dan orang dengan darah tipe O tidak memilikinya.

Sejalan dengan itu, sistem kekebalan orang dengan darah tipe A mengembangkan antibodi untuk antigen B. Sedangkan orang dengan darah tipe B memiliki antibodi untuk antigen A dan orang dengan darah tipe O memiliki antibodi untuk keduanya.

Dalam kasus infeksi virus SARS-CoV-2, Cooling mengarahkan spike protein yang merupakan molekul kunci yang digunakan virus untuk menginfeksi sel diketahui sangat glikosilasi.

"Protein lonjakan telah menghasilkan berton-ton gula, dan virus ini meminjam enzim inang untuk menyatukan gula-gula itu," ujar Cooling.

Penelitian pada SARS-CoV-1 menyampaikan bahwa spike protein partikel virus sering membawa antigen gula golongan darah dari sel inang yang terinfeksi untuk menghasilkan patogen.

Meski demikian, Cooling mencatat bahwa pemilik darah tipe O adalah protektif tidak sesuai dengan epidemiologi Covid-19 di Amerika Serikat. Di sana, orang Amerika-Afrika dengan darah tipe O telah mengalami tingkat infeksi yang tinggi secara tidak proporsional. Data epidemiologis itu menunjukkan bahwa efek perlindungan golongan darah mungkin cukup kecil dibandingkan dengan faktor-faktor lain.

Glikobiologis di Universitas Nantes, Jacques Le Pendu mengatakan SARS-CoV-2 dapat mereplikasi dalam sel yang mengekspresikan antigen golongan darah. Dia berkata ketika orang yang terinfeksi batuk atau bersin, mereka mungkin melepaskan partikel virus yang dilapisi antigen golongan darah mereka.

Itu berarti jika seseorang dengan darah tipe A menularkan virus ke orang dengan darah tipe O, orang tipe O akan memiliki antibodi yang dapat melawan virus. Namun, jika orang dengan darah tipe A menghirup partikel tipe A, mereka tidak akan memiliki antibodi itu.

Dalam studi laboratorium berikutnya, Le Pendu menemukan bahwa antibodi terhadap antigen tipe A menghalangi interaksi antara protein lonjakan SARS-CoV-1 dan reseptor sel inang yang digunakannya untuk masuk ke dalam sel. Namun, kondisi itu berlaku jika partikel virus telah dibuat dalam sel yang bisa mengekspresikan antigen A.

[jps/mik]

[Gambas:Video CNN]

Ini berarti, Anda mungkin benar positif mengalami tipes.

Badan kesehatan dunia menyatakan bahwa sebaiknya tidak terlalu mengandalkan tes cepat ini untuk diagnosis demam tifoid.

WHO merekomendasikan pelaksanaan kultur, jika memungkinkan.

Apakah ada tes lain untuk mendiagnosis penyakit tipes?

Berikut pemeriksaan lain yang mungkin direkomendasikan dokter untuk diagnosis tipes:

1. Tes Tubex

Selain tes Widal, dokter mungkin akan menyarankan prosedur pemeriksaan cepat lainnya, seperti tes Tubex.

Pemeriksaan ini disebut memiliki sensitivitas hingga 95% dengan spesifisitas 80%. Artinya, tes ini punya tingkat keakuratan yang menjanjikan.

2. Kultur darah atau jaringan

Kultur darah atau jaringan juga dapat digunakan untuk mendiagnosis tipes. Metode ini dilakukan dengan cara mengambil sedikit sampel darah, feses, urine, atau sumsum tulang.

Sampe tersebut kemudian ditempatkan pada media khusus yang mendorong pertumbuhan bakteri.

Kultur diperiksa di bawah mikroskop untuk mengetahui adanya Salmonella typhii.

Dikutip dari Mayo Clinic, kultur sumsum tulang sering kali dianggap sebagai tes paling sensitif untuk bakteri penyebab tipes.

Mendapatkan diagnosis penyakit tipes yang tepat berguna untuk menentukan pilihan pengobatan untuk mengatasi tipes.

Dengan mendapatkan pengobatan yang tepat, Anda dapat terhindar dari komplikasi tipes yang dapat membahayakan nyawa.

Tes Widal kerap dilakukan sebagai salah catu cara untuk mendiagnosis penyakit tifus. Meski tingkat akurasinya dianggap tidak terlalu tinggi, tetapi pemeriksaan ini dinilai lebih praktis, murah, dan hasilnya pun bisa diperoleh dengan cepat.

Demam tifoid atau lebih dikenal dengan istilah tifus adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella typhi. Bakteri ini dapat ditemukan di dalam makanan atau sumber air yang terkontaminasi. Di dalam tubuh, bakteri Salmonella akan berkembang biak dan menyebar melalui aliran darah.

Ketika bakteri Salmonella masuk ke dalam tubuh, sistem imun akan memberi respons dengan memproduksi zat antibodi khusus untuk melawan bakteri tersebut. Tes Widal dilakukan untuk mengetahui jumlah antibodi dalam tubuh yang menandakan adanya tifus.

Penyakit tifus ditandai dengan demam yang disertai gangguan pencernaan, seperti sembelit atau diare, penurunan berat badan, kelelahan, sakit kepala, serta demam yang umumnya berlangsung selama 7 hari.

Bagaimana Cara Melakukan dan Membaca Tes Widal?

Seperti telah disebutkan sebelumnya, tes Widal dilakukan sebagai salah satu cara untuk memastikan apakah seseorang menderita tifus atau tidak. Dalam pemeriksaan Widal, pasien akan diminta menjalani proses pengambilan darah. Setelah itu, sampel darah akan dikirim ke laboratorium untuk diperiksa.

Di laboratorium, sampel darah akan ditetesi dengan bakteri Salmonella yang sudah dimatikan dalam bentuk antigen O dan antigen H. Antigen O sendiri adalah senyawa dari badan bakteri, sedangkan antigen H merupakan ekor atau flagel bakteri.

Selanjutnya, sampel darah diencerkan sebanyak puluhan hingga ratusan kali. Bila setelah diencerkan berkali-kali ditemukan kadar antibodi terhadap Salmonella, pasien dianggap mengalami demam tifoid atau tifus.

Hanya saja, standar pembacaan tes ini bervariasi di berbagai wilayah, tergantung tingkat endemis dari penyakit tifus di wilayah tersebut.

Contohnya, akibat banyak ditemukan kasus tifus di Indonesia, pembacaan tes Widal umumnya baru dianggap kuat bila hasil tes menunjukkan kadar antibodi sebesar 1/320 atau lebih. Hal tersebut berarti antibodi Salmonella ditemukan pada pengenceran 320 kali.

Diagnosis tifus dapat dipastikan melalui tes Widal ulang yang dilakukan 5–7 hari setelah tes pertama. Pasien dinyatakan positif menderita tifus bila jumlah antibodi Salmonella naik sampai 4 kali lipat dibandingkan dengan tes pertama.

Apakah Hasil Tes Widal Akurat?

Tes Widal sebenarnya kurang dapat diandalkan karena ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi tingkat akurasinya. Faktor tersebut meliputi kualitas sampel darah atau antigen yang digunakan, cara pemeriksaan, dan pembacaan hasil tes.

Selain itu, seseorang bisa saja mendapatkan hasil positif pada tes Widal meski tidak memiliki gejala tifus. Hal ini bisa terjadi bila pasien adalah pembawa [carrier] bakteri penyebab tifus dan memiliki daya tahan tubuh baik, sehingga tidak sakit.

Orang yang belum lama sembuh dari tifus juga bisa mendapatkan hasil positif, karena antibodi terhadap bakteri Salmonella bisa tetap berada di dalam tubuh hingga 2 tahun lamanya.

Di sisi lain, hasil Widal negatif juga belum tentu menandakan seseorang tidak menderita tifus. Kondisi ini bisa saja terjadi akibat gizi buruk, konsumsi obat-obatan jangka panjang, atau menderita penyakit tertentu yang menurunkan daya tahan tubuh.

Tes Widal merupakan salah satu diagnosis tifus yang cepat dan mudah di wilayah dengan fasilitas kesehatan terbatas. Hanya saja, untuk beberapa kondisi, tes Widal dapat memberi hasil positif palsu maupun negatif palsu.

Selain tes Widal, dokter dapat menyarankan pemeriksaan diagnostik lain yang lebih akurat untuk mendeteksi tifus, seperti tes TUBEX, yang bisa dilakukan di rumah sakit atau laboratorium. Namun, pemeriksaan ini memerlukan biaya yang tidak sedikit sehingga jarang dijadikan pilihan.

Meski begitu, tes Widal tetap bisa dijadikan alat diagnosis tifus, terutama jika ada peningkatan kadar antibodi terhadap Salmonella dan disertai gejala tifus yang khas. Jadi, bila Anda mengalami gejala tifus, jangan ragu untuk memeriksakan diri ke dokter agar dapat dilakukan pemeriksaan dan penanganan yang tepat.

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề