Apa yang menyebabkan kondisi antar umat beragama di desa Plajan terjaga dengan baik

JEPARA – Saling toleransi serta saling menghormati pemeluk agama lain, merupakan cara terbaik untuk menjaga kerukunan di Kabupaten Jepara.

Hal itu disampaikan Bupati Jepara Dian Kristiandi saat silaturahmi dengan umat Hindu di Pura Dharma Loka, Desa Plajan, Kecamatan Pakis Aji, Selasa [17/5/2022]. Menurutnya, keberagaman agama, suku, ras, dan kebudayaan sangat berpotensi menimbulkan konflik yang mengancam perpecahan.

“Salah satu cara untuk mencegah adanya konflik keagamaan adalah membangun kesadaran. Selalu memiliki sikap waspada, dan saling pengertian antarpemeluk agama di masyarakat, dan tetap menjaga persatuan sebagai satu bangsa dan satu tanah air,” ungkap Andi, sapaan akrabnya.

Disampaikan, masyarakat di Kabupaten Jepara adalah masyarakat yang majemuk. Untuk itu, bupati meminta, kehidupan beragama di Jepara harus dijaga suasananya agar kondusif. Menurutnya, peran masyarakat sangatlah penting, terutama tokoh agama dan pemuka agama, serta majelis agama dalam memberikan bimbingan dan penyuluhan kepada umatnya. Tujuannya agar setiap pemeluk agama bisa menjalankan agamanya dengan sebaik-baiknya.

“Umat beragama jangan mudah terprovokasi dan mengedepankan rasa toleransi. Sehingga tercipta rasa aman, serta dapat hidup di tengah masyarakat yang berbeda agama secara berdampingan. Dan setiap permasalahan dapat diselesaikan secara arif dan bijaksana,” lanjutnya.

Pada kesempatan itu, bupati berpesan, umat Hindu dapat ikut berkontribusi dan berperan aktif dalam menciptakan keharmonisan, memelihara kerukunan, dan membangun rasa persaudaraan dalam kehidupan bermasyarakat.

“Kalau semuanya mengedepankan toleransi, pasti semuanya akan berjalan dengan baik,” pungkasnya.

Penulis: Sulistyono, Diskominfo Jepara
Editor: Di, Diskominfo Jateng

Desa Plajan adalah desa yang terkenal dengan masyarakatnya yang heterogen dalam keyakinan dan keagamaannya. Desa tersebut mempunyai tiga agama yaitu Islam, Kristen dan Hindu yang saling berdampingan. Ketiga agama yang ada di desa Plajan tergolong agama missi [missionary religions]97, dapat dipastikan terdapat doktrin berupa perintah yang berasal dari kitab suci masing-masing tentang kewajiban untuk menyebarluaskan keseluruh umat, jika perintah tersebut diabaikan penganutnya akan mendapat dosa dan sangsi, sebaliknya jika direspon secara positif dan dilaksanakan secara konsisten, maka pahala dan surga akan menjadi imbalannya. Dalam tataran pelaksanaan perintah agama tersebut, tidak jarang terjadinya benturan-benturan sehingga terjadi konflik atas nama agama. Namun, dengan berbagai agama yang ada di desa Plajan tidak menjadi hambatan, akan tetapi mampu meciptakan kehidupan yang aman dan damai.

Kondisi ini sebagaimana dikemukakan oleh tokoh agama di desa Plajan tersebut “Kehidupan masyarakat disini, mulai dari dulu sampai

97 Syarat-syarat yang harus dimiliki oleh missionary religions ; pertama, Universality [keumuman], tidak terbatas untuk satu bangsa saja seperti Yahudi atau berkasta seperti Hindu.

Kedua, Continuity [keberlangsungan] dalam penyebaran dan penyiaran. Ketiga, Adaptability, kesanggupan dari agama itu untuk menyesuaikan diri sesuai dengan ajarannya sendiri dengan kondisi dan situasi lingkungan dan zamannya. dalam Hasbullah Bakry, Suatu Perbandingan Mengenai Penyiaran Kristen dan Islam [Jakarta: Bulan Bintang, 1989], h. 17

51 sekarang, tidak pernah terjadi konflik yang bermotifkan agama”.98Hal senada dikemukakan oleh tokoh lain; “Bahkan dalam peringatan hari raya keagamaan, kami sudah terbiasa untuk saling mengunjungi, semua itu dilakukan oleh masing-masing umat beragama. Selain itu jika ada keluarga yang tertimpa musibah atau melakukan hajatan, keluarga yang lain turut datang dan ikut membantu”.99 Selain itu menurut salah seorang warga bahwa

“Disini kami memiliki rasa persatuan dan penghormatan yang tinggi, ketika memperingati hari raya besar agama, kami memiliki kebiasaan untuk memberikan selamat dengan cara berkunjung ke rumah-rumah, hal itu kami lakukan dengan senang hati”.100 Warga lain juga menyatakan bahwa “Seingat saya dari kecil hingga kini, di sini tidak pernah terjadi gejolak atau keributan yang dilatarbelakangi oleh agama”.101 Berdasarkan paparan ini dapat dipahami bahwa di desa Plajan telah terjadi kegiatan dialog antar umat beragama, sehingga tidak pernah terjadi konflik yang mengatasnamakan agama.

Adanya kegiatan model dialog tersebut memberikan peran dalam kehidupan bersosial yang rukun tercermin dari kehidupan masyarakatnya untuk bersatu dalam hidup rukun, aman dan damai. Model dialog di sini merupakan sarana masyarakat untuk bisa bertemu atau bersilaturahmi antar warga tanpa melihat perbedaan yang ada. Masyarakat bisa berdialog dan bertukar pendapat dalam hal kebaikan. Dalam membangun masyarakat yang damai, aman, dan sejahtera sudah barang tentu kegiatan tersebut kita lakukan.

Karena kehidupan masyarakat yang damai merupakan kebutuhan bersama yang tidak dapat dihindarkan di tengah perbedaan. Perbedaan yang ada bukan merupakan penghalang untuk hidup rukun dan berdampingan dalam bingkai persaudaraan dan persatuan.

Terjadinya kegiatan dialog antar umat beragama di desa Plajan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu sebagai berikut:

98 Wa wancara dengan Bapak Maskuri [Tokoh Agama Islam], Rabu 1 April 2020

99 Wawancara dengan Bapak Ngardi [Tokoh Agama Hindu], Rabu 1 April 2020

100 Wawancara dengan Bapak Parsini [Warga Hindu], Rabu 12 Mei 2020

101 Wawancara dengan Ibu Kemisah [Warga Islam], Rabu 12 Mei 2020

52 1. Adanya Peran Sosial

Peran sosial adalah suatu tingkah laku yang diharapkan dari individu sesuai dengan status sosial yang disandangnya, sehingga peran dapat berfungsi pula untuk mengatur perilaku seseorang. Peran sosial pada seseorang dapat berbeda-beda ketika ia menyandang status yang berbeda.

Di desa Plajan peran sosial dilakukan oleh pemerintah desa, tokoh agama, dan masyarakat Plajan. Tanpa adanya peran dari masing-masing tersebut, kegiatan model dialog tidak dapat berjalan dengan baik dan upaya untuk membangun masyarakat yang damai tidak akan terlaksana. Peran yang dijalankan adalah sebagai berikut:

1] Pemerintah Desa

Peran pemerintah desa dalam membangun masyarakat damai sangat penting, karena pemerintah desa merupakan unsur-unsur penting dalam menentukan kebijakan dan aturan-aturan yang berlaku di desa tersebut. Pemerintah desa mempunyai peran penting dalam mengawal kerukunan antar umat beragama dan berpengaruh dimata masyarakat dalam menetukan kebijakan. Hal tersebut diungkapkan oleh Bapak Kartono: “Saya sebagai Kepala Desa menghimbau kepada masyarakat untuk melakukan dan melaksanakan sesuai agama dan kepercayaan mereka masing-masing.”102

Hal senada juga diungkapkan oleh Sekretaris Desa [Carik]:

“Saya selaku dari pemerintah desa melakukan pembinaan terhadap warga untuk melakukan hal-hal yang dapat menciptakan kedamaian di desa ini dan tidak melakukan hal-hal yang dapat menyebabkan gesekan, dengan menjalankan komunikasi yang baik kepada para penganut agama lain dan memposisikan para tokoh agama pada porsinya.”103 Maksudnya pemerintah desa bekerjasama dengan para tokoh agama guna membangun masyarakat yang rukun dan damai.

102 Wawancara dengan Bapak Kepala Desa [H. Kartono], Rabu 1 April 2020

103 Wawancara dengan Bapak Hadi Patmo [Sekretaris Desa], Selasa 12 Mei 2020

53 Karena pemerintah desa dan juga tokoh agama memiliki pengaruh yang tinggi terhadap pembangunan perdamaian di masyarakat.

Pemerintah desa harus bersifat tegas, netral dan mempunyai prinsip yang kuat dalam mengambil keputusan dan tindakan, tidak memihak salah satu. Pemerintah Desa Plajan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakatnya adalah sama, tidak membeda-membedakan baik dari segi agama atau keyakinan dan kaya atau miskin. Semua diberlakukan sama dalam menererima hak dan kewajibannya. Pelayanan lebih mengutamakan cepat dan tepat, artinya memberikan pelayanan lebih dan sesuai dengan apa yang dibutuhkan.

Demi menjaga kebersamaan dan kerukunan warganya, jajaran pemerintahan Desa Plajan pada posisi yang ada ditempati oleh semua kalangan dengan memasukan semua unsur agama ke lembaga dan organisasi, misalnya organisasi Karangtaruna, Pokdarwin, dan Paguyuban RT, RW dan Kelurahan ditempati oleh semua kalangan yang berkompeten. Dengan demikian, tidak terjadi diskriminasi golongan tertentu. Selain itu intensitas pertemuan yang sering diadakan oleh pihak pemerintah setempat, menambah erat hubungan antar warga Plajan.

2] Tokoh Agama

Terbentuknya dialog antar umat beragama di Plajan juga tak luput dari peran pemuka agama masing-masing, yang bertindak sebagai pengayom, pengawas dan penengah kaumnya dalam kehidupan bermasyarakatnya. Tokoh agama mempunyai posisi strategis untuk menghubungkan masyarakat kelas bawah dengan kelompok elite lokal yang menempati puncak hierarki sosial.

Dengan begitu, agamawan bisa dengan leluasa menyisipkan ajaran-ajaran damai yang mampu mendorong umat beragama untuk bersikap toleran dan saling menghormati. Seperti pernyataan ini:

54

“Dulu orang Muslim tidak mau kalau menerima makanan dari orang Hindu, tapi lama-lama mereka menjadi terbiasa dan mau menerima pemberian makanan itu.”104

Disinilah muncul peran tokoh agama dalam menyikapi masalah tersebut. Mereka bertemu untuk berdialog guna membahas permasalahan tersebut, mencari solusi bersama dengan cara menasehati, membina dan memberikan arahan sehingga terselesaikanya masalah tersebut. Hal ini dibenarkan oleh salah satu tokoh Agama Islam bahwa:

“Kalau pun nanti ada gesekan atau konflik antar agama iya akan saya undang kesini akan saya ajak dialog dan saya ajak diskusi secara langsung biar masalah tersebut dapat kita selesaikan bersama sehingga tidak akan terjadi kesalahpahaman yang nantinya akan memperburuk konflik tersebut. Tapi untungnya masyarakat Plajan orangnya baik-baik saling menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi sehingga sampai saat ini belum pernah ada konflik di Plajan dan semoga saja tidak akan pernah ada.”105

Dengan adanya model dialog antar umat beragama seperti yang dilakukan masyarakat desa Plajan, tokoh-tokoh agama lebih mudah dalam mengondisikan umatnya. Karena dalam berdialog dalam menyampaikan pesan lebih mudah dan dapat menyeluruh secara merata. Dialog ini juga mempunyai manfaat besar dalam membangun perdamaian antar umat agama dan mempererat persaudaraan antar seagama, maupun dengan agama lain.

Sebenarnya, ini merupakan bibit-bibit yang baik bagi dialog lebih lanjut yang lebih intens, yang bisa melahirkan suatu kerjasama

104 Wawancara dengan Bapak Parsini [Warga Hindu], Selasa 12 Mei 2020

105 Wawancara dengan Bapak Maskuri [Tokoh Agama Islam], Rabu 1 April 2020

55 yang produktif. Asal saja tidak dirusak oleh tangan-tangan jahil yang biasanya tidak senang dengan kerukunan antar agama. Para tokoh agama harus lebih sering bertemu untuk membahas persoalan-persoalan seputar mereka. Bukan saja memupuk hubungan yang lebih baik, tapi juga untuk menjaga hal-hal yang akan merusak keharmonisan antar agama.

Oleh karena itu, mengutip apa yang disampaikan oleh Andrik Purwasito106, lapisan-lapisan elite masyarakat, khususnya tokoh agama, perlu mentradisikan komunikasi multikultural untuk mereduksi ragam kesalahpahaman. Sehingga, masyarakat dapat hidup berdampingan secara damai dalam bingkai harmonisasi [peacefull coexitence].

3] Masyarakat Desa Plajan

Masyarakat Plajan meskipun memiliki perbedaan yang mendasar yaitu mengenai kepercayaan akan tetapi mereka mengutamakan kebersamaan, karna masyarakat berpendapat masalah keyakinan itu masalah pribadi “Agamaku, Agamaku dan Agamamu adalah Agamamu”. Dalam konteks berteologi, Amin Abdullah mengklasifikasikan pemikiran teologis menjadi dua corak besar. Pertama, personal commitment dari pemeluk agama terhadap ajaran agama yang diyakininya. Mereka yang mempunyai komitmen kuat terhadap doktrin agama yang dianut, tentu akan berjuang mati-matian mempertahankannya. Jika perlu, mereka akan mengorbankan tenaga, pikiran, harta benda, lebih-lebih nyawa. Kedua, “bahasa”

yang digunakan oleh pemeluk agama terkait erat dengan bahasa seorang “aktor” atau pelaku agama. Sifatnya internal, mempribadi, dan subyektif. Bagi Amin, mengutip pendapat Ian G. Barbour, pakar Hubungan Sains dan Agama dari Amerika, seorang agamawan, terlepas dari apapun agamanya, senantiasa menunjukkan perilaku

106 Andrik Purwasito, Komunikasi Multikultural, [Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015], h.

64

56 konsisten dan mau menderita ketika mempertahankan ajaran-ajaran doktriner agamanya.107

Kesadaran yang timbul dalam diri pribadi masing-masing umat agama juga mengajarkan persaudaraan baik agama Islam, Hindu dan Kristen. Dalam meyakini dan memeluk agama tidak ada unsur paksaan. Maka, dengan adanya keyakinan sehingga nilai-nilai perdamaian terbentuk dalam dirinya sendiri. Menurut bapak Ngardi:

“Membangun perdamaian di Desa Plajan merupakan kesadaran dalam pribadi masing-masing umat dalam hidup beragama dan Negara untuk mencapai kemuliaan di dunia dan akhirat.”108

Membangun masyarakat yang damai dengan melakukan dialog dan kerjasama antar umat beragama disini dapat membentuk masyarakat yang berkarakter karena dapat memahami agama dan kepercayaaan orang lain yang tentunya akan menimbulkan sikap saling menghormati, tenggang rasa, saling mengasihi, saling menyayangi, saling peduli yang didasarkan pada nilai persahabatan, kekeluargaan, persaudaraan, dan rasa sepenanggungan yang akan membangun kehidupan bermasyarakat yang damai, aman, dan sejahtera.

Pemikiran teologis masyarakat Plajan, ajaran agama yang dianut dan diyakini oleh setiap umatnya masing-masing juga mengajarkan untuk saling menyayangi dan menghormati satu dengan yang lain, sehingga terbentuknya kerukunan yang sangat mudah terjalin. Karena masing-masing umat atau warga dapat memahami dan mengamalkan ajaran agama yang mereka yakini.

Dengan demikian, keharmonisan warga Plajan akan tetap terjaga.

Kini Agama secara bersama-sama mengarahkan setiap kegiatan dialog untuk menyongsong masa depan yang damai dan

107 M. Amin Abdullah, Studi Agama: Normativitas atau Historisitas?, [Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2015], h. 50

108 Wawancara dengan Bapak Ngardi [Tokoh Agama Hindu], Rabu 1 April 2020

57 sejahtera, dalam bentuk yang sangat umum Hans Kung menunjukan tiga aspek dari setiap dialog109, yaitu: Pertama, hanya jika kita berusaha memahami kepercayaan dan nilai-nilai, ritus, dan simbol-simbol orang lain atau sesama kita, maka kita dapat memahami orang lain secara sungguh-sungguh. Kedua, hanya jika kita berusaha memahami kepercayaan orang lain, maka kita dapat memahami iman kita sendiri secara sungguh-sungguh: kekuatan dan kelemahan, segi-segi yang konstan dan yang berubah. Ketiga, hanya jika kita berusaha memahami kepercayaan orang lain, maka kita dapat menemukan dasar yang sama, “meskipun ada perbedaannya” dapat menjadi landasan untuk hidup bersama di dunia ini secara damai.

Hidup didalam masyarakat yang damai ditengah perbedaan merupakan impian bagi setiap orang. Untuk itu kiranya seluruh elemen masyarakat baik dari Pemerintahan Desa, Tokoh Agama dan masyarakat itu sendiri saling bekerjasama dalam membangun masyarakat damai melalui kegiatan-kegiatan yang ada. Seperti pernyataan ini:

“Masyarakat damai merupakan kehidupan dimana kita saling menghormati dan saling leluasa melakukan kegiatan sesuai dengan apa yang menjadi tujuannya tanpa ada perselisihan.”110

Selanjutnya beliau menambahkan bahwa “damai itu ada dalam diri manusia, damai tidak hanya difisik saja melainkan lahir dan batin. Kiranya perlu disyukuri karena tanpa ada kedamaian dalam diri, dapat menjadikan jalan hidup tidak ada penyelesaian.”111

109 Abdurrahman Wahid, dkk, Interfidei: Dialog Kritik dan Identitas Agama, [Jogjakarta:

Pustaka Pelajar], h. 74

110 Wawancara dengan Bapak Hadi Patmo [Sekretaris Desa], Selasa 12 Mei 2020

111 Wawancara dengan Bapak Hadi Patmo [Sekretaris Desa], Selasa 12 Mei 2020

58 Dapat disimpulkan bahwa sikap damai didalam diri sendiri juga menjadi awal mula terbentuknya perdamaian di dalam masyarakat. Jika dalam diri sendiri tidak ada sikap damai, bagaimana kita akan membangun perdamaian bersama. Karena kedamaian merupakan suatu kebutuhan yang hakiki dari setiap komunitas manusia yang merupakan makhluk sosial. Maka kedamaian harus selalu dipelihara oleh setiap manusia. Masyarakat harus menyadari bahwa kedamaian dan kesejahteraan mustahil akan tercipta tanpa usaha dan komitmen bersama untuk membangun kedamaian dari masyarakat itu sendiri.

2. Adanya Kegiatan Sosial

Kegiatan sosial adalah suatu kegiatan yang dilakuakan oleh seseorang atau kelompok untuk menyalurkan kepeduliannya. Kegiatan sosial dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat Plajan. Model dialog yang terjadi di Plajan dilakukan melalui berbagai kegiatan sosial, diantaranya:

1] Gotong Royong

Sebenarnya sebelum digerus oleh gaya hidup modernisasi dan perkotaan, masyarakat kita sangat akrab dengan tradisi dan pada hidup gotong royong. Sayangnya hal itu kini digantikan oleh gaya hidup individualistic. Namun demikian, tradisi gotong royong dan kerjasama itu tidak sepenuhnya hilang. Disinilah agama memiliki peranan untuk merevitalisasi atau menghidupkan kembali pola hidup kebersamaan, karena setiap agama memiliki spirit untuk membangun masyarakat, dan menjaga norma-norma didalam masyarakat berjalan dengan baik.

Warga Plajan dari umat Islam, Hindu maupun Kristen saling gotong royong membangun insfrastruktur jalan, membangun Mushola atau Masjid, selain itu mereka saling membantu ketika

59 warganya mau membangun rumah tanpa mempermasalahkan agama.

2] Upacara

Apabila ada yang meninggal dunia maka semua warga guyub dan saling membantu, baik dari mulai awal sampai akhir.

Dalam artian merawat jenazah sampai pemakaman. Hal ini dilakukan bersama-sama oleh warga Plajan baik yang beragama Islam, Hindu maupun Kristen. Setelah pemakaman, maka malamnya ada upacara selamatan. Selamatan ini dilakukan selama tujuh hari, dan ini juga diikuti dan dihadiri oleh orang-orang Hindu dan Kristen.

3] Sedekah Rukun

Sedekah rukun atau yang biasa warga Desa Plajan sebut dengan Tradisi manganan, tradisi ini berasal dari nenek moyang, khususnya masyarakat petani yang bersyukur atas hasil panen.

perayaan manganan diadakan di Punden Balai Romo. Tujuan dari pelaksanaan tradisi manganan adalah mengucapkan syukur kepada sang Kholiq dari hasil panen, memohon agar desanya terhindar dari bencana dan penyakit serta memohon agar panen selanjutnya melimpah. Kegiatan ini biasanya diawali dengan pementasan tayub guna melestarikan budaya. Tradisi manganan juga sebagai ajang pemersatu antar warga masyarakat Plajan dan sekaligus menjalin tali silaturahmi antar warga, yang melibatkan seluruh warga masyarakat Plajan baik tokoh agama, tokoh masyarakat dan muda mudi tanpa memandang latar belakang agama mereka.

4] Perayaan Hari Besar Agama

Dalam perayaan hari-hari besar Agama Idul Fitri, Nyepi, maupun Natal ketiga Agama ini ikut merayakan. Misalanya dalam hari besar Agama Islam yang bertepatan dengan Idul Fitri, semua warga saling mengucapkan maaf dengan saudara dan tetangga, warga yang beragama Hindu dan Kristen berpartisipasi dalam perayaan yang diselenggarakan umat Islam. Begitu juga dalam

60 perayaan hari besar Nyepi dan hari besar Natal para banser orang Muslim turut serta dalam melancarkan kekhusu’an warga. Ini merupakan perkembangan yang menarik, karena hal serupa di masa lalu sangat sulit dibayangkan.

Seperti pernyataan ini: “respons masyarakat [kepada umat Hindu] baik, karena sama-sama merasa damai. Acara kematian agama apapun saling menghadiri. Makam juga jadi satu. Saat Nyepi, pasti didukung oleh Banser dengan cara menjaga dan mengawal upacara Melasti sampai Pantai Bandengan. Ketika Idul Fitri, pemuda Hindu Jogo Boyo juga ikut melakukan pengamanan di sekitar masjid dan lapangan”.112 Semua kegiatan mereka lakukan dengan melibatkan semua keanggotannya sebagai warga desa, bukan karena anggota dari agama tertentu. Bukannya agama tidak relevan dalam bentuk kegiatan semacam itu, tapi karena agama justru mengajarkan berbuat kebaikan seperti pada kegiatan semacam itu.

Setiap penganut agama berjuang untuk membangun hidup bersama sebagai tetangga secara damai dan dengan saling membantu dalam mengatasi berbagai persoalan.

5] Doa bersama

Kegiatan ini dilakukan setiap tahunnya di Balai Desa dan minimal satu tahun sekali yang di ikuti semua umat yang ada di desa Plajan. Namun dalam pelaksanaannya doa bersama ini biasanya dipimpin oleh tokoh agama masing-masing. Karena sudah barang tentu mereka tidak bisa melakukan doa bersama, karena doa didasarkan kepada keyakinan, sedangkan keyakinan mereka berbeda-beda. Pada agama Islam dipimpin oleh Kyai atau Ustadz.

Warga Kristen dipimpin oleh Pendeta. Sedangkan umat Hindu dipimpin oleh Pandita. Meski berbeda dalam keyakinan, akan tetapi mereka biasa datang bersama untuk berdoa dengan maksud yang

112 Wawancara dengan Bapak Ngardi [Tokoh Agama Hindu], 1 April 2020

61 sama, yaitu perdamaian dunia khususnya Indonesia. Akan tetapi, setiap warga berdoa dengan caranya sendiri dan tidak mengikuti doa agama lain, karena masing-masing agama memiliki tata cara sendiri dalam memanjatkan doa.

Hal demikian menggambarkan adanya kesadaran untuk saling menghargai yang mana setiap individu dapat dengan tenang tanpa rasa takut atau terganggu dengan adanya ancaman.

Dikarenakan masyarakat yang tidak menganut agama tertentu tetap bisa turut serta mendoakan di dalam hati. Secara langsung kegiatan ini memperlihatkan pengalaman keyakinan masing-masing dan kegiatan ini sangat tepat bagi seorang yang beriman yang menjadi saksi bagi usaha orang-orang lain, baik laki-laki maupun perempuan untuk mencari Tuhan dengan segala keikhlasan. Dan juga kegiatan ini secara implisit memperlihatkan upaya masing-masing umat agama untuk menyebarkan pengalaman iman dan tradisi religiusnya kepada umat lain melalui acara atau kegiatan yang mereka tampilkan.

Secara personal, umat agama juga memperlihatkan imannya kepada umat lain dengan cara menghargai setiap praktik religius agama lain. Bentuk penghargaan itu terletak pada kesadaran masing-masing umat agama untuk menghargai umat lain yang sedang menjalankan ibadahnya.

6] Menyebarkan Pesan Perdamaian

Salah satu setrategi pemerintah Desa dan juga tokoh Agama dalam memberdayakan masyarakat, guna mencapai suatu tujuan besama yaitu masyarakat yang damai yang tidak pandang agama bahkan dari segi mana pun, sehingga mampu mempesatukan masyarakat Desa Plajan dalam mencapai kemakmuran. Dengan menggunakan spanduk atau banner sebagai alat informasi kepada masyarakat karena melalui alat informasi tersebut dianggap lebih

62 efektif karena masyarakat lebih bisa melihat dan lebih dekat dengan masyarakat.

Dalam mengondisikan masyarakat dan membangun masyarakat damai di Plajan, Kepala Desa Plajan dalam menyampaikan pesan perdamaian juga mengunakan surat-menyurat yang dilayangkan secara langsung kepada masyarakat atau tokoh-tokoh agama yang bersangkutan, misalnya dalam memberikan penghormatan kepada umat Hindu dalam perayaan Nyepi, pesan ini disampaikan guna menjaga kondusifitas dengan tidak mengganggu umat agama lain yang sedang melakukan ibadah dan juga sebaliknya ketika agama-agama lainnya ketika membuat acara.

Selain itu, pesan perdamaian juga disampaikan oleh tokoh agama terhadap masing-masing umat agama dengan melalui setiap menghadiri dan mengisi acara, ceramah atau khutbah Jumat bagi umat Islam atau pada waktu umat sedang beribadah di tempat-tempat ibadah agama. Sedangkan cara pemerintah desa adalah memberikan dukungan tentang pentingnya suasana rukun melalui forum-forum formal, seperti ketika rapat atau musyawarah di Balai Desa.

63 BAB IV

ANALISIS MODEL DIALOG ANTAR UMAT BERAGAMA DALAM

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề